Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

PENGARUH TEMPERATUR, RASIO NaOH, WAKTU EKSTRAKSI TERHADAP ALUMINA DARI SPENT CATALYST DENGAN METODE BAYER Tony Handoko; Henky Muljana
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2008)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (13.386 KB)

Abstract

Aluminium merupakan salah satu bahan logam yang banyak digunakan dalam industri dengan berbagai macam bentuk. Aluminium tersebut tidak diperoleh secara langsung tapi melalui permurnian dari oksidanya, yang dikenal dengan nama alumina, dengan rumus molekul Al2O3. Proses pemurnian dari aluminium tersebut dilakukan dengan elektrolisis. Namun sebelum proses pemurnian, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan alumina. Hal ini dikarenakan alumina tidak berada dalam bentuk murninya. Alumina merupakan bahan alam dan paling banyak terdapat di dalam bauksit, bersama dengan silika. Selain bauksit, alumina juga terdapat di dalam kaolin, tanah liat, dan spent catalyst. Spent catalyst adalah katalis yang dipergunakan dalam proses cracking dalam industri petroleum yang sudah jenuh dan tidak dapat dipergunakan lagi sehingga harus dibuang. Katalis ini masih mengandung senyawa-senyawa logam yang berharga seperti nikel, vanadium, rhodium, silika, alumina, dan lain-lain sehingga katalis tersebut masih berharga untuk di daur ulang. Proses daur ulang tersebut bertahap untuk masing-masing jenis senyawa logam. Pada penelitian terdahulu telah diperoleh bahwa metode Bayer dapat digunakan untuk mengekstrak alumina dari spent catalyst. Penelitian ini melakukan langkah yang lebih detail yaitu melihat pengaruh variabel temperatur, rasio katalis dengan pelarut NaOH, dan lama waktu ekstraksi. Temperatur divariasikan menjadi 80 oC, 150 oC, 200 oC, rasio divariasikan menjadi 1 : 3, 1 : 5, 1 ; 8, dan lama waktu menjadi 2 dan 3 jam. Pengukuran larutan tiap tahap dilakukan dengan mengukur konduktivitas larutan. Hasil yang diperoleh adalah konduktivitas hanya dapat melihat hasil tiap tahap secara kualitatif dan tidak dapat menunjukkan jumlah alumina secara kuantitatif. Tahap ekstraksi menjadi tahap yang paling utama dan penting dalam mengekstrak alumina dari spent catalyst. Kondisi ekstraksi yang baik diperoleh pada 150 oC, 1 : 5, dan 3 jam. Kemurnian alumina yang diperoleh berkisar 1 – 2 %.
Pengaruh Laju Alir Gas Karbondioksida dan Lama Pembakaran dalam Pemurnian Alumina dari Spent Catalyst Tony Handoko; Henky Muljana
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2009)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.872 KB)

Abstract

Aluminium merupakan salah satu bahan logam yang banyak digunakan dalam industri dengan berbagai macam bentuk. Aluminium tersebut tidak diperoleh secara langsung tapi melalui permurnian dari oksidanya, yang dikenal dengan nama alumina, dengan rumus molekul Al2O3. Proses pemurnian dari aluminium tersebut dilakukan dengan elektrolisis. Namun sebelum proses pemurnian, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan untuk mendapatkan alumina. Hal ini dikarenakan alumina tidak berada dalam bentuk murninya. Alumina merupakan bahan alam dan paling banyak terdapat di dalam bauksit, bersama dengan silika. Selain bauksit, alumina juga terdapat di dalam kaolin, tanah liat, dan spent catalyst.Spent catalyst adalah katalis yang dipergunakan dalam proses cracking dalam industri petroleum yang sudah jenuh dan tidak dapat dipergunakan lagi sehingga harus dibuang. Katalis ini masih mengandung senyawa-senyawa logam yang berharga seperti nikel, vanadium, rhodium, silika, alumina, dan lain-lain sehingga katalis tersebut masih berharga untuk di daur ulang. Proses daur ulang tersebut bertahap untuk masing-masing jenis senyawa logam.Dari penelitian sebelumnya telah diperoleh bahwa metode Bayer cocok untuk pengolahan spent catalyst, konduktivitas dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk melihat banyaknya ion-ion yang terendapkan secara kualitatif, kondisi ekstraksi yang baik adalah 80 oC, 3 jam, dan rasio 1 : 5 dengan pelarut NaOH, tahap ekstraksi adalah penentu dari banyaknya alumina yang dapat diendapkan. Tahap selanjutnya yang harus ditentukan adalah tahap karbonisasi, yang berupa perubahan laju alir gas dan tahap pembakaran, yaitu lama pembakaran.Hasil yang diperoleh adalah laju alir gas karbondioksida 2 L/menit dengan waktu pembakaran 30 menit menghasilkan alumina terbaik. Presipitasi dapat dilakukan dengan reaktor silinder batch dan menghasilkan endapan yang banyak.
KAJIAN AWAL PEMANFAATAN BUAH BINTARO SEBAGAI BAHAN BAKU BIOETANOL : PENGARUH KONSENTRASI SUBSTRAT TERHADAP PEROLEHAN GLUKOSA Henky Muljana; Tony Handoko
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2010)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11.726 KB)

Abstract

Dewasa ini, penggunaan bahan bakar minyak menjadi salah satu hal yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia dalam menjalankan perekonomian. Perubahan harga yang fluktuatif dan cadangan minyak yang berkurang menjadi suatu problem utama bagi pemerintah dalam menyediakan kebutuhan bahan bakar tersebut. Akibatnya perlu dicari suatu alternatif untuk mengatasi hal tersebut. Bahan bakar nabati adalah salah satu alternatif yang dapat mengatasi hal tersebut. Bioetanol merupakan salah satu jenis bahan bakar nabati yang dapat diperoleh melalui bahan-bahan terbaharukan yang mengandung karbohidrat. Hal ini menjadi berbenturan dengan penggunaan bahan-bahan berkarbohidrat tersebut sebagai bahan pangan. Oleh karena itu, perlu alternatif lain dalam penyediaan bahan baku bahan bakar nabati, yaitu bahan berselulosa. Bintaro merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa dan bukan sumber bahan pangan. Tujuan utama penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang kandungan selulosa dalam buah bintaro dan pengaruh kadar enzim selulase terhadap perolehan glukosa sebagai sumber bioetanol. Tujuan lain yang ingin dicapai adalah menentukan kandungan lignin dan pemanfaatan buah bintaro sebagai sumber bahan karbon aktif. Target utama yang ingin dicapai adalah informasi kandungan buah bintaro, pengaruh konsentrasi substrat terhadap perolehan glukosa, dan informasi keekonomisan buah bintaro sebagai sumber bioetanol dan karbon aktif. Hasil penelitian adalah buah bintaro memiliki kandungan selulosa sebesar 36,945 % dan lignin sebesar 38 %. Kajian lebih dalam perlu dilakukan untuk melihat kelayakan secara ekonomi sebagai sumber glukosa dan karbon aktif. Konsentrasi enzim 5 g/L larutan buffer sitrat optimum untuk konsentrasi substrat 40 s.d. 100 g/L. Pada konsentrasi substrat dan enzim 1:1 menghasilkan perolehan glukosa tertinggi sebesar 51,6 % namun tidak layak secara ekonomis karena penggunaan enzim yang mahal dalam jumlah yang besar.
Studi Proses Transesterifikasi Pati Sagu di dalam Media Subkritik CO2 Henky Muljana
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2011)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2006.636 KB)

Abstract

Pati merupakan salah satu polimer alam yang sangat potensial untukdigunakan sebagai bahan baku biodegradable plastics. Pati alami (native starch) perluterlebih dahulu dimodifikasi menjadi pati ester atau pati ester asam lemak agarmemenuhi sifat-sifat sebagai biodegradable plastics. Hanya saja proses modifikasipati ini belum dapat dikembangkan dalam skala komersial/skala industri akibatpenggunaan pelarut organik yang cukup mahal dan kurang ramah lingkungan sepertipiridin dan DMSO. Oleh karenanya, perlu dicari alternatif pelarut lain yang murah,dan ramah lingkungan serta dapat menghasilkan produk yang memenuhi kriteriasebagai bahan biodegradble plastics. Salah satu alternatif pelarut adalah denganmenggunakan CO2.Dalam penelitian ini, telah dilakukan studi terhadap prosestransterifikasi/esterifikasi pati sagu dengan menggunakan asetat anhidrida (Ac2O),dan vinil laurat sebagai reagen di dalam media subkritik CO2 dengan menggunakanreaktor bertekanan tinggi. Percobaan dilakukan dengan memvariasikan beberapavariabel proses antara lain tekanan (2 – 6 MPa), temperatur (50 – 100 oC), konsentrasiAc2O mula-mula (2 – 5 mol/mol anhydroglucose unit (AGU)), jenis katalis garam(Na2SO4, NaOAc, K2CO3) dan ratio katalis garam (0.1 – 0.4 mol/mol AGU). Darihasil percobaan ini, produk pati sagu asetat dengan DS antara 0.09 - 0.47, XAc2Oantara 7 – 82% and nilai SSA antara 5.5 – 55% dan produk pati laurat dengan nilai DSantara 0.02 – 0.44 dapat diperoleh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwamedia subkritik CO2 merupakan pelarut yang potensial untuk digunakan sebagaipelarut dalam reaksi modifikasi pati sagu, khususnya untuk pembuatan pati asetat danpati ester asam lemak
PENGARUH MEDIA SUB- DAN SUPERKRITIK CO2 DALAM PROSES HIDROLISIS SECARA ENZYMATIC TERHADAP PEROLEHAN GLUKOSA Henky Muljana; Tony Handoko; Lesty Meilianasari; Gischa Widhi
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2013)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1456.679 KB)

Abstract

Tingginya pemanfaatan minyak bumi sebagai sumber bahan bakar utama di dunia memicu munculnya dua permasalahan besar yaitu semakin menipisnya persediaan minyak bumi (non renewable) dan terkait dengan hal tersebut, harga minyak bumi yang semakin tinggi. Oleh karena itu perlu dicari sumber alternatif energi lainnya yang berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Salah satunya adalah pembuatan bioetanol sebagai energi alternatif dari kertas bekas. Saat ini beberapa kendala yang dihadapai di dalam proses pembuatan bioetanol dari kertas bekas ini adalah masih rendahnya perolehan glukosa dan tingkat kemurnian glukosa yang masih rendah. Dari proses konvensional yang ada saat ini, produk hidrolisis glukosa tercampur dengan komponen furfural, hydroxymethyl furfural (HMF) dan asam-asam organik yang akan mengganggu proses fermentasi glukosa menjadi etanol. Sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi kendala-kendala tersebut adalah dengan melakukan proses perlakukan awal dan proses hidrolisis enzymatis di dalam media super- dan subkritik CO2.Tujuan khusus yang ingin dicapai di dalam penelitian ini adalah meliputi : i) mempelajari potensi pemanfaatan kertas bekas dan media CO2 di dalam proses perlakuan awal dan proses hidrolisis secara enzymatis dengan terlebih dahulu mempelajari sistem reaksi yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan microcrystalline selulosa (derajat polimerisasi, DP = 230) dan kertas HVS baru (ukuran A4), ii) mempelajari dan melakukan optimasi proses fermentasi glukosa yang diperoleh dari hasil hidrolisis kertas bekas secara enzimatis di dalam media sub- dan superkritik CO2 menjadi bioetanolPenelitian pada tahun pertama ini memiliki fokus untuk mempelajari pengaruh tekanan dan temperatur medium superkrtik CO2 pada proses perlakuan awal terhadap perolehan glukosa. Perlakuan awal dilakukan dengan variasi temperatur pada 50o C, 75o C, dan 100o C serta variasi tekanan pada 80 bar, 120 bar, dan 150 bar. Produk hidrolisis dengan kadar glukosa sebesar 10,9 % - 26,7 % berat/berat dapat diperoleh dengan kondisi percobaan tersebut. Penelitian pada tahun pertama ini menunjukkan potensi penggunaan media superkritik di dalam proses enzimatis kertas dan membuka peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut pada berbagai materi lignoselulosa lainnya.
PENGUJIAN DAN PENINGKATAN MASA SIMPAN PRODUK MIE INSTAN BERBASIS HANJELI Asaf Kleopas Sugih; Henky Muljana
Research Report - Engineering Science Vol. 2 (2013)
Publisher : Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (581.534 KB)

Abstract

Penelitian ini merupakan bagian dari roadmap penelitian yang lebih besar di Jurusan Teknik Kimia UNPAR untuk memanfaatkan hanjeli (sumber pati lokal Indonesia yang sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan walaupun mudah ditanam dan produktivitasnya cukup tinggi) sebagai bahan baku produk pangan dan non-pangan, yang telah dimulai sejak tahun 2010. Pemanfaatan hanjeli secara khusus terkendala oleh masih kurangnya pengembangan teknik pasca panen yang tepat dan inovasi produk-produk pangan yang berbasis hanjeli. Pada penelitian sebelumnya, salah satu upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan penggunaan hanjeli adalah dengan membuat produk-produk turunan hanjeli (biskuit, mie dan mie instan, serta food thickener).Pada penelitian ini akan dilakukan studi lanjutan dari penelitian terdahulu tentang pembuatan mie instan dari hanjeli. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa mie hanjeli secara umum dapat diterima oleh konsumen, tetapi sebelum dapat diproduksi secara luas masih dibutuhkan pengujian masa simpan (shelf life) dari produk tersebut, mengingat mie instan perlu dapat disimpan dalam waktu yang cukup lama. Pada penelitian ini, secara khusus akan dilakukan studi tentang masa simpan mie instan dari hanjeli, serta pengaruh penambahan berbagai aditif pengawet pangan untuk memperpanjang masa simpan mie instan hanjeli. Pendugaan waktu simpan produk akan dilakukan menggunakan metode Accelerated Shelf Life Test (ASLT) dengan menyimpan produk pada suhu yang cukup tinggi. Data-data yang diperoleh dari hasil pengukuran kerusakan pangan pada suhu tinggi akan dimodelkan dengan kinetika reaksi orde pertama, dan digunakan untuk memperkirakan masa simpan produk pada suhu penyimpanan normal (suhu kamar).Aditif pangan yang ditambahkan terutama adalah antioksidan yang dapat mengurangi kecenderungan munculnya ketengikan pada minyak nabati yang digunakan untuk menggoreng mie instan, seperti asam askorbat, BHT, dan TBHQ. Penurunan kualitas produk akan diamati menggunakan parameter-parameter sederhana seperti uji organoleptik hingga menggunakan prosedur kimia dengan uji penentuan bilangan peroksida, acid value, dan free fatty acid.
SYNTHESIS OF ACTIVATED CARBONS ORIGINATED FROM ORANGE PEEL BY SUBCRITICAL CO2 ACTIVATION METHOD Arenst Andreas Arie; Emerentina Maerilla Puspaningrum; Henky Muljana
ALCHEMY Jurnal Penelitian Kimia Vol 12, No 1 (2016): March
Publisher : UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/alchemy.12.1.944.61-69

Abstract

Low-cost and environmental friendly activated carbons were synthesized from orange peel waste by carbonization followed by activation process using supercritical carbon dioxide. The carbonization process of orange peel waste was conducted in the electrical furnace at temperature of 800 °C for 2 h. Activation process of the impregnated orange peel was carried out in the tubular furnace for 1 h at activation temperature of 140 °C and pressure variation of 80, 125 and 170 bar. Activated carbon with highest surface area of 262.173 m2/g was obtained by co2 pressure of 125 bar. The activated carbons were then utilized as adsorbents for removal of methylene blue (MB) from aqueous solution. The batch adsorption study was carried out by varying the initial concentration of mb solution (2, 4, 6, 8 and 10 ppm). Experimental results showed that the adsorption kinetic of mb fitted the pseudo-second-order rate equation, where as for the adsorption isotherm model followed two models i.e. The dubinin- radushkevich and freundlich model. The adsorption mechanism was found to be governed by the intraparticle and surface diffusion mechanism.
Preliminary Study on the Synthesis of Phosphorylated Mung Bean Starch: The Effect of pH on the Physicochemical and Functional Properties Illona Nathania; Asaf Kleopas Sugih; Henky Muljana
Indonesian Journal of Chemistry Vol 17, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (248.198 KB) | DOI: 10.22146/ijc.25150

Abstract

Mung bean (Vigna radiate L.) is a grain legume widely cultivated in tropical and sub-tropical regions. Mung bean seeds contain a significant amount of carbohydrate (63%-w/w) and are easily digested compared to seeds from other legumes. Mung bean starch has the potential to be used as thickener or gelling agents in food industries. Certain functional properties of mung bean starch, however, still need to be improved. In this research, a preliminary study was performed to upgrade mung bean starch properties using phosphorylation reaction. In particular, the effect of starch suspension pH (6–10) on the functional properties of the modified products was investigated. Phosphorylation was carried out at 130 °C, for 2 h using sodium tripolyphosphate (STPP) with an intake of 5%-w based on dry starch. The phosphorylated products were subsequently washed with water and dried. The experimental results show that the P-content of the phosphorylated mung bean starch is accessible in the range of 0.04–0.08%. The solubility (6.09–11.37%-w/w) and swelling power (9.88–11.17 g/g) of the modified starch products have been improved compared to native starch (solubility = 6.06 %-w/w, swelling power = 8.05 g/g). Phosphorylation also proved to increase peak viscosity, paste clarity, and water absorption/oil absorption capacity of the products.
Sintesis polivinil alkohol tersulfonasi sebagai katalis dalam produksi metil ester: review Maria Gracella Irawan; Henky Muljana; Asaf Kleopas Sugih; Usman Oemar; Jessica Atin
Jurnal Rekayasa Proses Vol 16, No 1 (2022)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.70698

Abstract

A B S T R A C TSulfonated polyvinyl alcohol (PVA) can be used as a heterogeneous catalyst in esterification or transesterification reactions during methyl ester production. This catalyst with PVA support has the potential to be used commercially like Amberlyst 46. However, there are several drawbacks in the conventional methods to produce sulfonated PVA compared to Amberlyst 46. In this paper, various processes of sulfonated PVA synthesis will be discussed including the advantages and disadvantages compared to Amberlyst 46. The synthesis of sulfonated PVA catalysts can be carried out using sulfosuccinate acid reagents or other acid reagents that have sulfonic groups that act as the active sites of the catalysts. The use of sulfosuccinate acid as the reagent produces catalysts with better catalytic activity, but the resulting product is not in granule form like Amberlyst 46 and can only be used continuously for seven times. The use of chlorosulfonic acid as the reagent resulted in granular catalysts. However, the catalyst has less catalytic activity and stability, and the reagent has a relatively high environmental impact. For the synthesis performed using sulfuric acid as the reagent, no result regarding catalytic activity has been reported elsewhere. The blending of the catalyst with other polymers resulted in improvements in the thermal stability and mechanical strength of the sulfonated polyvinyl alcohol. After a careful review of the procedures, we propose blending or double cross-linking processes combined with sulfonated PVA synthesis as a promising method to increase the thermal stability and mechanical strength of the catalysts. However, it is necessary to perform further laboratory validations on the catalytic activity of the catalysts produced from the combined method because blending may reduce the acid capacity of the catalyst.Keywords: esterification catalyst, polyvinyl alcohol, sulfonation A B S T R A KPolivinil alkohol (PVA) tersulfonasi dapat digunakan sebagai katalis heterogen dalam reaksi esterifikasi atau transesterifikasi dalam produksi metil ester. Katalis dengan support polivinil alkohol ini berpotensi untuk digunakan secara komersial seperti Amberlyst 46. Akan tetapi, PVA tersulfonasi yang disintesis secara konvensional masih memiliki banyak kekurangan dibandingkan dengan Amberlyst 46. Pada kajian ini akan dibahas mengenai berbagai alternatif proses sintesis PVA tersulfonasi termasuk kelebihan dan kekurangannya jika dibandingkan dengan Amberlyst 46. Sintesis katalis PVA tersulfonasi dapat dilakukan menggunakan reagen asam sulfosuksinat (SSA) maupun reagen asam lainnya yang memiliki gugus sulfonat yang berperan sebagai situs aktif katalis. Penggunaan reagen SSA menghasilkan katalis dengan aktivitas katalitik yang baik namun produk yang dihasilkan tidak berbentuk granula seperti Amberlyst 46 dan hanya dapat digunakan ulang sebanyak tujuh kali. Penggunaan reagen asam klorosulfonat dapat menghasilkan katalis berbentuk granula, namun memiliki aktivitas katalitik dan kestabilan kurang baik, serta reagen yang digunakan cukup berbahaya. Untuk proses sintesis menggunakan reagen asam sulfat belum ada hasil mengenai aktivitas katalitik, tetapi dengan adanya blending dengan polimer lain dapat memperbaiki kestabilan termal dan kekuatan mekanik PVA tersulfonasi yang dihasilkan. Proses blending atau double cross-linking yang digabung dengan sintesis PVA tersulfonasi dapat meningkatkan kestabilan termal dan kekuatan mekanik sehingga metode gabungan ini diyakini sebagai metode yang paling potensial dilakukan untuk menghasilkan PVA tersulfonasi dengan karakteristik terbaik. Meskipun demikian, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut disertai tahapan pengujian aktivitas katalitik pada katalis yang dihasilkan dari metode gabungan karena kemungkinan proses blending dapat mengurangi kapasitas asam pada katalis.Kata kunci: katalis esterifikasi; polivinil alkohol; sulfonasi
Sintesis katalis asam heterogen berbasis polivinil alkohol (PVA) dan pemanfaatannya dalam produksi metil ester asam lemak Hartono, Ryan; Muljana, Henky; Sugih, Asaf Kleopas; Oemar, Usman; Atin, Jessica; Ahimsa, Gadmon
Jurnal Rekayasa Proses Vol 17, No 2 (2023)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.84514

Abstract

Sulfonated polyvinyl alcohol is a potential heterogeneous acid catalyst for fatty acid methyl esters (FAME) production. The catalyst (PVA/SSA) was synthesized via an esterification reaction between polyvinyl alcohol (PVA) and sulfosuccinic acid (SSA). This research aimed to study the effect of several process variables, such as the molecular weight (MW) of PVA, washing step with methanol, annealing conditions (time, temperature, and annealing pressure), and drying temperature on the performance of the PVA/SSA catalyst in methanol and free fatty acid (FFA) esterification. The sulfonated PVA catalyst was successfully synthesized, as indicated by the presence of the sulfonate group (SO3) at an absorption band of 1267 cm-1 and the carbonyl group (C=O) at an absorption band of 1628 cm-1 in the FT-IR spectra. The resulting PVA/SSA catalyst shows a good performance, where maximum conversion of the fatty acid esterification reaction can reach 81.9%. In addition, the catalyst can be used for at least four repetitions with a decrease in FAME conversion from the first to the second stage of 28.2% and has relatively stable performance in the second and subsequent reactions (conversion range 49, 1% - 58.8%). The resulting catalyst also has good thermal stability with a first-stage degradation range of 200oC to 290oC, allowing it to be applied in a temperature range suitable to the FAME manufacturing industries requirement.