Tajerin Tajerin
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

MODEL BISNIS USAHA PAKAN IKAN MANDIRI BERBASIS MASYARAKAT DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Budi Wardono; Rikrik Rahadian; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1239.17 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v12i1.6301

Abstract

Program Gerakan Pakan Ikan Mandiri (GERPARI) bertujuan mengurangi ketergantungan pakanikan pabrikan melalui peningkatan pemanfaatan bahan baku lokal, yang diharapkan bisa menjadi modelbisnis pengembangan pakan ikan di Indonesia. Tujuan penelitian menyusun model bisnis usaha pakanikan mandiri berbasis masyarakat. Penelitian telah dilakukan pada bulan Januari-Desember 2016,dengan lokasi penelitian di pabrik pakan Kabupaten Sleman dan Gunungkidul, Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder terkait manajemen pabrik pakanmandiri di kedua lokasi. Analisis data eksisting pabrik pakan untuk mengetahui dan menggambarkankinerja pabrik pakan saat ini. Analisis yang digunakan untuk menyusun model bisnis yang diperbaikidengan pendekatan Bisnis Model Canvas/Business Model Canvas (BMC) dengan strategi blueocean (blue ocean strategy). Analisis SWOT dengan pendekatan Blue Ocean menghasilkan strategiberdasarkan empat elemen yaitu: menghilangkan (eliminate); mengurangi (reduce); meningkatkan(raise) dan menciptakan (create). Pendalaman informasi dilakukan dengan cara Focus Group Discusion(FGD). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa usaha pabrik pakan ikan mandiri memiliki resiko danketidakpasatian yang menyebabkan usahanya kurang menarik bagi pelaku usaha. Model Bisnis pabrikpakan ikan mandiri yang ada sekarang belum dapat mencerminkan kinerja “yang baik”. Penyebabutamanya adalah tidak terpenuhinya kontinuitas usaha dan rendahnya produktifitas pabrik pakan ikanmandiri karena tidak terjaminnya ketersediaan bahan baku secara kontinyu. Model bisnis yang diperbaikidiharapkan mampu meningkatkan kinerja pabrik pakan. Perbaikan model ini dilakukan dengan strategi:menciptakan ruang pasar yang belum ada pesaingnya; menciptakan dan menangkap peluang baru danmemadukan keseluruhan sistem untuk mengejar diferensiasi dengan biaya murah. Penerapan ModelBisnis yang diperbaiki perlu disertai dengan perbaikan identifikasi yang lebih spesifik terkait dengan:karakteristik ekosistem usaha, SDM dan manajemen pengelolaan.Title: Community Based Model for Self-sufficiency Fish Feed in Daerah Istimewa Yogyakarta ProvinceThe self-sufficient fish feed movement program (Gerakan Pakan Ikan Mandiri/GERPARI), aims atloosening the dependency toward manufactured fish feed through locally available raw material usage,hopefully could become the model of business development for Indonesian fish feed businesses. Thisresearch purpose is intending on developing a business model of a community-based, self-sufficient fishfeed business. The samples of fish feed manufacturers were observed during January-December 2016in Sleman and Gunungkidul regency, Special region of Yogyakarta. Data collected were secondary aswell as primary data related to the management and operational of the manufacturers. The analysis ofthe existing manufacturers was done to describe the current on-going performance, and the improvedbusiness model development was run using the Business Model Canvas (BMC) with the blue oceanstrategy. SWOT analysis with Blue Ocean approach obtained strategy based on four elements:eliminating; reduce; improve and create. An in-depth information collection was also conducted throughan FGD. The results showed that fish feed businesses model are heavily invested with high risks anduncertainties thus rendering them unfavorable in the investors’ perspective. Existing self-sufficientfish feed business models are considered to be inefficient, since both business continuity as well as productivity are mostly very low due to the lack of stable raw material supply. Therefore, the improvedfish feed business model would hopefully be able to enhance performance through several strategies,such as: creating market space with no competition; and creating and capturing new opportunities andmixing the whole system to seize differentiation with low cost. The application of the improved businessmodel would also require improvement in a more specific identification regarding business ecosystemcharacteristics, human resources and management.
DAMPAK HAMBATAN NON-TARIF TERHADAP KINERJA MAKROEKONOMI DARI SEKTOR PERIKANAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL GTAP Subhechanis Saptanto; Rikrik Rahadian; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1237.797 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v12i1.6302

Abstract

Aktivitas perdagangan internasional selain dapat memberikan manfaat juga dapat memberihambatan. Salah satu hambatan yang muncul adalah hambatan non tarif. Penelitian ini bertujuan untukmenganalisis dampak hambatan non tarif terhadap sektor perikanan dengan menggunakan pendekatanmodel GTAP. Data sekunder yaitu data GTAP (Global Trade Analysis Project) digunakan dalam kajianini. Data GTAP versi 9 yang terdiri dari 140 negara dan 57 sektor dikeluarkan oleh Purdue University,Amerika Serikat. Penelitian dilakukan di Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan padabulan Januari hingga Desember 2016. Metode analisis menggunakan runGTAP dengan 4 skenarioyakni : (a) Skenario 1; Indonesia tetap bertahan dengan Non Tariff yang sudah ditetapkan olehnegara mitra; (b) Skenario 2; Negara mitra mengurangi Non Tariff sebesar 50% dari kondisi yang ada;(c) Skenario 3; Indonesia tetap bertahan dengan Non Tariff yang sudah ditetapkan oleh negara mitra danpemerintah melakukan intervensi (peningkatan efisiensi dan produktivitas), dan; (d) Skenario 4; Negaramitra mengurangi Non Tariff sebesar 50% dari kondisi yang ada dan pemerintah melakukan intervensi(peningkatan efisiensi dan produktivitas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan hambatan nontarif dan intervensi kebijakan sangat berpengaruh baik secara makro maupun sektoral. Secara makroberpengaruh terhadap kesejahteraan, PDB, neraca perdagangan, nilai tukar (terms of trade), indeksharga konsumen dan konsumsi. Sedangkan secara sektoral berpengaruh terhadap jumlah output, hargaoutput, jumlah ekspor, harga ekspor, jumlah impor, harga impor dan neraca perdagangan komoditas.Pada umumnya simulasi 3 yakni pengurangan NTB sampai 100% dan adanya intervensi pemerintahmemberikan efek paling besar dan merupakan pilihan simulasi paling terbaik dibandingkan dengan yanglain. Secara sektoral simulasi 3 memberikan efek pada jumlah output komoditas tuna dan udang denganpertumbuhan sebesar 2,14% dan 0,91%; dampak positif harga sebesar 16,4% dan 5,67%; peningkatanvolume ekspor sebesar 47,78% dan 82,77%.Title: Impact of Non-Tariff Barriers of Macroeconomics Performance of Fisheries Sector Using Gtap Model ApproachInternational trade activities may provide benefits and trade barriers. One of the obstacles intrade is non-tariff barriers. This study aimed to analyze the impact of non-tariff barriers on the fisheriessector by using the GTAP model approach. The study using Secondary data of GTAP (Global TradeAnalysis Project). GTAP data version 9 consist of 140 countries and 57 sectors were published byPurdue University, United States. The research was conducted at Social Economic Research Centerof Marine and Fishery on January to December 2016. The analysis using four scenarios of runGTAPnamely: (a) first scenario, Indonesia has already persisted of Non Tariff by setting of partner countries; (b)second scenario, partner countries reduce Non-Tariff was 50% of existing conditions; (c) third scenario,Indonesia persisted of Non-Tariffs by setting partner countries and government doing interventions suchas increasing of efficiency and productivity, and; (d) forth scenario, partner countries reduce Non-Tariffwere 50% of existing conditions and government doing interventions such as increasing of efficiency andproductivity. The result showed that decreasing of non-tariff barriers and policy interventions effected theboth of macro and sectoral conditions significantly. The macro effected on welfare, GDP, Trade Balance, Terms of Trade, Consumer Price Index and Consumption. The sectoral effected the amount of output,output price, export amount, export price, import volume, import price and commodity trade balance. Ingeneral, third simulation were reduction of NTB up to 100% and intervention of government, gaved thegreatest effected to the performance of macro and sectoral conditions and this scenario was the bestsimulation compared to the others. By sectoral, third simulation effected the amount of output of tunaand shrimp commodity with the growth was 2,14% and 0,91%, positive impact of price was 16.4% and5.67%; increasing of export volume was 47.78% and 82.77%.
DAMPAK PEMBERLAKUAN BEA KELUAR TERHADAP KINERJA EKSPOR SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA Estu Sri Luhur; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 2 (2016): DESEMBER (2016)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1502.792 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v11i2.3833

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara eksportir produk perikanan terbesar di dunia dengan komoditas unggulan udang, tuna, dan rumput laut. Namun, komoditas ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk primer berupa bahan mentah sehingga nilai ekspor masih rendah. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dampak pemberlakuan bea keluar terhadap produk primer perikanan terhadap kinerja ekspor sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut. Kajian ini menggunakan data sekunder dengan mengambil Tabel I-O tahun 2008 yang kemudian disusun dalam bentuk computable general equilibrium (CGE) dengan menggunakan model Orani-G. Komoditas yang dianalisis adalah ikan TTC, ikan tangkap lainnya, patin, kerapu, rumput laut, budidaya lainnya, udang, ikan kering dan ikan olahan. Kajian ini menggunakan simulasi dengan tiga skenario pemberlakuan bea keluar, yaitu 7,5% (sim-1), 15% (sim-2), dan 22,5% (sim-3). Hasil kajian menunjukkan bahwa skenario 3, yaitu pemberlakuan tarif bea keluar 22,5% memberikan dampak terbesar terhadap kinerja makroekonomi di antaranya  peningkatan GDP 0,01% dan konsumsi rumah tangga sebesar 0,046%. Dampak terhadap kinerja sektoral: 1) output dan nilai tambah produk primer perikanan mengalami penurunan terbesar pada ikan TTC sebesar 0,68%, sedangkan output dan nilai tambah produk olahan perikanan mengalami peningkatan terbesar pada ikan olahan sebesar 0,72%; 2)  ekspor produk primer perikanan mengalami penurunan terbesar pada udang sebesar 35,81%, sedangkan ekspor produk olahan perikanan mengalami peningkatan terbesar pada ikan olahan sebesar 2,41%; 3) impor produk primer perikanan produk olahan perikanan mengalami penurunan terbesar pada udang sebesar 23,09%.Title: Impacts of Export Duties to Marine and Fisheries Sector’s Export PerformanceIndonesia has one of the largest exporters of fisheries products in the world with leading commodity shrimp, tuna and seaweed. However, Indonesia's exports are still dominated by primary products such as raw materials so that the value of exports is still low. On the other hand, the development of fishery processing industry in the country is still plagued by a lack of supply of raw materials so that to this day processing industry relies heavily on imported products. This paper aims to analyze the impact of the imposition of export duties on primary products of fisheries on the export performance of marine and fisheries sector as one way of addressing the issue. This study uses secondary data by taking the 2008 IO table is then compiled in the form of Computable General Equilibrium (CGE) models using Orani-G. Commodities are analyzed TTC fish, catch more fish, catfish, grouper, sea grass, other farming, shrimp, dried fish and fish preparations. This study uses three scenarios simulated with the imposition of export duties, ie 7.5% (sim-1), 15% (sim-2), and 22.5% (sim-3). The results show that the impact of the imposition of export duties on macroeconomic performance including 0.01% increase in GDP and household consumption amounted to 0.046%. Impact on sectoral performance: 1) output and value added fishery primary products experienced the largest decline in fish TTC 0.68%, while the output and value added processed fishery products experienced the largest increase in fish preparations of 0.72%; 2) export of primary products fishery experienced the largest decline in shrimp by 35.81%, while exports of processed fishery products experienced the largest increase in fish processed by 2.41%; 3) imports of primary products fishery processed fishery products experienced the largest decline in shrimp at 23.09%.
ANALISIS PENENTUAN INDIKATOR KUNCI DALAM PENGHITUNGAN INDEKS KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KELAUTAN DAN PERIKANAN Subhechanis Saptanto; Tikkyrino Kurniawan; Hertria Maharani Putri; Tajerin Tajerin
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (545.551 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v7i1.5748

Abstract

Indeks kesejahteraan masyarakat kelautan perikanan merupakan salah satu indeks yang secara cepat dapat mengukur tingkat kesejahteraan yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan. Di dalam indeks kesejahteraan terdapat indikator-indikator kunci yang menjadi penentu kesejahteraan masyarakat kp. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah menganalisis indikator-indikator kunci dalam penghitungan indeks kesejahteraan masyarakat kp sehingga dapat dihasilkan suatu strategi baik yang bersifat pemeliharaan maupun perbaikan pada provinsi-provinsi di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari instansi di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Februari 2017 hingga April 2017. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi literatur dan mendatangi langsung instansi yang terkait dengan data. Metode analisis data digunakan metode data panel kausalitas Granger. Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis indikator-indikator yang menjadi kunci untuk dilakukan perbaikan dan perawatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator kunci di bidang sosial antara lain XS1 (kelembagaan usaha KUB Tangkap), XS4 (Kelembagaan usaha Garam Rakyat), XS5 (kelembagaan Pokmaswas) , XS7 (masyarakat adat, tradisional dan lokal yang direvitalisasi) dan XS9 (pelaku usaha mikro yang manidir di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil) dan indikator di bidang ekonomi yaitu XE1 (Nilai Tukar Nelayan), XE8 (Rata-rata pendapatan petambak garam/bulan) dan XE11 (struktur ongkos usaha perikanan).  Title: Analysis Of The Key Indicators Determination In The Calculation Of Community Marine And Fisheries Welfare IndexThe marine fisheries community welfare index is one of the indices that can rapidly measure the level of welfare moving in the marine and fisheries sector. In the index of welfare, there are key indicators that determine the welfare of the fisheries and marines community. The purpose of writing this paper is to analyze the key indicators in calculating the community welfare index fisheries and marines so that it can produce a good strategy that is maintenance and improvement in the provinces in Indonesia. The data used in this study is secondary data sourced from agencies in the scope of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. The study was conducted from February 2017 to April 2017. The data collection method was done by literature study and went directly to the related institution with the data. Data analysis method used Granger causality data panel method. This method can be used to analyze the key indicators for improvement and maintenance. The results of the study indicate that key social indicators include XS1 (KUB Capture Business Institution), XS4 (People's Salt Business Institution), XS5 (institutional Pokmaswas), XS7 (indigenous, traditional and local community revitalized) and XS9 (micro business actors (XE1 (Fisherman Exchange Rate), XE8 (Average salt farm income / month) and XE11 (fishery cost structure).
KAJIAN DAMPAK KEBIJAKAN UNITED STATES GENERALIZED SYSTEM OF PREFERENCE (US-GSP) 2015 TERHADAP EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE USA Rikrik Rahadian; Tajerin Tajerin; Zahri Nasution
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 2 (2016): DESEMBER 2016
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.797 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v6i2.4454

Abstract

Sejak pertamakali diperkenalkan pada tahun 1970-an, Generalized System of Preference (GSP) telah diterapkan oleh negara-negara maju seperti United States of America (USA), Jepang dan European Union (EU). Meskipun bertujuan serupa, yaitu mendorong serta memfasilitasi perdagangan bagi negara-negara berkembang, namun pada penerapannya di masing-masing negara terdapat perbedaan pengaturan GSP – terutama terkait perihal daftar beneficiaries serta produk yang memperoleh fasilitas GSP. Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji kebijakan US-GSP 2015 serta menganalisis besaran dampak kebijakan tersebut terhadap ekspor produk Kelautan dan Perikanan (KP) Indonesia di pasar ekspor USA. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka dipergunakan model SMART yang dikembangkan oleh World Integrated Trade Solutions (WITS) untuk mengolah data perdagangan di USA pada tahun 2014, yang diperoleh dari database TRAIN-UNCTAD. Hasil simulasi menunjukkan bahwa rejim terkini GSP di USA (2015), jika dimanfaatkan, akan dapat mendorong peningkatan ekspor produk perikanan Indonesia ke USA, terutama untuk komoditas olahan. Ever since it was introduced in the 70’s, the Generalized System of Preference (GSP) has been adopted and implemented by the developed countries such as United States of America (USA), Japan and the European Union (EU). Despite its similar purpose, which is to encourage as well as facilitate trade for the developing countries, its implementations in each adopting country have been very customized – especially concerning the beneficiary list and GSP product list. The purpose of this paper is to analyze the impacts of US-GSP 2015 implementation towards Indonesian Fisheries Export to the USA. The research was conducted using a SMART model – an economic model developed by the World Integrated Trade Solution (WITS) – to simulate the impacts of the trade policy using the TRAIN-UNCTAD database. The simulation showed that the latest US-GSP regime, if completely utilized by the Indonesian Exporters, could actually boost Indonesian Fisheries Exports to the USA, especially for the fish processing products. 
SERTIFIKAT MUTU SEBAGAI SALAH SATU JENIS HAMBATAN NON TARIF PERDAGANGAN TUNA DAN UDANG: DEFINISI, JENIS DAN PERMASALAHANNYA rismutia hayu deswati; Tajerin Tajerin; Budi Wardono
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 2, No. 2, Tahun 2016
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (350.939 KB) | DOI: 10.15578/marina.v2i2.4962

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor tuna dan udang tertinggi dengan negara tujuan USA, UE dan Jepang. Setiap tahunnya volume ekspor tuna dan udang mengalami peningkatan dengan pasar yang semakin luas. Pada dunia perdagangan internasional dikenal dua jenis hambatan ekspor yaitu hambatan tarif dan non tarif. Di kala berita mengenai hilangnya hambatan tarif sebenarnya di satu sisi meningkatkan jumlah hambatan non tarif yang diberlakukan negara pengimpor. Salah satu jenis hambatan non tarif yang sedang menjadi topik hangat adalah mengenai sertifikat mutu ikan yang terdiri atas berbagai jenis. Tujuan dari penelitian ini untuk memaparkan jenis-jenis sertifikat mutu yang secara sukarela bisa dilengkapi untuk memperluas peluang pasar bagi ekspor tuna dan udang. Hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai jenis sertifikat mutu yang harus dilengkapi eksportir diantaranya SKP, HACCP, BRC, BAP, MSC, ASC dan ISO 22000. Setiap sertifikat mengeluarkan biaya yang mahal dengan jangka waktu berlakunya sertifikat tidak lama antara 1-2 tahun saja. Permasalahan terkait pengurusan sertifikasi mutu jika tidak dibantu oleh Pemerintah Pusat ke depannya akan menjadi hambatan non tarif yang mengancam keberlanjutan usaha pengolahan tuna dan udang yang ada di Indonesia. Oleh karena itu butuh peran serta dan sinergi yang baik antara Pemerintah pusat dan eksportir untuk mengakomodir permasalahan ini.Title: Identification Of Quality Certificate As One Type Of Tuna Tradebarriers To Non Rates And ShrimpIndonesia is one of the highest exporter of tuna and shrimp products with destination markets such as USA, EU and Japan. Each year, the tuna and shrimp export volume increased by an expand broad market. There are two types of export barriers in international trade, tariff and non tariff barriers. Elimination of tariff barriers did not necessarily make reduced international trade barriers, non-tariff barriers actually increased. One of non-tariff barriers is the quality certificates of fish consisting of various types. The purpose of this study to describe the types of voluntary quality certificate can be equipped to expand market opportunities for the export of tuna and shrimp. The result showed that there are different types of quality certificate exporters must have, such as : SKP, HACCP, BRC, BAP, MSC, ASC and ISO 22000. Each certificate is highly cost and  only have a validity period of 1-2 years. Problems related to the maintenance of quality certification if it is not helped by the central government in the future, will become non-tariff barriers that threaten the sustainability of tuna and shrimp processing business in Indonesia. Therefore, need the participation and synergy between the central government and exporter to form a certification body to accommodate a wide range of export certification services.
Dampak Peningkatan Investasi untuk Pengembangan Industri Pengolahan Produk Perikanan Indonesia Terhadap Perekonomian Nasional Tajerin Tajerin; Tikkyrino Kurniawan; Maulana Nuradhi Wicaksana
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 1, No. 2, Tahun 2015
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (759.895 KB) | DOI: 10.15578/marina.v1i2.2075

Abstract

Industri pengolahan produk perikanan Indonesia merupakan sektor usaha yang sangat potensial dan strategis untuk terus dikembangkan. Industri ini didukung ketersediaan sumber daya perikanan, sumber daya manusia serta peluang pasar domestik dan internasional yang sangat besar. Di samping itu, adanya tuntutan diversifikasi produk, menjadikan industri ini sangat penting dalam pembangunan ekonomi nasional; dan pengembangannya ke depan memerlukan dukungan investasi dan dukungan lainnya dari berbagai pihak. Untuk itu, penelitian ini bertujuan menganalisis dampak pengembangan industri pengolahan produk periknanan terhadap pembentukan output, nilai tambah, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja dalam perekonomian nasional. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari sumber BPS berupa Tabel Input-Output Tahun 2012 yang dimutakhirkan, yang telah mengalami proses disagregasi dan agregasi di sektor industri pengolahan produk perikanan. Analisi data dilakukan dengan menggunakan pendekatan Model Input-Output dengan melakukan simulasi dampak peningkatan investasi untuk pengembangan industri pengolahan produk perikanan Indoensia sebesar 100% dari sebesar Rp328.057,2 juta pada kondisi awal total investsi pada tahun 2012 dan setelah dilakukan injeksi meningkat menjadi sebesar Rp 656.114,4 juta. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pengembangan industri pengolahan produk perikanan Indonesia melalui peningkatan investasi sebesar 100% memberikan dampak terhadap perekonomian nasional berupa meningkatkan output ekonomi sebesar 0,83% (Rp107,97 trilyun); Nilai Tambah Bruto sebesar 0,48% (Rp61,64 trilyun); pendapatan masyarakat sebesar 0,09% (Rp11,33 trilyun) dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,004% (503 ribu orang). Untuk itu, sudah semestinya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara sungguh-sungguh melakukan dan mendorong upaya pengembangan industri pengolahan produk perikanan Indonesia ke depan baik di lingkup KKP maupun secara sinergi dengan Lembaga Kementerian (LK) lain (di luar KKP), Khususnya yang ditujukan bagi peningkatan investasi secara siignifikan, seperti dengan memberikan berbagai iklim usaha investasi yang kondusif berupa kemudahan-kemudahan serta program dan kegiatan bagi peningkatan kapasitas para pelaku usaha dan kinerja organisasi (perusahaan) yang tekait.