Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PERLINDUNGAN HAK CIPTA TERHADAP BATIK SEMARANG Adi Suliantoro; Fitika Andraini; RR Dewi Handayani UN; Alif Candra Pratama
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 17 No 2 (2016): Vol. 17 No. 2 Edisi Agustus 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v17i2.7183

Abstract

Intellectual Property Rights for Batik Semarang still not as expected. Though the existence of Batik Semarang has existed since the Dutch colonial era around the 19th century and the motive is not inferior to other batik. Supposedly IPR can be applied to protect Batik Semarang, especially is The Copyright. The issue is What is the Copyright can be used to protect and preserve Batik Semarang? If ok what is the problem of it that can not apply its IPR, especially for Copyright. The conclusions is: Copyright can be applied to art / motive. The obstacles are the traditional motif is already a Public Domain, shall have the novelty of novation, Batik Semarang is not widely known and less desirable both from employers and community batik Semarang. Suggested communities often use Batik Semarang by requiring students to use Batik Semarang.
TINJAUAN HUKUM PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR BPJS DI SEMARANG TERKAIT KECELAKAAN KERJA UNDANG–UNDANGNOMOR 25 TAHUN 2009 Prasthingsun Adiprana; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 17 No 2 (2016): Vol. 17 No. 2 Edisi Agustus 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v17i2.7185

Abstract

Negara Indonesia adalah negara hukum yang berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, Negara dalam menjalankan kegiatan kenegaraan berdasarkan hukum yang berlaku, kegiatan kenegaraan memiliki fungsi dan tujuan untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat Indonesia, jika ada rakyat Indonesia yang belum sejahtera dan makmur maka dalam hal ini yang bertanggung jawab penuh adalah Negara, sejauh mana negara melaksanakan kewajiban untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam Pasal 1 ayat (2) pengertian “Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan / atau jasa baik untuk pemenuhan kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat”
ASPEK HUKUM GADAI DEPOSITO PADA BANK OLEH PIHAK KETIGA Adi Suliantoro; Fitika Andraini
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 18 No 1 (2017): Vol. 18 No. 1 Edisi April 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v18i1.7190

Abstract

Menggunakan deposito sebagai agunan, atau jaminan kredit bank (Cash Collateral), masih jarang dilakukan. Umumnya, orang menggunakan aset berwujud sebagai barang jaminan, dan belum mengetahui bahwa deposito dan tabungan dapat dipakai sebagai jaminan kredit di Bank. Dalam perkembangannya, debitur dapat mengajukan pinjaman kredit pada bank dengan agunan deposito, namun bukan miliknya. Jadi yang diagunkan adalah deposito milik pihak ketiga apakah itu suami atau istri sendiri, maupun tidak menutup pihak ketiga lain seperti milik orang tua atau pihak lain. Dasar hukum yang digunakan terkait gadai deposito oleh pihak ketiga adalah Pasal terkait perikatan terutama Pasal 1320 KUHPer, Pasal terkait Gadai yaitu Pasal 1150 s/d 1160 KUHPer, Pasal penanggungan Utang Pasal 1820 s/d/ 1832 KUHPer, UU No 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan UU No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta UU No 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jsa Keuangan. Secara teori Undang – Undang Perbankan, UU OJK, Undang – Undang Perlindungan Konsumen dan Kitab Undang – Undang Hukum Perdata memberikan perlindungan bagi deposan yang depositonya dijadikan agunan oleh pihak lain. Perlindungan Hukum yang diberikan menjadi tidak efektif karena pihak ketiga selaku pemilik deposito secara sadar dan tanpa paksaan bersedia untuk dilakukan pemblokiran dan pencairan deposito miliknya, apabila debitur wanprestasi, dengan membuat kuasa tidak dapat dicabut dan penandatanganan pada bagian belakang bilyet deposito miliknya. Dengan demikian deposan secara sadar telah melepaskan hak istimewanya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1832 KUHPer. Agar perjanjian (pokok dan tambahan) tidak Batal Demi Hukum karena melanggar ketentuan tentang Klausula Baku, maka pihak bank harus dapat memberikan penjelasan kepada konsumen (debitur maupun deposan) terkait resiko – resiko kredit yang dimaksud.
AKIBAT HUKUM AKTA FIDUSIA YANG TIDAK DI DAFTARKAN TERHADAP EKSEKUSI OBJEK JAMINAN PADA BPR WELERI MAKMUR SEMARANG Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 18 No 1 (2017): Vol. 18 No. 1 Edisi April 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v18i1.7194

Abstract

Bantuan dana pada umumnya dapat diperoleh melalui lembaga keuangan, yaitu Bank. Bank akan memberikan dana tersebut berupa kredit dengan jaminan fidusia. Penyerahan jaminan fidusia tersebut dilaksanakan secara Constitutum Prossessorium, yang artinya, penyerahan ” hak milik ” dilakukan dengan janji, bahwa bendanya sendiri secara fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan. Polemik yang terjadi pada masyarakat adalah saat proses kredit terjadi BPKB yang dijadikan jaminan fidusia dalam kredit tidak didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia sehingga tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia. Jalan ini ditempuh guna mendapat proses pencairan kredit yang cepat atau alih-alih sudah menjadi pelanggan lama atau menjadi prioritas pada lembaga pembiayaan tersebut. Maka pada prakteknya dilapangan para penerima fidusia sering kali menemui kesulitan dalam hal eksekusi jaminan fidusia yang dipegangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tinjauan hukum terhadap akta fidusia yang tidak didaftarkan, mengetahui eksekusi jaminan fidusia yang tidak didaftarkan yang dilakukan oleh kreditur jika debitur wanprestasi, dan mengetahui yang dialami debitur dan kreditur atas eksekusi yang dilakukan atas akta fidusia yang tidak didaftarkan dan akibat hukumnya. Metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normative. Spesifikasi penelitian dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis. Sumber data adalah data sekunder dan primer dari wawancara dengan tanya jawab secara langsung dengan pihak BPR Weleri Makmur Sampangan Semarang. Data yang diperoleh akan dianalisis secara normatif kualitatif. Akibat hukum apabila jaminan fidusia belum didaftarkan maka tidak akan didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia dan tidak mendapatkan sertifikat, sehingga tidak akan dianggap sah atau sering dikatakan sebagai akta di bawah tangan. Penyitaan tanpa adanya kesepakatan antara bank dan Debitor menjadi tidak sah karena penyitaan atas barang bergerak menurut Pasal 197 ayat (1) HIR adalah kewenangan ketua pengadilan negeri atas jabatan (ex officio) membuat perintah tertulis untuk menyita sekian banyak/seperlunya barang bergerak. Hambatan yang timbul akibat eksekusi yang dilakukan akibat fidusia yang tidak didaftarkan adalah objek jaminan fidusia yang tidak mau diserahkan oleh debitur kepada kreditur, debitur tidak mau menyerahkan objek jaminan fidusia dan menghalang-halangi pengambilan objek jaminan fidusia dan nilai objek jaminan fidusia berubah. Akibat kalau di eksekusi tanpa didaftarkan adalah dapat dikenakan sanksi pidana perampasan dan mendapat sanksi administratif yang diatur dalam Permenkeu Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI KOTA SEMARANG Amelia Maruanaya; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 18 No 2 (2017): Vol. 19 No. 2 Edisi Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v19i2.7198

Abstract

Konsumen memiliki risiko yang lebih besar daripada pelaku usaha, dengan kata lain hak-hak konsumen sangat rentan. Hal ini disebabkan karena posisi tawar konsumen yang lemah, maka hak-hak konsumen sangat riskan untuk dilanggar. Hal ini dikemukakan oleh Edmon Makarim pada buku hukum perlindungan konsumen. Terhadap posisi konsumen tersebut, ia harus dilindungi oleh hukum, karena salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada masyarakat. Perlindungan kepada masyarakat tersebut harus diwujudkan dalam bentuk kepastian hukum yang menjadi hak konsumen. Dari latar belakang masalah diatas maka didapat perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :(1).Bagaimana kekuatan hukum putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)? (2). Apakah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dapat dilaksanakan eksekusinya? (3). Adakah hambatan yang muncul saat pelaksanaan eksekusi? Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Dalam pendekatan yuridis, hukum dilihat sebagai norma atau das sollen, karena pendekatan yuridis merupakan suatu pendekatan yang mengacu pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan pendekatan normatif dipergunakan untuk menganalisis hukum sebagai suatu perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan dari hasil penelitian tersebut sebagai berikut : (1). Putusan BPSK yang diambil berdasarkan penyelesaian konsiliasi dan mediasi tidak memiliki kekuatan hukum. Sedangkan penyelesaian melalui arbitrase adalah yang memiliki kekuatan hukum.(2).Berdasarkan ketentuan Pasal 57 UUPK, pelaksanaan eksekusi putusan BPSK dilakukan dengan melalui penetapan putusan BPSK. BPSK tidak memiliki kekuasaan untuk melaksanakan eksekusi putusannya sendiri, sehingga diperlukan penetapan Pengadilan Negeri atas putusan arbitrase BPSK. (3).Hambatan yang muncul saat pelaksanaan eksekusi antara lain adalah BPSK berpendapat bahwa seharusnya konsumenlah yang mengajukan permohonan penetapan eksekusi kepada pengadilan negeri. Selain itu ada kerancuan dalam sisi aturan, dimana jika dalam permintaan pengesahan Pengadilan Negeri atas putusan arbitrase BPSK didapati adanya upaya hukum keberatan, maka Pasal3 UU No. 30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pengadilan negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase. Sementara pada Pasal 56 Ayat (2) UUPK membuka peluang pengajuan keberatan kepada pengadilan negeri terhadap putusan arbitrase yang dikeluarkan oleh BPSK. UU No . 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGGUNA KARTU BRIZZI SEBAGAI ALAT PEMBAYARAN NON TUNAI Bagus Dwi Handoko; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 19 No 1 (2018): Vol. 20 No. 1 Edisi April 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v20i1.7205

Abstract

Nasabah adalah konsumen pengguna jasa perbankan yang memiliki hak mendapatkan perlindungan hukum dalam melakukan transaksi. Perkembangan teknologi mendorong nasabah untuk melakukan transaksi secara non tunai (cashless). Produk-produk uang elektronik memberikan solusi kepada konsumen berupa kemudahan bertransaksi. Salah satu produk uang elektronik yang beredar di masyarakat adalah Brizzi yng diterbitkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Seiring meningkatnya penggunaan Brizzi di masyarakat, permasalahan terkait penggunaannya pun seringkali dialami oleh pemegang kartu. Permasalahan tersebut menjadi salah satu resiko yang dihadapi pemegang kartu. Dalam proses penyelesaian masalah inilah seringkali hak nasabah dalam perlindungan konsumen dikesampingkan. Dari latar belakang tersebut, maka dalam penelitian ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut : (1). Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen pengguna kartu Brizzi menurut Undang-Undang? (2) Apa saja resiko yang ditanggung oleh pengguna kartu Brizzi dalam bertransaksi? (3) Bagaimana penyelesaian masalah apabila terjadi hal yang merugikan konsumen pengguna kartu Brizzi. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Dalam pendekatan yuridis, hukum dilihat sebagai norma sehingga pendekatan ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendekatan normatif digunakan untuk menganalisis hukum sebagai suatu perangkat aturan perundangan yang bersifat normatif. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, resiko yang dihadapi pengguna kartu antara lain gagal top up tapi saldo terdebet, jaringan offline, Brizzi rusak,hilang, pasif, dan permasalahan biaya. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan oleh Bank BRI sebagai bank penerbit melalui layanan Call BRI 14017, Customer Service di unit kerja, maupun melalui media sosial BRI. Maksimal penyelesaian adalah 14 (empat belas) hari kerja dihitung dari diterimanya komplain oleh Bank BRI. Perlindungan hukum bagi nasabah terkait transaksi pembayaran non tunai khususnya kartu BRIZZI menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan adalah penerapan prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan informasi konsumen, serta penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau. Bank BRI perlu meningkatkan kualitas layanan dan meningkatkan keamanan bagi nasabah pemegang kartu Brizzi yang berkebutuhan khusus.
PERJANJIAN JUAL BELI MELALUI INTERNET (E-COMMERCE) DITINJAU DARI ASPEK HUKUM PERDATA Zuni Rusviana; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 19 No 2 (2018): Vol. 21 No. 2 Edisi Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v21i2.7222

Abstract

Internet development causes the formation of a new world, every individual has the right and ability to interact with everyone who can prevent him. Perfect globalization connects the entire digital community, one of which is a business sector called E-COMMERCE.E-COMMERCE has a difference from conventional sale and purchase agreements and brings different legal consequences and there are also some problems that are not yet commonly describedthis is a problem that is not immediately anticipated to cause problems in the future. Based on the description, the research is carried out with the title: “SALE AND PURCHASE AGREEMENT VIA INTERNET E-COMMERCE IN TERMS OF CIVIL LAW ASPECTS”. The formulation of the problem in this study is: (1) What is the validity of the SELLING BUY agreement through the internet if it is involved with Article 1320 of the Civil Code? (2) What is the legal consequence if there is a default in the purchase agreement through the internet (E-COMMERCE)? (3) Solution if there is a default in buying transactions through the internet (E-COMMERCE)? The method used is a normative juridical approach. To approach the problem in this study the author uses descriptive analytical research specifications. Data collection uses secondary data. The method of presenting data in this study was carried out in a descriptive manner. The analysis used in this sketch is qualitative descriptive. The results of the study indicate: (1) The validity of the agreement through the internet must have the same validity as the agreement that can be proven and in accordance with the provisions in Article 1320 BW. (2) The legal consequences of wanprestasi are compensation. the wanprestasi can be in the form of agreement fulfillment, contract fulfillment and compensation, ordinary compensation, cancellation of the agreement.(3) Solution if there is a wanprestasi in the sale and purchase agreement through: Litigation, Non Litigation, online site (kredibel.co.id, lapor.go.id, cek rekening.id), report directly to the police station and report to the bank.
ORDER FIKTIF TERHADAP DRIVER GOJEK DAN UPAYA PERLINDUNGANNYA Inka Renandani; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 21 No 1 (2020): Vol. 21 No. 1 Edisi April 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v24i1.8324

Abstract

Transportation is a very important aspect of its existence in society, both the transportation of people and goods. One of the well-known online transportation companies in Indonesia is PT Gojek Indonesia. During its development, there have been actions committed by unscrupulous people in the community that harm online motorcycle taxi drivers, namely fictitious / fake orders. Fictitious Order is an order that starts with creating a fake account through an online transportation application that can harm the company.The problem is what is the form of the agreement between the driver and the user and is there the responsibility of PT Gojek Indonesia. The method used in this research is sociological juridical, with data sources in the form of interviews. The results of the analysis were presented descriptively and analytically.The results show that there is no legal regulation that regulates protection for Gojek drivers who experience fictional orders. But from the PT. Gojek provides compensation in the form of compensation money. However, this is not widely used by drivers, because the process of disbursing compensation money takes time, so the driver as the victim prefers to bring the results of the fictitious order himself or sell it to someone else. Keywords: Protection, Transportation, Gojek
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK KOSMETIK YANG TIDAK TERDAFTAR IZIN EDARNYA DI BPOM SEMARANG Mufidatul Khasanah; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 21 No 2 (2020): Vol. 21 No. 2 Edisi Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v25i2.8329

Abstract

The purpose of this study is to determine the protection of consumers who use cosmetics that are not registered with the BPOM, the legal consequences for cosmetic business actors who do not register their product distribution permits with BPOM and the solution. The research method used was normative juridical, with a descriptive analytical research specification. Obtaining data using secondary data through library research and interview techniques as a complement to secondary data which is then analyzed using descriptive qualitative methods. From the research results, it is concluded that the legal consequences for cosmetic business actors who do not register their product distribution permits with BPOM are administrative sanctions and criminal sanctions in accordance with Articles 45, articles 60 and 62 of the Consumer Protection Law Number 8 of 1999, Article 47 Paragraph (2) Regulation of the Food and Drug Supervisory Agency Number 12 of 2020, Article 20 of Minister of Health Regulation Number 1175 / Menkes / Per / XII / 2010 concerning Cosmetic Notifications, Articles 98, 106, 196 and 197, UUN Number 36 of 2009 concerning Health. The solution to this problem is that before distributing the cosmetic products it produces, business actors are required to register their products with BPOM in advance, so that there are no complaints, lawsuits and even criminal sanctions. Keywords: Consumer Protection, Cosmetics, Distribution license, BPOM
Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat dari Konsumsi Obat Mengandung NDMA di Kota Semarang Rakasyiwa Rewangga Sukma; Adi Suliantoro
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 22 No 1 (2021): Vol. 22 No. 1 Edisi April 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v22i1.8434

Abstract

September 13, 2019, the US Food and Drug Administration (FDA) and the European Medicine Agency (EMA) issued a warning through the official FDA website, that contaminants were found that were thought to trigger cancer. It is known that the contamination is an impurity or nitrosamine compound or commonly called N-Nitrosodimethylamine (NDMA) which is included in chemical contamination originating from chemical elements or compounds that can endanger human health. Symptoms that appear are the skin and the whites of the eyes turning yellow, fatigue, darker urine, and abdominal pain. Based on this, there is a problem that needs to be analyzed, namely how the law protects consumers from consuming these materials, especially in the city of Semarang, are there any obstacles in the effort to protect consumers from consuming drugs containing NDMA. The methodology used in this research is juridical normative with secondary data, which is analyzed by analytical descriptive. The results of the analysis, it is known that the state through various provisions has protected consumers from consuming hazardous materials, including those in Article 8 "Regarding actions that are prohibited for business actors; Law Number 36 of 2009 concerning Health Articles 98, 99, 104 & 106 "Regarding the Security and Use of Pharmaceutical Preparations and Medical Devices" AND Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia 101 / MENKES / PER / XI / 2008 concerning Drug Registration. That in this protection effort, the government c.q BPOM is experiencing internal and external obstacles. Internal constraints, namely limited human resources and still low external business actors to meet the requirements for good production methods, with relatively low legal sanctions. Keywords: Consumer Protection, NDMA Drugs, BPOM