Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Jurnal Kewarganegaraan

Analisis Penerapan Hukum Perdata Internasional pada Putusan Pengadilan Negara Indonesia, Belanda dan Jerman Terkait Perceraian Dalam Perkawinan Campuran Imelda Martinelli; Zefanya Angellin Chen; Vanessa; Felicia Amanda Sulistio
Jurnal Kewarganegaraan Vol 8 No 1 (2024): Juni 2024
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v8i1.6353

Abstract

Abstrak Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 memberikan pengertian bahwa “Perkawinan adalah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal”. Perkawinan mempunyai peranan yang sangat penting dalam hal menjamin kelangsungan sebuah keluarga. Agar perkawinan terjamin kelangsungan dan mempunyai kepastian hukum, maka perkawinan terjamin kelangsungan dan mempunyai kepastian hukum, maka perkawinan perlu dicatat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 57 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan “Perkawinan Campuran merupakan perkawinan yang dilangsungkan antara dua (2) pihak yang berbeda kewarganegaraan tetapi salah satu dari kedua pihak tersebut adalah warga negara Indonesia yang tunduk kepada hukum”. Perkawinan campuran dilaksanakan dengan memilih salah satu hukum dari masing-masing pihak yang dilakukan sesuai dengan persetujuan dan disepakati, dari salah satu pihak atau kedua pihak wajib untuk tunduk sukarela dalam melaksanakan perkawinan. Perceraian adalah putusnya hubungan suami-istri, talak, hidup perpisahan antara suami-istri selagi kedua-duanya masih hidup. Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa perceraian merupakan salah satu penyebab putusnya perkawinan. Perceraian pada perkawinan campuran di Indonesia mempunyai implikasi hukum yang saling berkaitan dengan hukum perdata internasional. Pihak-pihak yang terlibat dalam perkawinan campuran di Indonesia mempunyai kemampuan untuk memilih pilihan hukum yaitu seperti negara tempat perkawinan atau perceraian dilangsungkan, negara tempat salah satu pihak berkebangsaan, atau hukum Indonesia. Kata Kunci: Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan Campuran, Putusan Pengadilan, Hukum Perdata Internasional, Hukum Antar Tata Hukum Abstract Law Number 1 of 1974 Article 1 provides an understanding that “Marriage is the inner and outer bond of a man and a woman as husband and wife with the aim of forming a happy and eternal family (household)”. Marriage has a very important role in ensuring the continuity of a family. In order for marriage to be guaranteed continuity and have legal certainty, marriage is guaranteed continuity and has legal certainty, so marriage needs to be recorded based on applicable laws and regulations. Article 57 of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage states “Mixed Marriage is a marriage that is entered into between two (2) parties of different nationalities but one of the two parties is an Indonesian citizen who is subject to the law”. Mixed marriages are conducted by choosing one of the laws of each party in accordance with the agreement and agreed upon, from one party or both parties are obliged to submit voluntarily in carrying out the marriage. Divorce is the breakup of the husband-wife relationship, divorce, living separation between husband and wife while both are still alive. The Marriage Law states that divorce is one of the causes of marriage breakdown. Divorce in mixed marriages in Indonesia has legal implications that are interrelated with international civil law. The parties involved in a mixed marriage in Indonesia have the ability to choose a choice of law, such as the country where the marriage or the divorce is held, the country where one of the parties is a national, or Indonesian law. Keywords: Law Number 1 Year 1974, Mixed Marriages, Court Ruling, International Civil Law, Inter-Legal Law
Pembatalan Sepihak oleh Pembeli Dalam Perjanjian Jual Beli di Marketplace Dengan Sistem Pembayaran Cash on Delivery Imelda Martinelli; Cendana Suryani; Thalia Rizq Aurora Patty
Jurnal Kewarganegaraan Vol 8 No 1 (2024): Juni 2024
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v8i1.6387

Abstract

Abstract Sales agreements are fundamental in society, regulated by the Indonesian Civil Code. These agreements establish reciprocal obligations between sellers and buyers, binding both parties upon agreement, even before the exchange of goods or payment. Sales transactions play a crucial role in meeting needs and driving economic growth. With the emergence of electronic commerce (e-commerce), transactions have evolved, facilitated by advanced technology. Online marketplaces like Tokopedia and Shopee have become significant platforms, regulated by laws such as Law No. 11 of 2008. Payment methods, including Cash On Delivery (COD), offer convenience and security, although conflicts such as non-payment or violence against couriers have arisen. In COD transactions, sellers set several requirements to ensure the smoothness of the sales process. Firstly, buyers order goods from sellers through agreed platforms or communication. Subsequently, sellers and buyers engage in discussions until reaching an agreement that forms an official contract between both parties. An electronic sales agreement with a COD payment system follows the provisions of the Electronic Information and Transactions Law, which states that an electronic transaction is deemed to occur when an offer made by the seller is accepted and approved by the recipient. Keywords: Agreements, Electronic Commerce, Cash On Delivery Abstrak Perjanjian jual beli merupakan hal yang mendasar dalam masyarakat, diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Perjanjian tersebut menetapkan kewajiban timbal balik antara penjual dan pembeli, mengikat kedua belah pihak saat terjadi kesepakatan, bahkan sebelum pertukaran barang atau pembayaran. Transaksi jual beli berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Dengan munculnya perdagangan elektronik (e-commerce), transaksi telah berkembang, difasilitasi oleh teknologi canggih. Marketplace online seperti Tokopedia dan Shopee telah menjadi platform penting, diatur oleh undang-undang seperti Undang-Undang No. 11 Tahun 2008. Metode pembayaran, termasuk Cash On Delivery (COD), menawarkan kenyamanan dan keamanan, meskipun konflik seperti tidak membayar atau kekerasan terhadap kurir telah muncul. Dalam transaksi bayar ditempat atau COD, penjual menetapkan beberapa persyaratan untuk memastikan kelancaran proses jual beli. Pertama, pembeli memesan barang dari penjual melalui platform atau komunikasi yang telah disepakati. Setelah itu, penjual dan pembeli berdiskusi hingga mencapai kesepakatan yang membentuk perjanjian resmi antara kedua belah pihak. Suatu perjanjian jual beli elektronik dengan sistem pembayaran COD mengikuti ketentuan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang menyatakan bahwa transaksi elektronik dianggap terjadi ketika penawaran yang diajukan oleh penjual telah diterima dan disetujui oleh penerima. Kata Kunci: Perjanjian, Perdagangan Elektronik, Bayar di Tempat
Karakteristik Mediasi Mengenai Kesepakatan Dalam Sistem Hukum Civil Law dan Common Law Imelda Martinelli; Margareta Kristiani Hartono; Najwa Maulida Sabrina
Jurnal Kewarganegaraan Vol 8 No 1 (2024): Juni 2024
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v8i1.6400

Abstract

Abstrak Perkara-perkara perdata yang terjadi dalam masyarakat dapat menimbulkan konflik dan ketegangan antara pihak-pihak yang terkait. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya yang efektif untuk mengatasi konflik tersebut. Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian perkara perdata telah menjadi pilihan yang banyak digunakan. sehingga perlu diketahui tolak ukur keberhasilan dan keterkaitan mediasi dalam penerapanya pada tiap sistem hukum. Tulisan ini bertujuan untuk membandingkan penerapan Mediasi berdasarkan sistem hukum yang dianut. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis dokumen dengan mengkaji peraturan perundang-undangan dan artikel terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mediasi memiliki perbedaan dalam penerapanya di tiap sistem hukum serta Mediasi diketahui dapat membantu meningkatkan komunikasi dan kerja sama antara pihak-pihak yang terkait, serta mengurangi konflik dan ketegangan. Dengan demikian, mediasi dapat menjadi alternatif penyelesaian perkara perdata yang efektif dan efisien. Kata Kunci: Mediasi, Efektivitas, Upaya Damai, Penyelesaian Sengketa Abstract Civil cases that occur in the community can cause conflicts and tensions between related parties. Therefore, an effective effort is needed to overcome the conflict. Mediation as an alternative to resolving civil cases has become a widely used option. So it is necessary to know the benchmark of success and the relevance of mediation in its application in each legal system. This paper aims to compare the application of Mediation based on the legal system adhered to. The research method used is document analysis by reviewing laws and regulations and related articles. The results of the study show that mediation has differences in its application in each legal system and mediation is known to help improve communication and cooperation between related parties, as well as reduce conflicts and tensions. Thus, mediation can be an effective and efficient alternative to resolving civil cases. Keywords: Mediation, Effectiveness, Peace Efforts,, Dispute Resolution
Pandangan Women's Charter 1961 pada Perkawinan Beda Agama (Komparasi Indonesia dan Singapura) Imelda Martinelli; Olga Abigail Sugama; Carissa Patricia Hong
Jurnal Kewarganegaraan Vol 8 No 1 (2024): Juni 2024
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v8i1.6403

Abstract

Abstrak Beragamnya agama dan aliran kepercayaan di Indonesia, memungkinkan perkawinan beda agama terlaksana. Perkawinan beda agama di Indonesia bukan merupakan hal baru yang terjadi di antara masyarakat yang multikultural. Hal ini bukan berarti tidak menjadi sebuah permasalahan. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Akan tetapi, Indonesia tidak memiliki hukum yang mengatur secara rinci mengenai perkawinan beda agama. Sedangkan, Terdapat negara yang mengatur mengenai perkawinan beda agama salah satunya ialah Singapura. Singapura sendiri memiliki 2 Undang-undang yang mengatur mengenai perkawinan yaitu hukum perkawinan islam (AMLA 1966) dan women’s charter 1961. Perkawinan beda agama di Singapura diperbolehkan dan juga mendapat pengakuan hukum dari negara tetapi berbeda bagi calon pengantin muslim yang ingin menikah dengan calon pengantin non-muslim di Singapura. Terdapat beberapa syarat ketat bagi yang ingin melangsungkan perkawinan beda agama terutama muslim dan non-muslim. Jurnal ini menggunakan metode penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal dengan menerapkan data hukum sekunder yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Kata Kunci: Perkawinan, Beda agama, women’s charter 1961, AMLA 1966 Abstract The diversity of religions and sects of belief in Indonesia makes it possible for interfaith marriages to take place. Interfaith marriage in Indonesia is not a new thing that occurs among a multicultural society. This does not mean that it does not become a problem. Marriage in Indonesia is regulated by Law No.1 of 1974. However, Indonesia does not have a law that regulates in detail about interfaith marriages. Meanwhile, there are countries that regulate interfaith marriages, one of which is Singapore. Singapore itself has 2 laws governing marriage, namely Islamic marriage law (AMLA 1966) and women's charter 1961. Interfaith marriages in Singapore are allowed and also receive legal recognition from the state but it is different for Muslim brides who want to marry non-Muslim brides in Singapore. There are several strict requirements for those who want to enter into an interfaith marriage, especially Muslims and non-Muslims. This journal uses normative legal research methods or doctrinal legal research by applying secondary legal data and using primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Keywords: Marriage, interfaith, women’s charter 1961, AMLA 1966
Implementasi Hukum Perikatan Dalam Masyarakat Imelda Martinelli; Adam Tanzio Manggal; Ariel Yuansa Mulia; Ivan Priyanto; Jovindi Fernando Kusniawan
Jurnal Kewarganegaraan Vol 8 No 1 (2024): Juni 2024
Publisher : UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/jk.v8i1.6409

Abstract

Abstrak Implementasi hukum perikatan dalam masyarakat merupakan sebuah proses yang penting dalam menjaga keteraturan dan keadilan dalam interaksi antarindividu. Hukum perikatan adalah bagian dari hukum perdata yang mengatur mengenai hubungan hukum antara para pihak yang saling mengikatkan diri untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, serta menentukan akibat hukum apabila terjadi pelanggaran dari perjanjian tersebut. Penerapan hukum perikatan dalam masyarakat dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Pertama, dalam konteks ekonomi, implementasi hukum perikatan memberikan kepastian hukum bagi pelaku ekonomi, baik perorangan maupun korporasi, dalam melakukan transaksi bisnis. Hal ini mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mengurangi ketidakpastian dan risiko. Kedua, dari segi sosial, hukum perikatan memainkan peran penting dalam membangun hubungan yang saling menguntungkan antarindividu atau kelompok. Dengan adanya aturan yang jelas tentang hak dan kewajiban masing-masing pihak, konflik dapat diminimalisir dan hubungan antaranggota masyarakat dapat terjaga dengan baik. Selain itu, implementasi hukum perikatan juga berperan dalam menjaga moralitas dan integritas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan mematuhi perikatan yang telah disepakati, setiap individu dapat menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kata-kata dan perbuatan, sehingga menciptakan kepercayaan dan stabilitas di dalam masyarakat. Namun demikian, tantangan dalam implementasi hukum perikatan tidak dapat dihindari. Beberapa masalah yang sering muncul antara lain interpretasi yang berbeda-beda terhadap isi perikatan, serta kesulitan dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran perikatan yang dilakukan secara tidak langsung atau tidak terbuka. Dalam kesimpulannya, implementasi hukum perikatan dalam masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keteraturan, keadilan, dan stabilitas. Dengan memahami prinsip-prinsip hukum perikatan secara baik, diharapkan masyarakat dapat membangun hubungan yang lebih harmonis dan terpercaya, serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan. Kata Kunci: Hukum Perikatan, Implementasi, Masyarakat, Keteraturan, Keadilan