Claim Missing Document
Check
Articles

TINDAKAN HUKUM PENGGUNAAN PONSEL PADA OJEK ONLINE SAAT BERKENDARA Saputra, Arikha
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 5, No 2 (2019): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.898 KB) | DOI: 10.23887/jkh.v5i2.17895

Abstract

ABSTRAKPada era saat ini transportasi merupakan sarana yang umum yang digunakan untuk mengangkut barang atau manusia dari satu tempat ke tempat lain. Transportasi dinilai dianggap telah menjadi kebutuhan yang pokok bagi setiap manusia untuk melakukan berbagai aktivitas sehari-hari misalnya bekerja atau sebagai penunjang usaha sehingga bisa dikatakan bahwa transportasi di era sekarang telah menjadi jantung dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia. Transportasi darat yang dahulu melakukan kegiatannya di tempat-tempat tertentu namun di era milenia sekarang telah menjamur dan mulai digemari atau digandrungi oleh masyarakat umum yaitu transportasi darat berbasis online sehingga memunculkan aktivitas penggunaan ponsel atau alat telekomunikasi yang digunakan oleh pengangkut dalam hal ini transportasi online.Penelitian ini merupakan suatu penelitian hukum dengan mempergunakan cara pendekatan yuridis sosiologis. Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis, karena penelitian ini dapat memberikan gambaran serta analisis, yang menyeluruh dengan secara sistematis mengenai kenyataan yang ada di lapangan khususnya mengenai tentang pengaturan penggunaan ponsel saat berkendara yang terdapat di dalam perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi dan wawancara serta dengan menggunakan perundang-undangan yang berlaku.Pengguna ponsel berbasis aplikasi dipermudah dengan adanya layanan cepat pemesanan moda transportasi online yang disebut ojek online yang berbasis aplikasi. Dengan melakukan pemesanan secara online maka secara otomatos akan timbul suatu perjanjian online diantara kedua belah pihak antara pengemudi dan pengguna atau penumpang.Perjanjian dalam ojek online tertera atau muncul dalam ponsel penumpang dan pengemudi sebagai transaksi perjalanan yang telah di sepakati keduanya. Transaksi elektonik dalam perjalanan ojek online merupakan perjanjian yang saling melekat kepada kedua belah pihak dalam suatu kegiatan pengangkutan. Dengan melakukan pemesanan secara online maka secara otomatis akan timbul suatu perjanjian online diantara kedua belah pihak antara pengemudi dan pengguna atau penumpang.Perjanjian dalam ojek online tertera atau muncul dalam ponsel penumpang dan pengemudi sebagai transaksi perjalanan yang telah di sepakati keduanya. Transaksi elektonik dalam perjalanan ojek online merupakan perjanjian yang saling melekat kepada kedua belah pihak dalam suatu kegiatan pengangkutan. Pelarangan penggunaan handphone atau ponsel di jalan raya saat berkendara sebagaimana yang tercantum dalam perundang-undangan yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang tercantum dalam pasal 106 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi” sehingga memunculkan kebijakan atau tindakan hukum yang dilakukan oleh pihak kepolisian ialah dengan menerapkan cara 3E yaitu : Enginering, Education dan Enforcement. Kata Kunci : Transportasi Online, Tindakan Hukum, UULAJ
PENERAPAN PERJANJIAN DALAM HUBUNGAN KERJA DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DRIVER ONLINE Saputra, Arikha; Muzayanah, Muzayanah; Andraini, Fitika
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 6, No 1 (2020): Februari, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v6i1.23529

Abstract

Transportasi dinilai sangat penting selain digunakan sebagai alat perpindahan orang maupun barang, transportasi pun berguna untuk mempercepat roda perekonomian, hal ini dikarenakan tanpa transportasi maka segala aktifitas akan terkendala sehingga mengakibatkan terkendalanya perekonomian. Ditandainya perubahan mengenai moda transportasi online, hal ini berdampak pula pada perkembangan dari sistem pekerjaan yang semula menggunakan sistem konvensional menjadi sistem aplikasi online.Penelitian hukum ini mempergunakan pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis, penelitian ini diharapkan dapat memunculkan gambaran serta analisis, yang menyeluruh dengan secara sistematis mengenai kenyataan yang ada di lapangan khususnya mengenai tentang penerapan perjanjian hubungan kerja dan perlindungan sebagaimana yang terdapat di dalam perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan observasi dan wawancara serta dengan menggunakan perundang-undangan yang berlaku.Perjanjian kemitraan yang memiliki bentuk perjanjian sebagai perjanjian bagi hasil, perjanjian keagenan, dan perjanjian sub-kontrak. Sehingga sesuai dengan isi dari perjanjian kemitraan bahwa perusahaan transportasi onlinememposisikan pekerja atau driver sebagai mitra kerja dalam menjalankan kegiatan transportasi. Perjanjian hubungan kerja kemitraan tidak mengenal adanya atasan (majikan) dan bawahan seperti yang dikenal di dalam perjanjian kerja namun dalam perjanjian kemitraan semua pihak berada pada posisi yang sama kedudukannya. Dalam kegiatan transportasi online ialah perjanjian kemitraan yang memilki sifat kesetaraan para pihak sehingga dalam pelaksanaan unsur-unsur hubungan kerja yang terjadi ialah tidak berdasarkan dari pihak pertama atau pengusaha saja. Sehingga mengenai hubungan kerja yang menyebutkan bahwa terdapat unsur-unsur mengenai pekerjaan, upah dan perintah, mengenai ketiga hal unsur dalam hubungan kerja tidak memenuhi unsur-unsur yang terjadi pada perjanjian kemitraan antara perusahaan transportasi online dan driver.Perlindungan yang didapati oleh pengemudi tertuang pada pasal 16 ayat 16 ayat (3) huruf h dan i yakni mendapatkan kepastian santunan jika terjadi kecelakaan, dan kepastian mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan dan jaminan sosial kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan walaupun dalam penerapannya pelasksaanaan perlindungan yang diberikan dengan menggunakan syarat disaat pengemudi melaksanakan kegiatan pengangkutan.
KAJIAN YURIDIS TERHADAP HAK POLITIK MANTAN NARAPIDANA KORUPSI UNTUK MENCALONKAN DIRI PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH Muzayanah, Muzayanah; Saputra, Arikha
Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Vol 6, No 2 (2020): Agustus, Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v6i2.28100

Abstract

Pemilihan Kepala Daerah merupakan kegiatan dalam rangka melaksanakan sistem pemerintahan yang berbentuk demokrasi. Dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah bertujuan untuk mendapatkan pemimpin daerah yang berkualitas, mampu bekerja dengan jujur, bersih dan berwibawa, tentu dibutuhkan calon-calon peserta pemilihan kepala daerah yang diusung oleh Partai politik maupun yang maju secara Independen yang benar-benar berkualitas. Diantara syarat seorang calon kepala daerah, baik itu untuk tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota, maka seseorang calon itu harus tidak dalam status mantan narapidana. Apabila kita mencermati ketentuan UUD 1945, maka seorang mantan narapidana juga sebagai warga negara yang memiliki hak politik yang sama dengan warga negara lainnya. Adanya ketentuan yang merupakan syarat untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah jelas membatasi bahkan meniadakan hak seseorang untuk ikut serta dalam menggunakan hak azasinya. Hal ini jelas merupakan pelanggaran terhadap hak azasi seseorang, yang dalam hal ini hak politik yang dimiliki oleh seorang mantan narapidana khususnya pada kasus korupsi.  Permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana Kajian Yuridis Terhadap Hak Politik Mantan Narapidana Korupsi Untuk mencalonkan Diri Pada Pemilihan Kepala Daerah ?. Penelitian ini memiliki spesifikasi Yuridis Normatif. Metode penelitian dengan Library research. Adapun metode pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta tersier. Hasil penelitian dengan mengkaji Putusan Mahkamah Konstitusi  tentang Hak Politik mantan narapidana kasus korupsi yang merupakan hasil putusan uji materiel terhadap PKPU yang mengatur tentang syarat-syarat untuk calon Kepala Daerah pada Pemilihan Kepala Daerah yang  bertentangan dengan  UU nomor : 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah.  Hak Uji materiel terhadap peraturan yang  bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, maka kewenangan hak menguji ada pada Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Mahkamh Konstitusui memberi kepastian hukum bahwa seorang mantan Narapidana kasus korupsi masih diperbolehkan untuk mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah karena mantan narapidana masih memiliki hak politik sebagai warga negara. Untuk dapat mencalonkan diri pada pemilihan kepala daerah, maka mantan narapidana setelah melewati masa 5 (lima)tahun  selesai menjalani masa hukuman dan telah kembali kepada kehidupan masyarakat sebagaimana kehidupan masyarakat lainnya. Menghormati hak politik mantan narapidan kasus korupsi sebagai pengakuan terhadap hak azasi manusia dalam negara Republik Indonesia yang merupakan hak konstitusional yang diatur dalam UUD Tahun 1945. 
TANGGUNGJAWAB ASURANSI DALAM MEKANISME KLAIM PADA PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH Saputra, Arikha; Listiyorini, Dyah; Muzayanah, Muzayanah
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 9, No 1 (2021): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v9i1.32722

Abstract

Dasar dari pengajuan klaim asuransi berdasarkan polis asuransi yang dibuat berdasarkan kesepakatan antar pihak serta adanya prinsip itikad baik. Sehingga dapat diartikan bahwa pengajuan klaim asuransi ialah sebuah permohonan resmi kepada pihak penanggung guna memintakan sejumlah pembayaran yang didasari oleh ketentuan polis asuransi. Pengajuan pertanggungjawaban asuransi yang diusulkan dengan melakukan tinjauan oleh perusahaan asuransi untuk dilakukan validasi yang nanti pada akhirnya akan dibayarkan sejumlah uang kepada pihak tertanggung. Itikad baik dan kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah piha k dalam bentuk suatu perjanjian asuransi harus didasari adanya kepatuhan dari para pihak terhadap isi dari perjanjian yang dibuat. Dalam penelitian hukum ini mempergunakan cara pendekatan yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yang bermaksud untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai mekanisme klaim perjanjian asuransi berdasarkan prinsip utmost good faith.
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN TERTANGGUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN Saputra, Arikha; Listyorini, Dyah; Andraini, Fitika; Suliantoro, Adi
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 9, No 2 (2021): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v9i2.35091

Abstract

Asuransi menjadi perihal yang penting dalam mencegah dan menanggulangi berbagai resiko yang timbul sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman sebagaimana yang tertuang dalam polis asuransi mengenai bentuk perlindungan yang disepakati secara bersama oleh kedua belah pihak. Pihak penanggung akan memberikan kepastian dan keamanan dari timbulnya resiko, apabila resiko tersebut terjadi maka si tertanggung memiliki hak atas nilai kerugian sebesar nilai polis asuransi yang telah ditentukan dalam polis asuransi, sehingga polis dalam asuransi dapat dikatakan sebagai bukti asuransi yang dimiliki oleh pihak tertanggung sebagai dasar perlindungan dalam hal pembayaran klaim dari pihak asuransi. Penelitian hukum yang digunakan dengan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis, penelitian ini diharapkan dapat memunculkan gambaran serta analisis, yang menyeluruh dengan secara sistematis mengenai kepastian hukum terhadap perlindungan tertanggung berdasarkan pada perturan perundang-undangan.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, memberikan pengaturan pada 1 (satu) bab khusus mengenai perlindungan hukum terhadap tertanggung. Perlindungan hukum terhadap tertanggung terdapat dalam pasal 53 yang mengatur mengenai program penjaminan polis, dan pasal 54 yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa asuransi dengan cara mediasi. Perihal kepastian dan perlindungan hukum terhadap tertanggung tidaklah hanya terdapat pada pasal 53 dan 54 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian saja melainkan terdapat pasal lainnya yang juga dirasa memberikan kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap tertanggung yakni Pasal 15, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan (2), Pasal 22 ayat (3), (4), dan (5), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 28 ayat (2), (3), (4) sampai dengan (7), Pasal 29 ayat (1) sampai dengan (6), Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 31 ayat (1) sampai dengan ayat (4), Pasal 35 ayat (4), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (2), Pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
PENERAPAN PENDIDIKAN HUKUM PADA SISWA SMA DALAM MEWUJUDKAN KESADARAN HUKUM DAN PENEGAKAN HUKUM DI SMA MUHAMMADIYAH 2 SEMARANG Listyorini, Dyah; Saputra, Arikha; Andraini, Fitika
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol 10, No 1 (2022): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v10i1.44373

Abstract

Indonesia adalah negara hukum, oleh karena itu hukum di Indonesia harus dipatuhi dan ditegakkan. Untuk bisa mematuhi dan menegakkan hukum, masyarakat harus paham dan mengerti apa itu hukum. banyak sekali terjadi kasus pelanggaran hukum yang dilakukan oleh siswa Sekolah Menengah Atas karena mereka tidak memahami hukum. Penelitian ini berjudul “Penerapan Pendidikan Hukum Pada Siswa SMA Dalam Mewujudkan Kesadaran Hukum Dan Penegakan Hukum Di SMA Muhammadiyah 2 Semarang”. Peneliti dalam melaksanakan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, yaitu dengan menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris dengan jalan terjun langsung ke obyeknya, yang dimaksed disini adalah peneliti melakukan wawancara langsung dengan siswa Sekolah Menengah Atas Muhamadiyah 2 Semarang tentang pentingnya penerapan pendidikan hukum dalam mewujudkan kesadaran hukum dan penegakan hukum. Penerapan pendidikan hukum dinilai sangat penting agar dapat dimasukkan kedalam mata pelajaran kurikulum sekolah maupun melalui penyuluhan hukum yang berkerjasama dengan pihak instansi terkait agar siswa memiliki kesadaran hukum yang kuat, bisa membedakan antara perbuatan yang benar dan perbuatan yang salah serta sanksi dari penegakan hukum yang ada.
PENEGAKAN E-TILANG BERDASARKAN KESALAHAN DALAM BERLALU LINTAS Saputra, Arikha; Suliantoro, Adi; Andraini, Fitika; Listyorini, Dyah
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 8, No 1 (2022): Februari
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v8i1.43717

Abstract

Sebagaimana yang tertuang di dalam bunyi pasal 5 ayat (3) huruf e Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa urusan pemerintahan dibidang registrasi dan identifikasii kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penegakan peraturan lalu lintas dilakukan sebagai tindakan dalam hal merubah pola perilaku terhadap kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan pengendara. Masyarakat terkadang masih menganggap bahwa kesalahan yang dilakukan apabila terpantau oleh aparat penegak hukum, sehingga terkadang pengendara abai atau tidak mematuhi aturan keselamatan berkendara di jalan raya. Di era saat ini, penggunaan media elektronik pada bidang lalu lintas telah menjadi inovasi yang dilakukan oleh polisi lalu lintas. Kemajuan teknologi di era globalisasi ini membantu penegakan hukum sebagai langkah untuk mengatasi permasalahan terhadap pelanggaran khususnya pelanggaran yang terjadi di jalan raya. Polisi Lalu Lintas melakukan penerapan sistem penilangan terbaru yang dikenal dengan E-Tilang. E-tilang atau ETLE (Elektronic Traffic Law Enforcment) merupakan sistem proses penilangan yang dilakukan oleh polisi Lalu Lintas dengan menerapkan cara digitalisasi teknologi yakni pemanfaatan sistem CCTV sebagai pengawas. Dengan menggunakan teknologi dalam penilangan diharapkan dapat mempermudah proses penilangan terhadap pengendara yang melakukan kesalahan atau pelanggaran yang terjadi di jalan raya yang mana bukan lagi petugas yang menjadi pengawas atau penindak, namun pengendara yang kedapatan melakukan kesalahan berlalu lintas akan terekam dan tertangkap oleh kamera CCTV. Sehingga CCTV telah menjadi kamera pengawas yang nantinya akan direkam dan dicatat oleh anggota kepolisian yang bertugas memantau pada layar monitor. Kesalahan yang dilakukan oleh pengendara lah yang menjadi hal yang dapat ditangkap atau direkam oleh CCTV yang nantinya pemilik kendaraan akan diberikan surat konfirmasi ETLE yang disertai dengan foto kesalahan yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan bermotor di jalan raya. Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana yang tertuang dalam bunyi pasal 234 ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum bertanggungjawab atas kerusakan jalan dan/atau perlengkapan jalan karena kelalaiian atau kesalahan pengemudi. Dengan adanya pasal tersebut memberikan pemahaman bahwa penindakan dengan menggunakan e-tilang didasari oleh kesalahan pengemudi. Oleh karena itu, pengendara yang melakukan kesalahan apabila terekam oleh CCTV maka pengendara akan diberikan surat konfirmasi e-tilang atau ETLE (Elektronic Traffic Law Enforcment), yang disertai dengan gambar kendaraan serta kesalahan atau pelanggaran yang dilalukan oleh pengendara. Penindakan terhadap pelanggaran menggunakan barang bukti rekaman elektronik dilakukan dengan memberikan surat tilang yang dilampiri dengan bukti rekaman alat penegakan hukum elektronik, yang sesuai dengan pasal 28 ayat (2) Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraann Bermotor Di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
PENEMUAN HUKUM UNTUK PENEGAKAN UNDANG-UNDANG PORNOGRAFI Arikha Saputra
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 18 No 2 (2017): Vol. 19 No. 2 Edisi Agustus 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v19i2.7199

Abstract

The polemics of pornography legislation passed by the legislature are still centered on the lack of clarity in the definition of "porno" or "pornography". This has led to various conflicts or contradictions between various circles, especially the culture or culture of certain regions, which have an impact on the great potential for disintegration among regions in Indonesia, only because of the unclear and uncertainty of the establishment of the Pornography Act and its application which is inconsistent with Community culture. This evokes the author discusses the discovery of law for the enforcement of the Pornography Act against the diversity of the culture of Indonesian society. The purpose of research is to suppress and reduce the impact and distribution of pornographic material then one of the solutions is through the norms that exist in the community formed by the habits of society, so that at least can be obeyed and carried out in accordance with the norms in the community Because, these norms are a reflection of the habits of behavior (culture) of society in everyday life. Thus the definition of pornography, perception of pornography and application of pornography is different for every region in Indonesia, let alone a diverse culture. The pornography law that has been enacted should be able to ward off a crime or action to make the culprit a culprit, and of course also must meet the sense of community justice. The community's sense of justice here against the Pornography Act is how to balance the customary norms contained within the society which are to provide the moral guidance and moral education of the community.
TANGGUNGJAWAB ASURANSI DALAM MEKANISME KLAIM PADA PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH Arikha Saputra; Dyah Listiyorini; Muzayanah Muzayanah
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 1 (2021): Februari, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v9i1.32722

Abstract

Dasar dari pengajuan klaim asuransi berdasarkan polis asuransi yang dibuat berdasarkan kesepakatan antar pihak serta adanya prinsip itikad baik. Sehingga dapat diartikan bahwa pengajuan klaim asuransi ialah sebuah permohonan resmi kepada pihak penanggung guna memintakan sejumlah pembayaran yang didasari oleh ketentuan polis asuransi. Pengajuan pertanggungjawaban asuransi yang diusulkan dengan melakukan tinjauan oleh perusahaan asuransi untuk dilakukan validasi yang nanti pada akhirnya akan dibayarkan sejumlah uang kepada pihak tertanggung. Itikad baik dan kesepakatan yang dibuat oleh kedua belah piha k dalam bentuk suatu perjanjian asuransi harus didasari adanya kepatuhan dari para pihak terhadap isi dari perjanjian yang dibuat. Dalam penelitian hukum ini mempergunakan cara pendekatan yuridis normatif. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yang bermaksud untuk menggambarkan dan menjelaskan mengenai mekanisme klaim perjanjian asuransi berdasarkan prinsip utmost good faith.
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN TERTANGGUNG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN Arikha Saputra; Dyah Listyorini; Fitika Andraini; Adi Suliantoro
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 9 No. 2 (2021): Mei, Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jpku.v9i2.35091

Abstract

Asuransi menjadi perihal yang penting dalam mencegah dan menanggulangi berbagai resiko yang timbul sehingga dapat memberikan rasa aman dan nyaman sebagaimana yang tertuang dalam polis asuransi mengenai bentuk perlindungan yang disepakati secara bersama oleh kedua belah pihak. Pihak penanggung akan memberikan kepastian dan keamanan dari timbulnya resiko, apabila resiko tersebut terjadi maka si tertanggung memiliki hak atas nilai kerugian sebesar nilai polis asuransi yang telah ditentukan dalam polis asuransi, sehingga polis dalam asuransi dapat dikatakan sebagai bukti asuransi yang dimiliki oleh pihak tertanggung sebagai dasar perlindungan dalam hal pembayaran klaim dari pihak asuransi. Penelitian hukum yang digunakan dengan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi penelitian menggunakan deskriptif analitis, penelitian ini diharapkan dapat memunculkan gambaran serta analisis, yang menyeluruh dengan secara sistematis mengenai kepastian hukum terhadap perlindungan tertanggung berdasarkan pada perturan perundang-undangan.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, memberikan pengaturan pada 1 (satu) bab khusus mengenai perlindungan hukum terhadap tertanggung. Perlindungan hukum terhadap tertanggung terdapat dalam pasal 53 yang mengatur mengenai program penjaminan polis, dan pasal 54 yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa asuransi dengan cara mediasi. Perihal kepastian dan perlindungan hukum terhadap tertanggung tidaklah hanya terdapat pada pasal 53 dan 54 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang perasuransian saja melainkan terdapat pasal lainnya yang juga dirasa memberikan kepastian hukum sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap tertanggung yakni Pasal 15, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21 ayat (1) dan (2), Pasal 22 ayat (3), (4), dan (5), Pasal 24 ayat (1) dan (2), Pasal 28 ayat (2), (3), (4) sampai dengan (7), Pasal 29 ayat (1) sampai dengan (6), Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 31 ayat (1) sampai dengan ayat (4), Pasal 35 ayat (4), Pasal 43 ayat (2), Pasal 48 ayat (1), Pasal 49 ayat (2), Pasal 52 ayat (1), ayat (2), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.