Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PERTUMBUHAN, KUANTITAS DAN KUALITAS RIMPANG JAHE (Zingiber officinale Roscoe) PADA CEKAMAN KEKERINGAN DI BAWAH NAUNGAN Devy, Lukita; Nawfetrias, Winda
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 14 No. 3 (2012)
Publisher : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (59.444 KB) | DOI: 10.29122/jsti.v14i3.929

Abstract

This research studied the growth, quantity and quality of ginger rhizome under drought stress condition. The drought stress condition was 60% of soil field capacity. This experiment was arranged in randomized complete block designed. The treatments were drought stress periods (6, 4, 2 and 0 week before harvesting) with six replications. The result showed that drought stress period affected the quantity (rhizome dry weight) and quality (gingerol content) of ginger. Rhizome dry weight was decreased with the increase of drought stress period, while gingerol content showed opposite trend.
PENGARUH RADIASI SINAR GAMMA TERHADAP KULTUR IN VITRO TANAMAN JAHE Devy, Lukita; Sastra, Dodo R
Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol. 8 No. 1 (2006)
Publisher : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.449 KB) | DOI: 10.29122/jsti.v8i1.746

Abstract

In vitro shoot explants of white ginger and red ginger are irradiated by two different techniques. The first, the tuber explants are irradiated by 2 levels of gamma rays namely 10 and 30 Gy. The second, the shoot explants are irradiated by 2 levels of gamma rays namely 7,5 and 12,5 Gy. The irradiated explants are regenerated on modified MS medium with BAP 2 ppm and NAA 0,25 ppm. The result show that the irradiated tuber explants with 10 and 30 Gy could not initiate new regenerant of ginger. On the other hand the irradiated shoot explants with 7,5 and 12,5 Gy have been able to influence the growth and development of shoot, leaf and root. It is indicated that the level of gamma rays irradiation on shoot explants influences the induced putative mutant of ginger. However, the sprouting of red ginger on 12,5 Gy is higher and faster than 7,5 Gy, and white ginger as well as control. The other morphological characters have not been able to be identified, the experiment are still in process to detect the mutagenic influences.
Kajian pengaruh iradiasi gamma cobalt-60 terhadap tanaman kapulaga jawa (Amomum compactum) Aprianti, Rina; Devy, Lukita; Nurhangga, Eka; Nawfetrias, Winda; Widiarsih, Sasanti
Jurnal AGRO Vol 11, No 2 (2024)
Publisher : Jurusan Agroteknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/37683

Abstract

Javanese cardamom plants are mostly propagated vegetatively using its rhizome. Therefore, the genetic variability is quite low so that the variability needs to be enhanced, one of them is by gamma irradiation. The objectives were to reveal the optimal dose (LD20 and LD50) of gamma irradiation on Java cardamom seedlings and to assess the performance of seedlings post irradiation. The experiment was arranged in randomized complete block design with 6 replications. Gamma ray used were 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275 and 300 Gy. Survival rate, quantitative and qualitative observation of plant growth were conducted. Irradiation was conducted on mature plant. Result showed the LD20 and LD50 values were 55,89 Gy and 100,75 Gy. Seedling showed necrosis on leaves and stem area after irradiation especially in high gamma ray doses. Until 25 weeks after irradiation, plants irradiated with 50 Gy and 100 Gy produced 16.7% new shoots, but their development was very slow. Control plants produced 5.2 new shoots with good agronomic appearance and 67% produced flowers at 25 weeks after irradiation. Furthermore, the irradiation dose for cardamom cultivation needs to be optimized in the range of 50-100 Gy by using younger plant material. ABSTRAK Tanaman kapulaga jawa sebagian besar diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan rimpangnya. Oleh karena itu, variabilitas genetiknya cukup rendah sehingga variabilitas tersebut perlu ditingkatkan, salah satunya dengan iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal (LD20 dan LD50) iradiasi gamma pada bibit kapulaga Jawa dan menilai keragaan bibit kapulaga pasca iradiasi gamma. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 6 ulangan. Iradiasi sinar gamma digunakan adalah 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275 dan 300 Gy. Tingkat kelangsungan hidup, pengamatan kuantitatif dan kualitatif pertumbuhan tanaman dilakukan. Iradiasi dilakukan pada tanaman dewasa. Hasil menunjukkan nilai LD20 dan LD50 sebesar 55,89 Gy dan 100,75 Gy. Bibit menunjukkan nekrosis pada area daun dan batang setelah penyinaran terutama pada dosis sinar gamma tinggi. Sampai umur 25 minggu setelah iradiasi (MSI), tanaman yang diiradiasi 50 Gy dan 100 Gy menghasilkan 16,7% tunas baru, namun perkembangannya sangat lambat. Tanaman kontrol menghasilkan 5,2 tunas baru dengan penampilan agronomis baik dan 67% menghasilkan bunga pada umur 25 minggu setelah iradiasi. Selanjutnya dosis iradiasi pada budidaya kapulaga perlu dioptimalkan pada kisaran 50-100 Gy dengan menggunakan bahan tanaman yang lebih muda.
Kajian pengaruh iradiasi gamma cobalt-60 terhadap tanaman kapulaga jawa (Amomum compactum) Aprianti, Rina; Devy, Lukita; Nurhangga, Eka; Nawfetrias, Winda; Widiarsih, Sasanti
Jurnal AGRO Vol. 11 No. 2 (2024)
Publisher : Jurusan Agroteknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/37683

Abstract

Javanese cardamom plants are mostly propagated vegetatively using its rhizome. Therefore, the genetic variability is quite low so that the variability needs to be enhanced, one of them is by gamma irradiation. The objectives were to reveal the optimal dose (LD20 and LD50) of gamma irradiation on Java cardamom seedlings and to assess the performance of seedlings post irradiation. The experiment was arranged in randomized complete block design with 6 replications. Gamma ray used were 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275 and 300 Gy. Survival rate, quantitative and qualitative observation of plant growth were conducted. Irradiation was conducted on mature plant. Result showed the LD20 and LD50 values were 55,89 Gy and 100,75 Gy. Seedling showed necrosis on leaves and stem area after irradiation especially in high gamma ray doses. Until 25 weeks after irradiation, plants irradiated with 50 Gy and 100 Gy produced 16.7% new shoots, but their development was very slow. Control plants produced 5.2 new shoots with good agronomic appearance and 67% produced flowers at 25 weeks after irradiation. Furthermore, the irradiation dose for cardamom cultivation needs to be optimized in the range of 50-100 Gy by using younger plant material. ABSTRAK Tanaman kapulaga jawa sebagian besar diperbanyak secara vegetatif dengan menggunakan rimpangnya. Oleh karena itu, variabilitas genetiknya cukup rendah sehingga variabilitas tersebut perlu ditingkatkan, salah satunya dengan iradiasi sinar gamma. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis optimal (LD20 dan LD50) iradiasi gamma pada bibit kapulaga Jawa dan menilai keragaan bibit kapulaga pasca iradiasi gamma. Percobaan menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak dengan 6 ulangan. Iradiasi sinar gamma digunakan adalah 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, 250, 275 dan 300 Gy. Tingkat kelangsungan hidup, pengamatan kuantitatif dan kualitatif pertumbuhan tanaman dilakukan. Iradiasi dilakukan pada tanaman dewasa. Hasil menunjukkan nilai LD20 dan LD50 sebesar 55,89 Gy dan 100,75 Gy. Bibit menunjukkan nekrosis pada area daun dan batang setelah penyinaran terutama pada dosis sinar gamma tinggi. Sampai umur 25 minggu setelah iradiasi (MSI), tanaman yang diiradiasi 50 Gy dan 100 Gy menghasilkan 16,7% tunas baru, namun perkembangannya sangat lambat. Tanaman kontrol menghasilkan 5,2 tunas baru dengan penampilan agronomis baik dan 67% menghasilkan bunga pada umur 25 minggu setelah iradiasi. Selanjutnya dosis iradiasi pada budidaya kapulaga perlu dioptimalkan pada kisaran 50-100 Gy dengan menggunakan bahan tanaman yang lebih muda.
The Effect of Drought Stress on Phyllanthin and Quercetin Contents of Green Meniran Plant (Phyllanthus niruri L.): Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kandungan Filantin dan Kuersetin Tanaman Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) Nailulkamal Djamas; Pancoro, Adi; Devy, Lukita; E
Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 15 No. 2 (2024): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI)
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jhi.15.2.112-118

Abstract

Penelitian tentang pengaruh cekaman kekeringan terhadap produksi filantin dan kuersetin pada meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) telah dilakukan. Tujuan penelitian yaitu: Menentukan dampak cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman meniran hijau dan menentukan taraf kapasitas lapang serta waktu panen yang optimal untuk memperoleh konsentrasi optimal filantin dan kuersetin. Penelitian dilakukan dari September 2021 hingga September 2022 di Laptiab BRIN menggunakan tiga taraf Kapasitas Lapang (KL) (30, 60 dan 100%) dan dua waktu panen (2 dan 4 minggu). Parameter yang diamati adalah parameter morfologi serta kandungan filantin dan kuersetin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan dan waktu panen memberikan perbedaan yang nyata pada kandungan filantin dan tidak berbeda nyata pada kandungan kuersetin. Kandungan filantin tertinggi diperoleh pada 100% KL dan waktu panen 4 minggu setelah tanam (MST). Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Cekaman kekeringan dapat mengurangi pertumbuhan vegetatif dari tanaman meniran hijau dan untuk memperoleh pertumbuhan vegetatif yang optimal, meniran hijau sebaiknya tidak diberikan cekaman kekeringan; Untuk memperoleh kandungan filantin dari tanaman meniran hijau dengan tingkat kandungan yang paling tinggi, taraf kapasitas lapang dan waktu panen yang optimal adalah pada 100% KL dan waktu panen empat minggu; Kandungan kuersetin dari meniran hijau tidak dipengaruhi secara signifikan oleh perbedaan taraf cekaman kekeringan dan waktu panen. Kata kunci : rekayasa irigasi, pertumbuhan vegetatif tanaman, rekayasa metabolit sekunder, teknik budidaya tanaman obat, waktu panen
Pengaruh Ketinggian AB Mix Terhadap Pertumbuhan Caisim Menggunakan Modifikasi Hidroponik Sistem Wick: The Effect of AB Mix Height on the Growth of Caisim Using the Modified Hydroponic Wick System Nurhangga, Eka; Bidara, Irna Surya; Himawati, Siti; Aprianti, Rina; Devy, Lukita; Pitono, Joko; Taulabi, Darwin
Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI) Vol. 15 No. 1 (2024): Jurnal Hortikultura Indonesia (JHI)
Publisher : Indonesian Society for Horticulture / Department of Agronomy and Horticulture

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jhi.15.1.16-22

Abstract

Salah satu faktor penting dalam budidaya tanaman secara hidroponik adalah pemberian nutrisi AB mix dengan konsentrasi dan debit yang sesuai. Pemberian dan pengontrolan ketinggian nutrisi tersebut dapat menggunakan modifikasi alat sistem wick yang dirancang berdasarkan beberapa tingkat ketinggian nutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tingkat ketinggian nutrisi AB mix terhadap pertumbuhan caisim. Penelitian dilaksanakan pada Agustus hingga September 2023 di rumah kaca BSIP Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu tingkat ketinggian nutrisi AB mix dengan 3 taraf: 2 cm (N1), 3 cm (N2), dan 4 cm (N3) serta menggunakan 6 ulangan. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh ketinggian nutrisi terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun pada semua umur pengamatan. Namun, ketinggian nutrisi berpengaruh nyata terhadap panjang akar tanaman caisim yaitu pada perlakuan N1 (18.26 cm) memiliki rerata panjang akar tertinggi dibandingkan perlakuan N2 (14.54 cm) dan N3 (13.77 cm). Hasil tersebut menjelaskan bahwa semakin rendah tingkat ketinggian nutrisi, maka akar tanaman semakin panjang. Kata kunci: brassicaceae, hidroponik statis, ketinggian air, konsentrasi nutrisi, pertumbuhan tanaman
Propagation of Cardamom (Amomum compactum) Using Vitamin B1, Indole Butyric Acid and Their Combinations Ex Vitro Salsabila, Azka Mutiara; Devy, Lukita; Dasumiati, Dasumiati
Jurnal Biodjati Vol 9 No 1 (2024): May
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/biodjati.v9i1.33327

Abstract

Cardamom (Amomum compactum) is an aromatic spice plant with numerous benefits, widely used in cooking, medicine, and beverages. The high demand for cardamom remains unmet due to the lengthy germination period required for cardamom seeds and the inability of cardamom shoots to thrive when planted independently from the mother plant. The presence of the mother plant significantly impacts cardamom nurseries utilizing shoots, making it challenging to obtain large quantities of nursery transplants. Growth stimulants, such as vitamin B1 and Indole Butyric Acid (IBA), are required to en­hance vegetative growth in plants. Vitamin B1 (IPI brand) is applied due to its ease of accessibility and cost-effectiveness. Meanwhile, IBA is utilized for its accessibility, stable chemical content, and prolonged efficacy. This research aims to determine the optimal concentration of vitamin B1, IBA, and their combination to enhance the growth of mother and tiller shoots of cardamom ex vitro. The research employed a two-factorial Randomized Complete Block Design, with vitamin B1 concentrations of 21.5% and 43% and IBA concentrations of 0.75 ppm and 150 ppm. The treatment V1I1 (vitamin B1 21.5% and IBA 75 ppm) on mother plant shoots maintained a survival rate of 67% up to 12 Weeks After Planting (WAP). The interaction between vitamins B1 and IBA exhibited no significant effect on all parameters of mother shoots and tillers; however, vitamin B1 significantly influenced the vegetative growth of cardamom mother shoots. Vitamin B1 at 43% produced a significantly higher number of leaves compared to 21.5%. Thus, vitamin B1 at 43% is recommended for cardamom propagation, while vitamin B1 at 21.5% has the potential to enhance the average growth of tiller shoots across all parameters.
Growth and Yield Response of Rodent Tuber (Typhonium flagelliforme (Lodd.) Blume) under Different Light Intensities and Concentrations of Paclobutrazol Utami, Noorwitri; Devy, Lukita; Arianto, Arief
Jurnal Jamu Indonesia Vol. 1 No. 3 (2016): Jurnal Jamu Indonesia
Publisher : Tropical Biopharmaca Research Center, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jji.v1i3.22

Abstract

Rodent tuber (Typhonium flagelliforme (Lodd) Blume) is one of the medicinal plants used for anticancer treatment, but the information on the cultivation of the plant is limited. The objectives of this research was to study the effect of light intensity and concentration level of paclobutrazol on growth and yield of rodent tuber. This research was conducted at Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Indonesia. This experiment arranged in a split plot design with three replications. The main plot is light intensity (35, 55, and 100%). The sub plot is concentration level of paclobutrazol (0, 50, 100, and 150 ppm). Paclobutrazol applied as soil drench at one month after planting. In each application 500 ml solution was used. Variables observed consisted of plant height, number of leaves, leaf length, leaf width, leaf and tuber fresh weight; and leaf and tuber dry weight. Data were analyzed using analysis of variance and Duncan Multiple Range test at 5%. The result showed that interaction between light intensity and paclobutrazol affected the whole observed variable. Dry weight of tuber under 35% light intensity was lower than those in other light intensity for all treatments of paclobutrazol. Full sunlight intensity showed better dry weight in all treatments of paclobutrazol. However the dry weight decreasing significantly at 150 ppm paclobutrazol, but still higher than those in 35% light intensity. Therefore, rodent tuber is better cultivated under full sunlight and 55% light intensity with 100 ppm paclobutrazol.
Formulasi Biopestisida Trichoderma asperellum Samuels, Liecfk & Nirenberg Devy, Lukita; Roswanjaya, Yuda Purwana; Saryanah, Nur Alfi; Suhendra, Ahmad; Putri, Ade Lia
AGROSCRIPT: Journal of Applied Agricultural Sciences Vol 2 No 2 (2020): December
Publisher : Universitas Perjuangan Tasikmalaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36423/agroscript.v2i2.569

Abstract

Biopestisida dengan efektifitas dan efisiensi tinggi akan mendukung keberhasilan praktek proteksi tanaman di lapangan.  Tahapan yang cukup penting dalam produksi biopestisida berkualitas adalah formulasi.  Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari formulasi biopestisida berbahan dasarTrichoderma asperellum yang diisolasi dari tanah di PTPN XII Kediri, Jawa Timur.  Proses formulasi dilakukandengan seleksi substrat padat untuk produksi konidia, uji konsistensi substrat, uji scaling up produksi substrat dan uji daya simpan biopestisida.  Seleksi substrat dilakukan terhadap lima kombinasi substrat padat yaitu beras 100%; beras:jagung (50%:50%); beras:jagung (75%:25%); beras:jagung (25%:75%) dan jagung 100%.  Hasil menunjukkan bahwa beras 100% merupakan substrat terbaik untuk produksi konidia T. asperellum (3 x 109 konidiag-1).  Uji konsistensi beras 100% sebagai substrat dilakukan dalam dua tahap yaitu dalam volume sama dengan uji seleksi dan dalam volume lebih besar sebagai uji scaling up.  Hasil menunjukan terdapat konsistensi antara kedua uji tersebut dengan uji seleksi (7,88 x 109 dan 7,95 x 109 konidiag-1).  Uji daya simpan T. asprellum pada beras 100% menunjukkan stabilitas jumlah konidia (≥ 105 konidia g-1) sampai 105 hari setelah simpan pada suhu ruang.  Oleh karena itu, formulasi T. asprellum sebagai biopestisida dapat menggunakan beras 100% sebagai substrat.