Sari Wulan Dwi Sutanegara
Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

KARAKTERISTIK PASIEN OTITIS MEDIA AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI – DESEMBER TAHUN 2014 I Wayan Pradnyana Mahardika; I Made Sudipta; Sari Wulan Dwi Sutanegara
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 1 (2019): Vol 8 No 1 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.065 KB)

Abstract

Otitis Media Akut (OMA) merupakan penyakit infeksi telinga bagian tengah yang sering dijumpai terutama pada anak-anak. Anak-anak lebih rentan terhadap OMA dikarenakan anatomi dan sistem kekebalan anak berbeda dengan orang dewasa, anak-anak yang terkena terutama pada usia 2 tahun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita OMA yang berobat ke Instalasi Rawat Jalan SMF THT Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar pada tahun 2014. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data dari rekam medis penderita OMA yang datang ke RSUP Sanglah Denpasar. Karakteristik seperti umur, jenis kelamin, gejala klinis, sisi telinga yang terkena OMA, dan riwayat ISPA akan dicatat. Kemudian data diproses dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS). Data sejumlah 77 sampel telah dikumpulkan. Distribusi proporsi tertinggi adalah pada usia < 2 tahun (38,9%), laki-laki (59,7%), nyeri telinga (84,4%), unilateral (54,5%), dan ada riwayat ISPA (81,8%). Insidensi terjadinya OMA cukup sering di masyarakat terutama pada golongan anak-anak. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan konsultansi awal kepada dokter jika terdeteksi gejala klinis OMA. Penelitian yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan faktor risiko terjadinya OMA, yang berguna untuk tindakan pencegahan. Kata kunci: Otitis media akut, Infeksi, ISPA, Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
PROFIL PEMBESARAN TONSIL PADA PASIEN TONSILITIS KRONIS YANG MENJALANI TONSILEKTOMI DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN 2013 Ni Made Putri Rahayu Srikandi; Sari Wulan Dwi Sutanegara; I Wayan Sucipta
E-Jurnal Medika Udayana vol 4 no 12(2015):e-jurnal medika udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh bakteri dan virus. Bakteri yang paling banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah group  Streptococcus ? hemolyticus group A. Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsil palatina yang sifatnya menahun, ada infeksi yang berulang dan obstruksi jalan nafas yang diakibatkan hipertofi tonsil. Ukuran tonsil dapat membantu untuk memprediksi kapan dilakukannya tonsilektomi pada pasien dengan hipertrofi tonsil terutama pada anak-anak. Untuk memperkirakan ukuran tonsil bisa dengan membuka mulut pasien dan kemudian mengevaluasi pembesaran tonsil ke garis tengah.  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pembesaran tonsil yang menjalani tonsilektomi di RSUP Sanglah tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif dengan data diambil secara retrospektif di RSUP Sanglah pada tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa data rekam medis di RSUP Sanglah pada tahun 2013 didapatkan 27 pasien tonsilitis kronis untuk ukuran tonsil T3 yang paling banyak dilakukan tonsilektomi, dimana ukuran T3 besar tonsil berkisar antara >50% s/d <75% dari diameter orofaring yang di ukur melalui pilar anterior kiri dan kanan. Distribusi berdasarkan tingkat umur nampak bahwa pasien tonsilektomi di rumah Sakit Sanglah pada tahun 2013, sebagian besar adalah tergolong anak-anak dan remaja. Sedangkan pasien tonsilektomi yang tergolong lansia yang paling kecil.  Dan kelompok umur anak-anak yang berkisar 6-11 tahun yang memiliki insiden tonsilektomi yang tinggi.    
KARAKTERISTIK PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS YANG RAWAT JALAN DI POLI THT-KL RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2016 Putu Krisna Yama Dewi; Eka Putra Setiawan; Sari Wulan Dwi Sutanegara
E-Jurnal Medika Udayana Vol 7 No 12 (2018): Vol 7 No 12 (2018): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (194.785 KB)

Abstract

Rinosinusitis kronis (RSK) merupakan suatu masalah kesehatan yang berakibat dalam beban biaya kesehatan yang besar untuk masyarakat. Rinosinusitis kronis adalah peradangan pada mukosa hidung dan sinus paranasal. Angka kejadian RSK di Indonesia masih sangat tinggi, data yang diperoleh dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus paranasal berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui karakteristik penderita rinosinusitis kronis yang rawat jalan di Poli THT-KL RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif retrospektif yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar. Data yang diperoleh berupa data sekunder rekam medis pasien periode April – Desember 2016 yang dipilih secara total sampling dengan jumlah sampel sebanyak 53 penderita. Data kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel, diagram pie, serta diagram batang dengan menggunakan program microsoft excel dan word. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 53 pasien, rata-rata berusia 41,2 ± 15,8 tahun dengan proporsi terbanyak yaitu rentangan usia 46-60 tahun sejumlah 20 penderita (37,7%). Jenis kelamin terbanyak laki-laki sejumlah 32 penderita (60,4%). Pekerjaan terbanyak yaitu pegawai swasta sejumlah 23 penderita (43,4%). Keluhan utama yang paling sering pada gejala mayor yaitu hidung tersumbat sebanyak 37 penderita (69,8%), sedangkan pada gejala minor yaitu sakit kepala sebanyak 13 penderita (24,5%). Penyakit penyerta terbanyak yaitu kelainan anatomi sejumlah 42 penderita (79,3%). Keterlibatan jumlah sinus terbanyak yaitu single rinosinusitis sejumlah 24 penderita (45,3%), serta sinus yang sering terkena yaitu sinus maksila sebanyak 48 penderita (90,6%). Kata kunci: Karakteristik Penderita, Rinosinusitis Kronis, Rawat Jalan
KARAKTERISTIK PENDERITA OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 Taufan Hendra Wirawan; I Made Sudipta; Sari Wulan Dwi Sutanegara
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 3 (2020): Vol 9 No 03(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (259.032 KB) | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i3.P09

Abstract

Otitis media supuratif kronik (OMSK) merupakan salah satu penyakit yang umum ditemukan pada praktik otorhinolaryngology. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita otitis media supuratif kronik di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar periode Januari sampai Desember 2014. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap; 1) Pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan pencatatan data rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi penelitian, 2) Data sekunder yang telah diperoleh akan diolah dengan menggunakan aplikasi software SPSS dan kemudian hasilnya akan dianalisa secara deskriptif. Dari 144 sampel yang didapatkan, diperoleh data bahwa umur penderita OMSK yang terbanyak adalah pada umur 10-20 tahun yaitu sebesar 25,7% dan umur yang paling jarang menderita adalah umur lebih dari 60 tahun yaitu sebesar 4,9%. Penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 51,4% dan wanita sebanyak 48,6%. Tipe OMSK yang paling banyak diderita adalah tipe benigna sebesar 93,8% dan tipe maligna sebesar 6,2%. Gejala yang paling banyak dialami oleh penderita OMSK adalah gejala otore sebanyak 97,2% dan yang paling jarang adalah gejala vertigo sebanyak 3,5%. Pasien OMSK tipe benigna di RSUP Sanglah tahun 2014 tidak ada yang mengalami komplikasi dan semua pasien OMSK tipe maligna mengalami komplikasi. Dapat disimpulkan bahwa jumlah total penderita OMSK di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar tahun 2014 adalah sebanyak 144 orang. Pasien OMSK berdasarkan usia penderita terbanyak adalah pada umur 10-20 tahun, jenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki, tipe OMSK tersering yaitu tipe benigna, gejala klinis terbanyak adalah otore dan pasien OMSK jarang mengalami komplikasi. Kata kunci: karakteristik, OMSK, RSUP Sanglah
PERBANDINGAN GEJALA KLINIS DAN HISTOPATOLOGIS PADA RHINOSINUSITIS KRONIS DENGAN POLIP NASAL EOSINOFILIK (ECRSWNP) DAN NON-EOSINOFILIK (NON-ECRSWNP) DI RSUP SANGLAH, DENPASAR PERIODE JANUARI 2017-SEPTEMBER 2018 Astari Rahayu Dewi; Sari Wulan Dwi Sutanegara; Komang Andi Dwi Saputra
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 7 (2019): Vol 8 No 7 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (247.505 KB)

Abstract

Rhinosinusitis kronis merupakan kondisi yang lazim ditemukan di masyarakat. Rhinosinusitis kronis dapat bermanifestasi dalam bentuk CRSwNP (Chronic Rhinosinusitis with Nasal Polyp). Pola inflamasi polip nasal pada CRS terdiri dari dua bentuk yakni inflamasi eosinofilik (ECRSwNP) dan inflamasi non-eosinofilik (non-ECRSwNP). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan gejala klinis dan histopatologis pada rhinosinusitis kronis dengan polip nasal eosinofilik (ECRSwNP) dan non-eosinofilik (non-ECRSwNP) di RSUP Sanglah, Denpasar periode Januari 2017-September 2018. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional retrospective (potong lintang retrospektif). Peneliti mendapatkan subjek penelitian sebanyak 24 orang. Data yang digunakan adalah data sekunder dari rekam medis pasien di bagian Rekam Medis RSUP Sanglah. Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan gejala klinis, didapatkan bahwa keluhan berupa obstruksi nasi, sekret hidung dan rasa dahak di tenggorok lebih tinggi pada kelompok ECRSwNP dibandingkan dengan kelompok non-ECRSwNP. Untuk keluhan nyeri kepala dan wajah, kelompok non-ECRSwNP memiliki persentase yang lebih tinggi. Berdasarkan kondisi histopatologis, didapatkan bahwa sebaran eosinofil lebih padat dan dengan persentase lebih tinggi pada kelompok ECRSwNP dibandingkan dengan kelompok non-ECRSwNP. Sedangkan untuk infiltrasi neutrofil ditemukan lebih tinggi pada kelompok non-ECRSwNP. Kata Kunci: CRSwNP, eosinofilik, non-eosinofilik, perbandingan, gejala klinis, histopatologis
KARAKTERISTIK PENDERITA YANG MENJALANI PEMERIKSAAN PENDENGARAN DI POLIKLINIK THT-KL RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2018 Kadek Kristian Dwi Cahya; Komang Andi Dwi Saputra; Agus Rudi Asthuta; Sari Wulan Dwi Sutanegara
E-Jurnal Medika Udayana Vol 10 No 8 (2021): Vol 10 No 08(2021): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2021.V10.i8.P10

Abstract

Gangguan pendengaran ialah keadaan kurang mampu mendengarkan sebagian atau bisa juga keseluruhan pada salah satu atau kedua telinga. Kejadian gangguan pendengaran insidennya 40-45% pada lansia diatas 75 tahun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita yang menjalani pemeriksaan pendengaran di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar tahun 2018. Deskriptif merupakan jenis pada penelitian ini dengan rancangan studi potong-lintang. Total sampling merupakan teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dan terkumpul sebanyak 331 sampel terbanyak terjadi pada laki-laki sebanyak 208 orang (62,8%) kemudian paling sering pada golongan usia 0-5 tahun tercatat sebanyak 127 orang (38,4%), paling banyak melakukan tes pemeriksaan audiometri sebanyak 190 orang (57,4%) dengan diagnosis gangguan pendengaran yang lebih dominan tercatat sebanyak 118 orang (35,6%) dan hasil pemeriksaan paling sering adalah tuli sangat berat sebanyak 75 orang (22,7%) pada telinga kanan, sedangkan pada telinga kiri didominasi oleh hasil pemeriksaan normal sebanyak 88 orang (26,6%). Lebih dari 50% penderita gangguan pendengaran berjenis kelamin laki – laki dan dengan pemeriksaan audiometri sebanyak 57%. Untuk kelompok usia, diagnosis yang paling sering ditemukan serta hasil pemeriksaan berturut turut dengan kelompok usia 0-5 tahun tertinggi sebanyak 127 orang, diagnosis yang paling sering ditemukan pada telinga kanan adalah tuli derajat berat sedangkan pada telinga kiri ditemukan dominan dalam keadaan normal. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan spesifik sehingga menjadi pengembangan bagi penelitian analitik selanjutnya. Kata Kunci: Gangguan Pendengaran, usia, jenis kelamin, diagnosis, jenis pemeriksaan, hasil pemeriksaan audiometri, RSUP Sanglah Denpasar
AUDIOGRAM PADA PASIEN OMSK DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH PADA TAHUN 2011-2012 Monica Yusilina Mutiara; Sari Wulan Dwi Sutanegara; Wayan Sucipta
Intisari Sains Medis Vol. 5 No. 1 (2016): (Available online: 1 April 2016)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (454.263 KB) | DOI: 10.15562/ism.v5i1.40

Abstract

Chronic Suppurative Otitis Media (CSOM) is a chronic infection in the middle ear that can disturb the function of hearing. Impaired the function of hearing which can be caused by CSOM is deafness, ears ringing (tinnitus), pain in the ears (otalgia) and discharge from ears (ottorhea). The examination that workable to test the function of hearing is audiometry examination. Audiometry examination is examination which aims to know degress of deafness and kind of deafness. Examination conducted using instrument audiometer. The purpose of this research is to know classification from deafness and the degree of deafness in people with CSOM in Department of ENT in RSUP Sanglah. The Method of this research is descriptive method using cross sectional design and retrospective data taken from Department of ENT in RSUP Sanglah denpasar. The result showed that the type of deaf conductive was the highest type hearing impairments (73,7%). From 28 people who suffering CSOM with deafness conductive, 20 people having moderate deafness degree (71,4%).
Pengaruh cuci hidung dengan daun dewandaru (Eugenia uniflora L) terhadap infiltrasi sel inflamasi pada mukosa hidung tikus wistar yang menderita rinitis alergi Anggraini Anggraini; Sari Wulan Dwi Sutanegara; Komang Andi Dwi Saputra
Intisari Sains Medis Vol. 10 No. 3 (2019): (Available online: 1 December 2019)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.139 KB) | DOI: 10.15562/ism.v10i3.452

Abstract

Introduction: Pitanga Leaves (Eugenia uniflora L) was known to contain flavonoids such as quercetin – a substance that can prevent inflammation on an allergic reaction by preventing the degranulation of cell mast and prevent enzymes cyclooxygenase and lipoxygenase. The effects of quercetin in Suriname Cherry towards the allergic reaction can be identified by the decrease in inflammatory cell infiltration in the nasal mucosa.Methods: This study is a laboratory experiment using post-test only control group design. The study used 28 male Rattus norvegicus aged 8 – 12 weeks with body weights of 200 – 280 grams. The rats were divided into 4 groups: K Group (rats were induced with ovalbumin and were not treated), K1 Group (rats were induced with ovalbumin and were therapized an intranasal therapy using NaCl 3% in Day 21 – 31), P1 Group (rats were induced with ovalbumin and were given intranasal therapies with a 10mg/ml Pitanga Leaves extract in Day 21 – 31), and P2 Group (rats were induced with ovalbumin and were given internasal therapies with a 20mg/ml Pitanga Leaves extract. Afterwards, histopathology preparations were created, examined, and scored from inflammatory cell infiltration in the nasal mucosa.Results: Inflammatory cell infiltration was found on different significance between groups K, K1, P1, and P2 (p<0.05). On groups with 10mg/ml and 20mg/ml Pitanga Leaves extract therapy, there was a significant decrease in inflammatory cell infiltration compared to the control group (p<0.05). There was no significant difference between the K and K1 groups (p>0.05).Conclusion: Rats that were induced with allergic rhinitis and were given intranasal therapy using Pitanga Leaves extract had lower inflammatory cell infiltration compared to the rats that were not given therapy.Latar Belakang: Daun dewandaru (Eugenia uniflora L) telah diketahui memiliki kandungan flavonoid yang salah satunya merupakan kuersetin yang memiliki kemampuan untuk mencegah proses inflamasi pada reaksi alergi dengan cara mencegah degranulasi sel mast dan juga mencegah enzim siklooksigenase dan lipoksigenase. Pengaruh dari kuersetin pada daun dewandaru terhadap reaksi alergi ini dapat ditandai dengan penurunan infiltrasi sel inflamasi pada mukosa hidung.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan post-test only control group design.  Penelitian ini menggunakan 28 ekor tikus jantan galur wistar berusia 8 – 12 minggu dengan berat badan 200-280 gram. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu Kelompok K (tikus mendapatkan induksi ovalbumin dan tidak mendapatkan perlakuan), Kelompok K1 (tikus mendapatkan induksi ovalbumin dan terapi NaCl 3% secara intranasal pada hari ke 21-31), Kelompok P1 (tikus mendapatkan induksi ovalbumin dan terapi dengan ekstrak daun dewandaru 10mg/ml secara intranasal pada hari ke 21-31), dan Kelompok P2 (tikus mendapatkan induksi ovalbumin dan terapi dengan ekstrak daun dewandaru 20mg/ml secara intranasal pada hari ke 21-31). Kemudian dilakukan pembuatan dan pemeriksaan preparat histopatologi mukosa hidung dan dilakukan scoring pada infiltrasi sel inflamasi pada mukosa hidung.Hasil: Infiltrasi sel inflamasi ditemukan berbeda signifikan antar kelompok kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan 1, dan perlakuan 2 (p<0.05). Pada kelompok terapi dengan daun dewandaru 10mg/ml dan 20mg/ml ditemukan infiltrasi sel inflamasi yang lebih rendah secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05). Pada kelompok kontrol negatif dan kontrol positif hasil ditemukan tidak berbeda signifikan (p>0.05).Simpulan: Pemberian terapi intranasal dengan ekstrak daun dewandaru pada tikus yang diinduksi rinitis alergi memiliki infiltrasi sel inflamasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang diinduksi rinitis alergi tanpa diberikan terapi.
Kualitas hidup anak usia 12-15 tahun yang menderita tonsilitis kronis Sang Ayu Putu Novi Krisna Dewi KN; Komang Andi Dwi Saputra; Agus Rudi Asthuta; Sari Wulan Dwi Sutanegara
Intisari Sains Medis Vol. 11 No. 2 (2020): (Available online: 1 August 2020)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.753 KB) | DOI: 10.15562/ism.v11i2.650

Abstract

Background: Inflammation that occurs in palatine tonsils is often called tonsillitis. The incidence of tonsillitis in Indonesia around 23% according to the Ministry of RI. In Bali, for oral health problems of 21.6% that occur in children aged 5-9 years and in children aged 10-14 years by 20.6% based on data from Riskesdas 2007.Aim: This study aims to determine the quality of life of children aged 12 -15 years old suffering from chronic tonsillitis in SMP Negeri 1 Kintamani.Methods: This descriptive study uses a cross sectional study design. This sample collection uses a descriptive conservative sample whose data is taken from a questionnaire taken at SMP Negeri 1 Kintamani with the conditions of inclusion and exclusion criteria.Results: Samples obtained 20 samples, as many as 11 people (55%) women were found to suffer the most from chronic tonsillitis, then the age group of 14 years 9 people (45%). Based on the type of tonsils most patients have T2 tonsil type as many as 16 people (80%). In terms of quality of life, almost all samples of 17 people (85%) had a normal quality of life. Based on the type of quality of life of a total of 17 samples with normal quality of life as many as 15 people (88.24%) had mild symptoms of tonsillitis while 2 people (11.76%) the rest had symptoms of moderate and severe tonsillitis.Conclusion: There was no significant difference was found in the proportion of tonsillitis symptoms in the sample group based on quality of life (p = 1.00) in SMP Negeri 1 Kintamani. Inflamasi yang terjadi pada tonsil palatina sering disebut dengan tonsilitis. Kejadian tonsilitis di Indonesia sekitar 23% berdasarkan Departemen RI. Di Bali, untuk masalah kesehatan mulut sebesar 21,6% yang terjadi pada anak berusia 5-9 tahun dan pada anak usia 10-14 tahun sebesar 20,6% berdasarkan data dari Riskesdas 2007.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui  kualitas hidup anak usia 12-15 tahun yang menderita tonsilitis kronis di SMP Negeri 1 Kintamani.Metode: Penelitian deskriptif ini menggunakan rancangan penelitian cross sectional. Pengumpulan sampel ini menggunakan deskriptif conservative sampel yang datanya diambil dari kuesioner yang diambil di SMP Negeri 1 Kintamani dengan syarat kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Hasil: Sampel yang didapatkan 20 sampel, sebanyak 11 orang (55%) perempuan ditemukan paling banyak menderita tonsilitis kronis, kemudian kelompok usia 14 tahun 9 orang (45%). Berdasarkan tipe tonsilnya paling banyak pasien memiliki tipe tonsil T2 sebanyak 16 orang (80%). Ditinjau dari kualitas hidupnya hampir seluruh sampel sebanyak 17 orang (85%) memiliki kualitas hidup yang normal. Berdasarkan jenis kualitas hidupnya dari total 17 orang sampel dengan kualitas hidup normal sebanyak 15 orang (88,24%) memiliki gejala tonsilitis yang ringan sementara 2 orang (11,76%) sisanya memiliki gejala tonsilitis yang sedang dan berat.Kesimpulan: Perbedaan bermakna tidak ditemukan dari proporsi gejala tonsilitis pada kelompok sampel berdasarkan kualitas hidupnya (p= 1,00) di SMP Negeri 1 Kintamani.
Deep Neck Abscess with Concurrent Orbital and Subgaleal Extension Secondary to Odontogenic Infection: A Case Report Pande Agus Parta Prananda; Putu Dian Ariyanti Putri; I Made Wiranadha; I Dewa Gede Arta Eka Putra; Eka Putra Setiawan; Sari Wulan Dwi Sutanegara
Archives of The Medicine and Case Reports Vol. 6 No. 3 (2025): Archives of The Medicine and Case Reports
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/amcr.v6i3.744

Abstract

Deep neck infections (DNIs) originating from odontogenic sources are common, but extensive spread involving concurrent orbital and subgaleal spaces is rare. DNIs can lead to life-threatening complications, particularly in patients with comorbidities like diabetes mellitus (DM) and chronic kidney disease (CKD), which impair immune function. This report details a complex case of DNI with unusual superior extension. A 44-year-old male with poorly controlled type 2 DM and CKD presented with a two-day history of rapidly progressing left facial, submandibular, parotid, and orbital swelling, associated with fever, trismus, and severe pain, originating from a carious mandibular molar. CT imaging confirmed an extensive abscess involving the left masticator, submandibular, sublingual, parotid, and parapharyngeal spaces, with contiguous spread to the left preseptal orbital space and the fronto-temporo-parietal subgaleal space. Multidisciplinary management involved urgent surgical drainage of the submandibular and subgaleal abscesses, odontectomy of the offending molar, broad-spectrum intravenous antibiotics (Citrobacter amalonaticus and Proteus hauseri identified on culture), intensive glycemic control, hemodialysis, and supportive care. In conclusion, this case highlights the potential for aggressive craniofacial spread of odontogenic DNIs, particularly in immunocompromised individuals. Concurrent orbital and subgaleal extension represents a rare and serious complication. Prompt diagnosis with imaging, aggressive multidisciplinary surgical and medical management, including addressing underlying comorbidities, were crucial for a successful outcome.