Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

TINGKAT KESEJAHTERAAN DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA NELAYAN MISKIN: Studi Kasus di Kelurahan Marunda Baru, DKI Jakarta dan Desa Tanjung Pasir, Banten Tajerin Tajerin; Sastrawidjaja Sastrawidjaja; Risna Yusuf
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 6, No 1 (2011): Juni (2011)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (591.403 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v6i1.5757

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kesejahteraan dengan ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin di perkotaan (kasus Kelurahan Marunda, Kota Jakarta Utara) dan perdesaan (kasus Desa Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang). Penelitian dilakukan dengan metoda survey dengan menggunakan data primer dan dianalisis berdasarkan pendekatan statistik non-parametrik korelasi Rank-Spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan nyata antara tingkat kesejahteraan dengan ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin di perkotaan maupun perdesaan. Selain itu terdapat hubungan yang positif dan nyata: (1) Antara kesehatan dan gizi dengan pemanfaatan pangan dan akses pangan; (2) Antara kekayaan materi dengan akses pangan dan pemanfaatan pangan; dan (3) Antara pengetahuan dengan ketersediaan pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan. Tampak bahwa aspek pengetahuan merupakan faktor terpenting dalam meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga nelayan miskin, di samping faktor kesehatan dan gizi, dan faktor kekayaan materi. Oleh karena itu, kebijakan peningkatan ketahanan pangan pada rumahtangga nelayan miskin dapat diarahkan dengan memberikan perioritas pada peningkatan pengetahuan yang dimiliki rumahtangga nelayan tersebut, dan tentunya dengan meningkatkan aspek pangannya terutama melalui perbaikan jaringan distribusi bahan pangan. Tittle: Welfare Level and Food Security at Poor Fisher’s Household.The objective of this research is to assess the relationship of welfare level and food security at urban poor fisher household (case study at Village of Marunda - North Jakarta) and rural (Village of Tanjung Pasir –Regency of Tangerang). The research used survey method with primary data and analized by using non-parametric approach with rank-speraman correlation. Result showed that there were positive and significant relationship between welfare level with food security at poor fisher household both of urban and rural. Beside that there was positive and significant relationship: (1) between health and nutrition with using of food and accessibility of food; (2) between wealth with using of food; and (3) between availability of food, accessibility and using of food. In additional, knowledge aspect was the important factor in term of increasing of food security beside health and nutrition factor and wealth factor. Therefore, the policy for increasing of food security for poor fishers household can be focused on not only increasing of knowlegde of fisher but also increasing of accessibility of food especially by recovery of channel material food.
KONTRIBUSI EKSPOR SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL: ANALISIS INPUT OUTPUT Risna Yusuf; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2007): JUNI (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (138.878 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i1.5861

Abstract

Kajian ini bertujuan mengetahui sejauhmana kontribusi ekspor sektor perikanan ”dalam arti luas” dalam perekonomian nasional, khususnya pada pertumbuhan output, pendapatan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. Kajian ini menggunakan data sekunder yaitu tabel Input Output tahun 2000 yang dikeluarkan oleh BPS. Kajian ini menggunakan metode analisis Input Output. Hasil kajian memperlihatkan bahwa kontribusi ekspor sub sektor industri pengolahan hasil perikanan dalam pembentukan output dan pendapatan masyarakat ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan sektor perikanan yaitu masing-masing 10,28% dari Rp 102.264.263 juta; 5.55% dari Rp. 28.721.949. Namun sebaliknya dalam penyerapan tenaga kerja, ternyata kontribusi ekspor sektor perikanan justru lebih besar dibandingkan dengan sub sektor industri pengolahan hasil perikanan sebesar 7,45% dari 2.685.339 orang. Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah secara lebih nyata dalam mendorong besaran multiplier effect melalui penciptaan lapangan kerja dari kegiatan ekspor sub sektor industri pengolahan hasil perikanan dengan cara menumbuhkan kegiatan usaha di sub sektor industri perikanan yaitu di sub sektor industri pengeringan dan penggaraman dan sub sektor industri pengolahan dan pengawetan ikan. Tittle: Export Contribution of Fisheries sector in National Economy: An Input Output AnalysisThe objective of the research is to assess the extent of export contribution of Fisheries sub sector and its products in National Economy, especially on output growth, social income and labor absorption. Secondary data of input output table 2000, which published by BPS was used in this study. The method of input output analysis was used. Results of the research indicate that export contribution of processed fish product industries on output growth and social income are higher than the fisheries sector, which are 10.28% of Rp 102.264.26% and 5.55% of Rp 28.721.949, respectively. On the other hand, contribution of fisheries sector is higher than the one of processed fish product industries. Therefore, the government plays an important role to boost the multiplier effect on labor absorption of industrial fish processing by growing the activities on this sector; i.e. salted and dried fish and processed and preserved fish in terms of labor absorption.
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIO-EKONOMI DENGAN KETAHANAN PANGAN IKANI: Pendekatan Model Product Moment Correlation Lindawati Lindawati; Risna Yusuf
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): DESEMBER (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.475 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i2.5830

Abstract

Penelitian bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik sosial ekonomi dengan ketahanan pangan ikani yang telah dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2008. Penelitian ini menggunakan pendekatan non parametrik dengan menggunakan model Product Moment Correlation. Responden dipilih menggunakan metode proportional random sampling berdasarkan jenis alat tangkap. Secara umum hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang nyata antara karakteristik sosial ekonomi yaitu peubah pendidikan, budaya makan ikan, nilai aset dan pendapatan berhubungan positif dan nyata dengan tingkat ketahanan pangan ikani rumah tangga perikanan tangkap laut skala kecil. Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwa pemerintah dapat meningkatkan ketahanan pangan ikani melalui peningkatan mutu pendidikan dan pengetahuan pangan dan gizi, budaya makan ikan, pendapatan rumah tangga dan aset rumah tangga. Tittle: Analysis of the Relationship between Socio Economic Characteristics and Fish-Food Security: Product Moment Correlation Model Approach.Research aimed at analyzing the relation between socio-economic characteristics and fish-food security was carried out during June to August 2008. The research was using non-parametric approach with the property of Product Moment Correlation model. Respondents epresenting variety of fishing unit being used were chosen using proportional random sampling method. In general, the study showed that there was significantly relationship between socio-economic characteristic and fish-food security especially education, eating fish culture, asset value and income on small scale capture fisheries industry. Base on the study, it can be suggested they the government could increase fish-food security through improvement programs on education and knowledge of food and nutrition, eating fish culture, income and asset value.
KONTRIBUSI PERMINTAAN AKHIR DAN TEKNOLOGI TERHADAP PERUBAHAN OUTPUT SEKTOR PERIKANAN Pendekatan Analisis Input Output Risna Yusuf; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 2 (2008): DESEMBER (2008)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.246 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v3i2.5850

Abstract

Kajian bertujuan untuk mengetahui kontribusi komponen permintaan akhir dan teknologi terhadap perubahan output sektor perikanan Indonesia selama periode 1990-2000 dengan menggunakan pendekatan Analisis Input-Output (I-O) telah dilakukan pada tahun 2007. Data yang digunakan berupa data sekunder berupa Tabel I-O Tahun 1990, 1995 dan 2000 yang bersumber dari BPS. Hasil kajian menunjukkan bahwa permintaan akhir dan teknologi memberikan kontribusi terhadap perubahan output sektor perikanan. Perubahan teknologi pada perikanan laut sebesar -5,98% berkontribusi terhadap perubahan output sebesar 124,91%, lebih tinggi daripada dampak nasional sebesar 98,22%. Perubahan teknologi sebesar -6,45% pada perikanan darat memberikan kontribusi terhadap perubahan output sebesar 106,3%. Pada sektor industri pengeringan dan penggaraman ikan perubahan teknologi sebesar 40,86% menciptakan perubahan output sebesar 15,37%. Pada industri pengolahan dan pengawetan ikan, perubahan teknologi sebesar 17,32%. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kajian dan pengembangan teknologi menurut dimensi agribisnis komoditas perikanan dalam mendorong peningkatan produsksi dan pengembangan produk sektor perikanan. Tittle: Contribution of Final Demand and Technology to the Fisheries Sector Output : An Input - Output approachResearch intended to ilutrate the contribution of final demand component and technology to the changes in output of the fisheries sector in Indonesia during 1990 - 2000 with Input - Output (I-O) Analytical Approach was carried out in 2007. The I-O tables of 1990,1995 and 2000 from CBS of Indonesia was used in this study. The results showed that there were positive contribution of final demand and technology to fisheries output charge. Technology change of -5,98% in marine fisheries give an output change of 124,91%, higher than national impact of 98,22%. It is similar to inland fisheries which technology change of -6,45% contribute to output change of 106,36%. On the other hand, technology change of 40,86% in drying and salting industres contribute to output change of 15,37% much lower than procesing and preseving industries which output change of 64,26% produced by technology change of 17,32%. In conclusion, assesment and development of technology by commodity dimension in agribusiness must be increased to push the production of fisheries sector.
RANTAI PASOK DAN LOGISTIK UDANG VANAME DI DAERAH PRODUKSI DI INDONESIA Achmad Zamroni; Risna Yusuf; Tenny Apriliani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 16, No 2 (2021): DESEMBER 2021
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jsekp.v16i2.9495

Abstract

Rantai pasok udang vanamei di daerah produksi di Indonesia tidak selalu sama dan dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pembenihan sampai dengan unit pengolahan ikan (UPI). Konsekuensinya, jenis dan jumlah biaya logistik bervariasi antara daerah satu dengan yang lain. Riset ini bertujuan untuk; a) mengidentifikasi rantai pasok udang vanamei di daerah produksi, b) menganalisis permasalahan dalam rantai pasok udang vanamei, dan c) merumuskan sistem logistik udang vanamei. Riset dilakukan selama tahun 2019 di beberapa provinsi yang memproduksi udang vanamei yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan. Riset ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan topik data kepada 12 responden pembenihan, 4 responden UPI, 40 responden pembudidaya udang vanamei, dan 10 pedagang/pengumpul. Data sekunder diperoleh dari laporan hasil riset, data statistik, dan publikasi ilmiah lainnya. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan rantai pasok, pola logistik, dan permasalahan yang terjadi dalam rantai pasok. Hasil analisis menggambarkan bahwa rantai pasok udang vanamei di Indonesia bisa digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu pasokan (bahan baku dan produksi), distribusi (pedagang besar, pedagang kecil, dan pengecer), dan konsumen (pasar lokal, hotel/ restoran/catering -HOREKA- dan UPI). Permasalahan rantai pasok udang vanamei dari produsen benih sampai ke konsumen akhir telah menyebabkan produksi tidak efisien dan berimplikasi pada peningkatan biaya. Secara faktual, ada disparitas stok benih antar daerah dan kebutuhan pemenuhan stok udang di beberapa cold storage. Logistik udang vanamei menggunakan hampir semua jenis moda transportasi yaitu transportasi udara (pesawat terbang), transportasi darat (sepeda motor, mobil bak terbuka, truk biasa, truk kontainer) dan transportasi laut (kapal antar pulau dan antar negara). Sistem logistik udang belum efisien mengingat pengadaan induk udang vanamei masih diimpor dari negara lain oleh beberapa perusahaan pembenihan, dan benih ini harus menyuplai seluruh wilayah Indonesia.Title: Supply Chain and Logistic of Vannamei Shrimp In Production Areas of IndonesiaThe supply chain of vannamei shrimp in production areas of Indonesia is different in each area. It depends on the availability of hatchery facilities and the fish processing unit (UPI). Consequently, the types and logistic costs vary among regions. This research aims to: a) identify the supply chain of vannamei shrimp in the production area, b) formulate a general pattern of the logistic system of vannamei shrimp, and c) analyze the problems in the supply chain of vannamei shrimp. This research was conducted in 2019 in East Java, West Java, Bali, West Nusa Tenggara, and South Sulawesi where those provinces produce vannamei shrimp. This research employs primary and secondary data. Primary data were collected through interviews with five hatchery respondents, four UPI respondents, 40 vannamei shrimp farmers, and seven collectors/traders. Secondary data were obtained from research reports, statistical data, and other scientific publications. Data were analyzed descriptively to describe the supply chain, logistic patterns, and problems that occur in the supply chain. The results illustrate that vannamei supply chain in Indonesia can be classified into three parts: raw materials and production, distribution (wholesalers, small traders, and retailers) and consumers (local markets, hotel/restaurant/catering, and processing plants). The problem of vannamei supply chain from hatcheries to the final consumers has resulted in inefficient production and has been implicated in increased costs. Eventually, there are disparities in shrimp juvenile stocks between regions and the need to fulfill shrimp stocks in several cold storages Logistic system of vannamei shrimp utilizes almost all types of transportation modes: air transport (cargo planes), land transportation (motorbikes, trucks, cargo trucks) and water transportation (inter-island and inter-country cargo ships). The logistics system of vannamei was inefficient considering the procurement of vannamei shrimp broodstocks have always been imported from other countries by several hatchery companies, and shrimp juveniles produced need to be distributed to all-around Indonesia.
MINIMALISASI BIAYA DISTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN PRODUK PERIKANAN: APLIKASI TRANSPORTASI PROGRAM SOLVER Risna Yusuf; Yayan Hikmayani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 12, No 2 (2017): DESEMBER 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (464.996 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v12i2.6480

Abstract

Masalah pendistribusian suatu komoditas atau produk dari sejumlah sumber ke sejumlah tujuan perlu dilakukan agar biaya pengiriman produk seminimal mungkin. Program solver merupakan salah satu software yang banyak digunakan untuk masalah optimasi misalnya dalam menyelesaikan masalah transportasi. Model transportasi berkaitan dengan penentuan rencana biaya terendah untuk mengirimkan satu barang dari sejumlah sumber pasokan ke sejumlah daerah tujuan yang menjadi sentra industri. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji penerapan metode transportasi dengan program solver dalam meminimunkan biaya distribusi ikan yang berasal dari beberapa daerah sentra pasokan ke beberapa daerah yang menjadi sentra industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi biaya distribusi yang dikeluarkan dalam mendistribusikan ikan tuna sebesar Rp. 757.983.424 dan efisiensi biaya distribusi yang dikeluarkan dalam menditribusikan ikan pelagis kecil sebesar Rp. 268.012.767. Ikan tuna dari Bitung lebih efisien didistribusikan ke Surabaya, ikan tuna dari Ternate lebih efisien didistribusikan ke Makassar, ikan tuna dari medan lebih efisien ke Surabaya, dan ikan tuna Banyuwangi lebih efisien didistribusikan ke Jakarta dan terakhir ikan tuna dari daerah pasokan lainnya dapat diditribusikan ke Makassar, Surabaya, Jakarta dan daerah tujuannya lainnya. Ikan pelagis dari Bitung lebih efisien ke Makassar, ikan pelagis dari Ternate lebih efisien ke Surabaya, ikan pelagis dari Medan lebih efisien ke Makassar dan Banyuwangi lebih efisien ke Makassar dan Surabaya, dan daerah pasokan lainnya lebih efisien ke Jakarta dan Surabaya. Implikasi penelitian dimana daerah pasokan ikan dapat lebih fokus pada daerah tertentu yang menjadi daerah tujuan mengakibatkan biaya distribusi ikan menjadi lebih efisien dan pasokan ikan di daerah tujuan menjadi lebih stabil. Title: Minimalization Distribution Cost of Fisheries Product Processing Industry: The Application of Transportation in Program SolverSolution to distribution problem of a commodity or product is necessary in order to minimize its distribution cost. Program solver is one of the most widely used software to solve problem related to transportation. Transportation model determines distribution cost of a product from port of origin to port of destination. This research purpose is intending on analyzing the application of program solver in minimizing fish distribution cost from suppliers to industrial centers. The result showed that efficiency distribution cost of tuna was Rp. 757.983.424,- and the efficiency distribution cost of small pelagic fish was Rp. 268.012.767,-. Distribution cost of tuna from Bitung to Surabaya is more efficient, distribution cost of tuna from Ternate to Makassar is more efficient, distribution cost of tuna from Medan to Surabaya is more efficient, distribution cost of tuna from Banyuwangi to Jakarta is more efficient, and distribution cost of tuna from the other ports of origin are more efficient to Makassar, Jakarta, Surabaya and the other ports of destination. Distribution cost of small pelagic fish from Bitung to Makassar is more efficient, distribution cost of small pelagic fish from Ternate to Surabaya is more efficient, distribution cost of small pelagic fish from Medan to Makassar is more efficient, distribution cost of small pelagic fish from Banyuwangi to Makassar and Surabaya is more efficient, and distribution cost of small pelagic fish from the other ports of origin are more efficient to Jakarta and Surabaya. Therefore, fish distribution from port of origin should be focused to a particular destination port in order to get more efficient distribution cost and stable fish supply in the destination area.
KETAHANAN PANGAN IKANI PADA RUMAH TANGGA PERIKANAN TANGKAP LAUT SKALA KECIL: Kasus Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon Risna Yusuf; Tajerin Tajerin
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 1 (2009): juni (2009)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (622.472 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v4i1.5819

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan ikani rumah tangga perikanan tangkap laut skala kecil. Metode Survei digunakan dalam penelitian ini. Responden dipilih dengan menggunakan metoda proportional random sampling berdasarkan jenis alat tangkap. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan statistik non-parametrik Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah pendidikan, budaya makan ikan, nilai aset dan pendapatan berhubungan positif dan nyata dengan tingkat ketahanan pangan ikani rumah tangga perikanan. Pemerintah diharapkan terus mendorong upaya peningkatan ketahanan pangan terutama pangan ikani dengan lebih mengkaitkan arah kebijakan dan programnya dengan upaya peningkatan pendidikan dan pengetahuan akan pangan dan gizi pada rumah tangga perikanan tangkap laut skala kecil, peningkatan pendapatan dan peningkatan aset rumah tangga. Tittle: Fisheries Food Security on Household of the Small-scale Marine Fisher: Case Study in the Gebang Mekar Village, Cirebon District, West Java.The purpose of this research was to assess the factors that relate with fisheries food security at small - scale marine fisher. Research was conducted using survey method. Respondents were chosen using proportional random sampling method based on types of fishing gears. The research was using primary data based on interview and analysis used Chi-square approach. Results showed that education, habits in consumption, asset value and income of fisheries household significantly related with fisheries food security at small-scale of marine fisheries household. Therefore, the government has to push on fisheries food security improvement forward into policy and program education and knowledge of food and nutrient at small-scale marine fisher’s household, increase income and economic asset of the fisher.
KETERKAITAN SEKTOR PERIKANAN DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA: PENDEKATAN MODEL INPUT-OUTPUT Tajerin Tajerin; Risna Yusuf; Sastrawidjaja Sastrawidjaja; Asnawi Asnawi
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 2, No 1 (2007): JUNI (2007)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.996 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v2i1.5860

Abstract

Keterkaitan sektor perikanan dalam perekonomian nasional akan menentukan peran strategis sektor tersebut dalam pembangunan perikanan dan pemulihan perekonomian nasional. Untuk itu telah dilakukan kajian mengenai keterkaitan sektor perikanan ”dalam arti luas” dengan menggunakan metode analisis keterkaitan ke belakang (backward lingkage) dan ke depan (forward lingkage) berdasarkan pendekatan model input output. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data sekunder dari table input output tahun 1990, 1995 dan 2000. Hasil kajian menunjukkan bahwa selama periode 1990-2000, secara rata-rata keterkaitan sektor perikanan dalam perekonomian nasional masih relatif lemah dengan indeks keterkaitan berkisar sebesar 0,46-1,10. Kecenderungan penguatan keterkaitan ke belakang terjadi pada perikanan darat, sedangkan penguatan keterkaitan ke depan terjadi pada industri pengolahan dan pengawetan ikan. Selain itu, keterkaitan antara kelompok perikanan primer (perikanan laut dan perikanan darat) dan kelompok perikanan sekunder (industri pengeringan dan penggaraman ikan dan industri pengolahan dan pengawetan ikan) lebih mencerminkan keterkaitan ke depan berupa aliran pasokan komoditas ikan untuk bahan baku. Namun keterkaitan itu masih relatif lemah dan cenderung semakin lemah. Tittle: Fisheries Sector Linkages in The National Economy: An Input-Output Approach.Fisheries sector linkage in National Economy will determine the strategic roles of the sector for its development and National Economic recovery. In line with this, a study was conducted to determine backward and forward linkage of the sector using input output model approach. Secondary data were used, that are input output tables of the year 1990, 1995 and 2000. The results of the study showed that during the period of 1990 - 2000, the average linkage of these sector in National economy are relatively weak with the index of linkage approximately of 0,46 - 1,10.Stronger backward linkage was observed in inland fisheries, while stronger forward linkage demonstrated on industrial fish processing and preservation. The linkage of primary fisheries group (sea and inland fisheries) to the secondary fisheries group (industrial fish processing) indicating the forward linkage such as fish supply as raw materials. However, the linkage is relatively weak.
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN KAYONG UTARA Risna Yusuf; Rizky Muhartono
Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 7, No 2 (2017): DESEMBER 2017
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (460.038 KB) | DOI: 10.15578/jksekp.v7i2.6459

Abstract

Kabupaten Kayong Utara masuk ke dalam WPP 711 dan memiliki 103 pulau yang tersebar di empat kecamatan. Selain potensi perikanan tangkap, kabupaten ini memiliki potensi perikanan perairan umum berupa sungai, rawa waduk dan budi daya kolam. Potensi yang dimiliki belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah strategi yang akan dilakukan dalam rangka mengembangkan perikanan tangkap di Kabupaten Kayong Utara. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder yang berasal dari berbagai sumber informasi yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Metode analisis yang digunakan adalah metode SWOT dan QSPM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa strategi yang perlu dilakukan untuk pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kayong Utara yaitu; (1) Pengembangan teknologi penangkapan; (2) Peningkatan pengawasan terhadap wilayah penangkapan, dan; (3) Membangun sarana transportasi dan distribusi ikan. Adapun urutan prioritas langkah-langkah strategi dengan pendekatan QSPM adalah sebagai berikut; (1) Pengembangan teknologi penangkapan dengan total score attractiveness sebesar 18,33005694; (2) Membangun sarana transportasi dan distribusi ikan dengan total score attractiveness sebesar 13,13045483, dan; (3) Peningkatan pengawasan terhadap wilayah penangkapan dengan total score attractiveness sebesar 10,7027257. Pengembangan teknologi penangkapan dan armada bagi nelayan lokal diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dalam melakukan kegiatan penangkapan sehingga mampu bersaing dengan nelayan pendatang yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah yang sama. Kegiatan pengawasan terhadap aktivitas penangkapan mutlak diperlukan guna mencegah penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Wilayah yang luas dan memiliki pulau-pulau yang tersebar, mengharuskan dibangunnya sistem transportasi dan distribusi pengangkutan ikan yang efektif dan menguntungkan sehingga hasil tangkapan nelayan memiliki nilai jual yang baik dan mampu bersaing. Title: Development Strategy on Capture Fisheries in District Kayong Utara Kayong Utara Regency located at WPP 711 and have 103 island that spread into four district. Besides capture fisheries, this regency have potency in inland fisheries such as river, swamp, reservoir and pond aquaculture but in fact, it is not been fully utilized. The goal of the research was to identify the steps of strategy in order to develop of capture fisheries in District Kayong Utara. the research using primary and secondary data. The analysis data using SWOT and QSPM. The resultshowed that the strategy of developing capture fisheries in District Kayong Utara were (1) Developing capture technology; (2) Increasing of monitoring capture areas; (3) Buiding transportation vihecle and distribution. The priority of steps on the QSPM approach of strategy were ( developing capture technology with the total score was 18,33005694; (2) Buiding of transportation and distribustion of fish the tottal score was 13,13045483; and (3) Increasing of supervision to fishing grounds with total attractiveness score 10,7027257. Development of capture technology and fleet to local fisher expected to be able increasing produktivity and can compete with andon fisher that conduct fishing activities in the same area. Supervision of fisheries must be done to prevent Illegal fishing. A wide area with most islands are scattered, require to be built transportation and distribution system, which the fishermen that has benefits, good selling point and able to compete.
SALURAN PEMASARAN RUMPUT LAUT (Eucheuma cottonii) DI SUMBA TIMUR, NUSA TENGGARA TIMUR Permana Ari Soejarwo; Risna Yusuf
Buletin Ilmiah Marina Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2018): DESEMBER 2018
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (859.486 KB) | DOI: 10.15578/marina.v4i2.7399

Abstract

ABSTRAKNusa Tenggara Timur merupakan produsen terbesar kedua setelah Sulawesi Selatan dalam produksi rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Karena itu, peluang pengembangan rumput laut jenis E. cottonii sangat menjanjikan dengan pangsa pasar yang cukup tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Sumba Timur Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data dan informasi dikumpulkan melalui observasi lapangan dan wawancara mendalam dengan pembudidaya serta dengan pengumpulan data sekunder. Data dianalisis secara kualitatif serta diuraikan dalam bentuk deskriptif dengan memberikan informasi mengenai saluran pemasaran rumput laut jenis Eucheuma cottonii di Sumba Timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa saluran pemasaran rumput laut di Sumba Timur dapat ditentukan oleh sumber permodalan yang berasal dari modal pribadi dan koperasi sehingga pemasaran tidak dipengaruhi oleh pedagang atau tengkulak. Kemudian dari sisi serapan dan pemasaran sumput laut dapat ditentukan oleh jenis produksi rumput laut yang terdiri dari raw material dan chips rumput laut. Raw material akan diserap oleh pedagang rumput laut lokal, pedagang rumput laut luar daerah Sumba Timur dan PT ASTIL. PT ASTIL akan mengolah rumput laut menjadi chips yang kemudian diserap oleh pembeli yang ada di Maassar, Surabaya dan Jakarta.Title: ABSTRACTEast Nusa Tenggara is the second largest producer after South Sulawesi in the production of Eucheuma cottonii. Therefore, the opportunity to develop Euchema cottonii seaweed is very promising with a high market share. This study aims to determine the marketing distribution of Eucheuma cottonii in East Sumba, East Nusa Tenggara Province. Data and information were collected through field observations and in-depth interviews with farmers as well as with secondary data collection. The data were analyzed qualitatively and described in descriptive form by providing information about the marketing distribution of Eucheuma cottonii in East Sumba. The results showed that the marketing distribution for seaweed in East Sumba could be determined by capital sources that originating from private capital and cooperatives so that marketing was not influenced by traders or middlemen. Furthermore the absorption and marketing of seaweed can be determined by the type of seaweed production consisting of raw material and seaweed chips. Raw material will be absorbed by local seaweed traders, seaweed traders in outside East Sumba and PT ASTIL. PT ASTIL will process seaweed into chips which are then absorbed by buyers in Makassar, Surabaya and Jakarta.