Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Morfologi dan morfometrik perkembangan awal filosoma lobster mutiara (Panulirus ornatus) Yusnaini Yusnaini; Muhammad Natsir Nessa; Muhammad Iqbal Djawad; Dody Dharmawan Trijuno
Aquahayati Vol 9, No 1 (2013)
Publisher : Aquahayati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.414 KB)

Abstract

Telur lobster mutiara yang baru menetas dinamakan larva atau filosoma. Pengetahuan tentang filosoma dibutuhkan untukmengembangkan dan mengelola pembenihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi morfologi dan morfometrikperkembangan awal filosoma lobster mutiara (Panulirus ornatus). Filosoma yang baru menetas dipelihara tanpa diberipakan. Hari ke 1, 3, 5, dan 7 hari setelah menetas, filosoma diamati morfologi dan morfometriknya dengan menggunakanmikroskop binokuler dan mikrometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara morfologi, tubuh dari filosoma tahapawal berbentuk datar, tidak berpigmen, transparan sehingga dari punggung atau perut, kontraksi jantung, usus, midgutgland terlihat jelas. Tubuh filosoma terdiri atas tiga bagian, yaitu: kepala, dada, dan pleon. Kepala terdiri atas ususbucccale sebagai bagian dari mulut, jantung, sepasang mata, antena, antenulla, maxilliped 1 , 2, dan 3, serta organ dalampenting lainnya. Di dada, terdapat organ pencernaan (semacam usus) dan 3 pereiopods. Periopod 1 dan 2 adalah exopod,dorsal coxal spine, plumose natatory setae, coxa, basis, ischio-merus,corpus dan dactylus. Ukuran tahap I adalah: panjangtubuh 1,431,47 mm (±0,05 mm), panjang cephala adalah 0,760,78 mm (±0,02 mm), dan lebar cephala adalah0,710,72 mm (±0,03 mm). Panjang Thorax adalah 0,460,48 mm (±0,08 mm), lebar dada adalah 0,360,38 mm (± 0,03mm), panjang pleon adalah 0,270,29 mm (±0,05 mm) dan lebar pleon adalah 0,11 mm (± 0,01 mm). Keadaan morfologidan morfometrik filosoma sampai hari ke 7 tidak mengalami perubahan, suatu indikasi bahwa filosoma lobster mutiaramempunyai perkembangan yang sangat lambat dan tetap berada pada stadia pertama.Kata kunci: lobster mutiara, Panulirus ornatus, morfologi, morfometrik, filosoma/larva
THE MANGROVE OYSTER ( Crassostrea sp ) EFFECTIVENES S IN REDUCING CU IN THE POND WATER OF BLACK TIGER SHRIMP (Panaeus monodon) Muhammad Iqbal Djawad; Nova Bertha
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 1 No. 2 (2009): Elektronik Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (316.066 KB) | DOI: 10.29244/jitkt.v1i2.7868

Abstract

Study of the mangrove oyster (Crassostrea sp) to reduce heavy metal (Cu) concentration on shrimp pond water and the black tiger shrimp’s (Penaeus monodon) body was conducted during ten days. Variable used in this research was the efficiency level of mangrove oyster as a treatment in the Cu contaminated waters to reduce the level of the Cu concentration. Survival and specific growth rate of shrimp were also observed and measured. Histological condition of the fish especially gills was also observed to determine the level of dama ge caused by Cu. The results showed that oysters (Crassostrea sp) were a proper type of organisms used as bio-treatment in reducing Cu not only in the shrimp pond water but also in the body of the shrimp.Oysters we re able to reduce heavy metals Cu concent ration up to 78% level to the normal level of heavy metal Cu for black tiger shrimp. Keywords: Mangrove Oyster, Shrimp, Efficiency Level, Copper
STUDI PROSES TERTANGKAPNYA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) PADA ALAT TANGKAP JARING INSANG Hasrianti Hasrianti; Muhammad Iqbal Djawad; Abduh Ibnu Hajar
Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Vol. 7 No. 14 (2020)
Publisher : Hasanuddin University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.859 KB) | DOI: 10.20956/jipsp.v7i14.10482

Abstract

Ilmu dan pengetahuan mengenai ikan dan alat penangkapan ikan dengan menggunakan pendekatan tingkahlaku ikan dilakukan guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi penangkapan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses dan mekanisme tertangkapnya ikan pada alat tangkap jaring insang serta pengaruh shortening terhadap ukuran ikan yang tertangkap pada jaring. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan akuarium (flume tank) dengan ukuran 500 cm x 120 cm x120 cm yang dibagi menjadi 3 bagian yang dibatasi dengan penyekat waring dari bahan polyethylene dan jaring dari bahan PA monofilament yang memiliki ukuran mata jaring 7.62 cm dengan shortening 60% dan 40%. Pengamatan tingkahlaku ikan dilakukan dengan melihat proses dan mekanisme terjeratnya ikan melalui video recorder dengan memanfaatkan umpan untuk menarik ikan melewati jaring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pada mesh size 7.62 cm dengan shortening 60% jaring insang menangkap ikan nila dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan shortening 40% yang tertangkap secara gilled dan wedged. Sedangkan proses dan mekanisme tertangkapnya ikan adalah ketika bagian kepala ikan masuk kedalam mata jaring dengan kondisi sirip dada yang sejajar dengan badan ikan yang kemudian setelah terjadi gesekan antara bagian tubuh dengan benang jaring maka langsung direspon oleh ikan dengan gerakan maju dan mundur (respon alamiah dari tubuh ikan) yang bersamaan dengan gerakan terbuka dan tertutupnya operculum dengan selang waktu kurang dari 1 detik yang mengakibatkan benang jaring masuk ke sela operculum sehingga ikan terjerat pada operculum dan akhirnya ikan tertangkap secara gilled. Kata Kunci : Shortening, proses tertangkap, ikan nila
Pengaruh level protein pakan terhadap laju metabolisme juwana ikan bandeng (Chanos chanos, Forsskal 1775) [Effect of dietary protein level on the metabolism rate of milkfish (Chanos chanos, Forsskal 1775) juvenile] Zainuddin Zainuddin; M. Iqbal Djawad; Ryan Ardiyanti
Jurnal Iktiologi Indonesia Vol 12 No 2 (2012): Desember 2012
Publisher : Masyarakat Iktiologi Indonesia (Indonesian Ichthyological Society)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32491/jii.v12i2.117

Abstract

The aim of study was to determine the best level of dietary protein on the metabolism rate (oxygen consumption) of milkfish (Chanos chanos Forsskal) juvenile. This study used completely randomized design (CRD) with four treatments and three replicates. The experimental treatments were dietary protein level of 30, 35, 40, and 45%. The juvenile weight ranged from 0.4-0.5 g and length ranged from 2.0-3.5 cm. Feed doses were 10% from the body weight with three times per day feeding frequency. Oxygen consumption was measured by using closed bottle method. The results showed that the oxygen consumption of milkfish juvenile tend to increase until at level 40%, but decrease at level 50% of dietary protein. The best level of dietary protein in this study was 40%. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menentukan level protein pakan yang terbaik terhadap laju metabolisme (konsumsi oksi-gen) juwana ikan bandeng Chanos chanos,Forsskal. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) de-ngan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan yang dicobakan adalah level protein pakan yang berbeda, yaitu 30, 35, 40, dan 45%. juwana ikan yang digunakan mempunyai bobot individu berkisar antara 0,4-0,5 g per ekor dengan panjang tubuh berkisar 2,0-3,5 cm dan dipelihara selama empat minggu. Dosis pemberian pakan sebesar 10% dari bobot tubuh dengan frekuensi pemberian sebanyak tiga kali dalam sehari. Parameter konsumsi oksigen diukur dengan menggunakan metode botol tertutup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi oksigen juwana ikan bandeng cen-derung meningkat hingga level protein pakan 40% dan menurun kembali pada level protein pakan 50%. Level protein pakan terbaik dalam penelitian ini adalah 40%.
Efisiensi Penyerapan Kuning Telur Pralarva Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) pada Suhu Yang Berbeda Zulfiani Zulfiani; Muhammad Iqbal Djawad; Zainuddin Zainuddin; Hamka Hamka; Iman Sudrajat
Prosiding Simposium Nasional Kelautan dan Perikanan Vol. 6 (2019): PROSIDING SIMPOSIUM NASIONAL VI KELAUTAN DAN PERIKANAN UNHAS
Publisher : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP), Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (290.01 KB)

Abstract

Pengembangan budidaya kakap putih masih terkendala beberapa masalah antara lain kematianyang tinggi pada fase larva khususnya pada fase endogenous ke exogenous. Fase ini terjadi adanyaperpindahan sumber makanan dan kesenjangan pemanfaatan energi, yaitu saat kuning telur larvatelah habis, dan belum melakukan proses organogenesis secara sempurna. Suhu merupakan salahsatu parameter kualitas air yang secara langsung berperan penting dalam mempengaruhi kondisifase tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suhu terhadap efisiensipenyerapan kuning telur pralarva ikan kakap putih (Lates calcarifer, Bloch). Penelitian dilakukanpada bulan Mei 2019 Di Balai Perikanan Budidaya Air Payau Takalar. Penelitian ini menggunakanrancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, suhu yaitu 24°C, 28°C, 32°C, dan 36°C.Parameter yang diamati yaitu laju penyusutan kuning telur, laju pertumbuhan dan efisiensipenyerapan kuning telur. Hasil penelitian memperlihatkan adanya perbedaan laju penyerapankuning telur pada suhu yang berbedaKata Kunci : Kakap putih, suhu, penyerapan kuning telur, pralarva.
Mapping Embryogenesis in the Early Phases of Seabass (Lates calcarifer) Eggs on Different Salinities Djawad, Muhammad Iqbal; Tenriajeng, Muhammad Al Ghiffari; Trijuno, Dody Dharmawan
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 29, No 3 (2024): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.29.3.351-358

Abstract

Embryogenesis is a critical stage in the development of fish eggs, as it determines the successful hatching and survival of larvae. Understanding the effects of salinity on embryogenesis is crucial for optimizing hatchery practices and improving the production of fish larvae, such as the seabass. The purpose of this study was to map the stages of embryonic development against various salinities in order to identify the ideal salinity for seabass egg hatching. Eggs from natural spawning in a maintenance bath were used in this investigation. Four containers with salinity treatments (20 ppt, 25 ppt, 30 ppt, and 35 ppt) are used to lay fertilized eggs. The findings demonstrated that, in comparison to 20 ppt and 25 ppt treatments, eggs at 30 ppt and 35 ppt treatments generated faster embryonic development stages. Different incubation salinities have a highly substantial effect on the hatching speed of seabass eggs. Further testing revealed that the eggs hatched in 14 h and 40 min, which had the fastest seabass roe hatching time (35 ppt), and 15 h and 20 min for the 20 ppt salinity treatment. The 35 ppt salinity treatment had the highest hatchability rate (80.67%), while the 20 ppt salinity treatment had the lowest percentage (71.78%). It can be concluded that a salinity of 35 ppt provides a good embryo development response where there are no embryos that fail to develop, have the shortest hatching times of 14 h and 40 min, and produce the highest hatchability of eggs compared to other salinities.
Impact of Varied Lead Concentrations on Lead Accumulation in the Body, Heart and Gill Damage of Milkfish (Chanos chanos) Sukardi, Reski Wahyuni; Djawad, Muhammad Iqbal; Azis, Hasni Yulianti; Manaf, Sharifah Raina
ILMU KELAUTAN: Indonesian Journal of Marine Sciences Vol 29, No 1 (2024): Ilmu Kelautan
Publisher : Marine Science Department Diponegoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/ik.ijms.29.1.85-96

Abstract

Milkfish (Chanos chanos) is valued in aquaculture for its affordability and nutritional richness. However, conventional farming techniques frequently result in suboptimal yields due to lead (Pb) contamination. Traditional milkfish ponds are typically situated near coastal areas, river waters, estuaries, ports, and industrial zones, rendering them susceptible to contamination, particularly from heavy metals, like Pb. This study aimed to analyze Pb accumulation in the body of milkfish juvenile, identify liver and gills damage, and examine the growth rate and survival of milkfish exposed to Pb at various concentrations. Juvenile milkfish were exposed to various concentrations of PbNO3, namely 0 mL.L-1, 0.08 mL.L-1, 0.8 mL.L-1, and 8 mL.L-1, including the non-exposed control group. The metal content of the fish bodies was measured using an AA spectrophotometer. Histological analysis of the liver and gills of the fish was performed to evaluate organ damage. The results showed significant Pb accumulation has been observed in milkfish exposed to high Pb concentrations. The control treatments showed a decrease in metal content, whereas treatments with high concentrations showed a significant increase. Exposure to Pb within 30 d can cause organ damage, such as inflammatory cells, secondary lamella fusion, and necrosis that occurs in the gills. In the liver, there is damage such as the accumulation of inflammatory cells, necrosis, and hydrofic degeneration. Pb exposure rapidly damages and disrupts milkfish's biological functions, influencing survival and growth. Pb exposure with doses 8 mL.L-1 significantly affected juvenile milkfish within approximately 60 min.