Ibnu Pratikto
Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Hidrodinamika Gelombang pada Terumbu Karang di Pulau Panjang, Jepara Suryono Suryono; Ambariyanto Ambariyanto; Munasik Munasik; Denny Nugroho Sugianto; Raden Ario; Ibnu Pratikto; Nur Taufiq-Spj; Syahrial Varrel Canavaro; Tiara Anggita
Buletin Oseanografi Marina Vol 10, No 3 (2021): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/buloma.v10i3.36368

Abstract

Posisi Pulau Panjang berada di sisi barat garis pantai pesisir kota Jepara, menjadikannya sebagai penghalang (barrier) terhadap gelombang yang akan menghantam pesisir Jepara. Pulau Panjang dikelilingi oleh gugusan terumbu karang.  Keterpaparan (exposure) terumbu karang oleh hidrodinamika gelombang yang melewatinya  perlu dikaji. Oleh sebab itu, dibutuhkan penelitian mengenai hidrodinamika gelombang pada terumbu karang di perairan  Pulau Panjang. Hasil penelitian didapatkan bahwa nilai gelombang yaitu gelombang signifikan (Hs), periode gelombang signifikan (Ts) adalah bervariasi. Nilai gelombang (Hs dan Hs) tinggi, akan  mengakibatkan terumbu karang pada sisi  barat, timur laut dan tenggara  Pulau Panjang lebih menerima keterpaparan  (ekposure)  oleh hidrodinamika  gelombang yang melewatinya. Pada hidrodinamika  gelombang lebih rendah, maka terumbu karang  yang terlindung dari keterpaparan (ekposure) gelombang adalah yang berada pada  sisi timur, barat daya, dan barat laut. Hasil interpolasi (Krigging) didapatkan hasil nilai Hs tertinggi berkisar antara 0,503-1,00. Arah datang gelombang dominan dari timur pulau Panjang, kemudian setelah melewati terumbu karang ada di sisi timur ,timur laut, dan utara  Pulau Panjang maka energinya menjadi berkurang, sehingga terumbu karang yang  ada di sisi barat, barat daya, dan selatan dari Pulau Panjang posisinya lebih aman dari keterpaparan (ekposure) oleh hidrodinamika gelombang yang melewatinya. Gelombang yang datang akan mengalami perubahan karakteristik (panjang, periode, tinggi gelombang) setelah melewati terumbu karang, sehingga  gelombang yang menuju pantai akan semakin berkurang seiring dengan perubahan kedalaman. Tingkat keterpaparan (ekposure) terumbu karang yang ada pada sisi timur,timur laut dan utara  di Pulau Panjang  oleh gelombang cukup tinggi, hal ini diduga yang menjadi salah satu faktor penyebab kerusakan terumbu karang yang ada diperairan  Pulau Panjang.  The position of Pulau Panjang is on the west side of the coastal coastline of the city of Jepara, making it a barrier against waves that will hit the coast of Jepara. Panjang Island is surrounded by clusters of coral reefs. The exposure (exposure) of coral reefs by the hydrodynamics of the waves that pass through them needs to be studied. The modeling results are then generated into a shapefile map to be overlaid with a shapefile map of changes in coral reefs by interpolation method with Kriging block. The results showed that the wave value, namely the significant wave (Hs), the period of the significant wave (Ts) varied. High wave values (Hs and Hs) will result in coral reefs on the west, northeast, and southeast sides of Panjang Island receiving more exposure (exposure) by the hydrodynamics of the waves that pass through them. At lower wave hydrodynamics, the coral reefs that are protected from wave exposure are those on the east, southwest, and northwest sides. The results of interpolation (Kriging) obtained the highest Hs values ranging from 0.503 to 1.00. The direction of the dominant wave coming from the east of Panjang Island, then after passing through the coral reefs is on the east, northeast, and north of Panjang Island, the energy is reduced, so that the coral reefs on the west, southwest, and south sides of Panjang Island are safer from exposure (exposure) by the hydrodynamics of waves that pass through it. The incoming waves will experience changes in characteristics (length, period, wave height) after passing through the coral reef so that the waves towards the coast will decrease along with changes in depth. The level of exposure to coral reefs on the east, northeast, and north sides of Panjang Island by waves is quite high, this is thought to be one of the factors causing damage to coral reefs in the waters of Panjang Island. 
Keanekaragaman Perifiton pada Daun Lamun Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata di Pulau Parang, Karimunjawa Raden Ario; Ita Riniatsih; Ibnu Pratikto; Pratiwi Megah Sundari
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 2 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (496.052 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i2.23274

Abstract

Keanekaragaman jenis lamun dan struktur morfologi yang cukup besar pada Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata memungkinkan ditumbuhi perifiton dimana dapat meningkatkan produktivitas primer. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kelimpahan perifiton dan pola distribusinya serta hubungan kerapatan lamun terhadap kelimpahan perifiton di PulauParang, Karimunjawa. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 menggunakan metode survei dan penentuan lokasi dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling, sedangkan metode pengambilan data lamun melalui metode line transect quadrant yang mengacu pada metode seagrass watch. Pengambilan daun lamun untuk pengamatan perifiton menggunakan metode sapuan daun yang selanjutnya diamati dengan menggunakan metode sensus yaitu pengamatan total dengan alat sedgwick rafter counting chamber di bawah mikroskop. Nilai kelimpahan perifiton pada daun lamun Enhalus acoroides di Stasiun 1, Stasiun 2, dan Stasiun 3 berturut–turut sebesar 2654 sel/cm2, 2831 sel/cm2, 1435 sel/cm2. Sedangkan kelimpahan perifiton pada daun lamun Cymodocea serrulata di Stasiun 1, Stasiun 2, dan Stasiun 3 berurutan sebesar 0 sel/cm2, 2376 sel/cm2, 2890 sel/cm2. Kelimpahan tertinggi perifiton terdapat pada jenis lamun Enhalus acoroides, hal ini diduga karena Enhalus acoroides mempunyai penampang daun yang lebih lebar dan umur jaringan makrofil yang lebih lama. Perifiton yang mendominasi di Pulau Parang berasal dari Kelas Bacillariophyceae, diduga karena kelas ini memiliki kemampuan melekat pada substrat yang baik. Berdasarkan perhitungan Indeks Morisita maka diketahui bahwa sebaran perifiton di Pulau Parang adalah mengelompok. Kelimpahan perifiton dengan kerapatan lamun di Pulau Parang memiliki hubungan cukup erat.   The variety of seagrass types and the morphological structure of Enhalus acoroides and Cymodocea serrulata allows periphyton to be grown. Periphyton can increase primary productivity and help the decomposition process of seagrass. This research aims to determine the periphyton abundance, periphyton distribution and seagrass density relationship towards periphyton abundance in Parang Island, Karimunjawa. This research was conducted on October 2018. The seagrass data was collected by using the line transect quadrant method refers to the seagrasswatch method. Taking seagrass leaf for periphyton observation using the leaf drainage method was then observed using the census method, which is a total observation with sedgwick rafter counting chamber. Periphyton abundance value on seagrass leaves of Enhalus acoroides at Station 1, Station 2, and Station 3 are 2654 cells/ cm2, 2831 cells/ cm2, 1435 cells/ cm2 respectively. While periphyton abundance on the seagrass leaves of Cymodocea serrulata at Station 1, Station 2, and Station 3 are 0 cell/ cm2, 2376 cells/ cm2, 2890 cells/ cm2 respectively. The highest abundance of periphyton was observed on Enhalus acoroides leaves. This is presumably because Enhalus acoroides has a wider leaf section and longer age of macrophilic system. Periphyton that dominates in Parang Island comes from Class Bacillariophyceae. This is likely because this class has the ability to attach on a good substrate. Based on the calculation of the Morisita Index, it is known that the periphyton distribution in Parang Island is clustered. Periphyton abundance showed a strong relation with the seagrass density.
Perbedaan Metode Mutilasi Terhadap Lama Waktu Molting Scylla serrata Raden Ario; Ali Djunaedi; Ibnu Pratikto; Petrus Subardjo; Fauzia Farida
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 2 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.558 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i2.24886

Abstract

Kepiting bakau (Scylla serrata) memiliki nilai ekonomis tinggi. Kebutuhan kepiting bakau selalu meningkat sehingga perlu diupayakan budidaya kepiting bakau secara intensif. Salah satu perkembangan teknologi dalam budidaya perikanan untuk meningkatkan produksi kepiting bakau adalah produksi kepiting cangkang lunak. Kepiting cangkang lunak merupakan kepiting fase ganti kulit (molting) yang mempunyai keunggulan cangkangnya lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Untuk mempercepat kepiting molting diperlukan berbagai rangsangan yang salah satunya adalah menggunakan metode mutilasi. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan lama waktu molting dan pertumbuhan berat kepiting bakau dengan menggunakan metode mutilasi pada kaki jalan dan capit. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan, yaitu mutilasi kaki jalan dan capit, semua kaki jalan, capit, dan alami. Biota yang digunakan berjumlah 40 ekor dengan 10 kali ulangan tiap perlakuan. Data yang diperoleh berupa lama waktu molting serta pertambahan berat mutlak kepiting bakau yang dianalisis menggunakan uji statistik parametrik. Hasil penelitian menunjukkan metode mutilasi berpengaruh terhadap lama waktu molting dengan waktu molting tercepat pada perlakuan mutilasi kaki jalan dan capit rata-rata 13 hari. Metode mutilasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan berat mutlak dengan nilai tertinggi pada kepiting perlakuan alami sebesar 53,30 gram. Mud crabs (Scylla serrata) are known to have a high economic value. The increasing demand of mud crabs for consumption rxcequires higher production. Therefore, mud crabs need to be cultivated intensively. One of the methods to improve the values of mud crabs’ aquaculture is by producing soft-shell crabs. Soft-shell crabs are produced during molting phase in which the crab shed it’s exoskeleton in order to grow. In the fisheries industry, the soft-shell crabs are considered to be more valuable as it can be consumed as a whole. Accelerating the production of molting crabs, requires stimulus. One of the methods is mutilation. The aim of this study is to estimate the periods required for molting under different treatments, as well as calculating the increase of total weight of molting crabs.. The method used was an experimental method which contained four treatments. The treatments are mutilation of walking legs and claws, all of walking legs, claws, and no mutilation. The number of crabs used was 40 with 10 replications per treatment. The data obtained in the period of molting and the increase of total weight of the mud crabs were analyzed using ANOVA. The result shows that mutilation affects the period of crab’s molting in which the fastest molting (13 days on average) occurred after mutilation of walking legs and claws. This mutilation method does not influence the increase of total weight and the highest value is showed in non-treated group with the increase of 53,30 grams in weight. 
Sebaran Mangrove di Desa Bumiharjo Kecamatan Keling Kabupaten Jepara Suryono Suryono; Nur Taufiq-SPJ; Ibnu Pratikto; Raden Ario
Buletin Oseanografi Marina Vol 9, No 2 (2020): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/buloma.v9i2.29067

Abstract

Kabupaten Jepara memiliki potensi wilayah pesisir dengan panjang garis pantai 81,6 km. Mangrove sebagai sabuk pantai hijau memiliki sebaran di setiap kecamatan pesisir. Salah satu lokasi sebaran mangrove di pesisir Jepara berada di desa Bumiharjo Kecamatan Keling. Identifikasi potensi luasan lahan serta sebaran mangrove adalah salah upaya mengetahui potensi sumberdaya pesisir. Metode penelitian yang digunakan adalah overlay peta RBI dan peta satelit landsat 8 guna mengetahui lokasi serta luasan sebaran mangrove di lokasi penelitian.Selanjutnya dilakukan investigasi ekologi mangrove dengan Survei Lapang guna mengetahui distribusi dan kelimpahan mangrove. Hasil penelitian menunjukan bahwa hutan mangrove dilokasi penelitian adalah seluas 4,75 Ha. Hasil identifikasi komposisi jenis mangrove ditemukan sebanyak 6 spesies mangrove yaitu: Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, Soneratia alba, serta Soneratia muconata. Kerapatan rata-rata vegetasi mangrove berkisar antara 4000 – 10.000 individu/ha. Tegakan mangrove memiliki tinggi batang 5-6 meter, diameter batang berkisara antara 4,3- 5,0 cm. Kerapatan mangrove didominasi oleh Rhizophora mucronata. dengan kerapatan paling dominan adalah semai (Sapling). Hal ini menunjukan bahwa mangrove yang ada di desa Bumiharjo Kecamatan Keling kabupaten Jepara adalah dominan mangrove hasil replant. Jepara Regency has a potential coastal area with a coastline length of 81.6 km. Mangroves as coastal green belts have distribution in each coastal district. One of the mangrove distribution locations on the coast of Jepara is in the village of Bumiharjo, Keling district. Identification of the potential land area and the distribution of mangroves is an effort to determine the potential of coastal resources. The research method used is an overlay RBI map and satellite map Landsat 8 to determine the location and extent of the distribution of mangroves in research locations. Subsequently carried out an investigation of mangrove ecology with a Field Survey (Ground Truth) to determine the distribution and abundance of mangroves. The results showed that the mangrove forest in the study area was 4.75 Ha. The results of the identification of the composition of mangrove species were found as many as 6 species of mangroves, namely: Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, Soneratia alba, and Soneratia muconata. the average density of mangrove vegetation ranges between 4000 - 10,000 individuals/ha. Mangrove stand has a stem height of 5-6 meters. the diameter of the stem is between 4.3 - 5.0 cm. Mangrove density is dominated by Rizophora mucronata. with the most dominant density is the seedling (Sapling). This shows that the mangroves on the coast of the Jepara district are replanted mangrove species. (rehabilitation).
Logam Berat Anthropogenik Pb dan Cu pada Lapisan Sedimen Permukaan dan Dasar Muara Sungai di Kota Semarang, Jawa Tengah Indonesia Chrisna Adhi Suryono; Ibnu Pratikto; Ajeng Rusmaharani
Jurnal Kelautan Tropis Vol 22, No 1 (2019): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (705.994 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v22i1.3223

Abstract

Semarang coastal areas as specially on river down stream have been develop to industrial, dumpping areas and human settlement.  Its will be caused increasing sedimentation and anthropogenic heavy metals accumulation in sediments.  In order to assess Pb, and Cu on diferent layers of sediments on three down stream rivers on Semarang, samples of surface and bed sediment were collected for analyzed by ICPMS.  The result showed that the heavy metal of Pb on bed layer was higher than Pb on surface sediment, on the other hand Cu on surface sediment was higher than Cu on bed sediments.  Unfraternally the heavy metal concentration on surface and beds sediments they do not correlation with totals organic carbon and combination silt and clay in sediment on three down stream rivers on Semarang. Wilayah pesisir Semarang terutama di daerah muara sungai telah berkembang menjadi kawasan industri, penimbunan dan hunian.  Hal tersebut menyebabkan peningkatan sedimentasi dan akumulasi antropogenik logam berat dalam sedimen.  Untuk mengetahui logam berat Pb dan Cu dalam permukaan dan dasar sedimen di tiga muara sungai Semarang.  Maka sampel pada permukaan dan dasar sedimen diambil dan dianalisa dengan ICPMS.  Hasil pengukuran menunjukan bahwa konsentrasi logam Pb pada lapisan dasar lebih tinggi dari pada lapisan permukaan sedimen, sebaliknya konsentrasi logam Cu pada lapisan permukaan lebih tinggi dari pada lapisan dasar sedimen.  Namun keseluruhan antropogenik logam berat Pb dan Cu pada lapisan permukaan maupun bawah sedimen tidak ada korelasinya dengan kandungan total bahan organik karbon dan kombinasi antara silt dan clay dalam sedimen di ketiga mura sungai di Semarang.
Korelasi antara Ukuran Butir Sedimen Non Pasir dengan Kandungan Bahan Organik di Perairan Morodemak, Kabupaten Demak Millenia Dinda Alkautsar; Chrisna Adhi Suryono; Ibnu Pratikto
Journal of Marine Research Vol 11, No 3 (2022): Journal of Marine Research
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v11i3.35020

Abstract

Perairan Morodemak merupakan salah satu perairan yang memiliki berbagai macam aktivitas masyarakat dimulai dari aktivitas Pelabuhan dan TPI, jalur lintas perahu nelayan hingga pembuangan limbah domestik maupun industri. Adanya aktivitas tersebut dapat menyebabkan perubahan sebaran ukuran butir dan kandungan bahan organik. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui jenis dan klasifikasi sedimen serta jumlah kandungan bahan organik yang terdapat dalam sedimen non pasir di Perairan Morodemak, Demak. Pengambilan data pada penelitian ini yaitu pengambilan data berupa sampel sedimen dengan menggunakan sediment core. Dilanjutkan dengan analisa sampel sedimen dan analisa kandungan bahan organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di perairan Morodemak, Demak memiliki konsentrasi kandungan bahan organik sebesar 2,72-7,56% yang termasuk dalam kriteria sangat rendah-rendah. Hubungan persentase non pasir dengan bahan organik yang terdapat dalam partikel pasir memiliki korelasi positif (+) yang terbilang besar dengan nilai fraksi silt pada kedalaman 0 cm sebesar 79,0% dan kedalaman 30 cm sebesar 66,6%, dimana semakin besar persentase sedimen non pasir (silt dan clay) maka garis linear yang terbentuk semakin naik, bahan organik yang terkandung di dalam partikel sedimen semakin tinggi.Morodemak coastal waters is one of the waters that has various kinds of community activities starting from port and fish market activities, fishing boat track to the disposal of domestic and industrial waste. The existence of these activities can cause changes in the distribution of grain size and organic matter content. This study aims to determine the type and classification of sediments and the amount of organic matter contained in non-sand sediments in Morodemak waters, Demak. Data collection in this study is data collection in the form of sediment samples using a sediment core. Followed by an analysis of sediment samples and analysis of organic matter content. The results showed that in Morodemak waters, Demak has a concentration of organic matter content of 2.72-7.56% which is included in the very low-low criteria. The relationship between the percentage of non-sand and organic matter contained in sand particles has a fairly large positive correlation (+) with a relatively large correlation with the value of the silt fraction at a depth of 0 cm of 79.0% and a depth of 30 cm by 66.6%, where the greater the percentage of non-sand sediment (silt and clay) the linear line formed increases, the organic matter contained in the sediment particles is higher. 
Penggunaan Citra Satelit Sentinel-2A untuk Mengevaluasi Perubahan Garis Pantai Semarang Jawa Tengah Rafif Rizki Zaidan; Chrisna Adhi Suryono; Ibnu Pratikto; Nur Taufiq-Spj
Journal of Marine Research Vol 11, No 2 (2022): Journal of Marine Research
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v11i2.33395

Abstract

Kota Semarang merupakan kota pesisir yang rentan akan pengaruh dari alam dengan kondisi fisik yang berpasir dan berlumpur, topografi yang landai dan adanya banyak kegiatan manusia. Hal tersebut membuat Kota Semarang mengalami perubahan garis pantai yang dinamis dari tahun ke tahun, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian secara kontinu untuk memantau perubahan garis pantai yang terjadi. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi di Kota Semarang menggunakan citra satelit Sentinel-2A. Metode dalam penelitian ini adalah dengan mengaplikasikan penginderaan jauh yang dilanjutkan dengan perhitungan statistik Digital Shoreline Analysis System (DSAS) pada aplikasi penginderaan jauh dan pengolahan data sekunder angin, gelombang dan arus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 2016-2021, garis pantai Kota Semarang mengalami perubahan berupa abrasi seluas 186.34 ha dan akresi sebesar 43.62 ha, dimana abrasi mendominasi perubahan dengan persentase 81%, sementara akresi yang terjadi hanya 19%. Rata-rata jarak dan laju perubahan yang terjadi masing-masing sebesar -32.78 meter dan -6.47 meter/tahun yang menunjukkan perubahan garis pantai berupa abrasi. Secara keseluruhan, pada periode 2016 hingga 2021 Kota Semarang cenderung mengalami pengurangan daratan atau abrasi. The city of Semarang is a coastal city that is vulnerable to the influence of nature with physical conditions of sandy and muddy beach, low topography and the presence of many human activities. This made the city of Semarang experience dynamic coastline changes from year to year, therefore it is necessary to conduct continuous research to monitor changes in coastline that occur. The purpose of this study was to determine changes in the coastline that occurred in the city of Semarang using Sentinel-2A satellite imagery. The method in this study is applying satellite imagery from remote sensing technology followed by statistical calculations using Digital Shoreline Analysis System (DSAS) on remote sensing application and the processing of wind, wave and current as secondary data. The results showed that in the 2016-2021 period, the coastline of Semarang City experienced changes in the form of 186.34 ha of abrasion and 43.62 ha of accretion, where abrasion dominated the change with a percentage of 81%, with accretion of only 19%. The average distance and rate of change that occur are -32.78 meters and -6.47 meters/year, respectively, indicating changes in the coastline in the form of abrasion. Overall, in the period 2016 to 2021, Semarang City tends to experience land reduction or abrasion.
Analisis Lahan Peneluran Penyu untuk Pengembangan Kawasan Konservasi Berbasis Ekowisata di Pesisir Kabupaten Kebumen Kathan Joy Abelino; Ibnu Pratikto; Sri Redjeki; Suryono Suryono
Journal of Marine Research Vol 11, No 2 (2022): Journal of Marine Research
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v11i2.32638

Abstract

Penyu merupakan spesies yang terancam punah dan dilindungi dalam IUCN Red List of Threatened Species. Konservasi terhadap spesies ini telah dijalankan di berbagai tempat, termasuk di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Indonesia. Diketahui bahwa konservasi penyu di Kabupaten Kebumen mulai dikembangkan sejak tahun 2016. Konservasi tersebut dijalankan secara swadaya dan masih belum dilakukan secara resmi. Kegiatan konservasi ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan secara maksimal menjadi kawasan konservasi berbasis ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kawasan pesisir yang potensial untuk kegiatan konservasi menggunakan teknologi penginderaan jauh serta untuk mengetahui potensi ekowisata wilayah tersebut. Lokasi penelitian difokuskan di Pantai Kalibuntu dan Pantai Kembar Terpadu pada periode Maret sampai April 2021. Citra Sentinel-2A digunakan untuk pemetaan kawasan. Data terkait kelerengan, lebar, pasang surut, arus, dan batimetri pantai diambil secara primer dan sekunder. Sampel sedimen diklasifikasikan menurut skala wentworth dan dihitung persentase kelembabannya. Potensi ekowisata kawasan tersebut dinilai berdasarkan pengamatan langsung dan pengambilan data melalui wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pantai pengamatan memiliki tingkat kesesuaian sebesar 75,75% untuk dijadikan kawasan ekowisata. Analisis butir sedimen, perhitungan kelerengan pantai, dan lebar pantai menunjukkan bahwa kedua stasiun mendukung aktivitas peneluran penyu. Kedua stasiun memiliki kegiatan konservasi penyu seperti pemantauan peneluran, pemindahan telur ke sarang penetasan semi alami, penangkaran, pelepasliaran tukik, serta sosialisasi edukasi. Pengelolaan dilakukan oleh lembaga masyarakat lokal dan Kelompok Tani Ngadimulya. Dinas Kelautan dan Perikanan dan BKSDA Provinsi Jawa Tengah sudah memberikan bantuan sarana dan pelatihan. Budaya pesisir seperti batik penyu dan upacara Sedekah Laut menjadi potensi pendukung pengembangan ekowisata.Sea Turtles are protected species base on the IUCN Red List of Threatened Species. Conservation of this species has been done in various places, including in Kebumen Regency, Central Java, Indonesia since 2016. It is done independently and has not been officially. This activity has great potential to be maximally developed into an ecotourism-based conservation area. This study aims to map potential coastal areas for turtle conservation using remote sensing and to determine the ecotourism potential of the area. The research location is on Kalibuntu Beach and Kembar Terpadu Beach from March to April 2021. Sentinel-2A imagery is used for area mapping. Slope, width, tide, current, and beach bathymetry were taken primary and secondary. Sediment samples were classified according to the Wentworth scale and the moisture percentage was calculated. The ecotourism potential of the area was assessed based on direct observation and interviews. The results showed that the beaches had a suitability level of 75.75% to be used as an ecotourism area. Sediment analysis, coastal slope calculation, and beach width showed that both beaches supported turtle nesting activities. Both stations have turtle conservation activities such as eggs monitoring, transferring eggs to semi-natural hatchery nests, captive breeding, releasing hatchlings, and educational outreach. Conservation is carried out by local community institutions and the Ngadimulya Farmer Group. Department of Marine Affairs and Fisheries and the Central Java Province BKSDA have provided facilities and training assistance. Coastal cultures such as turtle batik and the sea alms ceremony are potential supporters of ecotourism development.
Sebaran Spasial Mangrove di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi Bayu Aji Pratama; Ibnu Pratikto; Adi Santoso; Suryono Suryono
Journal of Marine Research Vol 11, No 2 (2022): Journal of Marine Research
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v11i2.33765

Abstract

Mangrove adalah vegetasi yang dijumpai di kawasan pesisir, khususnya di wilayah tropis dan mampu bertahan hidup di bawah lingkungan dengan salinitas yang lebar. Ekosistem mangrove sangat produktif dan memainkan peran penting secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Masalah yang dihadapi mengenai konversi lahan serta dampak alam terhadap mangrove dapat dirasakan oleh ekosistem mangrove di wilayah pantai utara Jawa, tidak terkecuali di Desa Pantai Bahagia, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sebaran vegetasi mangrove, mengetahui luas vegetasi mangrove, dan mengetahui klasifikasi tutupan vegetasi mangrove di Desa Pantai Bahagia dengan menggunakan data citra Sentinel-2A melalui studi pengindraan jauh dan validasi di lapangan. Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif dengan pendekatan pengindraan jauh untuk mengetahui sebaran mangrove menggunakan band composite serta analisis Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Validasi dari analisis spasial dilakukan dengan hemispherical photography dan diuji akurasinya. Hasil dari penelitian ini adalah Mangrove di Desa Pantai Bahagia tersebar di dekat wilayah konservasi hutan lindung, di dekat sepanjang aliran sungai, di dekat wilayah pertambakan, area pantai, dan di dekat wilayah pemukiman. Luas sebaran mangrove di Desa Pantai Bahagia yakni sebesar 464,418 ha.  Klasifikasi kerapatan tutupan kanopi mangrove di Desa Pantai Bahagia yakni kerapatan padat dengan luas sebesar 451,91 ha (97%), 5,96 ha (1%) dari total luasan mangrove memiliki kondisi kerapatan kanopi mangrove sedang, dan 6,55 ha (2%) memiliki kondisi kerapatan kanopi jarang. Mangroves are a type of vegetation that grows along the coast, particularly in tropical areas, and can withstand a broad salinity range. The ecosystems of mangroves are very productive and perform an essential ecological, economic, and social role. Mangrove habitats on the northern coast of Java, including Pantai Bahagia Village, Muara Gembong District, Bekasi Regency, are dealing with the effects of land conversion and natural impacts on mangroves. The purpose of this research was to use Sentinel-2A image data to determine the distribution of mangrove vegetation, the extent of mangrove vegetation, and the classification of mangrove vegetation cover in Pantai Bahagia Village through remote sensing studies and field validation. The distribution of mangroves was determined using composite bands and analysis of the Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) in this descriptive exploratory study. Hemispherical photography was used to verify the spatial analysis results and the accuracy was measured. Mangroves in Pantai Bahagia Village are distributed around protected forest conservation areas, rivers, fish ponds, coastlines, and residential areas. Pantai Bahagia Village has a mangrove distribution area of 464.418 ha. Pantai Bahagia Village's mangrove canopy cover density is classified as dense with 451.91 ha (97%) of the total mangrove area, 5.96 ha (1%) of the total mangrove area with a medium density of mangrove canopy, and sparse with 6.55 ha (2%) of the total mangrove area.
Hubungan Persentase Tutupan Karang Hidup dan Kelimpahan Ikan di Kawasan Konservasi Perairan Pulau Koon, Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku Rizky Erdana; Ibnu Pratikto; Chrisna Adhi Suryono; Suryono Suryono
Journal of Marine Research Vol 11, No 2 (2022): Journal of Marine Research
Publisher : Departemen Ilmu Kelautan, Fakultas PerikanJurusan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/jmr.v11i2.32164

Abstract

Kawasan konservasi perairan merupakan daerah perlindungan bagi ekosistem terumbu agar sumberdaya yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Ekosistem terumbu karang dihuni karang, ikan karang, dan komponen lainnya untuk membentuk ekosistem yang seimbang. Penelitian mengenai persentase tutupan karang dan kelimpahan ikan karang penting untuk dilakukan sebagai upaya untuk pelestarian ekosistem terumbu karang kedepannya agar wilayah KKP Pulau Koon dan Sekitarnya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antar persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan ikan karang di wilayah kawasan konservasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini pada pengamatan tutupan karang menggunakan PIT (Point Intercept Transect) yaitu pengamatan tutupan pada setiap 0,5 m dengan panjang transek 50 m dan 3 kali pengulangan dan mengikuti Protokol RHM (Reef Health Monitoring). Untuk pengamatan ikan karang dengan menggunakan metode belt transect dengan sensus visual, pendataan ikan kecil dari 10-35 dan untuk ikan besar >35 dengan panjang transect 50 m dengan pengulangan sebanyak 5 kali (Gabby et al., 2013). Hasi menunjukkan bahwa kategori kesehatan karang paling tinggi terdapat pada zona inti sebesar 66,89% dan yang terendah zona perikanan berkelanjutan sebesar 48,5%. Kelimpahan ikan tertinggi terdapat pada zona pariwisata sebesar 2491 ind/250 m2 dan yang terkecil pada zona perikanan berkelanjutan sebesar 1317 ind/250 m2. Kelompok famili ikan yang mendominasi yaitu Caesionidae dan Pomacentridae. Hasil uji korelasi pearson digunakan untuk melihat hubungan pengaruh tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan karang menunjukkan nilai korelasi (r) sebesar 0,001 yang berarti bahwa hubungannya sangat lemah.Marine conservation areas are protected areas for reef ecosystems so that the resources in them can be used sustainably. Coral reef ecosystems, reef fish, and other components to form a balanced ecosystem. Research on the percentage of coral cover and abundance of reef fish is important to do as an effort to preserve coral reef ecosystems in the future so that the Koon Island MPA and surrounding areas can be used sustainably. The purpose of this study was to determine the relationship between the percentage of live coral cover and the abundance of reef fish in the conservation area. The method used in this study was to observe coral cover using PIT (Point Intercept Transect), namely observation of cover every 0,5 m with a transect length of 50 m and 3 repetitions and following RHM (Reef Health Monitoring) Protocol. For reef fish observation using the belt transect method with underwater visual census (UVC), collecting data for small fish from 10-35 and for large fish >35 with a transect length of 50 m with 5 repetitions. The result showed that the highest coral health was in the core zone of 66,89% which was good category and the lowest was in the sustainable fisheries zone of 48,5% which was medium category. The highest abundance of reef fish was found in the tourism zone 2491 ind/250 m2 and the smallest was found in the sustainable fisheries of 1317 ind/250 m2. The dominant fish family groups in all zone were Caesionidae and Pomacentridae. The results of the Pearson correlation test were used to see the relationship between the effect of live coral cover and abundance of reef fish, showing a correlation value (r) of 0.001 which means that the relationship is very weak.