Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Formulasi Pengaturan Disclosure Requirements Sumber Daya Genetik Sebagai Hak Paten Teng Berlianty
Kertha Patrika Vol 39 No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i02.p04

Abstract

Lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1997 tentang Paten (UU Paten) yang diganti dengan UU No Tahun 14 Tahun 2001, kemudian dirubah lagi dengan UU No 13 Tahun 2016 dilandasi oleh kebutuhan bangsa Indonesia untuk memiliki suatu sistem perlindungan hukum bagi penemu dalam bidang teknologi dalam proses industrialisasi. Penelitian ini meng- gunakan metode yuridis normatif untuk menganalisis peraturan perundangan-undangan yang terkait dengan masalah yang diteliti. Salah satu tujuan UU Paten ini adalah untuk menyempurnakan beberapa ketentuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan praktek internasional. Akan tetapi dalam perkembangannya UU Paten tersebut belum sepenuhnya melindungi potensi Sumber Daya Genetik (SDG) (spesies tanaman, hewan maupun mikroorganisme, serta ekosistem) di Indonesia padahal SDG memiliki nilai komersial yaitu dengan mengembangkannya menjadi produk dan proses yang bermanfaat. Beberapa kejadian telah terungkap bahwa negara maju telah menggunakan SDG di Indonesia tanpa aturan yang jelas dan tanpa benefit sharing, sehingga tidak ada alasan bagi Indonesia untuk menolak merumuskan Disclosure Requirements dimasukkan ke dalam UU Paten.
Penguatan Eksistensi Bahasa Tana dalam Upaya Perlindungan Hukum Bahasa Daerah sebagai Warisan Budaya Bangsa Teng Berlianty
Kertha Patrika Vol 40 No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2018.v40.i02.p04

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap bahasa daerah melalui penguatan eksistensi bahasa tana Maluku sebagai warisan budaya bangsa.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif dengan sifat penelitiannya deskritif analitis, dimana pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan dua cara yaitu dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisa bahan hukum dilakukan secara kualitatif mengingat bahan hukum yang terkumpul bersifat deskritif. Jika dilihat dari prespektif antropologi hukum, bahasa tana ini perlu mendapatkan perlindungan hukum agar tidak mengalami kepunahan secara keseluruhan. Pelindungan terhadap bahasa daerah didasarkan pada amanat Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan ayat itu, negara memberi kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan bahasanya sebagai bagian dari kebudayaannya masing-masing. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang pengembangan, Pembinaan dan Perlindungan Bahasa dan sastra serta peningkatan fungsi bahasa Indonesia juga menjelaskan bahwa bahasa daerah memiliki fungsi yang sangat besar diantaranya sebagai pembentuk kepribadian suku bangsa, peneguh jati diri kedaerahan, sarana pengungkapan serta pengembangan sastra dan budaya daerah dalam bingkai keindonesiaan.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Tehadap Penetapan Harga Yang Berbeda Atas Produk Sejenis Dwiyanti Adelin Hetharie; Teng Berlianty; Muchtar Anshary Hamid Labetubun
PATTIMURA Law Study Review Vol 1 No 1 (2023): Agustus 2023 PATTIMURA Law Study Review
Publisher : Faculty of Law Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/palasrev.v1i1.10040

Abstract

ABSTRACT: Along with progress from various aspects, especially progress in the economic sector, facilitating transactions by consumers, the existence of supermarkets adds to consumer satisfaction in shopping, because of its advantages compared to traditional markets. In order to prevent arbitrary actions from occurring on the part of business actors in order to obtain the maximum profit in various ways, including selling similar products at different prices, legislators realize that most business transactions are based on agreements between business actors. The method used in this research is a normative legal research method through a literature study with a conceptual approach and statutory approach. The legal materials used are primary, secondary and tertiary legal materials which are analyzed qualitatively to answer the problems studied. Business actors have the right to set prices for the products sold. In setting prices by business actors, there may be different prices for similar products. Factors that cause price differences for similar products are the negligence of sales clerks in making price adjustments, limited number of employees and deliberate fraud. Business actors are responsible for consumer losses due to price differences in similar products. Consumers are entitled to the right to compensation (compensation) for violations committed by business actors either due to negligence or on purpose. Supermarkets that make price differences on similar products can be subject to administrative sanctions or criminal sanctions. Business actors should be able to run their business properly in accordance with applicable regulations. If a price difference is found for similar products determined by the Business Actor, the Business Actor is proven to have violated Article 8 paragraph (1) letter (f) of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection and may be subject to sanctions in the form of imprisonment and fines. Consumers are expected to be more careful and smarter in shopping so as not to be harmed by business actors.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SALAK RIRING SEBAGAI INDIKASI GEOGRAFIS Muhammad Raihan; Teng Berlianty; Miracle Soplanit
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 10 No. 11 (2025): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v10i11.11432

Abstract

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur perlindungan indikasi geografis di Indonesia. Pendaftaran perlindungan indikasi geografis Salak Riring di Kabupaten Seram Bagian Barat akan mempopulerkan daerah tersebut sebagai penghasil buah salak berkualitas, meningkatkan penjualan, dan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal. Perlindungan ini juga memberikan kepastian hukum bagi produsen, melindungi produk dari pemalsuan, dan penyalahgunaan. Salak Riring yang juga dikenal dengan nama Salak Merah ini telah diakui sebagai komoditas unggulan Kabupaten Seram Bagian Barat, Salak Merah mendapat penghargaan berupa Sertifikat Menteri Pertanian RI Nomor 454/KPTS/PD.210/9/2003, dan ditetapkan sebagai varietas unggul nasional karena karakteristik botani khas dan nilai ekonomis tinggi. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif, yang mengkaji bahan hukum seperti peraturan perundang-undangan, teori hukum, dan pendapat para sarjana guna menyelesaikan permasalahan yang diteliti. Tujuannya untuk mengkaji dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap Salak Riring sebagai indikasi geografis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap Salak Riring sebagai indikasi geografis memiliki dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat Desa Riring di Seram Bagian Barat. Pendaftaran Salak Riring memberikan perlindungan hukum dan kepastian kepada masyarakat dalam produksi dan pemasaran, serta melindungi dari pemalsuan atau penyalahgunaan. Salak Riring sebagai salah satu produk indikasi geografis dengan karakteristik khusus, menjadikan perlindungan hukum sebagai keharusan untuk menjaga keberlangsungan produksi dan penjualan yang berkualitas. Law No. 20/2016 on Trademarks and Geographical Indications regulates the protection of geographical indications in Indonesia. Registration of geographical indication protection of Salak Riring in West Seram Regency will popularize the area as a producer of quality salak fruit, increase sales, and contribute to local economic growth. This protection also provides legal certainty for producers, protecting the product from counterfeiting and misuse. Salak Riring, also known as Salak Merah, has been recognized as a superior commodity of West Seram Regency, Salak Merah received an award in the form of a Certificate from the Minister of Agriculture of the Republic of Indonesia Number 454/KPTS/PD.210/9/2003, and was designated as a national superior variety due to its distinctive botanical characteristics and high economic value. The research method used is normative juridical, which examines legal materials such as laws and regulations, legal theories, and opinions of scholars in order to solve the problems studied. The purpose is to examine and explain the legal protection of Salak Riring as a geographical indication. The results of this study show that the legal protection of Salak Riring as a geographical indication has a significant economic impact on the people of Riring Village in West Seram. The registration of Salak Riring provides legal protection and certainty to the community in production and marketing, and protects against counterfeiting or misuse. Salak Riring as one of the geographical indication products with special characteristics, makes legal protection a must to maintain the sustainability of quality production and sales.
Reassessing Islamic Banking Supervision in Indonesia: A Contemporary Islamic and Socio-Legal Perspective on OJK’s Integrated Model Hasan; Teng Berlianty; Merry Tjoanda; Juanrico Alfaromona Sumarezs Titahelu; Mualimin Mochammad Sahid
MILRev: Metro Islamic Law Review Vol. 4 No. 1 (2025): MILRev: Metro Islamic Law Review
Publisher : Faculty of Sharia, IAIN Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/milrev.v4i1.10851

Abstract

This article reassesses the effectiveness of the Financial Services Authority’s (OJK) integrated and independent supervisory model in overseeing Islamic banking in Indonesia. At the same time, the model has improved coordination and regulatory efficiency across the financial sector and aligned with Islamic legal principles. Using a normative legal approach supported by socio-legal analysis, the study evaluates how far OJK’s supervisory framework reflects key Islamic values. It draws on statutory regulations, fatwas issued by DSN-MUI, and international standards from institutions like the Basel Committee and the IFSB while incorporating comparative insights from countries like the UK and Germany. The study finds that although OJK’s model is risk-based and structurally sound, it tends to focus more on technical compliance than Sharia's substantive objectives. Key challenges include the limited integration of DSN-MUI fatwas into binding regulatory processes, weak collaboration between OJK and Sharia supervisory boards, and the lack of performance indicators that reflect Sharia values in bank evaluations. Furthermore, global regulatory benchmarks have not been fully adapted to the distinct characteristics of Islamic financial contracts and Sharia-based governance. This article contributes academically by offering a more holistic perspective on financial supervision that bridges positive law and Islamic normative ethics. It recommends strengthening institutional synergy, embedding Sharia objectives into regulatory metrics, and adopting a more responsive, community-grounded supervisory approach. Through these efforts, Indonesia’s Islamic banking sector can become more sustainable, credible, and aligned with national interests and Islamic legal ideals.