Christina Yuliaty
Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

LUBUK LARANGAN: DINAMIKA PENGETAHUAN LOKAL MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN SUNGAI DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA Christina Yuliaty; Fatriyandi Nur Priyatna
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 1 (2014): Juni (2014)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.769 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v9i1.1189

Abstract

Tulisan ini menggambarkan bagaimana masyarakat lokal memiliki pengetahuan dalam pengelolaan sumber daya perikanan perairan sungai. Pengetahuan ini berwujud nilai kearifan lokal, falsafah hidup, religi dan norma-norma hukum lokal yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2012 pada masyarakat Minang Nagari Sialang Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat yang menetap di daerah aliran sungai Batang Kapur. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung, wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan melalui pendekatan studi kasus terkait dengan pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya perikanan perairan sungai secara lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lubuk larangan tidak hanya sebuah praktek pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ikan tetapi didalamnya terdapat aturan, mekanisme distribusi hak dan organisasi adat. Sesuai dengan sifatnya yang dinamis, maka pengetahuan pengelolaan lubuk larangan pun mengalami perubahan. Nilai Islam dan politik pemerintahan menjadi pendorong terjadinya perubahan dalam pengelolaan Lubuk Larangan.
LUBUK LARANGAN: BENTUK PERILAKU EKOLOGIS MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM DARATAN (TIPOLOGI SUNGAI) Nendah Kurniasari; Maharani Yulisti; Christina Yuliaty
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 2 (2013): DESEMBER (2013)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (912.957 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v8i2.5676

Abstract

Perilaku ekologis masyarakat di sekitar sungai merupakan sebuah modal mendasar bagi keberlangsungan sumberdaya ikan di kawasan sungai tersebut. Oleh karenanya, makalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku ekologis masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumberdaya sungai. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2012 pada masyarakat Nagari Manggilang Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat yang menetap di daetah aliran sungai Batang Talagiri dan Batang Manggilang. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang menginterpretasikan secara logic hubungan antara faktor-faktor pendorong, implementasi serta implikasi perilaku ekologis tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku ekologis masyarakat Nagari Manggilang dalam memperlakukan sungai didukung oleh beberapa hal yaitu kondisi geografis, pola kepemimpinan, hukum adat, dan sistem mata pencaharian masyarat. Keempat unsur ini turut andil dalam melestarikan perilaku ekologis tersebut. Perilaku ekologis masyakat Manggilang yang terwujud dalam lubuk larangan tidak hanya berimplikasi terhadap perilaku ekologi masyarakat secara kolektif, juga merubah perilaku sosial ekonomi masyarakat ke arah yang lebih produktif dan memiliki nilai moral yang tinggi. Title: Lubuk Larangan: Form of Ecological Behavior of Local Community in The Inland Fisheries Resource Management (River Tipology)Ecological behavior is a potential capital of sustainable resources. This paper aims to study the ecological behavior of local communities in the use of river resources. This study was conducted in 2012 at Nagari Manggilang, Pangkalan Koto Baru, Lima Puluh Kota District, West Sumatera with the objects are the community who settled in the watershed of the Batang Talagiri river and Batang Manggilang river. Data analysed by using descriptive qualitative that interpreted logically the relation among the supportive factors, implementation factors, and the implication of the ecological behavior. The results  showed that the ecological behavior of Nagari Manggilang’ residents in treating the river suppoerted by several elements: geography, leadership patterns, customary laws, and livelihood systems. All of these elements contributed to preserve the ecological behavior. This ecological behavior at Nagari Manggilang’ residents that materialized as “Lubuk Larangan” was not only implicated to the ecological behavior of the society, but also changed the social behavior as well as economic behavior towards a more productive society and higher morale values
PERAN JARINGAN SOSIAL NELAYAN PADA PEMASARAN TUNA, CAKALANG DAN TONGKOL: STUDI KASUS DI KOTA KENDARI Riesti Triyanti; Christina Yuliaty; Tenny Apriliani
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 2 (2014): Desember (2014)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.684 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v9i2.1223

Abstract

Mayoritas nelayan di Indonesia adalah kategori nelayan tradisional yang miskin serta menjadi golongan terpinggirkan. Sulitnya akses finansial ke lembaga keuangan formal menjadikan ketergantungan nelayan terhadap pinjaman dari pemberi modal informal yang berpengaruh pada pemasaran hasil ikan tangkapan. Studi ini bertujuan untuk mengeksplorasi karakteristik nelayan, proses dan jaringan sosial antar pelaku usaha penangkapan dan pemasaran. Pengumpulan data primer dilaksanakan melalui wawancara mendalam menggunakan panduan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nelayan di Kota Kendari melakukan aktifitas penangkapan ikan berdasarkan pada jenis alat tangkap yang dimiliki dengan ukuran kapal lebih kecil dari 30 GT. Pemasaran tuna, cakalang dan tongkol dikelompokkan kedalam dua pasar utama yaitu pasar lokal dan ekspor. Bagi nelayan yang memperoleh permodalan untuk melaut dari bos maka pemasaran ikan hasil tangkapan dikendalikan oleh bos. Jaringan sosial yang melibatkan berbagai aktor tidak hanya terbatas pada jaringan kerja pada produksi saja, namun juga atas kehidupan sosial ekonomi lainnya. Diantara berbagai jaringan sosial yang ada, yang paling prospektif untuk dikembangkan dalam komunitas nelayan di Kendari adalah jaringan sosial antara nelayan dengan bos dengan pola kemitraan inti plasma.
DIMENSI RELIGI DALAM PEMBUATAN PINISI Nendah Kurniasari; Christina Yuliaty; Nurlaili Nurlaili
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 8, No 1 (2013): Juni (2013)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (250.582 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v8i1.1197

Abstract

Pinisi merupakan salah satu contoh perwujudan pengetahuan masyarakat lokal dalam beradaptasi dengan lingkungannya secara harmonis. Pengetahuan ini, mencakup dimensi unsur religi yang sarat akan sejumlah makna, nilai dan simbol yang menjadi landasan membentuk harmonisasi dirinya dengan alam. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dimensi religi dalam pembuatan pinisi serta dinamika yang menyertainya. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam sebagai teknik pengambilan data dan deskriptif analitik sebagai metoda analisis. Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2011 di Desa Ara dan Tanah Beru Kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba Sulawesi Tenggara. Pinisi sebagai bagiandari suatu budaya sarat akan sejumlah makna, simbol, dan nilai yang tertuang dalam setiap prosesi pembuatannya. Perubahan kondisi sumber daya dan intervensi modernitas pada setiap aspek kehidupan menyebabkan perubahan dalam aktivitas unsur religi yang terkandung dalam pembuatan pinisi. Panrita lopisebagai tokoh kunci dalam menjaga tradisi tersebut tidak bisa mengelak dari tuntutan perubahan peradaban, namun melalui berbagai kebijaksanaannya, mereka mencoba mengeliminir perubahan agar tetap berada dalam sendi-sendi keseimbangan antara unsur makrokosmos dan mikrokosmos yang diyakini sebagai syarat agar kehidupan tetap terjaga. Sinergitas program pelestarian sumber daya antar Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Perindustrian dan Kepolisian dalam melestarikan sumber daya guna mendukung pelestarian pinisi merupakan langkah yang harus segera direalisasikan.
ANALISIS KEBERLANJUTAN LILIFUK: TINJAUAN PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL Maharani Yulisti; Nendah Kurniasari; Christina Yuliaty
Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol 9, No 1 (2014): Juni (2014)
Publisher : Balai Besar Riset Sosial Eonomi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.605 KB) | DOI: 10.15578/jsekp.v9i1.1187

Abstract

ABSTRAKPeran serta masyarakat dalam pengelolaan sumber daya perikanan dalam bentuk kearifan lokal merupakan wujud tanggung jawab mereka dalam melestarikan sumber daya sehingga dapat memberikanmanfaat berkelanjutan.Kearifan lokal tersebut bernama Lilifuk, yaitu kawasan di laut berbentuk kolam yang tergenang saat surut sehingga ikan terperangkap di dalamnya.Tulisan ini mengkaji persepsimasyarakat mengenai keberlanjutan Lilifuk di Kabupaten Kupang. Penelitian dilaksanakan di Desa Bolok dan Desa Kuanheum, Kecamatan Kupang Barat Kabupaten Kupang pada Oktober 2012 dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode studi kasus dan triangulasi digunakan dalam penelitian ini. Wawancara mendalam dilakukan terhadaptetua adat, kepala desa, dan perwakilan lembaga swadaya masyarakat.Data persepsi masyarakat dikumpulkan dari 30 responden. Data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil analisis persepsi menunjukkan bahwa sebesar 93,3% masyarakat mengetahui tentang keberadaan Lilifuk, 60% tahu sejarahnya, 93,3% tahu lokasinya dan 26,7% tahu batas-batasnya. Sebanyak 44% masyarakat menyatakan otoritas pengambilan keputusan pengelolaan Lilifuk adalah pemiliknya.Keterlibatan Masyarakat dalam Lilifuk hanya sebagai pemanfaat saat Lilifuk dibuka (63%). Manfaat Lilifukdapat diidentifikasikan sebagai berikut: menambah penghasilan, menjalin hubungan sosial, rekreasi, menjaga sumber daya ikan, menjaga lingkungan dan menjaga tradisi. Faktor-faktor yang mengancam keberlanjutan Lilifuk adalahlahan yang sempit, penurunan produksi ikan, pencemaran perairan dan tidak adanya penjagaan. Prioritas utama dalam menjaga keberlanjutan Lilifuk adalah (1) Menjaga dan melindungi serta memperbaiki kelestarian lingkungan; (2) Dukungan dan pengawasan pemerintah; (3) Menerapkan aturan dan sanksi hukum; (4) Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai kelestarian, dan; (5) Menggunakan alat tangkap ramah lingkungan.