Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

PENGARUH TINGGI MUKA AIR SALURAN DRAINASE, PUPUK, DAN AMELIORAN TERHADAP EMISI CO 2 PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI LAHAN GAMBUT DARIAH, AI; JUBAEDAH, JUBAEDAH; WAHYUNTO, WAHYUNTO; PITONO, JOKO
853-8212
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKDrainase yang berlebihan dan penggunaan pupuk yang intensifdiduga menjadi penyebab tingginya emisi gas rumah kaca (GRK) padaperkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Penelitian ini bertujuan untukmempelajari pengaruh tinggi muka air (TMA) saluran drainase, pupuk,serta amelioran terhadap emisi CO 2  dari perkebunan kelapa sawit di lahangambut. Penelitian dilakukan dari bulan Januari 2010 sampai denganDesember 2011, pada perkebunan sawit di lahan gambut, di KecamatanSiak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau, menggunakan rancangan petakterpisah, tiga ulangan. Petak utama adalah TMA saluran drainase (40, 60,dan 80 cm). Anak petak adalah pupuk dan amelioran: (1) dolomit 3kg/pohon/tahun; (2) Pugam 10 kg/pohon/tahun; (3) Pupuk dosisrekomendasi (2,5 kg urea+2,75 kg SP-36+2,25 kg KCl+dolomit 2kg)/pohon/tahun; (4) Pupuk 75% dosis rekomendasi pukan 20kg/pohon/tahun; (5) Pupuk 75% dosis rekomendasi Pugam 2,5 kg/pohon.Parameter yang diamati adalah fluks CO 2 . Hasil penelitian menunjukkanbahwa pada TMA drainase 80 cm, perlakuan dolomit menghasilkan fluksCO 2 nyata paling tinggi (142,1 t/ha/tahun) dan terendah (44,5 t/ha/tahun)dicapai perlakuan pugam. Fluks CO 2 yang tinggi (130,6 t/ha/tahun) jugadicapai perlakuan pupuk dosis rekomendasi, khususnya pada TMA 40 cm.Pada musim kemarau TMA drainase berpengaruh nyata terhadap fluksCO 2 , terendah dicapai TMA 40 cm. Oleh karena itu, untuk meminimalkanemisi gas CO 2 , maka TMA drainase perlu dipertahankan sedangkalmungkin (sekitar 40 cm) selama tidak menurunkan produksi kelapa sawit.Amelioran dengan bahan aktif kation polyvalen berpotensi dapat menekanemisi GRK dari lahan gambut yang dikelola secara intensif.Kata kunci: amelioran, emisi, drainase, gambut, kelapa sawit, pupukABSTRACTExcessive drainage and intensive use of fertilizers thought to bethe cause of high greenhouse gas emissions in peatland under oil palmplantations. The study aimed at measuring the influence of water leveldrainage (WLD), fertilizer, and ameliorant on CO 2 emissions from oilpalm plantations on peatland. The study was conducted from January2010 to December 2011, at oil palm plantation on peatland, located in SiakKecil District, Bengkalis Regency, Riau, using split plot design, with threereplications. The main plot were WLD (40, 60, and 80 cm), as sub plotswere fertilizer and amelioran: (1) dolomite 3 kg/tree/year; (2) peatfertilizer 10 kg/tree/year; (3) dose of fertilizer recommendations (2,5 kgurea+2,75 kg SP-36+2,25 kg KCl+dolomite 2 kg)/tree/year; (4) 75% doseof fertilizer recommendations + manure 20 kg/tree/year; (5) 75% dose offertilizer recommendations + peat fertilizer 2.5 kg/tree/year. Parameterobserved was CO 2 flux. The result showed that at WLD 80 cm, dolomitetreatment resulted the highest (142,1 t/ha/year) and the lowest CO 2  flux(44,5 t/ha/year) resulted by peat fertilizer. The highest CO 2 flux alsoreached by fertilizer recommendations treatment, particularly on WLD 40cm. In dry season WLD significantly effect on CO 2 flux. The lowestreached by WLD 40 cm. Based on that the WLD needs to be maintainedin a state of shallow (approximately 40 cm), without lowering production.The use of fertilizer containing ameliorant with the polyvalen cation asactive material, potentially suppress the rate of greenhouse gas emissionsfrom peatlands are managed intensively.Key words: ameliorant, emission, drainage, peatland, oil palm, , fertilizer
PENGARUH CEKAMAN DEFISIT AIR TERHADAP PEMBENTUKAN BAHAN AKTIF PADA PURWOCENG Trisilawati, Octivia; Pitono, Joko
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 23, No 1 (2012): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v23n1.2012.%p

Abstract

Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk.) berkhasiat aprodisiak dengan bahan aktif antara lain steriod, saponin dan ber-gaptin. Penelitian dilakukan di KP. Gunung Putri, bertujuan untuk menge-tahui hubungan cekaman defisit air dengan pembentukan bahan aktif penting pada purwoceng. Pada kegiatan penelitian ini dilakukan dua pengujian yaitu respon pembentukan bahan aktif terhadap peningkatan level cekaman defisit air pada tiga fase pertumbuhan tanaman (3, 5, dan 7 bulan), dan kandungan bahan aktif purwoceng pada kondisi tingkat ketersediaan air tanah di level 80% kegiatan lapang (KL), 60% KL, 50% KL, dan 40% KL, dengan meng-gunakan rancangan acak kelompok, 6 ulangan, pada intensitas cahaya 55%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa periode cekaman defisit air berpengaruh terhadap pembentukan bahan aktif pur-woceng. Periode cekaman defisit air 21-38 hari berpengaruh terhadap kandung-an bahan aktif steroid, saponin dan bergapten. Periode cekaman defisit air selama 21-24 hari pada purwoceng berumur tiga bulan menghasilkan kan-dungan stigmasterol dan sitosterol ter-tinggi. Cekaman ringan dengan potensial air pada jaringan daunantara 5-12 bar menghasilkan kandungan bahan aktif steroid dan saponin tertinggi pada tujuh bulan setelah tanam (BST). Perlakuan cekaman defisit air selama 2 bulan dengan pengaturan ketersediaan air tanah setara 60% KL menghasilkan bahan aktif stigmasterol (0,121%), sitos-terol (0,087%) tertinggi pada tanaman purwoceng berumur lima bulan, sedang-kan empat bulan cekamans defisit air dengan 50% KL menghasilkan kandung-an saponin (0,149%) tertinggi pada umur tanaman tujuh bulan.
FENOMENA PENGANGKATAN AIR DAN PROSPEK PENGEMBANGAN BIOIRIGASI PADA PERTANIAN LAHAN KERING DI INDONESIA PITONO, JOKO
Perspektif Vol 13, No 2 (2014): Desember 2014
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v13n2.2014.%p

Abstract

ABSTRAKDiperkirakan   pertanian   nasional   ke   depan   akan semakin bertumpu pada lahan suboptimal, mengingat alih fungsi lahan produktif ke sektor di luar pertanian semakin   tidak   terkendali   dengan   laju   konversi mencapai ± 132 ribu ha per tahun. Dari 91,9 juta ha lahan suboptimal nasional sekitar 76,6% berupa lahan kering.  Keterbatasan  air  merupakan  kendala  utama pada pertanian lahan kering, dan kurangnya investasi irigasi  teknis  menyebabkan  sebagian  besar  lahan kering masih menggantungkan pada sumber air hujan. Bioirigasi merupakan alternatif pengelolaan air lahan kering dengan memanfaatkan kemampuan hydraulic lift tanaman tertentu untuk mengangkat air tanah dari lapisan dalam yang lebih lembab dan mengisi ulang air tanah pada lapisan dangkal yang kering. Selanjutnya air  tanah  hasil  pengisian  ulang  di  lapisan  dangkal tersebut dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan transpirasi  dan  pertumbuhan,  baik  untuk  tanaman yang melakukan hydraulic lift maupun tanaman sela (cash crops) lain yang ditanam di sekitarnya. Kajian hydraulic lift hingga saat ini masih terbatas pada tataran ekologi, dan untuk menuju langkah implementasinya mendukung   bioirigasi   di   sektor   pertanian   perlu mempertimbangan   aspek   teknis   seperti   pemilihan kombinasi   jenis   tanaman,   arsitektur   pertanaman, keberadaan  air  tanah  dalam,  sifat  fisik  tanah,  dan komponen  penguatan  fungsi  hydraulic  lift.  Tujuan review ini adalah memberikan perspektif penelitian dan   pengembangan   bioirigasi   sebagai   alternatif pengelolaan  air  dan  prospek  pemanfaatannya  pada pertanian lahan kering di Indonesia.Kata kunci: lahan kering, air tanah, bioirigasi, tanaman hydraulic lift  Hydraulic Lift Phenomenon and Prospects of Bioirrigation Development in Dryland Farming in Indonesia ABSTRACTIt  is  estimated  that  the  national  agriculture  in  the future will increasingly rely on suboptimal land, given the  productive  land  conversion  to  non-agricultural sector is increasingly out of control with the conversion rate to ± 132 thousand hectares per year. Of the 91.9 million ha of national suboptimal around 76.6% in the form  of  dry  land.  Limitations  of  water  is a  major constraint on the dry land agriculture, and lack of technical irrigation investments led to most of the dry land still dependent on rain water source. Bioirrigation is  an  alternative  dry  land  water  management  by utilizing the ability of certain plant hydraulic lift to lift water from the soil layers in the more humid and recharge    groundwater    at    dry    shallow    layer. Furthermore, the results of recharging groundwater in the shallow layers can be used to meet the needs of transpiration  and  growth,  both  for  plants  that  do hydraulic lifts and intercrops (cash crops) that planted in the vicinity. Study of hydraulic lift is still limited at the   level   of   ecology,   and   for   leading   the implementation  in  the  agricultural  sector  need  to consider the technical aspects such as the selection of a combination of the type of crop, crop architecture, the presence of water in the soil, soil physical properties, and  strengthening  the  function  of  hydraulic  lift components. The purpose of this review is to provide an alternative perspective of research and development on bioirrigation as water management and utilization prospects in dryland farming in Indonesia.Key word: dry land, soil water, bioirrigation, hydraulic lift crops
Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Instalasi Perikanan Budidaya Air Tawar Punten Kota Batu Sholikha, Lailatuz Zakiah; Latuconsina, Husain; Pitono, Joko
Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan Vol 6 No 1 (2024): Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan
Publisher : Universitas Muhammadiyah Sorong

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33506/jrpk.v6i1.2518

Abstract

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu spesies ikan yang banyak dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Kegiatan budidaya Ikan nila di masyarakat terdiri dari kegiatan pembenihan dan pembesaran. Tujuan penelitian pendahuluan ini dari yaitu untuk mengetahui Teknik Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Di Instalasi Perikanan Budidaya (IPB) Punten, Batu. Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di Instalasi Perikanan Budidaya Punten, Batu mulai tanggal 25 Januari sampai dengan 25 Februari 2023. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan cara pemgumpulan data primer dan sekunder dengan analisis deskriptif. Data primer di ambil dengan melakukan observasi, wawancara, maupun partisipasi aktif. Teknik Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Instalasi Perikanan Budidaya Punten menggunakan jaring tanjaan untuk pembanding. Teknik Pembenihan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) meliputi persiapan kolam, tujuan dari persiapan kolam yaitu untuk terhindar dari organisme ataupun hama yang ada di dalam kolam saat ikan sudah dipindahkan. Pemberian pakan pada Ikan Nila dilakukan setiap pagi hari dengan takaran 1,93 kg dengan kandungan protein 31-33%, seleksi induk, pemijahan, penetasan telur, pemanenan larva, dan pengukuran kualitas air.
Karakteristik fisika kimia perairan dan pengaruhnya terhadap hasil pembenihan ikan nila Jatimbulan Tilapia (Oreochromis sp.) di instalasi perikanan budidaya Punten, Jawa Timur Umaya, Indriani; Kusumanti, Ima; Hendriana, Andri; Pitono, Joko
Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan Vol 7, No 2 (2024): Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan
Publisher : Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33387/jikk.v7i2.9245

Abstract

Karakteristik fisika kimia perairan dan pengaruhnya terhadap hasil pembenihan ikan nila Jatimbulan Tilapia (Oreochromis sp.) di instalasi perikanan budidaya Punten, Jawa Timur Umaya, Indriani; Kusumanti, Ima; Hendriana, Andri; Pitono, Joko
Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan Vol 7, No 2 (2024): Jurnal Ilmu Kelautan Kepulauan
Publisher : Fakultas Perikanan dan Kelautan. Universitas Khairun

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33387/jikk.v7i2.9245

Abstract

Pengaruh Ketinggian AB Mix Terhadap Pertumbuhan Caisim Menggunakan Modifikasi Hidroponik Sistem Wick: The Effect of AB Mix Height on the Growth of Caisim Using the Modified Hydroponic Wick System Nurhangga, Eka; Bidara, Irna Surya; Himawati, Siti; Aprianti, Rina; Devy, Lukita; Pitono, Joko; Taulabi, Darwin
Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 15 No. 1 (2024): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI)
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jhi.15.1.16-22

Abstract

Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman secara hidroponik adalah pemberian nutrisi AB mix dengan konsentrasi dan debit yang sesuai. Pemberian dan pengontrolan ketinggian nutrisi tersebut dapat menggunakan modifikasi alat sistem wick yang dirancang berdasarkan beberapa tingkat ketinggian nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat ketinggian nutrisi AB mix terhadap pertumbuhan caisim. Penelitian dilaksanakan pada Agustus hingga September 2023 di rumah kaca BSIP Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu tingkat ketinggian nutrisi AB mix dengan 3 taraf: 2 cm (N1), 3 cm (N2), dan 4 cm (N3) serta menggunakan 6 ulangan. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh ketinggian nutrisi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun pada semua umur pengamatan. Namun, ketinggian nutrisi berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman caisim yaitu pada perlakuan N1 (18.26 cm) memiliki rerata panjang akar tertinggi dibandingkan perlakuan N2 (14.54 cm) dan N3 (13.77 cm). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat ketinggian nutrisi, maka akar tanaman semakin panjang. Kata kunci: brassicaceae, hidroponik statis, ketinggian air, konsentrasi nutrisi, pertumbuhan tanaman