Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

PROBLEMATIKA PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI RUMAH SUSUN DI APARTEMEN METROPOLIS SURABAYA Falah Meydiandra; Indri Fogar Susilowati; Mahendra Wardhana
NOVUM : JURNAL HUKUM Vol 4 No 2 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.2674/novum.v4i2.21453

Abstract

Pembentukan perhimpunan pemilik dan penghuni rumah susun yang selanjutnya disebut PPPRS secara umum diatur dalam Undang-Undang rumah susun, Peraturan Pemerintah tentang Rumah Susun, Peraturan Menteri tentang Pedoman Penyusunan Peraturan daerah tentang rumah susun Menteri Dalam Negeri, Peraturan menteri perumahan rakyat. Tata cara pembentukan PPPRS terdapat pada peraturan menteri negara perumahan rakyat No. 15/PERMEN/M/2007 serta jangka waktu pembentukan PPPRS terdapat pada pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. Jangka waktu tersebut adalah satu tahun setelah serah terima Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) kepada pemilik satuan rumah susun. Apartemen Metropolis Surabaya melakukan serah terima SHMSRS pertama kali pada tahun 2008, sampai dengan sekarang masih belum membentuk PPPRS sesuai dengan pasal 74 UU Rusun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui problematika dalam pembentukan PPPRS dalam Apartemen Metropolis Surabaya dan untuk mengetahui penyelesaian permasalahan yang terjadi pada Apartemen Metropolis Surabaya. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis sosiologis. Jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Data dikumpulkan dengan angket dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan yaitu data kuantitatif. Hasil pembahasan dalam skripsi ini menunjukkan bahwa problematika pembentukan PPPRS di apartemen metropolis karena penghuni apartemen yang kurang memahami tentang peraturan pembentukan PPPRS, penghuni belum membalik namakan SHMSRS ke nama mereka sebagai syarat utama keanggotaan PPPRS sesuai dengan pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 15/PERMEN/M/2007. Problematika selanjutnya yaitu terdapat pada developer apartemen metropolis yang tidak menginformasikan dan mensosialisasikan pembentukan panitia PPPRS. Kata Kunci : Problematika Yuridis, Pembentukan PPPRS, Apartemen Metropolis
PEMBERDAYAAN HUKUM BAGI SANTRI PESANTREN AL-FATTAH SEKARAN LAMONGAN TERKAIT LABEL HALAL PADA KOSMETIK Eny Sulistyowati; Arinto Nugroho; Mahendra Wardhana; Muh. Ali Masnun
RESWARA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.221 KB) | DOI: 10.46576/rjpkm.v2i2.1069

Abstract

Indonesia dengan penduduk mayoritas beragama Islam, berkewajiban melindungi masyarakat muslim, di antaranya melalui Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Konsumen muslim merupakan pangsa pasar yang menjanjikan keuntungan besar bagi pelaku usaha untuk memasarkan produk. Berdasarkan hal tersebut konsumen harus menjadi konsumen yang cerdas. Untuk menjadi konsumen yang cerdas perlu dilakukan pemberdayaan hukum dengan pemberian pengetahuan hukum, pemahaman hukum, sikap hukum terkait peraturan perundang-undangan terkait label halal pada kosmetik khususnya bagi Santri Pondok Al Fattah Sekaran Lamongan.  Metode yang ditawarkan dalam mengatasi persoalan tersebut meliputi (1) sosialisasi, (2) penayangan video, (3) diskusi, (3) simulasi baik di kelas maupun di swalayan. Hasil kegiatan menunjukkan, sesudah mengikuti kegiatan para santri : 1) memiliki pengetahuan hukum terkait peraturan perundang-undangan terkait label halal pada kosmetik; 2) memiliki pemahaman hukum artinya mereka memahami maksud dan tujuan pemerintah mengeluarkan terkait peraturan perundang-undangan terkait label halal pada kosmetik; 3) terkait sikap hukum, para santri menyetujui dikeluarkannya peraturan perundang-undangan terkait label halal pada kosmetik. Tetapi dari aspek perilaku hukum, tim kurang berhasil membentuk perilaku hukum para santri untuk menaati peraturan perundang-undangan terkait. Mayoritas para santri masih memilih dan/atau membeli kosmetik yang tidak mencantumkan label halal
Kebijakan Pemberlakuan Izin Usaha Pemondokan dan Permasalahannya Muh Ali Masnun; Hananto Widodo; Eny Sulistyowati; Mahendra Wardhana; Dilla Nurfiana Astanti
DE LEGA LATA: JURNAL ILMU HUKUM Vol 6, No 2 (2021): Juli-Desember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (320.513 KB) | DOI: 10.30596/dll.v6i2.5051

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pemberlakuan izin usaha pemondokan dan permasalahannya dengan studi di Kota Surabaya yang telah mulai diterapkan dengan dasar Peraturan Walikota Surabaya Nomor 79 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelenggaraaan Usaha Pemondokan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian non doktrinal khususnya jenis sociolegal. Penelitian sociolegal adalah penelitian pada ilmu hukum yang tidak hanya mengkaji sistem norma dalam aturan perundangan saja, namun juga mengamati aspek sosial (ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang mempengaruhi. Berdasarkan hasil kajian dan analisis, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemberlakuan izin usaha pemondokan relatif masih terdapat beberapa kendala diantaranya dalam hal tingkat pengetahuan masih relatif sangat sedikit, hal ini dikarenakan pemerintah baru sebatas mengundang stakeholder terkait, Lembaga Ketahanan Masyarakat Kelurahan, dan beberapa perwakilan pemilik usaha pemondokan (kos-kosan) dalam menggali aspirasi penyusunan perwali dan sosialisasi perwali setelah disahkan. Dengan keterbatasan kuantitas, tingkat pengetahuan masyarakat akan diberlakukannya izin pemondokan masih sangat terbatas. Kedua, bahwa tingkat kesadaran hukum penyelenggara rumah pemondokan terkait kewajiban memiliki Izin Usaha Pemondokan relatif masih rendah. Karena dari empat indikator kesadaran hukum yakni pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku, hanya indikator sikap saja yang memenuhi, sementara indikator yang lain masih belum memeunuhi