Dwi Liliek Kusindarta
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Development of Skeletal Ossification in Climbing Perch (Anabas testudineus) from Juvenile to Adulthood Pangestiningsih, Tri Wahyu; Wendo, Woro Danur; Kusindarta, Dwi Liliek
Jurnal Medik Veteriner Vol. 7 No. 2 (2024): October
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jmv.vol7.iss2.2024.310-319

Abstract

The climbing perch (Anabas testudineus) is a freshwater fish that can withstand highly unfavorable environments and stay out of the water for extended periods. Its anatomical characteristics showed terrestrial adaptation and terrestrial locomotion properties enable the use of climbing perch as an animal model. Moreover, its bone and cartilage profiles at different stages are crucial to improving the anatomical information for the osteogenesis model candidate. The current study aimed to illustrate the skeletal profiles of juvenile and adult climbing perch with the whole staining method. The samples included two adults and two juvenile climbing perch from Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. The fish were euthanized using β-hydroxyethyl phenyl ether in a lethal dose. The skeleton was examined using the Alcian blue–Alizarin red whole staining, which revealed the bones and cartilage under the stereomicroscope. The result showed that the bone is the main skeleton. Cartilage was detected in the area surrounding the orbit in the adult climbing perch and in the pterotic, pterosphenoid, prootic, and distal end of the hypural, parhypural, and basal pectoral girdle in the juvenile climbing perch. Endochondral osteogenesis was found in juvenile to adult climbing perch.
Sistem Memori dan Pembelajaran pada Mamalia susilowati, ari; Widiyanto, Slamet; Kusindarta, Dwi Liliek; Wijayanti, Nastiti
Berkala Ilmiah Biologi Vol 15 No 3 (2024)
Publisher : Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/bib.v15i3.17604

Abstract

Memory formation in mammals involves complex stages, from initial learning to long-term storage. This review highlights key memory-related genes and proteins such as SYNGAP1, Arc/Arg3.1, BDNF, FOXP2, COMT, NR3C1, KIBRA, H-Ras, ERK1/2, and other genes. Mammals serve as important models in memory research due to their evolutionary proximity to humans, providing insights into brain structures such as the hippocampus and prefrontal cortex, which are crucial in memory processes. Molecular mechanisms such as transcription, translation, synaptic plasticity, long-term potentiation (LTP), and long-term depression (LTD), as well as neurotransmitters like glutamate, GABA, acetylcholine, dopamine, and serotonin, are comprehensively discussed with a focus on small, large mammals, and humans. Neurotransmitters affect various functions, including emotion, cognition, memory, learning, and motor functions in test animals. Disruptions in neurotransmitter homeostasis have been linked to numerous neurological and neurodegenerative disorders, highlighting the need to understand the complex mechanisms behind memory in mammals. A brief overview of genes and neurotransmitters related to memory and learning will provide insights and considerations in basic neurobiology and biomedical research.
PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO Kusindarta, Dwi Liliek
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 3, No 1 (2009): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v3i1.3071

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh lama maturasi dan lama inkubasi fertilisasi terhadap angka fertilitas oosit sapi peranakan Ongole (PO) secara in vitro. Oosit diaspirasi dari folikel ovarium yang berdiameter 2-6 mm. Oosit dirandom untuk penelitian menggunakan rancangan blok acak sempurna (RCBD), dengan lama maturasi 20, 22 dan 24 jam sebagai blok dan lama inkubasi fertilisasi 4, 5 dan 6 jam sebagai perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan angka fertilitas oosit sapi PO dengan lama maturasi 20 jam dan lama inkubasi fertilisasi 4, 5 dan 6 jam masing-masing adalah 48,86%+3,88, 48,08%+2,22 dan 51,96%+ 2,27. Angka fertilitas oosit sapi PO dengan lama maturasi 22 jam dan lama inkubasi fertilisasi 4, 5 dan 6 jam masing-masing adalah 50,14%+4,18, 51,14%+4,35 dan 52,27%+2,26. Angka fertilitas oosit sapi PO dengan lama maturasi 24 jam dan lama inkubasi fertilisasi 4, 5 dan 6 jam masingmasing adalah 51,21%+4,49, 53,49%+2,43 dan 50,96%+4,18. Tidak ada perbedaan yang nyata (P0,05) angka fertilitas antara lama maturasi 20, 22 dan 24 jam dan tidak ada perbedaan yang nyata (P0,05) angka fertilitas antara lama inkubasi fertilisasi 4, 5 dan 6 jam.
STUDI HISTOKIMIA LEKTIN TERHADAP JENIS DAN DISTRIBUSI GLIKOKONJUGAT ABOMASUM KERBAU RAWA (Bubalus bubalis) KALIMANTAN SELATAN Nurliani, Anni; Budi Pitojo, Teguh; Kusindarta, Dwi Liliek
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 2 (2015): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i2.2826

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengkaji efisiensi pencernaan kerbau rawa dengan mengidentifikasi jenis dan distribusi glikokonjugat pada daerah abomasum kerbau rawa. Enam ekor kerbau rawa jantan 2,5 tahun dan berat badan 300-400 kg digunakan dalam penelitian ini. Sampel diperoleh dari rumah potong hewan (RPH) Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Setiap bagian abomasum meliputi kardiak, fundus, dan pilorus diambil untuk pengamatan mikroskopis dengan pewarnaan hematoksilin-eosin (HE) dan alcian blue-periodic acid schiff (AB-PAS). Residu gula glikokonjugat pada abomasum dideteksi dengan pewarnaan histokimia lektin dengan menggunakan wheat germ agglutinin (WGA), ricinus communis agglutinin (RCA), concanavalin agglutinin (Con A), ulex europaeus agglutinin (UEA), dan soybean agglutinin (SBA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah kardiak mengandung glikokonjugat D manosa/D glukosa, D galaktosa, dan N asetilglukosamin. Daerah fundus mengandung D manosa/D glukosa, D galaktosa, L fukosa, N asetilglukosamin, dan N asetilgalaktosamin. Daerah pilorus mengandung glikokonjugat L fukosa dan N asetilglukosamin. Pola reaktivitas daerah kardiak, fundus, dan pilorus kerbau rawa terhadap pewarnaan histokimia lektin memiliki pola yang berbeda dengan ruminansia lain. Jenis glikokonjugat yang dimiliki oleh kerbau rawa tersebut diduga berkaitan dengan fungsi peningkatan kemampuan efisiensi pencernaan kerbau rawa. Setiap bagian abomasum kerbau rawa memiliki jenis glikokonjugat yang spesifik dengan pola distribusi khas sesuai dengan fungsinya.
INJEKSI MEDIA KULTUR EMBRIO SUPERNATAN DALAM UTERUS UNTUK MENINGKATKAN ANGKA IMPLANTASI EMBRIO PADA MENCIT Widayati, Diah Tri; Sugito, Bambang; Pangestiningsih, Tri Wahyu; Kusindarta, Dwi Liliek; J, Jaswadi
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 7, No 2 (2013): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v7i2.931

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh injeksi media kultur embrio supernatan ke dalam uterus mencit 2 hari sebelum transfer embrio (TE) terhadap angka implantasi, yang diindikasikan oleh adanya embrio dan leukemia inhibitory factor (LIF) pada uterus. Mencit jenis Swiss Albino dibagi menjadi 2 kelompok yakni kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, masing-masing terdiri atas 30 mencit. Kelompok perlakuan mendapat injeksi media kultur embrio supernatan (MKES) dalam uterus 2 hari sebelum TE sedangkan kelompok kontrol mendapat injeksi media kultur embrio (MKE) dalam uterus 2 hari sebelum TE. Dua hari setelah TE (h6 kebuntingan), mencit diperfusi dengan menggunakan larutan para formaldehid 4% dan diambil uterusnya. Uterus diproses untuk blok parafin dan dipotong dengan mikrotom setebal 5 m. Preparat dideparafinisasi dan diproses imunohistokimia dengan kit ABC dan antibodi LIF. Preparat diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat implantasi embrio, distribusi LIF, dan jumlah LIF di desidua dan non-desidua. Angka implantasi antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing adalah 52,77 dan 40,88% (P0,05). Jumlah LIF desidua pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing adalah 12,83 dan 8,83 (P0,05) sedangkan jumlah LIF di non-desidua antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol masing-masing adalah 8,00 dan 4,50. Dapat disimpulkan bahwa injeksi media kultur embrio supernatan 2 hari sebelum TE dapat meningkatkan angka implantasi pada mencit.