Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

ANALISIS RANTAI NILAI IKAN CAKALANG DI KOTA AMBON, MALUKU Estu Sri Luhur; Risna Yusuf
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 1 (2017): JUNI 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (864.503 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v12i1.6303

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji rantai nilai komoditas ikan cakalang sehingga diperolehbesaran nilai tambah dan tingkat efisiensi pada setiap simpul rantai pasok. Data yang digunakan adalahdata primer dan sekunder dari instansi terkait dan pelaku usaha. Data dikumpulkan melalui wawancarakepada responden dengan teknik purposive dan snowball sampling. Data selanjutnya dianalisis dengananalisis nilai tambah, rantai pasok dan rantai nilai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaranikan cakalang memiliki tiga saluran distribusi yaitu: (1) dari nelayan ke pedagang pengumpul danke pedagang pengecer; (2) dari nelayan ke pedagang pengumpul kemudian ke pengolah ikan asar,dan; (3) dari nelayan ke UPI/cold storage. Analisis rantai pasok menunjukkan bahwa ikan cakalangsebagian besar (50%) didistribusikan ke UPI/cold storage dan sisanya dengan porsi yang sama (25%)didistribusikan ke pedagang pengecer dan pengolah ikan asar. Analisis rantai nilai menunjukkan bahwanilai tambah terbesar dihasilkan pada saluran pemasaran kedua, yaitu sebesar Rp.23.062/kg. Simpulrantai pasok nelayan cenderung tidak efisien pada ketiga saluran pemasaran. Rekomendasi kebijakanyang diusulkan: (1) koordinasi dengan Bappeda dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan sebagaiupaya pengembangan industrialisasi ikan cakalang; (2) melakukan introduksi dan penyebaran teknologipengolahan ikan cakalang dari Balitbang KP dan perguruan tinggi setempat untuk meningkatkan nilaitambah produk, dan; (3) memperluas akses pasar dengan mengefisienkan sistem distribusi, baik melaluijalur laut maupun udara.Title: Value Chain Analysis of Skipjack Tuna in Ambon, MalukuThe purpose of this research was to analyze value chain of skipjack to get a quantity valueand a level of efficiency on each node supply chain. Research was conducted by using the primaryand secondary data from various relevant agencies and businessmen. Data collection was conductedthrough interview to respondent with using purposive and snowball sampling technique. Data wereanalyzed with value-added, supply chain and value chain analysis. The result showed that there werethree distribution channels of skipjack: (1) fisher’s to broker and to retailers; (2) fisher’s to broker and tofish processors, and; (3) fisher’s to cold storage. Supply chain analysis showed that mostly of skipjack(50%) distributed to cold storage and the rest distributed to retailers (25%) and fish processors (25%).Value chain analysis showed in the second marketing channel has the the largest value added, that isas 23.062 IDR per kilograms. On the third marketing channel, fisherman tend has an ineffiencent supplychain. Therefore,there are some recommendations are: (1) doing coordination among Bappeda,industryand trade office as an effort of developing skipjack industrialization; (2) doing introduction and spread ofprocessing technology of agency’s research and development of marine affairs and fisheries and localuniversity to increase value added products, and; (3) expanding market access both of air and sea routesfor having efficient distribution system.
DAMPAK PEMBERLAKUAN BEA KELUAR TERHADAP KINERJA EKSPOR SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA Estu Sri Luhur; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 11, No 2 (2016): DESEMBER (2016)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1502.792 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v11i2.3833

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara eksportir produk perikanan terbesar di dunia dengan komoditas unggulan udang, tuna, dan rumput laut. Namun, komoditas ekspor Indonesia masih didominasi oleh produk primer berupa bahan mentah sehingga nilai ekspor masih rendah. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis dampak pemberlakuan bea keluar terhadap produk primer perikanan terhadap kinerja ekspor sektor kelautan dan perikanan sebagai salah satu cara mengatasi permasalahan tersebut. Kajian ini menggunakan data sekunder dengan mengambil Tabel I-O tahun 2008 yang kemudian disusun dalam bentuk computable general equilibrium (CGE) dengan menggunakan model Orani-G. Komoditas yang dianalisis adalah ikan TTC, ikan tangkap lainnya, patin, kerapu, rumput laut, budidaya lainnya, udang, ikan kering dan ikan olahan. Kajian ini menggunakan simulasi dengan tiga skenario pemberlakuan bea keluar, yaitu 7,5% (sim-1), 15% (sim-2), dan 22,5% (sim-3). Hasil kajian menunjukkan bahwa skenario 3, yaitu pemberlakuan tarif bea keluar 22,5% memberikan dampak terbesar terhadap kinerja makroekonomi di antaranya  peningkatan GDP 0,01% dan konsumsi rumah tangga sebesar 0,046%. Dampak terhadap kinerja sektoral: 1) output dan nilai tambah produk primer perikanan mengalami penurunan terbesar pada ikan TTC sebesar 0,68%, sedangkan output dan nilai tambah produk olahan perikanan mengalami peningkatan terbesar pada ikan olahan sebesar 0,72%; 2)  ekspor produk primer perikanan mengalami penurunan terbesar pada udang sebesar 35,81%, sedangkan ekspor produk olahan perikanan mengalami peningkatan terbesar pada ikan olahan sebesar 2,41%; 3) impor produk primer perikanan produk olahan perikanan mengalami penurunan terbesar pada udang sebesar 23,09%.Title: Impacts of Export Duties to Marine and Fisheries Sector’s Export PerformanceIndonesia has one of the largest exporters of fisheries products in the world with leading commodity shrimp, tuna and seaweed. However, Indonesia's exports are still dominated by primary products such as raw materials so that the value of exports is still low. On the other hand, the development of fishery processing industry in the country is still plagued by a lack of supply of raw materials so that to this day processing industry relies heavily on imported products. This paper aims to analyze the impact of the imposition of export duties on primary products of fisheries on the export performance of marine and fisheries sector as one way of addressing the issue. This study uses secondary data by taking the 2008 IO table is then compiled in the form of Computable General Equilibrium (CGE) models using Orani-G. Commodities are analyzed TTC fish, catch more fish, catfish, grouper, sea grass, other farming, shrimp, dried fish and fish preparations. This study uses three scenarios simulated with the imposition of export duties, ie 7.5% (sim-1), 15% (sim-2), and 22.5% (sim-3). The results show that the impact of the imposition of export duties on macroeconomic performance including 0.01% increase in GDP and household consumption amounted to 0.046%. Impact on sectoral performance: 1) output and value added fishery primary products experienced the largest decline in fish TTC 0.68%, while the output and value added processed fishery products experienced the largest increase in fish preparations of 0.72%; 2) export of primary products fishery experienced the largest decline in shrimp by 35.81%, while exports of processed fishery products experienced the largest increase in fish processed by 2.41%; 3) imports of primary products fishery processed fishery products experienced the largest decline in shrimp at 23.09%.
Assesment Blue Economy: Implementasi Integrated Multi-Tropic Aquaculture (IMTA) pada Kawasan KIMBis Cakradonya di Banda Aceh Armen Zulham; Estu Sri Luhur; Joni Haryardi; Freshty Yulia Arthatiani
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 8, No. 2, Tahun 2013
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1498.504 KB) | DOI: 10.15578/marina.v8i2.3021

Abstract

Salah satu prinsip dari ekonomi biru (blue economy) adalah memanfaatkan limbah berbagai usaha kelautan dan perikanan pada masyarakat menuju zero waste. Tiga prinsip lain yang mendukung pencapaian zero waste adalah teknologi yang digunakan harus inovatif dan adaptif, usaha tersebut harus memiliki inklusi sosial dan mampu mendorong multiplier effect yang luas dalam perekonomian. Dengan empat prinsip tersebut pada tahun 2013, KIMBis Cakradonya di Banda Aceh melakukan implementasi ekonomi biru dengan menggunakan teknologi Integrated Multitropic Aquaculture (IMTA). Teknologi ini mengutamakan budidaya kepiting soka sebagai komoditas target, diintegrasikan dengan komoditas bandeng dan rumput laut sebagai komoditas non-target. Tulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran hasil pelaksanaan implementasi prinsip ekonomi biru dengan menggunakan teknologi IMTA. Hasil implementasi menunjukkan bahwa kondisi perairan kawasan implementasi IMTA sangat baik untuk dikembangkan budidaya kepiting soka, rumput laut dan bandeng secara terpadu. Sementara itu, data pertambahan berat kepiting soka selama 45 hari adalah: 11 gram per ekor dengan tingkat kematian 10%. Pertambahan berat rumput laut menunjukkan hasil yang sangat baik karena mengalami pertambahan 100% dibandingkan dengan berat awal penanaman. Namun, ikan bandeng tidak mengalami pertumbuhan yang cukup baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan nener bandeng dibesarkan di kolam pada umumnya. Penerapan prinsip Blue Economy pada budidaya kepiting soka berpotensi menghasilkan limbah cangkang kepiting sekitar 1 kuintal per hektar per hari, sehingga jika usaha ini berkembang sekitar 100 hektar akan terdapat potensi limbah yang dapat dimanfaatkan sebanyak 100 kuintal per hari (10 ton). Implementasi Blue Economy ini sangat bergantung pada tingkat partisipasi para pemangku kepentingan di luar satker litbang. Oleh sebab itu, hasil kegiatan ini mengusulkan perlu dilakukan sosialisasi lanjutan kepada SKPD dan masyarakat, termasuk enterpreneur agar level partisipasi mereka dalam kegiatan KIMBis berada pada level involvement. Dengan level partisipasi tersebut maka implementasi blue economy dapat memenuhi prinsip-prinsip minimize waste, inklusi sosial, teknologi inovatif dan adaptif serta memiliki multiplier effect yang luas.
Potensi Pemanfaatan Limbah Perikanan di Banda Aceh Estu Sri Luhur; Armen Zulham; Joni Haryadi
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 2, No. 1, Tahun 2016
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (530.338 KB) | DOI: 10.15578/marina.v2i1.3276

Abstract

Tujuan tulisan ini memaparkan hasil identifikasi dan potensi pemanfaatan limbah perikanan di Banda Aceh. Hasil kajian menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan dari usaha perikanan (penangkapan, budidaya, pengolahan) dan usaha non-perikanan sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal. Limbah yang dihasilkan dari usaha penangkapan adalah limbah padat berupa sisa ikan hasil pembongkaran dengan status sudah dimanfaatkan untuk pakan unggas. Limbah dari usaha pengolahan antara lain limbah padat berupa sisa ikan bagian kepala, isi perut dan tulang dengan status belum dimanfaatkan karena terbatasnya pengetahuan dan keterampilan dalam mengadopsi teknologi. Limbah dari usaha budidaya berupa padatan yang sudah dimanfaatkan sebagai pupuk kompos, sedangkan limbah dari budidaya kepiting soka belum dimanfaatkan. Jenis usaha yang berpotensi untuk dikembangkan dengan memanfaatkan limbah tersebut adalah: 1) usaha tepung ikan; 2) usaha pembuatan pakan ikan dan unggas; 3) usaha olahan makanan ringan (snack) tulang ikan; 4) usaha kerajinan aksesoris berupa tas atau dompet; 5) usaha pembuatan tepung bahan baku citosan.Title: Potential Use of Fisheries Waste in Banda AcehThis paper aimed to describe the identification of fisheries waste management in Banda Aceh. Results showed that waste from fisheries (catching, aquaculture, fish processing) and non-fisheries activities largely untapped optimally. Solid waste from marine captured fisheries is demolition of the remaining fish with status already used for poultry feed. Waste from processing businesses include solid waste such as leftover fish head, entrails and bone status untapped due to limited knowledge and skills in adopting technology. Waste from aguaculture  in the form of solids that have been used as compost, while soft-shelled crab waste from aquaculture untapped. Type of business which have potential to be developed by utilizing the waste are: 1) business of fish meal; 2) business of making fish feed and poultry; 3) business of processed snack fish bone; 4) craft business accessories such as handbags or wallets; 5) business of making starch feedstock citosan.
Evaluasi Kinerja Pendampingan dan Pengawalan Teknologi pada KIMBis Cakradonya, Banda Aceh Estu Sri Luhur; Armen Zulham
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 8, No. 1, Tahun 2013
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1902.341 KB) | DOI: 10.15578/marina.v8i1.3010

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari kegiatan pendampingan dan pengawalan teknologi yang telah dilakukan pada KIMBis Cakradonya di Banda Aceh. Evaluasi dilakukan mencakup kegiatan yang dilaksanakan selama periode Agustus – November 2012. Evaluasi kinerja ini diukur dengan menggunakan kuesioner terstruktur dengan jawaban yang tertutup untuk mengetahui persepsi peserta terhadap kegiatan yang dilaksanakan. Pelaksanaan evaluasi kegiatan dilaksanakan pada 38 responden. Aspek yang dievaluasi terdiri dari aspek peran pengurus KIMBis, keragaman materi, kemampuan instruktur, keseriusan peserta dan aspek lainnya. Hasil evaluasi menunjukkan kegiatan pendampingan teknologi yang dilakukan telah sangat baik. Aspek yang dinilai adalah aspek peran pengurus, isi materi dan kemampuan instruktur karena materi yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan peserta dan mampu ditransfer dengan baik oleh instruktur. Namun, aspek yang dinilai cukup adalah aspek jumlah peserta kegiatan. Aspek ini menunjukkan bahwa jumlah peserta perlu ditambah karena materi yang diberikan sangat bermanfaat bagi pengembangan ekonomi masyarakat. Aspek lain yang perlu diperhatikan bahwa peralatan dan bahan praktek yang disediakan pengurus dinilai masih terbatas. Evaluasi ini merekomendasikan untuk pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan penyediaan alat dan bahan dan pengurus KIMBis harus berkoordinasi dengan SKPD terkait di Kota Banda Aceh.
Profil Budidaya dan Kelembagaan Pemasaran Rumput Laut (Grasillaria Sp) fi Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat Rismutia Hayu Deswati; Estu Sri Luhur
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 9, No. 1, Tahun 2014
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.575 KB) | DOI: 10.15578/marina.v9i1.231

Abstract

Rumput laut Gracilaria sp di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dibudidayakan di tambak dengan sistem polikultur dengan Ikan Bandeng atau Udang. Namun, permasalahan terkait dengan sulitnya pembudidaya mengakses harga dan informasi serta sulitnya memenuhi kualitas rumput laut yang diminta konsumen masih dihadapi oleh pembudidaya rumput laut. Kajian ini bertujuan untuk menggambarkan kegiatan budidaya rumput laut dan rantai pemasaran mulai dari hulu sampai hilir di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Kajian ini dilakukan pada tahun 2014 dengan menggunakan metode survei melalui observasi dan wawancara dengan kuesioner terstruktur. Data yang digunakan adalah data primer terkait kegiatan usaha rumput laut dan data sekunder terkait dokumen penunjang dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bekasi. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat dua saluran pemasaran rumput laut, yaitu (1) pembudidaya menjual ke pedagang pengumpul kemudian dilanjutkan ke PPTP lalu dijual ke perusahaan agar-agar; dan (2) pembudidaya menjual ke pengumpul kemudian dilanjutkan ke pedagang besar di luar Kabupaten Bekasi. Kajian juga menunjukkan adanya masalah kualitas rumput laut yang masih termasuk kelas 2 dan terjadinya ketimpangan informasi sehinggapembudidaya sulit mengakses informasi harga dan pasar. Oleh karena itu, peran pemerintah daerah diperlukan dalam memperkuat koordinasi antar stakeholder daerah dalam rangka mengembangkan budidaya rumput laut dengan sistem polikultur ini.