Tangirerung, Johana Ruadjanna
Universitas Kristen Indonesai Toraja

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Mythology Creation in Aluk Todolo as Reference to Perceive Women’s Role in the Toraja Church Johana Ruadjanna Tangirerung
KINAA: Jurnal Teologi Vol 1 No 1 (2016)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (514.9 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v1i1.504

Abstract

Abstrak The role of women in life ancestor of Toraja, culturaly is very important. There are many position and role that ocupay women in society. There are also many methapore that can be identify in Toraja culture. That mean women in Toraja is very important. Meanwhile in reality in society even in church the role of women is going to decrease. This article will explore this situation, will looking for what is caused this situation changes. One of methapore is mythology of ancestor creation. In this mythology women taken a importan role, so that this metaphore can propose the indispensable of women in Toraja Churc. The aim of this article is to open of all chance for women leadership in society and in the church. Key Words: Mythology, role, Church, culture, women
Perempuan dan Lingkungan Hidup sebagai Lokus Berteologi Johana Ruadjanna Tangirerung
KINAA: Jurnal Teologi Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (210.986 KB)

Abstract

Abstrak Perempuan dan lingkungan hidup merupakan dua entitas yang sangat penting. Pentingnya terletak pada peran dan hakikatnya. Perempuan dan lingkungan sama-sama digambarkan sebagai sesuatu yang sangat mendasar. Rusaknya alam menyebabkan kesengsaraan dan malapetaka bagi manusia. Tidak menghargai Ibu, sama halnya tidak menghargai kehidupan karena dari sanalah berasal kehidupan yang diperkenankan Tuhan. Namun sayangnya saat ini perempuan dan lingkungan hidup menjadi obyek ekploitasi. Perempuan dan lingkungan hidup diperlakukan tidak adil, didestruksi nilai dan perannya. Lebih meyedihkan lagi karena nyaris tidak menjadi konteks berteologi. Tulisan ini menguraikan pentingnya perempuan dan lingkungan hidup sebagai sumber penghidupan bagi bumi, oleh karena itu perlu di jaga dan diberi tempat penting dalam bergereja. Tujuan tulisan ini adalah menimbulkan kesadaran bahwa perempuan dan lingkungan hidup memiliki posisi misional yang penting, oleh seabab itu perlu menjadi titik berangkat berteologi.
Politik Transaksional dalam Perspektif Teologis-Kristiani Johana Ruadjanna Tangirerung
KINAA: Jurnal Teologi Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.0302/kinaa.v2i2.1017

Abstract

Abstrak Kepemimpinan di semua aras kehidupan berbangsa dan bernegara semestinya menampilkan karakter pemimpin yang punya integritas yang dapat diteladani dan melahirkan trust bagi masyarakat. Apa yang terlihat saat ini adalah banyak pemimpin yang tidak memperlihatkan karakter pemimpin yang dapat membangun trust bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan. Salah satu praktek politik yang memengaruhi kepemimpinan tersebut dan membuat kehidupan bermasyarakat bahkan bergereja saat ini tergerus ke dalam praktik hidup yang didasari pada pola-pola transaksional disebut ‘politik transaksional’. Hidup Kristiani adalah hidup yang berlandaskan atas pengampunan pengorbanan. Sebuah cara hidup yang mendasarkan diri pada prinsip-prinsip bagaimana memberi untuk kehidupan bersama yang lebih baik, termasuk dalam pemerintahan. Tulisan ini akan meninjau praktik politik traksasional secara teologis.
Beragam Pandangan terhadap Penyemayaman Jenazah di dalam Gedung Gereja dan hubungannya dengan Tradisi Simpan Mayat di Toraja Johana Ruadjanna Tangirerung
KINAA: Jurnal Teologi Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Publikasi dan UKI Press UKI Toraja.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.243 KB) | DOI: 10.0302/kinaa.v3i1.1018

Abstract

Abstrak Pandangan terhadap penyemayaman jenazah di dalam gedung gereja beragam. Ada yang berangkat dari alasan teologis, ada juga yang alasan teknis. Alasan teologis mengatakann, baik hidup maupun mati, manusia adalah gereja dan berada di sekitar gereja. Ada juga alasan teknis, khusunya anggota jemaat yang berada di perkotaan yang sulit membawa jenazah ke rumah, sehingga diadakan di gedung gereja. Sementara alasan lainnya adalah terkait budaya atau tradisi. Jika gereja adalah tongkonan, maka penyemayaman dapat dilakukan di gereja atau pelataran gereja, Tulisan ini akan menguraikan baik historis, praktis maupun teologis.
Pemaknaan Ibadah Live Streaming Berdasarkan Fenomenologi Edmund Husserl Johana Ruadjanna Tangirerung; Kristanto Kristanto
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 6, No 2 (2022): April 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v6i2.643

Abstract

Abstract. This study aimed to find the meaning of worship, fellowship and liturgy experienced by the congregation during Sunday Worship live streaming during the Covid-19 pandemic. The method used was descriptive qualitative phenomenological Edmund Husserl, which explains the meaning or meaning of a life experience of several people, groups of a concept, habit or phenomenon. This study found that the congregation was less able to experience the meaning of live streaming worship related to the meaning of fellowship, worship and liturgy during the Covid-19 pandemic, because they did not understand its essence. The true meaning of worship can be experienced when understanding worship as fellowship with the Triune God who transcends time and space.Abstrak. Penelitian ini bertujuan menemukan makna ibadah, persekutuan dan liturgi yang dialami jemaat dalam Ibadah Minggu secara live streaming pada masa pandemi Covid-19. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif fenomenologis Edmund Husserl, yang menjelaskan arti atau makna sebuah pengalaman hidup beberapa orang, kelompok atas sebuah konsep, kebiasaan atau fenomena. Penelitian ini menemukan bahwa jemaat kurang dapat mengalami makna ibadah live streaming terkait makna persekutuan, ibadah maupun liturgi pada masa pandemi Covid-19, karena kurang memahami esensinya. Makna ibadah yang sesungguhnya dapat dirasakan apabila memahami ibadah sebagai persekutuan dengan Allah Tritunggal yang melampaui urang dan waktu.
Khotbah yang Berwawasan Misiologis Johana Ruadjanna Tangirerung
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual Vol 4, No 2 (2021): Desember 2021
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/b.v4i2.259

Abstract

A church is then called a church if it carries out a mission. Preaching is part of the mission of the church. Preaching in the context of Christianity is a form of verbal preaching of the gospel. The Protestant Church places preaching at the center of worship. The strategic position of this sermon can be the starting point for a missiological sermon. Even though the sermon is the center of worship and one of the models of preaching the gospel, but whether these sermons have a missiological perspective. The purpose of this study is to describe the basis of the sermon which is called missiological insight. Another goal is that through this descriptive description, the church understands further the mission of the church in preaching the gospel and then becomes an evaluative starting point for present-day church sermons towards missionary-minded sermons towards missionary congregations. This study uses a descriptive qualitative approach, which relies on efforts to describe and describe the phenomenon of contemporary sermons to be confronted with the reality of the sermons offered, namely sermons with a missiological perspective. This research shows that preaching the gospel through preaching is a means of preaching the gospel and it is part of the church's mission and churches need to develop missiological-minded preaching for church growth. A sermon with a missiological perspective is a sermon that can direct and move all elements of the congregation to be involved in carrying out God's mission as a result of these sermons in the context of church growth.Gereja barulah disebut gereja jika melakukan misi. Berkhotbah adalah bagian dari misi gereja. Khotbah dalam konteks kekristenan adalah salah satu bentuk pemberitaan Injil secara verbal. Gereja Protestan menempatkan khotbah sebagai pusat ibadah. Posisi strategis khotbah inilah yang dapat menjadi titik berangkat khotbah yang misiologis. Sekalipun khotbah adalah pusat ibadah dan salah satu model pemberitaan Injil, akan tetapi apakah khotbah-khotbah tersebut sudah berwawasan misiologis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pendasaran khotbah yang disebut berwawasan misiologis. Tujuan lain adalah melalui uraian deskriptive ini gereja memahami lebih jauh misi gereja dalam pemberitaan Injil lalu menjadi titik berangkat evaluatif terhadap khotbah-khotbah gereja masa kini menuju khotbah yang berwawasan misiologis.Penelitian ini menggunakan metode pendekatan descriptive qualititavie, yang bertumpu pada upaya menguraikan dan mendeskripsikan fenomena khotbah-khotbah masa kini untuk diperhadapkan pada realitas khotbah yang ditawarkan yaitu khotbah yang berwawasan misiologis. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pemberitaan Injil melalui khotbah adalah sarana pemberitaan Injil dan itu adalah bagian dari misi gereja dan gereja-gereja perlu untuk mengembangkan khotbah yang berwawasan misiologis untuk pertumbuhan gereja. Khotbah yang berwawasan misiologis adalah khotbah yang dapat mengarahkan dan menggerakkan seluruh elemen jemaat untuk terlibat dalam pelaksanaan misi Allah sebagai dampak dari khotbah-khotbah tersebut dalam rangka pertumbuhan gereja.
Menuju Teologi Sungai: Kajian Ekoteologi terhadap Pencemaran Sungai Sa’dan di Toraja Tenny Tenny; Johana Ruadjanna Tangirerung; Stephanus Ammai Bungaran; Yonathan Mangolo; Agustinus Karurukan Sampeasang
EPIGRAPHE (Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani) Vol 6, No 2: November 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Torsina Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33991/epigraphe.v6i2.392

Abstract

Humans and all creatures need rivers as a source of life and prosperity. However, many rivers have been polluted, such as the Sa'dan river. This paper aims to rediscover Christians' vocation in viewing and preserving rivers that focus on God. By using the theory of Theocentrism and To Sangserekan mythology in treating the river as a sangserekan that needs to be guarded and maintained. The author uses a descriptive qualitative method to achieve this goal with the help of field studies and literature. Field studies through open interviews with respondents have been determined according to the needs of the instrument and literature study using the perspective of Theocentrism and To Sangserekan mythology which emphasizes that humans and rivers are both created. The results of the study said that the causes of the pollution of the Sa'dan river were: (1) there was a mistake in understanding the river, which had no connection with the issue of Christian faith; (2) an environmentally unfriendly lifestyle has become a habit that continues to be forced; (3) the lack of sermons on environmental issues, especially rivers. For this reason, a theological response is needed to answer the problem of pollution of the Sa'dan river, namely towards river theology.AbstrakManusia dan seluruh mahluk memerlukan sungai sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan. Namun banyak sungai yang sudah tercemar, seperti sungai Sa’dan. Tujuan tulisan ini adalah menemukan kembali panggilan umat Kristen dalam memandang dan melestarikan sungai yang berfokus kepada Allah. Dengan menggunakan teori Teosentrisme dan mitologi To Sangserekan dalam memperlakukan sungai sebagai sangserekan yang perlu dijaga dan dipelihara. Metode yang penulis gunakan untuk mencapai tujuan tersebut ialah metode kualitatif deskriptif dengan bantuan studi lapangan dan kepustakaan. Studi lapangan dilaksanakan melalui wawancara terbuka kepada responden yang telah ditentukan sesuai kebutuhan instrument dan studi kepustakaan berfokus kepada prinsip-prinsip dalam ekoteologi yang terkait dengan pelestarian sungai. Hasil penelitian mengatakan bahwa penyebab pencemaran sungai Sa’dan, ialah: (1) adanya kekeliruan dalam memahami sungai yang tidak memiliki kaitan dengan persoalan iman kristen; (2) gaya hidup tidak ramah lingkungan sudah menjadi kebiasaan yang terus dipaksakan; (3) minimnya khotbah-khotbah mengenai isu lingkungan khususnya sungai. Untuk itu, perlu sebuah respons teologis untuk menjawab masalah pencemaran sungai Sa’dan yaitu menuju teologi sungai.
Gereja Pilgrimasi: Menggagas Bentuk Keanggotaan Persekutuan Misional Diaspora dalam Pelayanan Gereja Toraja Johana Ruadjanna Tangirerung; Dan Mangoki'; Agustinus Karurukan Sampeasang; Yonathan Mangolo
DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 7, No 2 (2023): April 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Intheos Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30648/dun.v7i2.1040

Abstract

Abstract. The church’s mission in a fluid world requires new spaces of service. If the church is not responsive and critical of its reality, it is difficult for the church to be present to answer the needs of the people. One interesting reality is the existence of the diaspora. The extent to which the church's mission reaches the diaspora as a missional space is a challenge. This paper aimed to propose a form of diaspora missional fellowship membership in the ministry of the Toraja Church. The method used was a qualitative method with observation survey technique through two congregations in Tana Toraja and North Toraja and interviews with purposive sampling technique to some specifically determined people. Through this research, it was concluded that pilgrimage churches confront the church with a way of doing church based on the spirit of pilgrimage, which crosses the boundaries of geography, territory and church walls.Abstrak. Misi gereja di dunia yang cair membutuh ruang-ruang pelayanan baru. Jika gereja tidak responsif dan kritis terhadap realitasnya, sulit bagi gereja hadir menjawab kebutuhan umat. Salah satu realitas menarik adalah keberadaan diaspora. Sejauh mana misi gereja menjangkau diaspora sebagai ruang missional menjadi sebuah tantangan. Tulisan ini bertujuan untuk mengusulkan bentuk keanggotaan persekutuan misional diaspora dalam pelayanan Gereja Toraja. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik survey observasi melalui dua jemaat di Tana Toraja dan Toraja Utara dan wawancara dengan teknik purposive sampling terhadap beberapa orang yang ditentukan secara khusus. Melalui penelitian ini disimpulkan bahwa gereja pilgirimasi memperhadapkan gereja pada cara bergereja yang dilandasi oleh semangat peziarahan, yang melewati batas geografi, teritorial dan tembok-tembok gereja.
Meneroka kesetaraan dan keadilan gender dalam gereja dan masyarakat Toraja Johana Ruadjanna Tangirerung; Judith D. L. Wangania; Meike Roselyna Tapparan
KURIOS Vol. 10 No. 2: Agustus 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i2.826

Abstract

Toraja society, which has a bilateral kinship system, accommodates matriarchal and patriarchal systems. This system has elements of equality. However, church and community life phenomena are still less visible, especially regarding leadership. This paper will further explore the existence of women in broader leadership through the historical experience of leadership in the Toraja Church. The method used is qualitative descriptive by presenting various realities of injustice from multiple surveys in general and the history of the leadership of the Toraja Church itself in accepting women as church officials. The discussion results are various causes of injustice, namely the influence of theological understanding from Zending, who came to Toraja, and the influence of patriarchal ideology. The conclusion is that it is necessary to continuously carry out gender literacy to the church and community regarding equality.   Abstrak Masyarkat Toraja yang sistem kekerabatannya bilateral, mengakomodasi baik sistem matriarkar maupun patriarkar. Sistem ini sejatinya memiliki unsur kesetaraan. Namun melihat fenomena dalam kehidupan gereja dan masyarakat, masih kurang terlihat, khususnya terkait kepemimpinan. Tulisan ini akan meneroka lebih jauh keberadaan perempuan dalam kepemimpinan yang lebih luas melalui pengalaman sejarah kepemimpinan dalam Gereja Toraja. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan mengemukakan berbagai realitas ketidakadilan dari berbagai survei secara umum dan realitas dalam sejarah kepemimpinan Gereja Toraja sendiri dalam menerima perempuan menjadi pejabat gerejawi. Hasil pembahasan adalah ditemukan berbagai sebab ketidakadilan yaitu pengaruh pemahaman teologi dari Zending yang datang ke Toraja dan pengaruh ideologi patriarkalisme. Riset ini menyimpulkan, perlunya terus-menerus melakukan literasi gender kepada gereja dan masyarakat terkait kesetaraan.  
The Dynamics Encounter between Christianity and Toraja Culture in the Region of Buakayu-Mappa’ Tana Toraja Tangirerung, Johana Ruadjanna; Bungaran, Stepanus Ammai; Timbang, Yekhonya F. T.; Rante, Yakob Sampe
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual Vol 7, No 2 (2024): Desember 2024
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/b.v7i2.531

Abstract

The encounter between Christianity and Toraja culture has shaped the identity of Toraja Christian communities. However, Toraya Ma’kombongan's formulation revealed the fact that the hybrid identity resulting from this encounter has contributed to crises in various aspects. It appears that there is a void in this encounter filled with values such as materialism and hedonism. Therefore, this research aims to reexamine the mutual influence between Toraja culture and Christianity by selecting Mappa'-Buakayu as the research locus. This area was chosen for two reasons. First, Mappa'-Buakayu is known to be very open to Christianity. Second, the region is experiencing a cultural resurgence. This research employs qualitative research methods through fieldwork and literature review. Specifically, Robert J. Schreiter's map of local theology will be used to analyze the mutual influence between Christian theology and local theology that has shaped and influenced the lives of Toraja Christians in the Mappa'-Buakayu region. The results of the research indicate that the resurgence of interest in Toraja culture is triggered by several factors, namely tourism agendas, modernization, and an increasingly pluralistic society. These factors have a significant impact on redefining the identity of Toraja Christians in the Buakayu-Mappa' region while shaping the local face of the Toraja Church's theology.