I Made Wiranadha
Departemen Kesehatan THT-KL, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Bali

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

HUBUNGAN INTENSITAS KEBISINGAN DENGAN TINGKAT STRES KERJA PADA PEKERJA BENGKEL MOTOR DAN DEALER DWIJATI MOTOR DENPASAR Made Me Lina Kenwa; I Made Wiranadha; Agus Rudi Asthuta
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 5 (2019): Vol 8 No 5 (2019): Vol 8 No 5 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.428 KB)

Abstract

Paparan kebisingan saat ini dapat dijumpai diberbagai tempat tak terkecuali tempat kerja. Adanyapaparan kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan auditorimaupun non-auditori pekerja. Salah satu gangguan non-auditori dari paparan kebisingan yangdapat mengganggu kinerja pekerja adalah stres kerja. Akan tetapi, jumlah penelitian mengenaiintensitas kebisingan dan tingkat stres kerja di Indonesia masih terbatas. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerjapada pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. Jenis penelitian ini adalahpenelitian observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Penentuan sampelpenelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel penelitian ini sebesar 30orang pekerja Bengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. Pengumpulan data intensitaskebisingan dilakukan dengan menggunakan alat sound level meter dan data tingkat stres kerjadengan menggunakan kuesioner The Depression Anxiety Stress Scale (DASS). Data selanjutnyadianalisis dengan menggunakan uji univariat dan uji bivariat dengan Chi Square Test. Hasil ujiChi Square hubungan intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja memperoleh nilai p valuesebesar 0.464 (p > 0.05) dengan besar prevalence risk (PR) sebesar 1.313. Hasil analisis tersebutberarti tidak signifikan maka Ho diterima dan Ha ditolak. Simpulan yang dapat diambil adalahtidak terdapat hubungan antara intensitas kebisingan dengan tingkat stres kerja pada pekerjaBengkel Motor dan Dealer Dwijati Motor Denpasar. Kata kunci : Intensitas Kebisingan, Tingkat Stres Kerja
Karakteristik presbikusis di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar tahun 2017 I Gusti Ayu Mahaprani Danastri; Made Wiranadha
Intisari Sains Medis Vol. 12 No. 1 (2021): (Available online : 1 April 2021)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (612.256 KB) | DOI: 10.15562/ism.v12i1.885

Abstract

Introduction: Presbycusis is sensorineural hearing loss that related to age and the most common cause of hearing loss in elderly.  Total population in Gianyar regency in 2010 is 445.031 and the population of people aged over 60 year old is 46.468 or 10.44% from total population.Method: This study was conducted in Sukawati district, Gianyar Regency on Saturday, September 30, 2017. The hearing threshold is measured one time by audiometric examination. This study used a descriptive cross sectional design and data analysis was carried out with the SPSS program.Result:  The results of this study were presbycusis most prevalent in women (60%). Presbycusis most prevalent at ages 65-69 years old (48%). Most type of presbycusis was strial type (57.69%). The average hearing treshold on right ear was 51.86 dB and average hearing threshold on left ear was 53.95 dB. The highest level of education in this study was elementary school and is obtained in the age group of 65-69 years old.Conclusion: This study shows various degree of deafness, hearing acuity, age, sex and level of education so the possibility of presbycusis burden can increase later in the population.  Latar belakang: Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineural yang dikaitkan dengan faktor usia dan merupakan penyebab terbanyak gangguan pendengaran pada orang tua. Jumlah penduduk Kabupaten Gianyar tahun 2010 sebesar 445.031 jiwa dan usia 60 tahun ke atas sebesar 46.468 jiwa atau 10,44%.Metode: Penelitian dilakukan di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar pada hari Sabtu, 30 September 2017. Ambang dengar diukur sebanyak satu kali dengan pemeriksaan audiometri. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif Cross sectional dan analisis data dilakukan dengan program SPSS 16.0.Hasil: Dari seluruh sample, didapatkan penderita perempuan 30 orang (60%) dan laki-laki 20 orang (40%). Rerata ambang dengar pada perempuan 49,67 dB, dan pada laki-laki 51,23 dB. Berdasarkaan kelompok umur, penderita terbanyak masuk ke kelompok umur 65-69 yaitu 24 penderita (48%). Tingkat pendidikan terbanyak pada penelitian ini yaitu sekolah dasar dan didapatkan pada kelompok umur 65-69 tahun. Rerata ambang dengar telinga kanan 51,86 dB dan telinga kiri 53,95 dB. Tipe presbikusis yang paling banyak ditemukan adalah tipe strial 57,69%.Simpulan: Presbikusis memperlihatkan variasi yang beragam pada derajat ketulian, ketajaman pendengaran, onset umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan sehingga kemungkinan beban presbikusis di populasi dapat meningkat di kemudian hari.
Gelombang Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) pada anak di bawah lima tahun dengan keterlambatan bicara dan bahasa disertai gangguan pendengaran di RSUP Sanglah, Bali, Indonesia Ni Made Ary Wisma Dewi; I Made Wiranadha
Intisari Sains Medis Vol. 12 No. 2 (2021): (Available Online: 1 August 2021)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.35 KB) | DOI: 10.15562/ism.v12i2.1046

Abstract

Background: Hearing loss is one factor that influences speech and language development in children, especially in the first five years of life. The detection of hearing loss in a child can be done with an objective Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA). This study aims to evaluate the value of BERA waves in children under five with speech and language delays at the ENT outpatient clinic of Sanglah General Hospital Denpasar.Methods: This study is a retrospective descriptive study design by taking secondary data from the medical records of patients with speech and language delays accompanied by hearing loss who were subjected to BERA examination. Samples were taken by consecutive sampling. Data analysis in this study consisted of descriptive statistical analysis, independent T test, and one-way ANOVA. Data were analyzed using SPSS version 24 for Windows.Results: This study involved 65 people as a sample. Based on gender, it was found that male (76.9%) was more than female (23.1%). Most of them were aged 24-35 months (43.1%). The most hearing loss was Moderate SNHL on the right ear (38.5%), while Mild SNHL on the left ear (38.5%). The mean latency time between I-V waves in the left ear of boys was longer, that was 4.96 ms with a variation of 0.56 ms, compared to 4.59 ms for girls with a deviation of 0.64 ms. There was a significant difference in the mean latency between waves I-V of the left ear between male and female toddlers (p=0.033).Conclusion: Based on the research, it was found that the absolute latency time and between waves of BERA on the right ear did not have a significant difference in boys and girls, but on the left ear, there was a statistically significant difference in the mean of latency time between waves IV in boys and girls. Latar Belakang: Gangguan pendengaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa pada anak terutama pada lima tahun pertama kehidupan. Deteksi gangguan pendengaran pada seorang anak dapat dilakukan dengan pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) yang objektif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat nilai gelombang BERA pada anak balita dengan keterlambatan bicara dan bahasa di Poliklinik THTKL RSUP Sanglah Denpasar.Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif retrospektif dengan mengambil data sekunder dari catatan medis pasien keterlambatan bicara dan bahasa disertai gangguan pendengaran yang dilakukan pemeriksaan BERA. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling. Analisis data pada penelitian ini terdiri dari analisis statistik deskriptif, uji T independen, dan one way ANOVA. Data dianalisis dengan SPSS versi 24 untuk Windows.Hasil: Penelitian ini melibatkan 65 orang sebagai sampel. Berdasarkan jenis kelamin didapatkan jenis kelamin laki-laki (76,9%) lebih banyak dari perempuan (23,1%). Usia terbanyak pada usia 24-35 bulan (43,1%). Gangguan pendengaran paling banyak yaitu SNHL Sedang pada telinga kanan (38,5%), sedangkan pada telinga kiri SNHL Ringan (38,5%).  Rerata masa laten antar gelombang I-V pada telinga kiri balita laki-laki lebih panjang yaitu 4,96 ms dengan variasi 0,56 ms, dibandingkan balita perempuan 4,59 ms dengan variasi 0,64 ms. Terdapat perbedaan bermakna rerata masa laten antar gelombang I-V telinga kiri antara balita laki-laki dan perempuan (p=0,033).Simpulan: Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa masa laten absolut dan antar gelombang BERA pada telinga kanan tidak ada perbedaan bermakna pada balita laki-laki dan perempuan, namun pada telinga kiri secara statistik terdapat perbedaan bermakna rerata masa laten antar gelombang I-V pada balita laki-laki dengan perempuan.
Hubungan profil lipid dengan kejadian tuli mendadak di RSUP Sanglah, Bali, Indonesia Made Prani Windasari; I Made Wiranadha
Intisari Sains Medis Vol. 13 No. 1 (2022): (Available Online : 1 April 2022)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.956 KB) | DOI: 10.15562/ism.v13i1.1213

Abstract

Background: Sudden deafness is a neurotological emergency requiring rapid and comprehensive management. Sudden deafness can be caused by viral infections, neoplasms, rupture of the cochlear membrane, autoimmune, vascular occlusion, neurologic, psychogenic and idiopathic. The pathogenesis of sudden deafness is still being debated. However, the increased blood viscosity, micro thrombosis, and/or changes in blood vessel size can also cause hearing loss. This study evaluates the relationship between lipid profile and sudden deafness in Sanglah General Hospital, Bali, Indonesia. Methods: This study is analytical research using a retrospective case-control method by taking secondary data from the patient's medical records. The study was conducted at the ENT polyclinic of Sanglah Hospital, Denpasar, from December 2020 to February 2021, with a total sample of 39 people in each group. Data analysis in this study consisted of descriptive statistical analysis, normality test, and correlation test, which were analyzed using the SPSS version 25.0 for Windows. Results: There was no significant difference of mean total cholesterol in the case group (204.030±38.756 mg/dL) and control group (189.710±27.200 mg/dL) (p> 0.05). There was a significant difference in mean LDL in the case group (140.680±32.177 mg/dL) compared with the control group (118.870±22.498 mg/dL) (p<0.05). In addition, significant differences were also found in the mean HDL (51.050±15.883 vs. 44.710±12.901 mg/dL) and mean triglycerides (93.840±44.665 vs. 154.050±83.975 mg/dL) (p<0.05) between the case and control group. Conclusion: There is a significant relationship between HDL, LDL and triglycerides with the incidence of sudden deafness.   Latar Belakang: Tuli mendadak merupakan keadaan darurat neurotologi yang memerlukan penatalaksanaan secara cepat dan komprehensif. Tuli mendadak dapat disebabkan oleh infeksi virus, neoplasma, ruptur membran koklea, autoimun, oklusi vaskuler, neurologik, psikogenik dan idiopatik. Patogenesis terjadinya tuli mendadak sampai saat ini masih menjadi perdebatan. Akan tetapi, peningkatan viskositas darah, mikrotrombosis, dan atau perubahan ukuran pembuluh darah juga dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara profil lipid dan kejadian tuli mendadak yang ada di RSUP Sanglah, Bali, Indonesia.            Metode: Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian analitik dengan menggunakan metode kasus kontrol retrospektif dari data sekunder catatan medis pasien. Penelitian dilakukan di poliklinik THT-KL RSUP Sanglah, Denpasar dari bulan Desember 2020 – Februari 2021 dengan jumlah sampel sebanyak 39 orang pada masing-masing kelompok. Analisis data pada penelitian ini terdiri dari analisis statistik deskriptif, uji normalitas, dan uji korelasi yang dianalisis menggunakan program SPSS versi 25.0 untuk Windows. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna rerata kolesterol total pada kelompok kasus (204.030±38.756 mg/dL) dan kelompok kontrol (189.710±27.200 mg/dL) (p>0,05). Terdapat perbedaan rerata LDL yang bermakna pada kelompok kasus (140,680±32,177 mg/dL) dibandingkan dengan kelompok kontrol (118,870±22.498 mg/dL) (p<0,05). Selain itu, perbedaan bermakna juga ditemukan pada rerata HDL (51.050±15.883 vs. 44.710±12.901 mg/dL) dan rerata trigliserida (93.840±44.665 vs. 154.050±83,975 mg/dL) (p<0,05) antara kelompok kasus dan kontrol. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara HDL, LDL dan trigliserida dengan kejadian tuli mendadak.
Karakteristik pendengaran pada pelajar pengguna peranti dengar di Denpasar, Bali, Indonesia Putri Citra Laksmi Darsana; I Made Wiranadha
Intisari Sains Medis Vol. 13 No. 1 (2022): (Available Online : 1 April 2022)
Publisher : DiscoverSys Inc.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (291.765 KB) | DOI: 10.15562/ism.v13i1.1233

Abstract

Background: Personal Listening Devices (PLDs) can increase noise-induced hearing loss in users. Currently, PLDs have been part of adolescents’ daily lifestyles. Increase of today’s audiovisual and telecommunications technologies, PLDs allow users to listen to music for extended periods and at high sound levels. It can cause chronic noise that can interfere with hearing function. This study aims to determine the characteristic of the hearing level of PLDs user students in Denpasar. Methods: A total of 48 samples were included in this study. This research is a descriptive study using a cross sectional design. This research used the cluster sampling technique by taking primary data from history taking, physical examination, and pure tone audiometry of students using PLDs at SMAN 8 Denpasar. Data analysis in this study is a descriptive statistical analysis that was analyzed using the SPSS version 24.0 for Windows. Results: The highest proportion of PLDs users is women (60,4%) and age group of 15–16 years, of which 24 students (50.0%) are 15 years old and 24 students (50.0%) are 16 years old. The most widely used type of PLDs was the earbud (81.3%). Most of the duration of using PLDs in 24 hours is < 1 hour (41.7%). As many as 34 students (70.8%) used PLDs for more than 2 years. The hearing level of students who used PLDs was obtained at most with normal hearing (0–25 dB) as many as 30 students (62.5%) in the right ear and 37 students (77.1%) in the left ear with a mean score of the hearing threshold of the right ear is 24.570±6.487dB and the left ear is 22.960±5.799 dB. Conclusion: The hearing level of students who used PLDs was obtained at most with normal hearing (0–25 dB) in the right and left ear.   Latar Belakang: Penggunaan peranti dengar memiliki potensi meningkatkan resiko gangguan pendengaran akibat bising pada penggunanya. Saat ini penggunaan peranti dengar dikalangan remaja sudah menjadi bagian dari gaya hidup sehari – hari. Dengan meningkatnya teknologi audio visual dan telekomunikasi saat ini, peranti dengar memungkinkan penggunanya untuk mendengarkan musik dalam jangka waktu lama dan pada tingkat level suara yang tinggi. Hal tersebut dapat menimbulkan bising kronik yang dapat mengganggu fungsi pendengaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pendengaran pada pelajar pengguna peranti dengar di Denpasar. Metode: Penelitian ini melibatkan 48 sampel. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan rancangan potong lintang. Peneliti menggunakan teknik cluster sampling dengan mengambil data primer dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan audiometri nada murni pada pelajar pengguna peranti dengar di SMAN 8 Denpasar. Analisis pada penelitian ini adalah analisis univariat (statistik deskriptif) menggunakan program komputer SPSS versi 24.0 untuk Windows.   Hasil: Didapatkan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki – laki yaitu 29 pelajar (60,4%). Rentang usia pelajar adalah 15 – 16 tahun, dimana 24 pelajar (50,0%) usia 15 tahun dan 24 pelajar (50,0%) usia 16 tahun. Jenis peranti dengar yang paling banyak digunakan adalah earbud yakni sejumlah 39 pelajar (81,3%). Sebagian besar durasi penggunaan peranti dengar dalam 24 jam adalah < 1 jam yakni sebanyak 20 pelajar (41,7%). Sejumlah 34 pelajar (70,8%) menggunakan peranti dengar selama lebih dari 2 tahun. Derajat pendengaran pelajar pengguna peranti dengar didapatkan paling banyak dengan pendengaran normal (0–25 dB) yakni sebanyak 30 pelajar (62,5%) pada telinga kanan dan 37 pelajar (77,1%) pada telinga kiri dengan nilai rerata ambang dengar pada telinga kanan adalah 24,570±6,487 dB dan telinga kiri 22,960±5,799 dB. Kesimpulan: Derajat pendengaran pelajar pengguna peranti dengar didapatkan paling banyak dengan pendengaran normal (0–25 dB) yakni pada telinga kanan dan telinga kiri.
KARAKTERISTIK GEJALA MAYOR PASIEN RINOSINUSITIS KRONIS BERDASARKAN USIA DAN JENIS KELAMIN DI RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI 2018-JUNI 2019 Widia Danis Swari; Komang Andi Dwi Saputra; I Made Wiranadha
GEMA KESEHATAN Vol. 13 No. 1 (2021): Juni 2021
Publisher : POLTEKKES KEMENKES JAYAPURA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47539/gk.v13i1.146

Abstract

Rinosinusitis merupakan suatu penyakit peradangan mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasalis. Berdasarkan konsensus tahun 2004, rinosinusitis dibagi atas 3 kriteria, yaitu rinosinusitis akut yang berlangsung selama empat minggu, rinosinusitis sub akut yang berlangsung antara empat sampai dua belas minggu, dan rinosinusitis kronik yang berlangsung lebih dari dua belas minggu. rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan dua gejala mayor atau lebih, atau satu gejala mayor ditambah dua gejala minor, jenis kelamin, tanda dan gejala yang ditemukan, gejala klinik, pemeriksaan rinoskopi anterior, dan pemeriksaan nasoendoskopi. Penelitian ini merupakan deskriptif observasional dengan metode cross-sectional menggunakan buku registrasi rekam medis di Poliklinik THT-KL RSUP Sanglah Denpasar dengan 98 total sampel yang didapatkan pada periode Juni 2018 – Juni 2019. Pengambilan sampel ilakukan pada bulan Februari-Maret 2020 di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dengan variabel bebas usia dan jenis kelamin serta variabel terikat gejala mayor pada pasien rinosinusitis kronis. Hasil pengujian Somers’ D dan Chi Square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan (p>0,05) antara usia dan jenis kelamin dengan gejala mayor pada pasien rinosinusitis kronis. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor resiko lain seperti pekerjaan, status sosial dan pola hidup dari pasien rinosinusitis kronis. Tidak terdapat hubungan antara gejala mayor pada pasien rinosinusitis kronis dengan usia dan jenis kelamin. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait faktor lainnya yang mempengaruhi risiko munculnya gejala mayor pada pasien rinsonusitis kronis.
Characteristics of Hearing Impairment in Patients with Suspected Congenital Rubella Syndrome at the ENT Clinic of Prof. Dr. I.G.N.G Ngoerah Hospital Denpasar, Indonesia Raditya, I Gede Wahyu Adi; I Made Wiranadha
Journal of Community Medicine and Public Health Research Vol. 5 No. 2 (2024): Journal Community Medicine and Public Health Research
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jcmphr.v5i2.55911

Abstract

Asymptomatic rubella virus infection can cause delays in the diagnosis of rubella in pregnant women, leading to the development of congenital rubella syndrome (CRS). The clinical manifestations of congenital rubella syndrome are called the rubella triad, which includes heart problems, eye problems, and hearing disorders. Sensorineural hearing loss is the most common type of hearing loss in children with rubella infection. This study aimed to determine the characteristics of hearing loss in CRS patients. This study used a retrospective descriptive research design, utilizing secondary data from the medical records of patients with CRS who underwent hearing examinations at the Ear, Nose, Throat (ENT) Polyclinic of Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah Hospital Denpasar, Indonesia. The study found that the most common age group among suspected CRS patients was 6 - 12 months (51.42%), the majority of these patients were male (62.86%), the most frequent clinical signs and symptoms in suspected CRS patients were congenital heart disease (CHD) as a major criterion (60%), and microcephaly as a minor criterion (77.14%). Based on the CRS case criteria, none of the suspected CRS patients were diagnosed with confirmed CRS, with most cases being classified as clinical CRS (65.71%). The hearing loss in suspected CRS patients was entirely sensorineural type with the majority of cases being bilaterally and to a very severe degree (53.57%)
Deep Neck Abscess with Concurrent Orbital and Subgaleal Extension Secondary to Odontogenic Infection: A Case Report Pande Agus Parta Prananda; Putu Dian Ariyanti Putri; I Made Wiranadha; I Dewa Gede Arta Eka Putra; Eka Putra Setiawan; Sari Wulan Dwi Sutanegara
Archives of The Medicine and Case Reports Vol. 6 No. 3 (2025): Archives of The Medicine and Case Reports
Publisher : HM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37275/amcr.v6i3.744

Abstract

Deep neck infections (DNIs) originating from odontogenic sources are common, but extensive spread involving concurrent orbital and subgaleal spaces is rare. DNIs can lead to life-threatening complications, particularly in patients with comorbidities like diabetes mellitus (DM) and chronic kidney disease (CKD), which impair immune function. This report details a complex case of DNI with unusual superior extension. A 44-year-old male with poorly controlled type 2 DM and CKD presented with a two-day history of rapidly progressing left facial, submandibular, parotid, and orbital swelling, associated with fever, trismus, and severe pain, originating from a carious mandibular molar. CT imaging confirmed an extensive abscess involving the left masticator, submandibular, sublingual, parotid, and parapharyngeal spaces, with contiguous spread to the left preseptal orbital space and the fronto-temporo-parietal subgaleal space. Multidisciplinary management involved urgent surgical drainage of the submandibular and subgaleal abscesses, odontectomy of the offending molar, broad-spectrum intravenous antibiotics (Citrobacter amalonaticus and Proteus hauseri identified on culture), intensive glycemic control, hemodialysis, and supportive care. In conclusion, this case highlights the potential for aggressive craniofacial spread of odontogenic DNIs, particularly in immunocompromised individuals. Concurrent orbital and subgaleal extension represents a rare and serious complication. Prompt diagnosis with imaging, aggressive multidisciplinary surgical and medical management, including addressing underlying comorbidities, were crucial for a successful outcome.