Dewi Sutriani Mahalini
Department Of Child Health, Medical Faculty, Udayana University

Published : 16 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Early mannitol administration improves clinical outcomes of pediatric patients with brain edema Sekarningrum, Putu A.; Wati, Dyah K.; Suwarba, IGN Made; Hartawan, I Nyoman B.; Mahalini, Dewi S.; Suparyatha, IB Gede
Medical Journal of Indonesia Vol 27, No 4 (2018): December
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.94 KB) | DOI: 10.13181/mji.v27i4.2377

Abstract

Background: Mannitol 20% is used to treat patients with decreased consciousness and as the first line of treatment to reduce intracranial pressure (ICP). However, its application in pediatric patients is still based on minimal evidence. This study was performed to determine the predictive factors of clinical outcomes in pediatric patients with brain edema in the pediatric intensive care unit (PICU).Methods: This prospective cohort study was conducted in the PICU, Sanglah Hospital Denpasar, Bali, Indonesia. The subjects were chosen by consecutive sampling from July 2016 to July 2017. The primary outcome variable was the patient’s clinical outcome. A chi-square test was used to evaluate the association between the timing of mannitol administration and the patient’s clinical outcome. Multivariate analysis was performed on all variables with p≤0.25.Results: Forty-one patients were included in the study, 65% of them were male, 65% had good nutritional status, 90% had non-traumatic brain injury, and 73% had confirmed intracranial infection. The risk of sequelae or death for patients in a coma was 1.8 times greater than that of non-comatose patients (p=0.018; CI 95% 1.119–3.047). Based on the timing of mannitol administration from the onset of decreased consciousness, the risk of sequelae or death in patients who received mannitol after 24 hours was 2.1 times higher than that in patients who received mannitol within 24 hours (p=0.006; CI 95% 1.167–3.779). Based on multivariate analysis, only two variables were associated with the patient’s clinical outcome: pediatric Glasgow coma scale (PGCS) ≤3 (p=0.03) and timing of mannitol administration >24 hours (p=0.01).Conclusion: Early administration (<24 hours) of mannitol and high PGCS are related to favorable outcomes in patients with brain edema in the PICU.
FIRST UNPROVOKED SEIZURE PADA ANAK Melati, Deborah; Suwarba, IGN Made; Sutriani M, Dewi; Kari, Komang
Medicina Vol 45 No 2 (2014): Mei 2014
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (681.882 KB)

Abstract

Kejang sangat sering ditemukan pada pasien anak dengan perkiraan kejadian first unprovoked seizuresebesar 2% dan epilepsisebesar 1% pada anak sebelum berusia 16 tahun. First unprovoked seizure adalah kejang yang terjadi tanpa faktor pencetus seperti demam, infeksi sistem saraf pusat, trauma kepala, gangguan metabolik, hipoksia otak, dan obat-obatan.Berulangnya first unprovoked seizure berbeda-beda pada setiap pasien dan dipengaruhi oleh faktor risiko perorangan seperti gambaran EEG epileptiform atau adanya kelainan neurologis sebelumnya.Tatalaksana first unprovoked seizure berupa mengatasi kejang pada saat serangan.Pemberian obat anti-epilepsi pada pasien dengan first unprovoked seizure masih kontroversial.Tujuan utama pemberian obat anti-epilepsi pada pasien dengan first unprovoked seizure adalah mengoptimalisasi kualitas hidup anak dengan mempertimbangkan risiko pemberian obat dan mencegah berulangnya kejang, pemilihan keluarga serta efek samping pemberian obat. [MEDICINA. 2014;45:93-8].    
DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA ENSEFALITIS HERPES SIMPLEKS Yuliantini, Tri; Suwarba, IGN Made; Kari, Komang; Mahalini, Dewi Sutriani
Medicina Vol 44 No 3 (2013): September 2013
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.423 KB)

Abstract

Infeksi Herpes simpleks pada susunan saraf pusat (SSP) merupakan infeksi SSP yang paling beratdan sering berakibat fatal. Angka kejadiannya diperkirakan 1 kasus per 250 000 sampai 500 000orang per tahun, sepertiganya terjadi pada anak-anak. Gejala dan tanda klinis pada fase awal sangattidak khas. Pemberian terapi yang terlambat membawa dampak terjadinya kecacatan permanen.Deteksi virus Herpes simpleks (VHS) di dalam cairan serebrospinal dengan polymerase chain reactionmerupakan modalitas pilihan untuk diagnosis ensefalitis herpes simpleks (EHS). Asiklovir intravenamerupakan obat pilihan pertama. Pengobatan segera diberikan kepada pasien yang dicurigai menderitaEHS, kemudian pengobatan dapat dilanjutkan atau dihentikan sesuai konfirmasi laboratorium atauhasil biopsi otak. Pasien yang tidak diberikan antivirus atau pengobatannya terlambat angkakematiannya cukup tinggi.
KOREA SYDENHAM DAN KARDITIS TERSEMBUNYI PADA SEORANG ANAK PEREMPUAN USIA 9 TAHUN Widyanti, Putu Ayu; Gunawijaya, Eka; Sutriani, Dewi
Medicina Vol 43 No 1 (2012): Januari 2012
Publisher : Medicina

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (686.6 KB)

Abstract

Korea Sydenham adalah bentuk paling umum dari gerakan korea yang diperoleh pada masa kanak-kanak, dan  merupakan salah satu kriteria diagnostik utama demam rematik. Korea Sydenham ditandai dengan gerakan involunter yang menghilang saat tidur, ketidakstabilan emosional, dan hipotonia. Kasus adalah anak perempuan berumur 9 tahun dengan gerakan coreatic (gerakan involunter pada lengan dan kaki). Gerakan tersebut juga ditemukan pada lidah sehingga pasien sulit untuk berbicara. Pasien juga memiliki ketidakstabilan emosi, dan kelemahan otot. Riwayat trauma disangkal.  Pada pemeriksaan fisik ditemukan murmur di daerah apex jantung, holosistolik, derajat  2/6, meniup, dan menyebar sepanjang aksila. Pada echocardiography didapatkan  regurgitasi mitral moderat (MR) dan regurgitasi aorta (AR) karena karditis. Diagnosisnya adalah Korea Sydenham dan karditis. Pasien  diterapi dengan erythomicin 250 mg empat kali sehari selama 10 hari, dan eritromisin 250 mg oral dua kali sehari untuk profilaksis. Untuk terapi simtomatik diberikan haloperidol 2 mg dua kali sehari dan trihexyphenidil 0.5 mg tiga kali sehari. Respon terapi dan prognosis baik. (MEDICINA 2012;43:54-59).
KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EPILEPSI PADA ANAK DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR Putu Asita Pungky Mithayayi; Dewi Sutriani Mahalini
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 7 (2020): Vol 9 No 07(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i7.P16

Abstract

ABSTRAK Epilepsi merupakan penyakit paroksismal yang memiliki karakteristik kejang berulang tanpaprovokasi dengan jarak antar kejang lebih dari 24 jam. Angka insiden epilepsi cukup tinggi pada anak.Tujuan dari penelitian ini adalah mencari karakteristik faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsipada anak. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif longitudinal. Sampel penelitiandiambil melalui metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Selamaperiode penelitian dari bulan Maret hingga Agustus 2016, didapatkan 82 sampel yang memenuhi kriteriapenelitian. Proporsi kejadian setiap faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada anak yang diteliti,antara lain riwayat trauma dalam kandungan (1,2%), riwayat infeksi intrauterine (1,2%), riwayatkelahiran preterm (6,1%), riwayat BBLR (9,8%), riwayat asfiksia (14,6%), riwayat trauma perinatal(3,7%), riwayat infeksi post-natal (13,4%), riwayat trauma kepala (7,3%), riwayat kejang demam(32,9%), dan riwayat kejang dalam keluarga (25,5%). Simpulan penelitian ini adalah riwayat kejangdemam merupakan faktor yang memiliki proporsi kejadian paling tinggi di antara faktor-faktor yanglainnya.Kata Kunci : epilepsi, anak, faktor yang berhubungan dengan epilepsi. ABSTRACTEpilepsy is a paroxysmal disease that has the characteristic of recurrent unprovoke seizures with occuring more than 24 hours apart. The incidence of epilepsy is quite high in children. The purpose of thisstudy was to describe the characteristics of factors related to epilepsy in children. This study used alongitudinal descriptive design. Samples that were used in this study was taken with total samplingmethod for all the samples that are matched to the inclusion and exclusion criteria. During the studyperiod from March to August 2016, there were 82 samples which included to inclusion criteria. Theresults was proportion of each factor associated with epilepsy in children, including a history ofintrauterine trauma (1.2%), intrauterine infection (1.2%), preterm birth (6.1%), low birth weight (9.8%),asphyxia (14.6%), perinatal trauma (3.7%), post-natal infection (13.4%), head trauma (7.3%), history offebrile seizures (32.9%), and history of seizures in the family (25.5%). The conclusion of this study wasthe history of febrile seizures has the highest proportion of occurence among other factors.Keywords: epilepsy, children, related factors to epilepsy
HUBUNGAN ANTARA FONTANELA ANTERIOR DENGAN LINGKAR KEPALA PADA ANAK USIA KURANG DARI 18 BULAN DI POLIKLINIK ANAK RSUP SANGLAH DENPASAR I Gusti Ayu Made Dwi Mas Istri; Dewi Sutriani Mahalini
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 1 (2019): Vol 8 No 1 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.341 KB)

Abstract

Evaluasi terhadap fontanela anterior (FA) dan lingkar kepala (LK) dilakukan dalam pemantauan proses tumbuh kembang anak. Studi mengenai hubungan FA dengan LK pada anak masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara FA dengan LK pada anak usia kurang dari 18 bulan di Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini menggunakan rancangan potong lintang dengan sampel anak usia kurang dari 18 bulan yang datang ke Poliklinik Anak RSUP Sanglah Denpasar pada Juni-November 2015. Analisis korelasi dan regresi linear sederhana dilakukan untuk mengetahui hubungan antara diameter anteroposterior (AP) FA dengan LK, diameter transversal FA dengan LK, serta luas FA dengan LK. Hasil analisis terhadap data 87 subyek menunjukkan terdapat kecenderungan berkurangnya ukuran FA seiring dengan bertambahnya ukuran LK. Diameter AP FA dengan LK memiliki korelasi negatif (r=-0,327; p=0,002) yang lebih kuat dibandingkan dengan korelasi negatif antara diameter transversal FA dengan lingkar kepala (r=-0,199; p=0,064) dan luas FA dengan LK (r =-0,258; p =0,016). Persamaan regresi linear untuk memperkirakan LK adalah Y= 41,454 – 0,347X (dengan Y adalah LK dan X adalah luas FA). Kata kunci: fontanela anterior, lingkar kepala, tumbuh kembang
KARAKTERISTIK PENDERITA ENSEFALOPATI PADA ANAK DI RUANG GAWAT DARURAT DAN PICU RSUP SANGLAH DENPASAR PADA TAHUN 2018 Luh Putu Putri Sanjiwani; Dewi Sutriani Mahalini; Komang Ayu Witarini; Dyah Kanya Wati
E-Jurnal Medika Udayana Vol 10 No 3 (2021): Vol 10 No 03(2021): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2021.V10.i3.P18

Abstract

ABSTRAK Ensefalopati pada anak merupakan keadaan darurat pediatri yang menimbulkan tantangan yang cukup besar dalam penanganannya. Meskipun kasus ensefalopati pada anak jarang ditemukan, namun berhubungan dengan morbiditas jangka panjang hingga kematian dan akan mengganggu tumbuh kembang anak di masa mendatang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik ensefalopati pada anak sehingga hasil yang didapatkan bisa digunakan sebagai pedoman oleh klinisi untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional menggunakan data sekunder dari rekam medik dengan 21 pasien ensefalopati pada anak di tahun 2018. Total sampling digunakan dalam penelitian ini dengan mempertimbangkan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 22. Hasil penelitian menunjukkan Kasus ensefalopati anak di RSUP Sanglah Denpasar Bali tahun 2018 sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (66,7%), memiliki nilai tengah usia yaitu 19 bulan dengan nilai tengah lama perawatan di RSUP Sanglah yaitu 8 hari sedangkan perawatan di ruang PICU memiliki nilai tengah yaitu 5 hari, etiologi kasus didominasi oleh metabolik (71,4%) dan sisanya adalah hipertensi, sepsis, hepatikum dan eksemik-hipoksik, sebagian besarnya mengalami gangguan keseimbangan natrium dan klorida serum dan hanya sebagian kecil yang mengalami gangguan kalium serum dan setelah mendapatkan perawatan sebagian besar pasien memiliki prognosis hidup (81%) dan hanya sebagian kecil yang mengalami kematian (19%). Kata Kunci: Karakteristik, ensefalopati, anak.
HUBUNGAN TERAPI OBAT ANTIEPILEPSI TERHADAP FUNGSI KOGNITIF PADA PASIEN EPILEPSI ANAK DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH PERIODE MARET 2016-NOVEMBER 2016 Nanda Putri Chintia; Ida Ayu Sri Wijayanti; Dewi Sutriani Mahalini
E-Jurnal Medika Udayana Vol 9 No 7 (2020): Vol 9 No 07(2020): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2020.V09.i7.P13

Abstract

ABSTRAK Epilepsi merupakan penyakit kronis dengan angka insiden yang tinggi pada anak-anak.Epilepsi merupakan masalah kesehatan dan sosial, dimana masalah kesehatan ini dapatberdampak pada gangguan kognitif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan obatantiepilepsi terhadap fungsi kognitif pada pasien epilepsi anak di Rumah Sakit Umum PusatSanglah Denpasar.Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik potong lintang.Selama 9 bulan periode penelitian, didapatkan 69 sampel yang masuk dalam kriteria inklusi..Data penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel. Dari data penelitian ini didapatkan hasilberupa proporsi pasien yang mendapatkan terapi obat antiepilepsi dengan satu macam obatantiepilepsi (monoterapi) yaitu 85,5%, dan 14,5% pasien mendapatkan terapi obatantiepilepsi dengan dua macam obat antiepilepsi (politerapi). Proporsi pasien yang sudahmendapatkan terapi obat antiepilepsi kurang dari dua tahun yaitu 84,1% dan sebanyak 15,9%sudah mendapatkan terapi obat antiepilepsi lebih dari sama atau sama dengan dua tahun.Didapatkan juga proporsi fungsi kognitif kategori average (60,9%) yang lebih tinggidibanding kategori below average (21,7%) dan above average (17,4%). Terdapat hubunganyang signifikan antara jumlah macam obat antiepilepsi dengan fungsi kognitif (p=0,000).Terhadap lama pengobatan obat antiepilepsi didapatkan hubungan yang signifikan terhadapfungsi kognitif (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan darijumlah macam obat antiepilepsi dan lama pengobatan terhadap fungsi kognitif.Kata kunci: epilepsi anak, obat antiepilepsi, fungsi kognitif ABSTRACTEpilepsy is a chronic disease with high incidence rates in children. Epilepsy is a health and social problems, those health problems can have an impact on cognitive function. Thepurpose of this study to determine the relationship of antiepileptic drugs on cognition inchildren patients with epilepsy at the General Hospital Sanglah. The purpose of this studywas to determine the association of antiepileptic drugs on cognition in children with epilepsypatients at the General Hospital Center Sanglah. This study used an analytical cross-sectionalstudy design. During 9 months of the study period, obtained 69 samples which are includedin inclusion criteria. The research data were then presented in tabular form. From the studydata, obtained the proportion of patients who have received antiepileptic drug therapy with asingle antiepileptic drug (monotherapy) is 85.5%, and 14.5% patients received antiepilepticdrug therapy with two kinds of antiepileptic drugs (polytherapy). The proportion of patientswho have received an antiepileptic drug therapy less than two years is 84.1% and 15.9% havereceived an antiepileptic drug therapy more or equal to two years. Also obtained the proportion of average category of cognitive function (60.9%) higher than the below average(21.7%) and above average (17.4%). There is a significant association of the number ofantiepileptic drugs with cognitive function (p = 0.000). For the duration of antiepileptic drugtherapy is found a significant association to cognitive function (p = 0.000). It can beconcluded that there is a significant association of the number of antiepileptic drugs andduration of treatment on cognitive function. Keywords: epilepsy, children, antiepilepsy drug, cognitive function
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEJANG DEMAM BERULANG PADA ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR Made Sebastian Dwi Putra Hardika; Dewi Sutriani Mahalini
E-Jurnal Medika Udayana Vol 8 No 4 (2019): Vol 8 No 4 (2019): Vol 8 No 4 (2019): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.469 KB)

Abstract

Kejang demam merupakan kelainan neurologis tersering pada anak berusia 6 bulan-5 tahun. Sekitar sepertiga dari kasus kejang demam akan mengalami setidaknya sekali kejadian kejang demam berulang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak. Penelitian ini dilakukan di RSUP Sanglah Denpasar dengan menggunakan rancangan cross sectional. Pendekatan retrospektif berdasarkan data dari rekam medis pasien kejang demam yang dirawat periode Januari 2014-Juli 2015 digunakan untuk memperoleh sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebanyak 38 (33,9%) dari total 112 sampel yang terlibat mengalami kejang demam berulang. Hasil penelitian mendapatkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara usia saat kejang demam pertama (p=0,031) dan riwayat keluarga dengan kejang demam (p=0,009) terhadap terjadinya kejang demam berulang. Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa usia <12 bulan saat kejang demam pertama (p=0,019) dan riwayat keluarga dengan kejang demam (p=0,008) bermakna secara statistik untuk kejadian kejang demam berulang pada anak. Dapat disimpulkan bahwa kejang demam pertama pada usia <12 bulan dan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam (first degree relative) merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kejang demam berulang pada anak di RSUP Sanglah Denpasar. Kata kunci: anak, kejang demam berulang, riwayat keluarga, usia saat kejang demam pertama
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Japanese Encphalitis di Denpasar Bali Tahun 2019 Ni Made Anggi Dwi Jayanti; dewi sutriani mahalini; I Made Gede Dwi Lingga Utama
E-Jurnal Medika Udayana Vol 10 No 11 (2021): Vol 10 No 11(2021): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2021.V10.i11.P09

Abstract

Pendahuluan: Japanese Encephalitis (JE) adalah penyakit yang diawali terinfeksinya host oleh Japanese Encephalitis Virus (JEV) yang bersifat zoonosis dan sebagai salah satu penyebab utama encephalitis atau radang otak. Kasus klinis JE lebih sering pada anak-anak dibanding orang dewasa dan diperkirakan terdapat 67.900 kasus terjadi setiap tahun dan meluas meskipun ketersediaan vaksin sudah mencukupi, sekitar 13.600 hingga 20.400 kematian dan tingkat insiden secara keseluruhan meingkat hingga 1.8/100.000 di 24 negara dengan risiko JE. Meskipun JE merupakan masalah kesehatan pada anak dengan akibat yang serius, namun upaya pencegahan dan pengawasan JE dapat dilakukan dengan imunisasi. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat khususnya ibu tentang imunisasi JE. Metode: Penelitian ini menggunakan pendekatan studi deskriptif kategorik potong lintang dengan subyek penelitian yang terdiri dari 140 ibu yang memiliki anak usia dibawah 15 tahun yang sedang berkunjung ke puskesmas di Kota Denpasar. Subyek diminta mengisi kuisioner untuk mencari data ibu untuk melihat gambaran dari tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi JE dalam rentang periode Oktober-Desember 2020. Data di analisis dengan univariate. Hasil: Hasil rata-rata penelitian ini menggambarkan tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi JE baik sebesar (65%). Simpulan: Peneliti berharap tulisan ini dapat menjadi referensi penelitian analitik untuk melihat hubungan faktor-fakor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi JE. Kata kunci: Japanese Encephalitis, imunisasi JE, Tingkat Pengetahuan, ibu