Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search
Journal : FaST : Jurnal Sains dan Teknologi

PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMIN DARI KULIT UDANG MENGGUNAKAN KITINASE EKSTRASELULER DARI Providencia stuartii Yuniwaty Halim; Cynthia Cynthia; Hardoko Hardoko; Ratna Handayani
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 4, No 1 (2020): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Cangkang udang tersusun dari kitin. Salah satu turunan kitin, yaitu glukosamin, biasanya terdapat dalam bentuk N-asetilglukosamin dan dapat diproduksi melalui fermentasi enzimatis terhadap kitin dengan menggunakan mikroorganisme kitinolitik. Salah satu bakteri kitinolitik adalah Providencia stuartii. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kondisi fermentasi optimum, yaitu pH, suhu, konsentrasi substrat, dan lama inkubasi, untuk memproduksi N-asetilglukosamin menggunakan kitinase ekstraseluler dari Providencia stuartii. pH yang digunakan dalam fermentasi adalah 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9, sedangkan suhu yang digunakan adalah 30, 40, 50, 60, 70 and 80oC. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitinase ekstraseluler kasar memiliki aktivitas optimum pada pH 5 dan suhu 40oC, yaitu berturut-turut sebesar 3,23 ± 0,06 U/ml dan 3,42 ± 0,06 U/ml. Kitinase ekstraseluler semi murni memiliki aktivitas optimum pada pH 7 dan suhu 40oC, yaitu berturut-turut sebesar 4,74 ± 0,06 U/ml and 4,44 ± 0,06 U/ml. Selanjutnya, konsentrasi kitin sebagai substrat yang digunakan adalah sebesar 0,5; 1; 1,5; dan 2% dengan lama inkubasi 2, 4, 6, dan 24 jam. Konsentrasi N-asetilglukosamin tertinggi diperoleh setelah lama inkubasi 6 jam dengan konsentrasi substrat sebesar 1%, yaitu sebesar 933,89 ± 12,55 ppm menggunakan kitinase ekstraseluler kasar dan 1050,56 ± 12,54 ppm menggunakan kitinase ekstraseluler semi murni.
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI MI ANALOG BERBASIS SINGKONG DENGAN PENAMBAHAN KARAGENAN [PHYSICOCHEMICAL AND SENSORY CHARACTERISTICS OF CASSAVA BASED NOODLE ANALOGUE WITH CARRAGEENAN ADDITION] Hardoko Hardoko; Delicia Martha; Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 5, No 2 (2021): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Cassava noodles are considered as a type of non-gluten-based noodles that have stickiness and higher cooking loss than wheat noodles. The addition of several types of hydrocolloids was allegedly able to improve the quality of starch-based analog noodles. The purpose of this study was to determine the characteristics of analogue noodles based on cassava plus carrageenan hydrocolloid compared to wheat noodles. The research method used was the experimental method of adding 0%, 5%, 10%, and 15% carrageenan to the cassava-based analog noodle formulation. The results showed that the addition of carrageenan to cassava-based analog noodles reduced the elasticity, chewability, water absorption and elongation of noodles, but increased the stickiness, tensile strength, and elasticity of analog noodles. Analog noodles whose characteristics of elasticity, stickiness, and hardness are close to that of commercial wheat noodles are those with 10% carrageenan added. The level of preference for cassava-based analog noodles added with 10% carrageenan was still below commercial wheat noodles which reached a hedonic level of moderate liking (score 5.0), however, the level of preference for analog noodles still reached neutral to moderate (4.5-5.0).BAHASA INDONESIA ABSTRAK: Mie singkong dianggap sebagai jenis mie berbasis non-gluten yang  memiliki sifat lengket dan susut masak lebih tinggi daripada mi terigu. Penambahan beberapa jenis hidrokoloid disinyalir dapat memperbaiki mutu mi analog berbasis pati. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristrik mi analog berbasis singkong  yang ditambah hidrokoloid karagenan dibandingkan dengan mi terigu. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen penambahan karaginan 0%, 5%, 10%, dan 15% pada formulasi mi analog berbasis singkong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penambahan karagenan pada mi analog berbasis singkong dapat menurunkan kekenyalan, daya kunyah, daya serap air, dan elongasi mi, tetapi menaikkan kelengketan, kuat tarik, dan elastisitas mi analog. Mi analog yang karakteristik kekenyalan, kelengketan, dan kekerasan nya mendekatai mi terigu komersiil adalah yang ditambah karagenan 10%. Tingkat kesukaan terhadap mi analog berbasis singkong yang ditambah karagenan 10% masih dibawah mi terigu komersiil yang mencapai tingkat hedonik agak suka (skor 5,0), meskipun demikian tingkat kesukaan mi analog masih mencapai netral sampai agak suka (4,5-5,0).   
PRODUKSI N-ASTEILGLUKOSAMIN DENGAN KITINASE INTRASELULER DARI Providencia stuartii YANG DIIMOBILISASI MENGGUNAKAN κ-KARAGENAN Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 5, No 1 (2021): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kitin merupakan polisakarida yang tersusun dari β-1,4-N-asetil-D-glukosamin. Pada penelitian ini, kitin diisolasi dari cangkang udang windu dan digunakan untuk produksi N-asetilglukosamin menggunakan kitinase intraseluler semi murni dari bakteri Providencia stuartii yang diimobilisasi. Imobilisasi dilakukan dengan metode entrapment menggunakan κ-karagenan sebagai support. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan rasio terbaik antara enzim dan support, dan siklus fermentasi optimum kitinase intraseluler semi murni dari Providencia stuartii yang diimobilisasi menggunakan κ-karagenan. Rasio enzim dan support yang digunakan adalah 1:1; 1,5:1; 2:1, dan rasio terbaik ini digunakan dalam 3 siklus fermentasi untuk menentukan aktivitas enzim dan produksi N-asetilglukosamin optimum. Rasio terbaik antara enzim dan support diperoleh pada rasio 2:1 dengan N-asetilglukosamin yang dihasilkan sebesar 7.573,34 ± 285,97 ppm dan aktivitas kitinase sebesar 11,41 ± 0,43 U/ml. Enzim kitinase dapat digunakan sampai 3 siklus fermentasi dengan mempertahankan aktivitasnya sebesar 27%.
IMOBILISASI KITINASE INTRASELULER Providencia stuartii DENGAN KALSIUM ALGINAT DAN APLIKASINYA DALAM PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMIN Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 3, No 2 (2019): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kitin, polimer linier yang terdiri dari unit ß-1,4-N-asetilglukosamin, ditemukan secara alami pada cangkang udang dan dapat diubah menjadi glukosamin, yang memiliki fungsi yang luas, khususnya di bidang kesehatan untuk mengobati penyakit pada sendi. N-asetilglukosamin (NAG), salah satu bentuk glukosamin, dapat dihasilkan melalui fermentasi kitin menggunakan mikroorganisme kitinolitik seperti kapang atau bakteri. Produksi kitinase oleh Providencia stuartii telah dipelajari, namun imobilisasi kitinase untuk produksi NAG belum secara langsung dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh rasio antara kitinase intraselular dan support menggunakan alginat dan pengaruh banyaknya siklus fermentasi terhadap aktivitas enzim kitinase intraseluler yang diimobilisasi dan produksi NAG dari kitin yang diperoleh dari cangkang udang Penaeus monodon. Rasio kitinase: support yang digunakan adalah 1:1, 1,5:1, dan 2:1. Rasio 2:1 menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, yaitu sebesar 2,030 ± 0,0405 U/ml. produksi NAG tertinggi diperoleh dari siklus fermentasi pertama yang menghasilkan konsentrasi NAG sebesar 1347,7778 ± 50,1848 ppm. Kitinase intraseluler yang diimobilisasi dengan alginat dapat digunakan hingga 4 siklus fermentasi dengan aktivitas enzim yang dipertahankan adalah sebesar 66,91%.
KARAKTERISTIK EDIBLE FILM DARI KULIT KOPI ROBUSTA (Coffea canephora) DAN UMBI PORANG (Amorphophallus muelleri Blume) [CHARACTERISTICS OF EDIBLE FILM FROM ROBUSTA COFFEE’S SILVER SKIN (Coffea canephora) AND PORANG TUBER (Amorphophallus muelleri Blume)] Yuniwaty Halim; Livia Katherina
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 3, No 1 (2019): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Coffee silver skin contains pectin, while porang tuber contains glucomannan which can be utilized in edible film making. The aim of this research was to determine the concentrattion of glycerol as a plasticizer and pectin: glucomannan ratio to obtain edible film with the best characteristics. Edible film was made by combining 4 level of glycerol concentration (0%, 1%, 2%, 3%), and 3 level of pectin: glucomannan ratio (1:1, 3:4, 4:3). The best formulation from this research was edible film made from pectin: glucomannan with ratio of 3:4 and 1% glycerol concentration. Selected edible film formulation has thickness of 0.11±0.1 mm, tensile strength of 2.05± 0.04 MPa, elongation of 40.13±0.39% and water vapor transmission rate of 3.50±0.02 g mm/ m2h.BAHASA INDONESIA ABSTRAK:Kulit kopi mengandung pektin, sedangkan umbi orang mengandung glukomanan, sehingga keduanya dapat dimanfaatkan untuk pembuatan edible film. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan konsentrasi gliserol sebagai plasticizer dan ratio pektin: glukomanan terbaik untuk memperoleh edible film dengan karakteristik terbaik. Edible film dibuat dengan mengkombinasikan 4 level konsentrasi gliserol (0%, 1%, 2%, 3%) dan 3 level rasio pektin: glukomanan (1:1, 3:4, 4:3). Formulasi terbaik dari penelitian ini adalah edible film yang dibuat dari rasio pektin: glukomanan sebesar 3:4 dan konsentrasi gliserol sebesar 1%. Edible film terpilih ini memiliki ketebalan sebesar 0,11±0,1 mm, kuat tarik sebesar 2,05± 0.04 MPa, elongasi sebesar 40,13±0,39%, dan laju transmisi uap air sebesar 3,50±0,02 g mm/ m2.jam.
PEMANFAATAN DAUN POHPOHAN (Pilea melastomoides) DAN BUAH KALAMANSI (x Citrofortunella microcarpa) DALAM PEMBUATAN PERMEN JELI [Utilization of Pohpohan Leaves and Calamansi in Jelly Candy Making] Yuniwaty Halim; Irani Ratnasari; Dela Rosa
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 4, No 2 (2020): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pohpohan leaves and calamansi are known to contain high calcium and vitamin C, respectively. Their utilization in food products is still limited. Jelly candy is one of the food products that are widely consumed. The aims of this research were to determine the addition of pohpohan leaves flour and calamansi juice in jelly candy making, and to determine the ratio of κ-carrageenan:konjac to obtain jelly candy with the best characteristics. The jelly candy was made by adding pohpohan leaves flour (2, 4, 6 gram per 100 gram jelly candy formulation) and  calamansi juice with water:calamansi juice ratio of 0:1, 1:1, and 1:2. Afterwards, different ratio of carrageenan:konjac of 1:1, 2:1, and 3:1 was also applied in jelly candy making. Addition of pohpohan leaves flour, calamansi juice and ratio of carrageenan:konjac affect the characteristics of jelly candy obtained. Based on hedonic test, the most preferred jelly candy was jelly candy that was added with 4 gram of pohpohan leaves flour, calamansi juice with ratio 0:1 (water to calamansi juice) and ratio between κ-carrageenan:konjac of 3:1. The best jelly candy has pH of 3.81 ± 0.04, total titratable acidity of 3.07 ± 0.21% and hardness value of 125.86 ± 2.40 g. The best jelly candy also contains 206.5850 ± 13.42 mg/ 100g calcium content and 0.021 ± 0.001 mg/mL of vitamin C.AbstrakDaun pohpohan dan kalamansi diketahui mengandung kalsium yang tinggi dan vitamin C. Akan tetapi, pemanfaatanya dalam produk pangan masih terbatas. Permen jeli merupakan salah satu produk pangan yang banyak dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan penambahan tepung daun pohpohan dan sari buah kalamansi dalam pembuatan permen jeli, serta untuk menentukan rasio karagenan:konjak untuk menghasilkan permen jeli dengan karakteristik terbaik. Permen jeli dibuat dengan menambahkan tepung daun pohpohan (2, 4, 6 gram per 100 gram formulasi permen jeli) dan sari buah kalamansi dengan rasio air:sari buah kalamansi sebesar 0:1, 1:1, dan 1:2. Selanjutnya, berbagai rasio karagenan:konjak sebesar 1:1, 2:1, dan 3:1 juga digunakan dalam pembuatan permen jeli. Berdasarkan uji hedonik, permen jeli terpilih adalah permen jeli yang ditambahkan dengan 4 gram tepung daun pohpohan, rasio air:sari buah kalamansi 0:1, serta rasio karagenan:konjak sebesar 3:1. Permen jeli ini memiliki nilai pH 3,81 ± 0,04, total asam tertitrasi 3,07 ± 0,21%, dan nilai hardness 125,86 ± 2,40 g. Permen jeli ini juga mengandung kalsium sebesar 206,59 ± 13,42 mg/100g dan vitamin C sebesar 0,021 ± 0,001 mg/ml. 
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA TEH HITAM HERBAL DAUN JAMBU BIJI YANG DITAMBAHKAN DENGAN SARI JERUK NIPIS DAN Eucalyptus globulus [PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS OF GUAVA LEAF HERBAL TEA WITH ADDED LIME JUICE AND Eucalyptus globulus] Yuniwaty Halim; Fellia Evelyn; Dela Rosa
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 5, No 2 (2021): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Guava leaves can be utilized as herbal tea because it contains bioactive compounds. In this research, guava leaf herbal tea was prepared according to black tea making process. Guava leaf herbal tea tends to have an astringent taste, therefore lime juice and Eucalyptus globulus were added to improve the sensory characteristics. The purpose of this study was to determine the best brewing temperature and time, and the effect of lime juice concentration and E. globulus essential oil on physicochemical and sensory properties of guava leaf herbal tea. In the first stage research, guava leaf herbal tea was brewed at different temperature (70, 80, 90oC) and time (5, 10, 15 minutes). The selected brewing temperature and time was 90oC for 10 minutes, with antioxidant activity (IC50) of 4372.22±54.71 ppm, total phenolic of 292.88±8.35 mg GAE/L, total flavonoids of 80.83±1.61 mg QE/L, and condensed tannin of 543.10 ±38.68 mg CE/L. In the second research stage, guava leaf herbal tea was prepared with the addition of lime (1, 2, 3%) and E. globulus (0,05, 0,10, 0,15%). When compared to herbal teas without the addition of lime and E. globulus, guava leaf herbal tea with addition of 3% lime and 0,15% E. globulus has lower antioxidant activity (IC50) of 10199.18±289.35 ppm, total phenolic of 303.12±19.70 mg GAE/L, total flavonoids of 78.20±3.52 mg QE/L, and condensed tannins of 362.40±12.40 mg CE/L. However, addition of lime and E. globulus to the guava leaf herbal tea increased the panelists' preference in terms of color and astringency.BAHASA INDONESIA ABSTRAK:Daun jambu biji dapat dimanfaatkan menjadi teh herbal dikarenakan memiliki kandungan senyawa bioaktif. Pembuatan teh herbal daun jambu biji pada penelitian ini menggunakan proses pembuatan teh hitam. Teh herbal daun jambu biji cenderung memiliki rasa sepat sehingga ditambahkan sari jeruk nipis dan Eucalyptus globulus untuk meningkatkan karakteristik sensorinya. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan perlakuan suhu dan waktu penyeduhan terpilih, serta pengaruh penambahan konsentrasi sari jeruk nipis dan minyak esensial E. globulus terhadap karakteristik fisikokimia serta sensori teh herbal daun jambu biji. Penelitian tahap I dilakukan pembuatan daun teh jambu biji kering dan penyeduhan teh herbal daun jambu biji pada suhu (70, 80, 90oC) dan waktu penyeduhan (5, 10, 15 menit). Suhu dan waktu penyeduhan terpilih adalah suhu 90oC selama 10 menit, yang memiliki aktivitas antioksidan (IC50) sebesar 4372,22±54,71 ppm, total fenolik 292,88±8,35 mg GAE/L, total flavonoid 80,83±1,61 mg QE/L, dan kandungan tanin terkondensasi 543,10±38,68 mg CE/L. Pada penelitian tahap II, dilakukan pembuatan teh herbal daun jambu biji dengan penambahan konsentrasi jeruk nipis (1, 2, 3%) dan E. globulus (0,05, 0,10, 0,15%). Jika dibandingkan dengan teh herbal tanpa penambahan E. globulus dan jeruk nipis, teh herbal daun jambu biji dengan penambahan jeruk nipis 3% dan E. globulus 0,15% memiliki aktivitas antioksidan (IC50) yang lebih rendah, yaitu sebesar 10199,18±289,35 ppm, total fenolik 303,12±19,70 mg GAE/L, total flavonoid 78,20±3,52 mg QE/L, dan kandungan tanin terkondensasi 362,40±12,40 mg CE/L. Namun, penambahan jeruk nipis dan E. globulus pada teh herbal daun jambu biji meningkatkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan rasa sepat.  
Pemanfaatan Sari Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) dalam Pembuatan Es Krim Susu Kedelai [Utilization of Red Dragon Fruit (Hylocereus polyrhizus) Juice in Soy Ice Cream Making] Yuniwaty Halim
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 6, No 1 (2022): MAY
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/jstfast.v6i1.5209

Abstract

Red dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) contains betalains which can be used as a natural colorant with antioxidant properties. Low acceptance of soy ice cream that is usually caused by beany flavor can be reduced by addition of antioxidant in red dragon fruit juice. This research was aimed to determine the effect of red dragon fruit juice addition and different types and concentration of stabilizers on soy ice cream characteristics. In the first research stage, soy ice cream was made with different red dragon fruit juice concentrations (0%, 5%, 10%, 15% and 20%). Soy ice cream with 20% of red dragon juice addition was chosen because it had IC50 value of 132298 ± 29802 ppm, highest overrun, and best organoleptic acceptance. In the second research stage, soy ice cream was made with different stabilizer types (CMC 0.2%, CMC 0.1%, and k-carrageenan 0.1%, and k-carrageenan 0.2%). Soy ice cream with CMC 0.2% was the selected formulation because it has the highest overrun (36.44 ± 1.58%) and slowest melting time (54.00 ± 0.61 min). The selected soy ice cream contained 61.85% moisture, 0.72% ash, 2.74% fat, 5.65% protein and 29.04% carbohydrate.Bahasa Indonesia Abstract:Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung betalain yang dapat digunakan sebagai pewarna alami yang memiliki sifat antioksidan. Penerimaan es krim susu kedelai yang rendah yang biasanya disebabkan oleh aroma langu dapat dikurangi dengan penambahan antioksidan dari sari buah naga. Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh penambahan sari buah merah dan pengaruh jenis dan konsentrasi stabilizer terhadap karakteristik fisik es krim susu kedelai. Pada penelitian tahap pertama, es krim susu kedelai dibuat dengan berbagai konsentrasi sari buah naga (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%). Es krim susu kedelai dengan penambahan 20% sari buah naga merah merupakan formulasi terpilih karena memiliki nilai IC50 sebesar 132298±29802 ppm, overrun tertinggi, dan penerimaan organoleptik terbaik. Pada penelitian tahap kedua, es krim susu kedelai dibuat dengan berbagai jenis stabilizer (CMC 0,2%, CMC 0,1% dan k-karagenan 0,1%, dan k-karagenan 0,2%). Es krim susu kedelai dengan penggunaan CMC 0,2% merupakan formulasi terpilih karena memiliki overrun tertinggi (36,44 ± 1,58%) dan waktu leleh terlama (54,00 ± 0,61 menit). Es krim susu kedelai terpilih ini mengandung air sebanyak 61,85%, abu 0,72%, lemak 2,74%, protein 5,65%, dan karbohidrat 29,04%.
Pemanfaatan Buah Leunca (Solanum nigrum L.) Dalam Pembuatan Minuman Sari Buah (Utilization of Black Nightshade (Solanum nigrum L.) in the Making of Fruit Juice) Yuniwaty Halim; Diana Effendi; Caecilia C. Nurwitri
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 2, No 1 (2018): May
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Black nightshade (Solanum nigrum L.) fruit contains many antioxidant compounds, however, utilization of black nightshade as food or beverage product has not been much studied. The research was aimed to determine sugar concentration and acid source used in black nightshade juice making to obtain a product that is acceptable for the panelists and to observe the black nightshade juice quality changes during storage. Sugar concentration used were 10%, 12.5%, and 15%. Acids used were from citric acid, belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi) and lime (Citrus aurantifolia). It was found that the selected formulation was black nightshade juice added with 15% of sugar concentration and acid added from belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). This formula has acceptance value of 4.41± 1.357  and the IC50 value of 2118.0582 ± 96.3983 mg/L. Storage was done for 6 weeks in refrigerated temperature. During storage, quality of black nightshade juice decreased after 2 weeks, observed from decrease in its antioxidant activity, total phenolic and flavonoid compound.  
PRODUKSI N-ASETILGLUKOSAMIN DARI KITIN KULIT UDANG DENGAN FERMENTASI MENGGUNAKAN Salmonella enterica STRAIN LT2 [PRODUCTION OF N-ACETYLGLUCOSAMINE FROM SHRIMP SHELLS’ CHITIN BY FERMENTATION USING Salmonella enterica STRAIN LT2] Yuniwaty Halim; Lucia Crysanthy Soedirga; Valentina Michelle
FaST - Jurnal Sains dan Teknologi (Journal of Science and Technology) Vol 6, No 2 (2022): NOVEMBER
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/jstfast.v6i2.5920

Abstract

Chitin is found abundantly in shrimp shells and can be converted into N-acetylglucosamine, which has a wide range of uses in the biomedical and industrial fields. Chitin can be produced using chitinase produced by bacteria through the fermentation process. Salmonella enterica strain LT2 was one of the chitinolytic bacteria that was isolated from shrimp shells. This research aimed to determine the best pH (5, 6, 7, 8, and 9) and temperature (32oC, 37oC, and 42oC) of fermentation, as well as fermentation time (2, 3, 4, 5, and 6 days) for the production of N-acetylglucosamine using the S. enterica strain LT2. Results showed that the highest production of N-acetylglucosamine occurred at the temperature of 37oC, pH of 8, and 4 days of fermentation, which produced 69.62 ± 1.00 g/L of N-acetylglucosamine. Furthermore, the highest N-acetylglucosamine production for the fermentation time occurred on the third day which produced 73.19 ± 1.63 g/L of N-acetylglucosamine.Bahasa Indonesia Abstract:Kitin banyak ditemukan pada cangkang udang dan dapat dipecah menjadi N-asetilglukosamin, yang banyak digunakan dalam dunia biomedik maupun industri lainnya. Kitin dapat diproduksi menggunakan kitinase yang dihasilkan oleh bakteri melalui proses fermentasi. Salmonella enterica strain LT2 merupakan salah satu bakteri kitinolitik yang diisolasi dari cangkang udang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pH (5, 6, 7, 8, dan 9) dan suhu fermentasi (32oC, 37oC, dan 42oC) terbaik, serta lama fermentasi terbaik (2, 3, 4, 5, dan 6 hari) untuk produksi N-asetilglukosamin menggunakan S. enterica LT12. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi N-asetilglukosamin diperoleh pada suhu fermentasi 37oC, pH 8, dan waktu fermentasi 4 hari, yang menghasilkan N-asetilglukosamin sebesar 69,62 ± 1,00 g/L. Selain itu, produksi N-asetilglukosamin tertinggi terjadi setelah fermentasi pada hari ketiga, yaitu sebesar 73,19 ± 1,63 g/L.