Adi Santoso
Department Marine Science, Faculty Of Fisheries And Marine Science, Diponegoro University

Published : 26 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

The Influence of Food Availabity on the Shell Growth of Sea Scallop Placopecten magellanicus (Gmelin, 1791) Adi Santoso
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 9, No 1 (2004): Jurnal Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.9.1.8-13

Abstract

Abtract
Pengaruh Temperatur dan Photoperiod Terhadap Kematangan Gonad Kepiting Bakau (Scylla serrata) Ali Djunaedi; Adi Santoso; W. Widiatmoko; Sarjito Sarjito
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 7, No 2 (2002): Jurnal Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.067 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.7.2.115-120

Abstract

Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh photoperiod dan temperatur terhadap pematangan gonad kepiting bakau. Penelitian dilaksanakan di Hatchery Marine Center IImu Kelautan Jepara, dari bulan September 1999 sampai dengan bulan Desember 1999. Metoda penelitan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial faktor pertama adalah perlakuan photoperiod dengan 2 taraf pelakuan. yaitu short­day dan long-day. Sedangkan faktor kedua adalah perlakuan temperatur yang juga mempunyai 2 taraf perlakuan yaitu 29 oC dan 31 oC. Hasil penelitian menunjukksn bahwa perlakuan dengan kombinasi photoperiod dan temperatur berpengaruh terhadap perkembangan gonad kepiting bakau. Urutan besarnya nilai lndek kematangan gonad (IKG) adalah 25,41 (A 1B I); 22,06 (A 1B2):20,77 (A2B I) dan 19,88 (A2B2). Hasil analisis regresi nilai simpangan (b) dari persamaan garis menunjukkan nilai IKG terbaik dicapai pada perlakuan short-day dan temperatur 29oC (A 1B1). Sedangkan terendah pada perlakuan long-day dan temperatur 31°C (A2B2).Kata kunci: reproduksi, photoperiod, temperatur; indek kematangan gonad  The research is to investigate the effect of photoperiod and temperature on the gonad development (GSI) of the mud crab. This research was conducted at the marine centre hatchery Jepara from September to December 1999. The method used was completely factorial randomized design. The first factor was photoperiod i.e. short-day and long-day. The second factor was i.e temperetur 29 oC and 31 oC. The result showed that photoperiod and temperatur in combination influenced gonad development of the mud crab. The degree of the gonado somatic index (GSI) was 25,41 (A 1B1); 22,06 (A 1B2); 20,77 (A2B1) and 19.88 (A2B2). The result of regression analysis showed that the highest and the lowest gonado somatic indices occured on the combination between short-day and 29 oC and long-day temperatur 3 1oC respectively. Keywords: reproduction, photoperiod, temperatur; and gonado somatic index (GSI)
The Influence of Temperature - Food Availability on the Tissue Growth of Sea Scallop Placopecten magellanicus Adi Santoso
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 11, No 3 (2006): Jurnal Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.158 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.11.3.146-152

Abstract

Studi terhadap pertumbuhan kerang simping Placopecten magellanicus, yang dibudidayakan dengan metode “suspended culture” telah dilakukan selama tujuh bulan di lokasi budidaya di Graves Shoal, Mahone Bay,Nova Scotia, Kanada. Benih scallop muda dipelihara dalam pearl nets dengan kepadatan 30-35 ekor dan ditempatkan pada empat lokasi yang mewakili perairan permukaan (7 m), dasar perairan (14 m), di luar lokasibudidaya (outer edge), di tengah-tengah lokasi budidaya (centre). Pertumbuhan jaringan lunak (whole tissue weight) diamati setiap bulan sekali. Monitoring terhadap suhu dan ketersediaan pakan pada permukaan dan dasar perairan juga dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan pada jaringan lunak lebih besar di permukaan perairan dibandingkan dengan di dasar perairan, tetapi tidak ada perbedaan nyata antara antara pertumbuhan di luar lokasi budidaya dengan di lokasi budidaya. Pertumbuhan jaringan lunak sendiri tidak ada korelasinya dengan suhu dan ketersediaan pakan di perairan.Kata kunci: suhu, ketersediaan pakan, berat total jaringan lunak, kerang simpingA study of the growth of the sea scallop, Placopecten magellanicus, under suspended culture conditions was carried out over a seven month period at a culture site in Graves Shoal, Mahone Bay,Nova Scotia – Canada.Scallop spat were cultivated in pearl nets at a density of 30-35 per net set at four locations corresponding to the surface (7 m) and bottom (14 m) at the outer edge and the center of the site. Whole tissue weight wasmeasured at monthly intervals. Environmental conditions represented as temperature and food availability at the surface and bottom over the same period were also monitored. The result showed that the mean values of whole tissue weight at the surface sites were greater than that at the bottom sites, but there were not significantly different between the outside sites and the inside sites. Growth in whole tissue weight was notto correlate to temperature - food availability.Key words: temperature, food availability, whole tissue weight, sea scallop
Fenomena Pertumbuhan Compensatory dan Kualitas Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) pada Kondisi Laut Adi Santoso; Sarjito Sarjito; Ali Djunaedi
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 11, No 2 (2006): Jurnal Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (171.533 KB) | DOI: 10.14710/ik.ijms.11.2.106-111

Abstract

Penelitian skala laboratorium untuk mengevaluasi fenomena pertumbuhan compensatory dan kualitas produk (body composition) dari nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara di air laut dilakukan pada awal Juni sampai awal Agustus 2003 di Hatchery Kampus Kelautan Teluk Awur Jepara FPIK UNDIP. Benih ikan (37,74gr + SD 1,16gr) sebelumnya diaklimatisasikan pada kondisi laut dan dipelihara dalam bak-bak percobaan dengan kepadatan 5 ekor/m3. Perlakuan pemuasaan dengan 3 kali ulangan selama 4 minggu percobaan, yaitu: ikan diberi pakan setiap hari (A/kontrol); diberi pakan selama 6 hari diikuti pemuasaan 1 hari (B); diberi pakan selama 5 hari diikuti pemuasaan 2 hari (C); dan, diberi pakan selama 4 hari diikuti pemuasaan 3 hari (D). Pakan berbentuk pellet tenggelam (PT CP Prima) dengan kandungan protein 24-26%, lemak 3-5%, serat kasar 4-6%, abu 5-8% dan air 11-13%, diberikan 2 kali sehari sebanyak 5% dari biomassa. Pengamatan pertumbuhan dilakukan seminggu sekali. Analisa body composition dilakukan untuk mengukur kandungan protein, lemak, karbohidrat dan air (%). Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tidak terjadi perbedaan dalam pertumbuhan selama percobaan; hal ini menunjukkan terjadi fenomena pertumbuhan compensatory. Tingkat pertumbuhanpada masing-masing perlakuan yaitu 7,42 gr/minggu (A); 7,18 gr/minggu (B); 3,44 gr/minggu (C); dan, 5,34 gr/minggu (D). Analisis body composition tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam kandungan protein, lemak, karbohidrat, maupun air. Kandungan protein normal (>18%). Kandungan lemak rendah, 1,50-1,80%, diikuti kandungan air yang tinggi (>70%), yang menyebabkan tekstur daging lebih lunak. Kandungan karbohidrat 2,7-4,8%.Kata kunci: nila merah, pertumbuhan compensatory, kuantitas, kualitasThe study to evaluate both compensatory growth phenomenon occurred and the fish quality (body composition) were done under the laboratory conditions from beginning June to beginning August 2003 at the hatchery of Marine Science Teluk Awur-Jepara Campus, Diponegoro University. Red tilapias of mean weight of 37.74g+SD 1.16 g were acclimated in seawater conditions. The fish were cultured in the tank with a density of fivefish/m3 The treatments were feeding daily (A/control); fish fed 6 days–a day unfed (B); fish fed 5 days-2 days unfed; and fish fed 4 days-3 days unfed (D). The food was slowly sinking type (CP Prima) containing protein24-26%, oil 3-5%, fibre 4-6%, ash 5-8%, and water 11-13%. Feeding frequency was twice a day with 5% of the biomass. Growth was measured weekly. For fish quality analysis (body composition), it was done tomeasure the contents of protein, fat, carbohydrate, and water (%). The result showed that there was no significant difference of the growth among the fish (ANOVA); and, in turn, it suggested that the compensatorygrowth was occurred. The growth rates were 7.42 g/week (A), 7.18 g/week (B), 3.44 g/week(C), and 5.34 g/week (D). There was no difference for the contents of protein, fat, carbohydrate, and water. In general, theprotein content was above 18%.The low fat contents (1.50-1.80%) was followed by the high water contents (>70%), so that it made the flesh texture being soft. The carbohydrate contents were 2.74 to 4.8%.Key words: red tilapia, compensatory growth, quantity, quality
Komposisi Larva Ikan Pada Tutupan Padang Lamun di Perairan Prawean Bandengan, Kabupaten Jepara Sri Redjeki; Riska Novianti Putri; Adi Santoso; Sunaryo Sunaryo; Sri Sedjati
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 2 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (630.569 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i2.25639

Abstract

Larva Ikan (ichtyoplankton) merupakan tahapan awal dari daur hidup ikan dimulai dari perkembangan telur, larva dan juvenil, memiliki tingkat mortalitas tinggi dan peka terhadap perubahan lingkungan, predator, dan kesediaan makanan. Fungsi ekologis padang lamun sebagai daerah asuhan dan tempat berlindung bagi semua jenis organisme laut kecil, salah satunya larva ikan. Kerapatan atau tutupan padang lamun juga sebagai salah satu faktor pendukung melimpahnya organisme dan kekayaan di laut. Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui kelimpahan dan distribusi larva ikan yang terdapat pada ekosistem padang lamun, serta mengetahui hubungan kelimpahan larva ikan dengan tutupan padang lamun di Perairan Prawean Bandengan, Jepara. Metode penelitian ini adalah metode deskriptif dengan penentuan lokasi sampling menggunakan  purposive sampling methode. Lokasi penelitian pada 3 stasiun dengan pembagian kerapatan lamun yang berbeda (I = Padat ; II = Sedang ; III = Jarang) dan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan sampling di masing-masing lokasi. Pengambilan sampel larva ikan dilakukan dengan menggunakan larva net  (P = 0,9 m ; L : 0,6m) dengan ukuran mata jaring 800 µm. Hasil penelitian ini ditemukan larva ikan sebanyak 5 famili yaitu Nemipteridae, Gerreidae, Gobiidae, Labridae, dan Mullidae. Famili larva ikan yang paling sering ditemukan adalah Nemipteridae. Rata-rata kelimpahan famili larva ikan pada Stasiun I sebesar 0,419 ind/m3, Stasiun II sebesar 0,205 ind/m3, dan pada stasiun III sebesar 0,069 ind/m3. Nilai rata - rata indeks keanekaragaman termasuk dalam kategori rendah sedang (0,65–1,37), indeks keseragaman larva ikan termasuk dalam kategori rendah-tinggi (0,33-0,65) indeks dominasi larva ikan menunjukan ada yang mendominasi pada tiga stasiun (0,28–0,30) dan indeks sebaran morisita yang dilakukan menunjukan bahwa sebaran larva ikan pada tiga stasiun merata. Fish larvae (ichtyoplankton) are the initial stages of the fish's life cycle starting from the development of eggs, larvae and juveniles, which have a high mortality rate and are sensitive to environmental changes, predators, and food availability. The ecological function of seagrass beds as nurseries and shelter for all types of small marine organisms, one of which is fish larvae. The density or cover of seagrass beds is also one of the supporting factors for the abundance of organisms and wealth in the sea. The purpose of this study was to determine the abundance and distribution of fish larvae found in the seagrass ecosystems, and to determine the relationship of abundance of fish larvae with cover seagrass beds in the waters of Prawean Bandengan, Jepara. This research method is a descriptive method by determining the sampling location using purposive sampling method. The research location was in 3 stations with a different distribution of seagrass density (I = Dense; II = Medium; III = Rare) and carried out 3 times repetition of sampling at each location. Sampling of fish larvae was carried out using larvae net (P = 0,9 m; L: 0,6m) with a mesh size of 800 μm. The results of this reasearch, found fish larvae of 5 families, namely Nemipteridae, Gerreidae, Gobiidae, Labridae, and Mullidae. The most common family of fish larvae was Nemipteridae. The average abundance of fish larvae at Station I was 0,419 ind/m3, Station II was 0,205 ind/m3, and at Station III was 0,069 ind/m3. The average diversity index was included in the low category (0,65 – 1,37), the uniformity index of fish larvae was included in the low-high category (0,33 – 0,65) the fish larvae dominance index shows that there are dominating at three stations (0,28 – 0,30) and the distribution index of distribution (morisita) conducted showed that the distribution of fish larvae at three stations was evenly distributed.
Morphometri Kepiting Soka yang Dipelihara pada Tambak Tradisional di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang Sunaryo Sunaryo; Ali Djunaedi; Adi Santoso
Buletin Oseanografi Marina Vol 6, No 2 (2017): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.025 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v6i2.16571

Abstract

Kepiting bakau (Scylla  serrata  Forsskål, 1775) merupakan salah satu sumber daya hayati laut yang dipergunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi kepiting soka. Organisme ini mempunyai nilai ekonomis penting dan banyak dibudidayakan oleh petani tradisional untuk memenuhi kebutuhan pangan baik di pasar lokal maupun ekspor. Dikeluarkannya Keputusan Menteri No 1 Tahun 2015 membuat banyak pembudidaya maupun pengekspor Kepiting Bakau mengalami banyak kerugian karena kepiting soka yang diproduksi kebanyakan tidak memenuhi syarat ukuran yang sesuai dengan ketetapan Pemerintah. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu dilakukan pendekatan melalui penelitian perubahan morphometri Kepiting Bakau sebelum dan setelah moulting. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan panjang/lebar dan berat Kepiting Bakau pada saat sebelum dan setelah moulting yang dipelihara pada lingkungan budidaya di kawasan pertambakan di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang. Penelitian ini menggunakan Kepiting Bakau (S. serrata Forsskål, 1775), berat 80 - 150 g, dipelihara pada bok plastik (30 x 20 x 25 cm) secara seluler, padat penebaran 15 ekor per m2. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Parameter penelitian ditujukan pada pengukuran morphometri tubuh Kepiting Bakau sebelum dan setelah moulting, yaitu panjang dan lebar carapace serta berat. Parameter morphometrik bagian tubuh kepiting, meliputi: hubungan panjang carapace dan pertambahan panjang carapace, hubungan lebar carapace dan pertambahan lebar carapace, hubungan berat dan pertambahan berat tubuh kepiting bakau dianalisis menggunakan analisis regresi (Sudjana, 1982). Ukuran panjang carapace, lebar carapace dan berat kepiting bakau sebelum moulting satu sama lain menunjukkan adanya pola korelasi linier positif. Pola korelasi yang sama ditunjukkan juga pada hubungan antara ukuran panjang carapace, lebar carapace dan berat Kepiting Bakau sebelum moulting dengan pertambahan panjang carapace, lebar carapace dan berat Kepiting Bakau setelah moulting. Pertumbuhan panjang carapace, lebar carapace dan berat kepiting bakau pada saat moulting masing – masing secara berurutan dicapai sebesar 12,26 % ± SD 5,57 %, 13, 65 % ± SD 3,59 %, 23,46 % ± SD 10,934 %. Dengan diketahuinya parameter tersebut dapat dipergunakan sebagai parameter penentu pemilihan ukuran Kepiting Bakau sebagai bahan baku produksi kepiting soka yang sesuai dengan ketetapan peraturan pemerintah.  Mangrove crabs (Scylla serrata Forsskål, 1775) is one of the biological resources of the sea, that is used as raw material for soft shell crab production. This organism have economically important value and has been widely cultivated by traditional farmers to meet food needs in both the local and export markets. Assigned KepMen No 1 Tahun 2015 made more mangrove crab culturer and exporter were loss in bussines because the producing soft shell crab was not apropriate with the gorverment regulation. Therefore to solve this problem was importantly done the approach through the research about the change of morphometric of mangrove crab before and after moulting.This research was aimed to know the correlation between carapace length, carapace wide and weight of mangrove crab before and after moulting thats reared in the environment culture of brackishwaterpond area in Mojo Village, Ulujami District, Pemalang Regency. This research used mangrove crab (S. serrata Forsskål, 1775), the body weight size of 80-150 g, individually kept in plastic boxes (30 x 20 x 25 cm), 15 pieces per m2 density. Research was carried out using case study method. The research parameters were aimed on the meassuring of the mangrove crab morphometric before and after moulting, such as: carapace  length, carapace wide and body weight.  Morphometric parameters of mangrove crab body, include the rellation of carapace lenght and body weight, carapace wide and body weight, carapace lenght and carapace wide were analyzed with regression metode (Sudjana, 1982). Carapace  length, carapace wide and body weight before moulting one anothers showed a regression of linier positive model. The same correlation model were showed on the correlation between carapace lenght, carapace wide and body weight of mangrove crab before moulting with the addition of carapace  length, carapace wide and body weight of mangrove crab after moulting, each following order, are: 12,26 % ± SD 5,57 %, 13, 65 % ± SD 3,59 %, 23,46 % ± SD 10,934 %. This parameter could be used as defining parameter to choose the size of mangrove crab as raw material for soft shell crab production that appropriate to the goverment regulation. 
Kandungan Logam Berat Seng pada Enhalus acoroides di Perairan Jepara Bagus Apriana Putra; Adi Santoso; Ita Riniatsih
Buletin Oseanografi Marina Vol 8, No 1 (2019): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (603.988 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v8i1.21378

Abstract

Lamun adalah tanaman air yang berbunga (Antophyta) dan mempunyai kemampuan adaptasi untuk hidup dan tumbuh di lingkungan laut.Enhalus acoroidesmerupakan jenis lamun yang banyak tumbuh di sekitar perairan Teluk Awur dan Pulau Panjang. Kegiatan manusia meliputi pertanian, industri mebel, pariwisata, dan kegiatan nelayan  di Teluk Awur dan Pulau Panjang diduga menjadi sumber logam berat Seng (Zn). Keberadaan lamun di laut dapat menjadi bioindikator pencemaran logam berat karena menyerap dan mengakumulasi bahan pencemar. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan membandingkan kandungan logam berat seng (Zn)pada lamun Enhalus acoroides (akar dan daun), pada air dan pada sedimen di Teluk Awur dan Pulau Panjang. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, sedangkan metode penentuan lokasi menggunakan metode purposive sampling. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel lamun Enhalus acoroides, air, dan sedimen.Parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan, pH dan arus diukur secara in situ. Hasil penelitian menunjukkan nilai akumulasi Zn pada akar Enhalus acoroides  di Teluk Awur berkisar antara 0,98–1,27 mg/l dan pada daun 0,4–0,89 mg/l, sedangkan akumulasi logam berat Zn pada akar Enhalus acoroides di Pulau Panjangberkisar antara 0,78–1,01 mg/l dan pada daun 0,34–0,75 mg/l. Kemampuan lamun Enhalus acoroides yang ada di Teluk Awur dan Pulau Panjang dalam mengakumulasi logam berat Zn termasuk dalam kategori rendah dengan nilai faktor biokonsentrasi rata-rata <250.  Seagrass is a flowering water plant (Antophyta) and can adapt to live and grow in the marine environment. Enhalus acoroides is a type of seagrass that grows around Teluk Awur and Panjang Island. All human activities including agriculture, tourism, and fishing activities in Teluk Awur and Panjang Island may be the source of heavy metals Zinc (Zn). The presence of seagrass in the sea can be a bioindicator of heavy metal pollution due to absorb and accumulate contaminants. The purposes of this research were to know and compare the content of heavy metals (Zn in seagrass Enhalus acoroides (root and leaf), on water and in sediments in Teluk Awur and Panjang Island.  This research used the descriptive method, while the method of determining the location used purposive sampling method. The material used in this research were the samples of Enhalus acoroides, water, and sediment. Environmental parameters such as temperature, salinity, dissolved oxygen, clarity, pH and current flow were determined in situ. The results showed the value of the accumulation of heavy metal Zn from the root of Enhalus acoroides in Teluk Awur ranging between 0.98–1.27 mg/l and 0.41–0.89 mg/l from the leaves, while the accumulation of heavy metal Zinc (Zn) from the root of Enhalus acoroides in Panjang Island range between 0,78–1.01 mg/l and 0.34–0.75 mg/l from the leaves. The ability of Enhalus acoroides in Teluk Awur and Panjang Island to accumulate the heavy metals Zn were low category because of bioconcentrating factor value <250. 
Struktur Komunitas Zooplankton di Perairan Pulau Panjang dan Teluk Awur, Kabupaten Jepara Rodhiyah Patmawati; Hadi Endrawati; Adi Santoso
Buletin Oseanografi Marina Vol 7, No 1 (2018): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (282.054 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v7i1.19041

Abstract

Perairan Pulau Panjang dan Teluk Awur merupakan lokasi wisata dan dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber mata pencaharian. Zooplankton berperan sebagai konsumen tingkat satu yang menghubungkan fitoplankton dengan organisme tingkat tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah  untuk mengetahui komposisi, kelimpahan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, indeks dominansi zooplankton di perairan Pulau Panjang dan teluk Awur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif dan penentuan lokasi menggunakan metode purposif sampling. Penelitian ini terbagi atas 5 stasiun dengan 3 sub-stasiun di setiap stasiun. Pengambilan sampel zooplankton dengan cara aktif dengan menarik planktonet secara horizontal. Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari 2017. Hasil penelitian diperoleh 31 genera zooplankton dari 8 fila di perairan Pulau Panjang dan 20 genera zooplankton dari 3 fila di perairan Teluk Awur. Kelimpahan rata-rata zooplankton berkisar antara 378 Ind/L – 892 Ind/L di perairan Pulau Panjang dan 341 Ind/L – 446 Ind/L di perairan Teluk Awur. Indeks Keanekaragaman zooplankton menunjukkan nilai  2,36 – 2,68 di perairan Pulau Panjang dan 2,29 – 2,62 di perairan Teluk Awur yang termasuk dalam kategori sedang. Indeks keseragaman zooplankton menunjukkan nilai 0,75 – 0,88 di perairan Pulau Panjang dan 0,89 – 0,94 di perairan Teluk Awur yang termasuk dalam kategori Tinggi. Indeks dominansi di kedua lokasi menunjukkan tidak ada genus tertentu yang mendominasi dengan nilai 0,12 – 0,25 di perairan Pulau panjang dan 0,07 – 0,11 di perairan Teluk Awur.  Panjang Island and Teluk Awur waters are a marine tourism places and both the waters are also utilized as a source of community livelihood. Zooplankton role is as the first-level consumer that connects phytoplankton with the high-level organisms. The purpose of this research was to know the compotition, abundance, diversity index, evennes index and dominance index of zooplankton in the waters of Panjang Island and Teluk Awur of Jepara Regency. This research used deskriptive eksplorative method and determination location used purposive sampling method. This study was divided into 5 stations and with 3 sub-stations at each station. Zooplankton sampling was horizontally active by pulling the plankton-net. Sampling was done in january 2017. The results found 31 zooplankton genera of 8 phyla in Panjang Island waters and 20 zooplankton genera of 3 phyla in Teluk Awur waters. The average abundance ranged from 378-892 ind/L in Panjang Island waters and 341-446 ind/L in Teluk Awur waters. The zooplankton Diversity Index indicated the values of 2.36 - 2.68 in Panjang Island waters and 2.29-2.62 in Teluk Awur waters  which were in the medium category. The zooplankton evenness index indicated a value of 0.75-0.88 in Panjang Island waters and 0.89-0.94 in Teluk Awur waters belonging to the High category. The dominance index at both sites indicated that no particular genus dominating with the values of 0.12 - 0.25 in Panjang Island waters and 0.07-0.11 in Teluk Awur waters.
Biomorfometrik Kepiting Bakau (Scylla sp.) Hasil Tangkapan di Perairan Semarang Guna Menunjang Konservasi Sumberdaya Hayati Anggun Sri Hardiyanti; Sunaryo Sunaryo; Ita Riniatsih; Adi Santoso
Buletin Oseanografi Marina Vol 7, No 2 (2018): Buletin Oseanografi Marina
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (928.669 KB) | DOI: 10.14710/buloma.v7i2.20686

Abstract

Kepiting bakau (Scylla sp.) merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Permintaan terhadap komoditas kepiting dari tahun ke tahun cenderung meningkat, sehingga dalam memenuhi semua permintaan ini seluruhnya berasal dari hasil tangkapan di alam, yaitu sebesar 70% dan banyaknya penangkapan kepiting bakau tanpa memperhatikan ukuran yang layak tangkap. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji biomorfometrik kepiting bakau, meliputi jumlah, distribusi, nisbah kelamin, hubungan lebar karapas dan berat, faktor kondisi dan tingkat kematangan gonad. Penelitian menggunakan metode deskriptif eksploratif. Penelitian dilaksanakan pada bulan  Mei – Juni 2017 di kawasan perairan Semarang, yaitu di Mangkang Wetan, Tapak, Tanah Mas dan Tambak Lorok. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa jumlah kepiting bakau yang diamati sebanyak 616 ekor, terdiri atas 362 betina (58,77%) dan 254 jantan (41,23%), perbandingan betina dan jantan 1,43 : 1. Ukuran lebar karapas berkisar antara 47,05 - 132,56 mm dengan berat berkisar antara 33,02 - 513,09 g. Hubungan lebar karapas dengan berat bersifat allometrik negatif dan positif. Nilai faktor kondisi yang didapatkan berkisar 1,368 – 9,752. Tingkat kematangan gonad kepiting betina maupun jantan didominasi oleh TKG II dan III, dengan demikian diduga pada bulan Mei – Juni di perairan Semarang sedang terjadi masa pemijahan. Biomorphometry of Mangrove Crab (Scylla sp.) Catched in SemarangMangrove crab (Scylla sp.) is one of the fishery commodities that have high economic value. The demand for crab commodity from year to year tends to increase, in order to fulfilling all these demands almost all of them come from the catch in nature that is equal to 70%, and this led to the occurrence of a lot of mangrove crab catching regardless of the size of the catch. This study aimed to examine the biomorphometric of mangrove crab, which includes the composition, sex ratio distribution, widht and weight relation, condition factors and gonad maturity level. The descriptive explorative methods was used in this research. This research was conducted from May - June 2017 in the Semarang waters included Mangkang Wetan, Tapak, Tanah Mas and Tambak Lorok. The results showed that the composition of mangrove crab were 616, consist of 362 females (58,77%) and 254 males (41,23%), with the comparison of female and male ratio of 1,43 : 1. The size of the obtained carapace width ranged from 47,05 - 132,56 mm with the size of the weight ranged from 33,02 – 512,09 g. The relations between width and weight of caparace indicated allometric. The value of the obtained condition factor ranged from 1,368 – 9,752. Gonad maturity level of male and female mangrove crab was dominated by TKG II and III, because the research location was in the spawning period.
Studi Pendahuluan Hubungan Panjang–Berat Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) dari Perairan Semarang Adi Santoso; Endang Sri Susilo
Jurnal Kelautan Tropis Vol 19, No 2 (2016): JURNAL KELAUTAN TROPIS
Publisher : Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.2 KB) | DOI: 10.14710/jkt.v19i2.843

Abstract

Length-weight relationship study of narrow-barred spanish mackerel (Scomberomorus commerson) from Semarang waters was commenced in October-November 2014. The result showed that the fish growth at both the months of October and November 2014 was a negative allometric growth. There was uncertainty to answer the low value for b component during November although at this month was a peak of the fish catching at Java Sea.  Due to small fish landed, it indicated that narrow-barred Spanish mackerel of Semarang waters were not proper to be caught. Studi hubungan panjang-berat ikan tenggiri (Scomberomorus commerson) dari perairan Semarang sudah dilakukan selama bulan Oktober dan November 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tenggiri selama bulan Oktober maupun November 2014 adalah bersifat allometrik negative. Tidak diketahui dengan pasti penyebab kecilnya nilai b terutama pada bulan November, meskipun pada periode tersebut merupakan salah satu puncak musim penangkapan ikan tenggiri di Laut Jawa. Kecilnya ukuran ikan yang didaratkan, menunjukkan bahwa ukuran ikan tenggiri di perairan Semarang belum layak tangkap.