Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Imunogenitas dan Keamanan Vaksin DPT Setelah Imunisasi Dasar Eddy Fadlyana; Suganda Tanuwidjaja; Kusnandi Rusmil; Meita Dhamayanti; Lina H Soemara; R Dharmayanti
Sari Pediatri Vol 4, No 3 (2002)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.37 KB) | DOI: 10.14238/sp4.3.2002.129-34

Abstract

Imunisasi difteria, pertusis dan tetanus (DPT) telah lama masuk ke dalam programimunisasi nasional di Indonesia dan telah terbukti menurunkan angka kejadian maupunkematian yang disebabkan penyakit difteria, pertusis dan tetanus. Tujuan penelitian iniuntuk melakukan evaluasi status kekebalan dan faktor keamanan terhadap penyakitdifteria dan tetanus pada bayi yang mendapat imunisasi dasar DPT. Seratus enam puluhsubjek bayi sehat yang dipilih secara random, dilakukan imunisasi secara intramuskulardengan dosis 0,5 ml sebanyak 3 kali pada umur 2, 3 dan 4 bulan, menggunakan vaksinDPT buatan PT. Bio-Farma Bandung. Penentuan titer antibodi difteria dan tetanusdilakukan sebelum dilakukan imunisasi dan 1 bulan setelah imunisasi ke-1, 2 dan 3,menggunakan metode ELISA. Apabila hasilnya < 0,01 IU/ml disebut kelompok rentandan bila > 0,1 IU/ml disebut mempunyai kekebalan lengkap. Kejadian reaksi lokal(nyeri, kemerahan, bengkak, penebalan) dan sistemik (demam, iritabilitas) pasca imunisasidicatat dalam buku catatan harian ibu. Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukanimunisasi 57% subjek sudah tidak mempunyai perlindungan terhadap difteri dan 6%sudah tidak mempunyai perlindungan terhadap tetanus. Terhadap difteria, rata-ratageometrik titer (GMT) sebelum dan setelah mendapat imunisasi ke-1, 2 dan 3,memberikan hasil berturut-turut 0,008; 0,005; 0,038; dan 0,217 IU/ml; sedang jumlahsubjek yang mempunyai titer > 0,01 IU/ml berturut-turut adalah 44, 28, 44 dan 80%.Terhadap tetanus, rata-rata geometrik titer (GMT) sebelum dan setelah mendapatimunisasi ke-1, 2 dan 3, memberikan hasil berturut-turut: 0,420; 0,273; 0,213; dan0,758 IU/ml; jumlah subjek yang mempunyai titer > 0,01 IU/ml berturtut-turut adalah94; 91; 100 dan 100%. Selama periode penelitian tidak ditemukan adanya reaksi vaksinberat. Reaksi lokal (nyeri, kemerahan, bengkak dan penebalan) dan reaksi sistemik(iritabilitas dan panas) sebagian besar dengan derajat ringan yang selanjutnya menghilangtanpa gejala sisa. Walaupun imunisasi DPT memberikan hasil kekebalan yang tinggidan aman diberikan, namun pada kelompok yang masih rentan perlu mendapat perhatian.
Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Negeri 113 Banjarsari Kota Bandung Tahun 2019-2020 Yosa NurSidiq Fadhilah; Suganda Tanuwidjaja; Asep Saepulloh
Jurnal Riset Kedokteran Volume 1, No.2, Desember 2021, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.252 KB) | DOI: 10.29313/jrk.v1i2.449

Abstract

Abstract. Obesity is a condition of abnormal or excessive accumulation of fat in the body which has the opportunity to pose several health risks to an individual. One of the risk factors that can lead to obesity is physical activity. Lack of physical activity can lead to the risk of obesity. It is recommended that children and adolescents aged 5-17 years do a minimum of 60 minutes of moderate and strenuous physical activity. This study aims to determine the relationship between physical activity and the incidence of obesity in grade 4-6 Elementary School 113 Banjarsari in Bandung. This research is a case-control observational analytic study, as many as 158 students were the subjects of the study, consisting of: 79 obese students and 79 normal weight students. The results of statistical tests showed that there was a significant relationship between physical activity and the incidence of obesity in students of State Elementary School 113 Banjarsari, Bandung City with a p value of 0.001 and an odds ratio of 0.318. Based on the results of the study, it was concluded that there was a significant relationship between physical activity and the incidence of obesity. Abstrak. Obesitas adalah keadaan akumulasi lemak abnormal atau berlebihan dalam tubuh yang berpeluang menimbulkan beberapa risiko kesehatan individu. Salah satu faktor risiko yang dapat menimbulkan obesitas yaitu aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan terjadinya risiko obesitas. Anak-anak dan remaja berusia 5-17 tahun di rekomendasikan sebaiknya melakukan minimal 60 menit aktivitas fisik intensitas sedang dan berat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan angka kejadian obesitas pada siswa kelas 4-6 Sekolah Dasar Negeri 113 Banjarsari di Kota Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional case control, sebanyak 158 siswa menjadi subjek pada penelitian, terdiri dari: 79 siswa obesitas dan 79 siswa berat badan normal. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada siswa Sekolah Dasar Negri 113 Banjarsari Kota Bandung dengan nilai p adalah 0.001 dan nilai odd ratio sebesar 0.318. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian obesitas.
Hubungan Status Gizi terhadap Awitan Pubertas Anak Perempuan Tiara Calista Larasati; Suganda Tanuwidjaja; Retno Ekowati
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 2 No. 1 (2022): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v2i1.2354

Abstract

Abstract. Puberty is a stage in the process of child growth and development because puberty is a transition period from childhood to adulthood. The age of onset of puberty varies greatly, some girls experience puberty at the age of 8 to 13 years with the average age of puberty for girls being 11 years. Changes in the onset of puberty, either too early or late, can have various impacts, including behavioral, social, emotional problems and an increased risk for the development of reproductive tract cancer, cardiometabolic disease, diabetes mellitus and breast cancer in adulthood. One of the factors related to the onset of puberty is nutritional status. The purpose of this study was to examine the relationship between nutritional status and the onset of puberty in girls. The type of research used is a literature review with a scoping review method with a data synthesis database, namely Pubmed, ScienceDirect, Springerlink and Google Schoolar. The number of articles obtained was 4,701 from 2016 to 2021. The article screening used the PRISMA method and a critical appraisal was carried out so that three suitable articles were obtained. This study resulted in factors related to the onset of puberty in girls, namely nutritional status. Based on the results of the review, there were 2 articles which showed that there was a significant relationship between BMI and age of menarche in girls. The conclusion is that there is a relationship between nutritional status and the onset of puberty in girls. Abstrak. Pubertas merupakan tahap dalam proses tumbuh kembang anak karena pubertas adalah masa transisi masa anak-anak menuju dewasa. Usia awal pubertas sangat bervariasi, sebagian anak perempuan mengalami pubertas di usia 8 sampai 13 tahun dengan usia rata-rata pubertas anak perempuan adalah 11 tahun. Perubahan awitan pubertas baik terlalu awal atau terjadi keterlambatan, dapat menimbulkan berbagai dampak, diantaranya adalah dampak perilaku,sosial,masalah emosional dan peningkatan resiko untuk perkembangan kanker saluran reproduksi, penyakit kardiometabolik, diabetes mellitus dan kanker payudara di masa dewasa. Faktor yang berkaitan dengan awitan pubertas salah satunya adalah status gizi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan status gizi terhadap awitan pubertas anak perempuan. Jenis penelitian yang digunakan adalah literature review dengan metode scoping review dengan database sintesis data yaitu Pubmed, ScienceDirect, Springerlink dan Google Schoolar. Jumlah artikel yang didapatkan sebanyak 4.701 dari tahun 2016 sampai 2021, Screening aritkel menggunakan metode PRISMA dan dilakukan critical appraisal sehingga di dapatkan tiga artikel yang sesuai. Penelitian ini menghasilkan faktor yang berhubungan dengan awitan pubertas anak perempuan yaitu status gizi. Berdasarkan hasil review ditemukan 2 artikel yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara BMI dengan usia menarche pada anak perempuan. Simpulan terdapat hubungan antara status gizi dengan awitan pubertas anak perempuan.
Gambaran Risiko DM Tipe 2 pada Mahasiswa Tingkat 3 Angkatan 2019 Fakultas Kedokteran UNISBA Tahun 2022 Darayani Nurfauziah Budiman; Suganda Tanuwidjaja; Mira Dyani Dewi
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 3 No. 1 (2023): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v3i1.5613

Abstract

Abstract. The prevalence of diabetes mellitus in Indonesia is increasing. Based on the 2018 Riskesdas, the prevalence of diabetes mellitus in people in Indonesia aged ≥ 15 years reached 10.9%. West Java Province is ranked 17th with diabetes, with a prevalence coming 1.5%. Type 2 Diabetes Mellitus is characterized by hyperglycemia caused by insulin resistance. This research aims to describe the risk of type 2 diabetes mellitus in grade 3 students class of the 2019 FK Bandung Islamic University using the FINDRISC method. Subjects in this study comprised 72 respondents who fit the inclusion and exclusion criteria. Research data processing is done computerized, starting from editing, coding, and processing. The results of this study indicate that the highest number of respondents has a low-risk factor, 43 respondents (59.7%) for type 2 diabetes mellitus, followed by respondents with a slightly elevated risk factor 22 respondents (30.6%). Besides, some have high risk, moderate or moderate 5 respondents (6.9%) and high or high 2 respondents (2.8%). Increased risk factors are influenced by a history of checking high blood sugar levels and a family history of diabetes mellitus, and low-risk factors are influenced by average body mass index, routine physical activity, and diligent consumption of fruits and vegetables every day. Abstrak. Prevalensi diabetes melitus di Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi diabetes mellitus pada penduduk di Indonesia umur ≥ 15 tahun mencapai 10.9%. Provinsi Jawa barat menduduki peringkat ke-17 penyandang diabetes dengan prevelensi mencapai 1,5 %. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah keadaan yang ditandai dengan hyperglicaemia yang disebabkan karena resistensi insulin. Tujuan penelitian ini yakni mengetahui gambaran risiko diabetes melitus tipe 2 pada mahasiswa tingkat 3 angkatan 2019 FK Universitas Islam Bandung dengan metode FINDRISC. Subjek pada penelitian ini berjumlah 72 responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Pengolahan data penelitian dilakukan secara komputerisasi dimulai dari editing, coding, dan processing. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa angka tertinggi responden memiliki faktor risiko low sebanyak 43 responden (59,7%) terhadap diabetes melitus tipe 2, disusul oleh responden dengan faktor risiko slightly elevated 22 responden (30,6%) selain itu ada juga yang memiliki risiko moderate atau sedang 5 responden (6,9%) dan high atau tinggi 2 responden (2,8%). Faktor risiko tinggi dipengaruhi oleh riwayat pemeriksaan kadar gula dalam darah yang tinggi dan riwayat keluarga dengan diabetes melitus dan faktor risiko rendah dipengaruhi oleh indeks massa tubuh normal, aktifitas fisik rutin dan rajin mengkonsumsi buah dan sayur setiap harinya.
Hubungan Tekanan Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kejadian Retinopati Diabetik di RSUD Al-Ihsan Bandung Cika Lailatus Sholihah; Suganda Tanuwidjaja; Ismawati
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v4i1.11170

Abstract

Abstract. Diabetic retinopathy (DR) is a microvascular complication of type 2 diabetes mellitus which can damage retinal blood vessels and cause visual impairment and even blindness, making diabetic retinopathy a public health problem throughout the world. Diabetic retinopathy is the fifth cause of blindness and visual impairment. The International Diabetes Federation (IDF) stated that in 2021 there will be 537 million people in the world suffering from diabetes mellitus, while the prevalence of DM in Indonesia in 2018 was around 1.5% with the number diagnosed at 1,017,290. The prevalence of DR in Bandung is 19.46% in 2020. Risk factors that cause DR include hypertension, obesity, dyslipidemia, poor glycemic control and nephropathy, so prevention is needed by controlling related factors, one of which is hypertension. The aim of this study was to determine the relationship between blood pressure in type 2 DM sufferers and the incidence of DR. This study used a case control research design conducted at Al Ihsan Regional Hospital, Bandung, with a sample size of 152 type 2 DM patients, of whom 53 were diagnosed with RD and 99 were diagnosed with something other than RD. Data were analyzed using univariate and bivariate tests and statistical tests were carried outChiSquare andOds Ratio. The results of this study showed that the average age of RD patients was 55 years and it was more common among women. ChiSquare test shows p-value <0.0001 and odds ratio obtained 6.7. This research can be concluded that there is a relationship between hypertension and the incidence of diabetic retinopathy at Al Ihsan Regional Hospital. Abstrak. Retinopati diabetik (RD) merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus tipe 2 yang dapat merusak pembuluh darah retina dan mengakibatkan gangguan penglihatan bahkan menyebabkan kebutaan, sehingga retinopati diabetik menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Retinopati diabetik menjadi penyebab kelima darikebutaan dan gangguan penglihatan. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan tahun 2021 terdiri 537 juta orang di dunia menderita diabetes melitus, sedangkan prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2018 sekitar 1,5% dengan jumlah terdiagnosis 1.017.290. Prevalensi RD di Bandung, yaitu 19,46% pada tahun 2020. Faktor risiko yang menyebabkan terjadinya RD, seperti hipertensi, kegemukan, dislipidemia, kontrol glikemik yang buruk, dan nefropati, sehingga diperlukan pencegahan dengan mengendalikan faktor yang berhubungan salah satunya hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tekanan darah penderita DM tipe 2 dengan kejadian RD. Penelitian ini menggunakan desain penelitian case control yang dilakukan di RSUD Al Ihsan bandung, dengan jumlah sampel 152 pasien DM tipe 2 diantaranya 53 terdiagnosis RD dan 99 terdiagnosis selain RD. Data dianalisis dengan uji univariat dan bivariat dan dilakukan uji statistik ChiSquare dan Ods Ratio. Hasil ini didapatkan rerata usia pasien RD adalah 55 tahun dan lebih banyak dialami oleh perempuan. Uji ChiSquare menunjukan nilai p-value <0.0001 dan uji OdsRatio didapatkan 6.7. Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian retinopati diabetik di RSUD Al Ihsan.
Hubungan Penyakit Komorbid dengan Status Mortalitas Pasien COVID-19 Delvira Azzahra; Suganda Tanuwidjaja; Rika Nilapsari
Bandung Conference Series: Medical Science Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Medical Science
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsms.v4i1.11307

Abstract

Abstract. Coronavirus disease-19 (COVID-19) is a disease caused by infection of severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). From January to May 20, 2020, a total of 4,806,299 people have been infected and caused 318,599 deaths worldwide. One of the risk factors for COVID-19 is comorbid diseases. Individuals who have comorbidities can make COVID-19 more severe and can increase mortality. The purpose of this study was to determine the relationship between comorbid diseases and mortality status of COVID-19 patients. This study was observational analytic using a cross-sectional study. The study was conducted from February – August 2023. Research materials were taken from medical records, obtained 184 secondary data that met the inclusion criteria. Data were collected using total sampling and analyzed using the Fisher method. The results showed that the number of patients who had comorbidities was 77.7% dominated by lung disease (48.4%). There is a relationship between comorbid diseases and mortality status with a p value of 0.000. This result can occur because it is influenced by various worsening mechanisms that occur in individuals with comorbid diseases. Abstrak. Coronavirus disease-19 (COVID-19) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Terhitung sejak Januari sampai 20 Mei 2020, sejumlah 4.806.299 orang telah terinfeksi dan menyebabkan 318.599 kematian di seluruh dunia. Salah satu faktor risiko COVID-19 penyakit komorbid. Individu yang mempunyai penyakit penyerta dapat menyebabkan COVID-19 yang dideritanya menjadi lebih berat dan dapat meningkatkan angka mortalitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan penyakit komorbid dengan status mortalitas pasien COVID-19. Penelitian ini adalah observasional analitik menggunakan cross-sectional study. Penelitian dilakukan dari Februari – Agustus 2023. Bahan penelitian diambil dari rekam medis, didapatkan 184 data sekunder yang memenuhi kriteria inklusi. Pengambilan data menggunakan total sampling dan dianalisis menggunakan metode Fisher. Hasil penelitian menunjukkan jumlah pasien yang memiliki komorbid adalah 77.7% yang didominasi oleh penyakit paru (48,4%). Terdapat hubungan antara penyakit komorbid dengan status mortalitas dengan p value 0,000. Hasil ini bisa terjadi karena dipengaruhi oleh adanya berbagai mekanisme perburukan yang terjadi pada individu dengan penyakit komorbid.
Gambaran Karakteristik Balita Stunting dan Severely Stunting di Puskesmas Palasari Subang Sarah Siti Nurnabilah; Zulmansyah; Suganda Tanuwidjaja
Jurnal Riset Kedokteran Volume 5, No.1, Juli 2025, Jurnal Riset Kedokteran (JRK)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrk.v5i1.6688

Abstract

Abstract. Stunting is one of the chronic nutritional problems that affect the growth and development of toddlers. The working area of Palasari Health Center in Subang shows a high prevalence of stunting. The study employs a quantitative descriptive design with a purposive sampling technique. The sample consists of 84 toddles recorded in the working area of the Palasari Health Center. Secondary data were obtained through the e-PPGBM (Electronic Community-Based Nutrition Recording and Reporting). The results show that stunted toddlers are more common among boys (62%), as well as severely stunted toddlers (52.4%). The majority of both stunted and severely stunted toddlers belong to the age group >36 months (69%). Additionally, most stunted toddlers have mothers with inadequate weight gain during the third trimester of pregnancy (52.4%), similar to severely stunted toddlers, where most have mothers with insufficient weight gain during the third trimester (76%). The high prevalence of stunting and severe stunting in this area is influenced by various factors, including male gender, age >36 months, and mothers with inadequate weight gain during the third trimester of pregnancy. Integrated intervention efforts, including enhanced nutrition education and strengthened maternal and child health programs, are necessary to address this issue. Abstrak. Stunting merupakan salah satu masalah gizi kronis yang berdampak pada tumbuh kembang balita. Wilayah kerja Puskesmas Palasari Subang  menunjukkan prevalensi stunting yang masih tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik balita stunting dan severely stunting, serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kuantitatif dengan teknik purposive sampling. Sampel terdiri dari  84 balita yang terdata di wilayah kerja Puskesmas Palasari. Data sekunder didapatkan melalui e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita stunting lebih banyak pada laki-laki(62%), begitupun dengan balita severely stunting (52,4%). Mayoritas balita stunting maupun severely stunting berasal dari kelompok umur >36 bulan (69%). Selain itu, mayoritas balita stunting memiliki ibu dengan  penambahan berat badan saat hamil trimester III yang kurang (52,4%). Sama halnya dengan balita  severely stunting yang sebagian besar memiliki ibu penambahan berat badan saat hamil trimester III yang kurang (76%). Tingginya prevalensi stunting dan severely stunting di wilayah ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya jenis kelamin laki-laki, usia > 36 bulan, dan ibu yang memiliki penambahan berat badan trimester III kehamilan dengan kategori kurang. Upaya intervensi yang terintegrasi, termasuk peningkatan edukasi gizi dan penguatan program kesehatan ibu dan anak, diperlukan untuk mengatasi permasalahan ini.