Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

PEMAHAMAN ISLAM DAN SENTUHAN BUDAYA LOKAL Jailani, Imam Amrusi
JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) Vol 13, No 1 (2008): MADUROLOGI 3
Publisher : STAIN PAMEKASAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak:Tulisan ini menyajikan kajian keislaman yang sering dijadikan model pergulatan pemikiran yang sedang berkembang di dunia Islam. Dalam kajian tersebut didapati bahwa pemahaman Islam beranika ragam. Tampilan rumusan Islam tersebut dihampiri dengan berbagai macam pendekatan, diantaranya tekstual-kontekstual dan struktural-fungsional. Dari tampilan tersebut menggambarkan bahwa pada realitasnya, Islam bersentuhan dengan ajaran (tradisi) lokal sehingga terbentuk formulasi baru tentang Islam yaitu budaya Islam lokal.Kata kunci:Islam normatif-praksis, tekstual-kontekstual, inklusif-eksklusif, budaya lokal
ANCANGAN METODOLOGI STUDI HUKUM ISLAM Jailani, Imam Amrusi
JURNAL KARSA (Terakreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012) Vol 10, No 2 (2006): Model-Model Pendekatan Studi Islam
Publisher : STAIN PAMEKASAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

  Abstrak : Untuk mengungkap dan memaparkan mutiara serta permata yang terkandung dalam al-Qur’an  diperlukan seperangkat alat untuk menggalinya. Begitu pula, untuk membuka gudang simpanan makna yang tertimbun dalam al-Qur’an, dibutuhkan kunci pembuka. Alat atau kunci dimaksud tidak lain adalah seperangkat metodologi. Urgensi dari hal tersebut lebih mengarah pada kemampuan memahami dan mengungkap isi serta mengetahui prinsip-prinsip yang dikandungnya. Dengan demikian, seseorang tidak boleh memberikan pemahaman yang semaunya, apalagi sampai beranggapan bahwa pemahaman dirinyalah yang paling benar dan seolah-olah terkesan mewakili atau penyambung lidah Syâri’. Seorang mufassir ahli sekalipun hanya boleh mengatakan bahwa itulah pengertian yang paling jauh yang dapat dipahaminya dari firman-firman Allah itu. Selama ini sering dijumpai dalam kehidupan, seseorang atau sekelompok orang memberikan penetapan atau pemahaman hukum Islam tanpa mengindahkan metodologi hukum Islam, sehingga terkesan penetapan atau pemahamannya asal-asalan. Oleh karena itu, metodologi, dalam kajian apapun tetap memegang peranan penting. Kata kunci: Metodologi, perkembangan, hukum Islam
DAKWAH DAN PEMAHAMAN ISLAM DI RANAH MULTIKULTURAL Jailani, Imam Amrusi
WALISONGO Vol 22, No 2 (2014): Dakwah Multikultural
Publisher : IAIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Development of Islam in Indonesia or in the local domain did not show the sameperformance as in his home land, namely in the Arab lands. This is due to theacculturation the values of Islam and the local culture. Variabilities in Islamicappearance is also showed the variabilities in understanding on Islam. Applyingvariable approaches on Islam, textual-contextual and functional-structural, willshow the varieties of Islam too: normative Islam, factual Islam, ideal Islam oruniversal Islam, and Local Islam. From this illustrates that in reality, we are oftenconfronted with the face of normative Islam, Islamic factual, ideal or universalIslam and the local Muslim. The study found the patterns of understanding andattitude of inclusive-exclusive, with all the effects that will be caused, eitherconstructive or destructive, supporting or undermined the development of Islam.Based on the finding, it is needed a concept and strategy of da‘wa which is reallyeffective and approved by multy-culture society like Indonesia.***Perkembangan Islam di Indonesia atau di lokalitas yang lain tidak menampakkanwajah Islam yang sama seperti di tanah kelahirannya, yaitu di tanah Arab. Haltersebut disebabkan karena sudah terjadi akulturasi ajaran Islam dengan nilainilaibudaya lokal. Inilah bentuk interkoneksi antara ajaran Islam dengan kearifanlokal. Dari kajian tersebut, didapati pemahaman Islam yang bermacam-macam.Tampilan rumusan Islam tersebut dihampiri dengan berbagai pendekatan untukmemudahkan pemetaan terhadap pemahaman keislaman. Dari tampilan tersebutmenggambarkan bahwa dalam realitas, kita sering diperhadapkan pada wajahIslam normatif, Islam faktual, Islam ideal atau universal dan Islam lokal.Sedangkan pendekatan yang dipakai untuk menelaah hal tersebut adalah pendekatantekstual-kontekstual dan struktural-fungsional. Dari telaah tersebut,didapati pola pemahaman dan pola sikap yang inklusif dan eksklusif, dengansegala dampak yang akan ditimbulkan, baik yang konstruktif maupun yangdestruktif, yang mendukung maupun yang menggerogoti perkembangan Islam.Dari realitas tersebut, diperlukan suatu konsep dan strategi dakwah yang betulbetulmengena dan diterima masyarakat multikultural seperti Indonesia ini.Keywords: dakwah, multikultural, Islam, inklusif, eksklusif
CITRA ISLAM DALAM DEMOKRASI DAN TOLERANSI: POTRET SIKAP HIDUP WARISAN RASULULLAH DAN SAHABAT Jailani, Imam Amrusi
Jurnal THEOLOGIA Vol 23, No 2 (2012): ISLAM DAN RESOLUSI KONFLIK
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2012.23.2.1672

Abstract

Democratic life is a dream for every person, every family, all the people and the state. A democratic life will knit a harmonious and peaceful atmosphere. Touches of humanism   instinct will keenly felt when the democratic behavior deeply coloring this life. Touch of affection, love, respect, helpful, gentle, good manners, tolerance and all kinds of noble characters will always be enjoyed by all communities on earth. For a long time, we are always looks for a model of life which is considered to be appropriate and harmonious with human nature. All models of life that had been coloring the world is not spared from the coverage of the series of human lives and almost all the models had been tried to be applied in their life. However, all of them are just trying a model that will certainly not be able to give satisfaction to them. We almost forgot a near-perfect model of life for the prerequisites of democratic life. That's the life model that was exhibited by the Prophet and his companions.Kehidupan demokratis merupakan dambaan bagi setiap insan, setiap keluarga,  segenap masyarakat dan negara. Dalam kehidupam yang demokratis akan terajut suatu suasana yang harmonis dan damai. Sentuhan-sentuhan naluri kemanusiaan akan amat terasa bila perilaku demokratis benar-benar mewarnai kehidupan ini. Sentuhan kasih sayang, sentuhan cinta, saling menghormati, saling menghargai, tolong-menolong, sikap lemah lembut, sopan santun, toleransi dan selaksa pernik-pernik dan aksessori akhlak mulia nan agung akan senantiasa bisa dinikmati oleh segenap komonitas yang mendiami planet Bumi ini. Selama ini, kita selalu mencari-cari dan mereka-reka model kehidupan yang dianggap cocok dan selaras dengan watak manusia. Semua model kehidupan yang pernah mewarnai dunia ini tidak luput dari liputan seri kehidupan anak manusia dan hampir keseluruhannya dicoba untuk diterapkan dalam kehidupan. Namun apa hendak dikata, kesemuanya hanyalah  model coba-coba yang sudah pasti tidak akan bisa memberikan kepuasan bagi si penikmatnya. Kita hampir saja melupakan suatu model kehidupan yang mendekati sempurna bagi prasyarat kehidupan demokratis. Itulah model kehidupan yang diperagakan oleh Rasulullah dan para sahabat
Piagam Madinah: Landasan Filosofis Konstitusi Negara DemokratisPIAGAM MADINAH: LANDASAN FILOSOFIS KONSTITUSI NEGARA DEMOKRATIS Jailani, Imam Amrusi
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016
Publisher : Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.439 KB) | DOI: 10.15642/ad.2016.6.2.269-295

Abstract

Abstract: This article discusses Medina Charter as an alternative offer for the foundation of constitution of a democratic state. Medina charter is among the first written constitution in the world as it was formulated in 622 CE, about 15 centuries ago when written document was a luxury. The document was formulated by the Prophet Muhammad with tribal and religious leaders in Medina. It can be concluded that by that time the principle of democratic system already took place in pluralistic society of Medina. Prophet Muhammad showed a democratic leadership and tolerant toward everyone regardless of conviction and tribe. This contributed to the creation of harmonious and peaceful Medina. Keywords: Medina charter, constitution, democracy   Abstrak: Artikel ini membahas tentang Piagam Madinah sebagai landasan konstitusi negara demokratis. Piagam Madinah merupakan konstitusi tertulis pertama di dunia, yang lahir pada tahun pertama Hijrah (622 M), 15 abad yang lalu sebelum banyak masyarakat dunia mengenal konstitusi tertulis. Piagam Madinah atau Shahîfat al-Madînah, juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah ialah sebuah dokumen yang disusun oleh nabi Muhammad saw, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yasrib (Madinah). Hal tersebut menandakan bahwa sejak hijrah ke Madinah, nabi Muhammad saw telah mempraktikkan kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang demokratis di tengah masyarakat yang plural dengan aliran ideologi dan politik yang heterogen. Tipe kepemimpinan yang sangat demokratis dan toleran terhadap semua pihak, menjadikan semua penduduk merasa aman dan tenteram. Kata Kunci: Piagam Madinah, konstitusi, demokratis.
KONTRIBUSI ILMUWAN MUSLIM DALAM PERKEMBANGAN SAINS MODERN Jailani, Imam Amrusi
Jurnal THEOLOGIA Vol 29, No 1 (2018)
Publisher : Fakulta Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/teo.2018.29.1.2033

Abstract

Abstract: This paper presents a discussion of the contribution of muslim scientists to the development of modern science. It is well known that in the golden ages of Islam many scientists are very competent in their respective fields emerging. They succeeded in emerging as philosophers and scientists capable of filling various fields of science, such as medicine, mathematics, chemistry, physics, and so forth others. Their scholarship is valuable especially for the development of science in the future. So precious their scholarship and what they dedicated, so not infrequently the scientists who come later dub them as the father of science in their respective fields. However, not all of them will be discussed in this paper, but only the triumvirate of muslim scientists, namely Ibn Rushd, Ibn al-Haytham, dan Jabir ibn Hayyan. Their contribution is so great to the development of modern science and is recognized by scientists both in the East, and especially in the West.Abstrak: Tulisan ini menyuguhkan pembahasan mengenai kontribusi ilmuwan-ilmuwan muslim bagi perkembangan sains modern. Sudah jamak diketahui bahwa pada zaman keemasan Islam banyak bermunculan ilmuwan yang sangat kompeten di bidangnya masing-masing. Mereka berhasil tampil sebagai filosof dan saintis yang mengisi berbagai bidang keilmuwan, seperti kedokteran, matematika, kimia, fisika dan sebagainya. Keilmuwan mereka sangat berharga terutama bagi perkembangan sains pada masa-masa berikutnya. Begitu berharganya keilmuwan dan apa yang dipersembahkan oleh mereka, sehingga tidak jarang para ilmuwan yang datang belakangan menjuluki mereka sebagai bapak sains di bidangnya masing-masing. Namun, tidak semua dari mereka akan dibahas dalam tulisan ini, melainkan hanya triumvirat ilmuwan muslim, yakni Ibn Rushd, Ibn al-Haytham, dan Jabir ibn Hayyan. Kontribusi ketiganya begitu besar bagi perkembangan sains modern dan diakui kalangan saintis, baik di Timur dan khususnya di Barat.
DAKWAH DAN PEMAHAMAN ISLAM DI RANAH MULTIKULTURAL Jailani, Imam Amrusi
Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 22, No 2 (2014): Dakwah Multikultural
Publisher : LP2M - Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/ws.22.2.272

Abstract

Development of Islam in Indonesia or in the local domain did  not show the same performance as in his home land, namely in the Arab lands. This is due to the acculturation the values of Islam and the local culture. Variabilities in Islamic appearance is also showed the variabilities in understanding on Islam.  Applying variable approaches on Islam, textual-contextual and functional-structural, will show the varieties of Islam too: normative Islam, factual Islam, ideal Islam or universal Islam, and Local Islam. From this illustrates that in reality, we are often confronted with the face of normative Islam, Islamic factual, ideal or universal Islam and the local Muslim. The study found the patterns of understanding and attitude of inclusive-exclusive, with all the effects that will be caused, either constructive or destructive, supporting or undermined the development of Islam. Based on the finding,  it is needed a concept and strategy of da‘wa which is really effective and approved by multy-culture society like Indonesia.***Perkembangan Islam di Indonesia atau di lokalitas yang lain tidak menampak­kan wajah Islam yang sama seperti di tanah kelahirannya, yaitu di tanah Arab. Hal tersebut disebabkan karena sudah terjadi akulturasi ajaran Islam dengan nilai-nilai budaya lokal. Inilah bentuk interkoneksi antara ajaran Islam dengan kearifan lokal. Dari kajian tersebut, didapati pemahaman Islam yang bermacam-macam. Tampilan rumusan Islam tersebut dihampiri dengan berbagai pendekatan untuk memudahkan pemetaan terhadap pemahaman keislaman. Dari tampilan tersebut menggambarkan bahwa dalam realitas, kita sering diperhadapkan pada wajah Islam normatif, Islam faktual, Islam ideal atau universal dan Islam lokal. Sedangkan pendekatan yang dipakai untuk menelaah hal tersebut adalah pen­dekatan tekstual-kontekstual dan struktural-fungsional. Dari telaah tersebut, didapati pola pemahaman dan pola sikap yang inklusif dan eksklusif, dengan segala dampak yang akan ditimbulkan, baik yang konstruktif maupun yang destruktif, yang mendukung maupun yang menggerogoti perkembangan Islam. Dari realitas tersebut, diperlukan suatu konsep dan strategi dakwah yang betul-betul mengena dan diterima masyarakat multikultural seperti Indonesia ini.
Tarik Ulur Islam dan Dasar Negara Jailani, Imam Amrusi
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol 2 No 1 (2012): April 2012
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.419 KB) | DOI: 10.15642/ad.2012.2.1.1-21

Abstract

Abstrak: Tulisan ini ini akan menggambarkan moment-moment bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menjelang dan sesaat setelah proklamasi kemerdekaan. Dua golongan yang sama-sama berpengaruh saling berkompetisi dalam menentukan dasar Negara. Pertama, adalah golongan nasionalis ?sekuler? yang memandang bahwa Negara yang akan didirikan (Republik Indonesia) harus berdasarkan kebangsaan, bukan Islam, dengan alasan tidak seluruh rakyat Indonesia beragama Islam. Sementara itu, golongan kedua, golongan Islam berpandangan bahwa dasar Negara dari bangsa Indonesia harus Islam, dengan alasan bahwa mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam. Walaupun mayoritas tim perumus yang tergabung dalam keanggotaan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) adalah muslim, namun pada akhirnya dicapai kesepakatan dasar Negara republik Indonesia adalah Pancasila. Hal tersebut bukanlah merupakan sesuatu yang taken for granted, melainkan dicapai melalui proses diskusi yang panjang sejak pra kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Kenyataan di atas  memberikan gambaran perihal jiwa besar para elit atau tokoh muslim yang tergabung dalam keanggotan PPKI dengan menerima Pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang baru saja diproklamasikan. Bagi mereka, kepentingan bangsa dan Negara di atas segala-galanya. Keutuhan bangsa dan Negara harus tetap diperhatikan dengan selalu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Kepentingan seperti itu harus selalu dikedepankan dari pada kepentingan golongan, apalagi interes pribadi. Para pendiri republik ini telah memberikan teladan yang sebaik-baiknya untuk dikenang dan dicontoh oleh generasi berikutnya.Kata Kunci: Islam, nasionalis, dasar negara, dan Pancasila
REORIENTASI DAYA TAWAR PERAN PEREMPUAN DALAM RUANG PUBLIK PADA RANAH ORGANISASI SOSIAL ISLAM Jailani, Imam Amrusi
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 11 No. 1 (2012)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2012.111.25-46

Abstract

Observing the relationship between men and women, actually recognized the existence of two relationships that are connotative be distinguished, that, sexual relations and gender relations. Sexual relationship is the relationship between men and women based on the demands and biological categories. Whereas gender relations is a concept and a different social reality, in which the sexual division of labor between men and women is not based on an understanding of normative and biological categories, but on the quality, skills, and roles based on social conventions. Thus, the concepts and manifestations of gender relations more dynamic and has the flexibility to consider psycho-social variables were developed. Based on this understanding, it could be someone who is biologically classified as a woman, but from the point of gender may play a role as a man or vice versa. Therefore, we need to reorient the roles of women, especially their involvement in the organization of the Islamic community, which often marginalized.
Memposisikan Konsep Mahram Dalam Konteks Kehidupan Kekinian Jailani, Imam Amrusi
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 9 No. 1 (2010)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2010.91.83-100

Abstract

The concept of mahram relates to a number of issues, such as marriage, casual relationship, the disclosure of male and female aurat, as well as women's travelling. While the discussion of mahram which relates to the first three issues does not create contradiction, the injunction of mahram with women's travelling is stimulating long lasting debates in our present time. For instance with the case of Muslim women going to the holy land to perform hajj; the government does not permit women to perform hajj without accompied by their mahram. In reality however, for those women who have no mahram, the government will find them 'fake mah ram' so that they can go to hajj. In this case, what does mahram mean, what is the purpose of mah ram?