Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PEMBELAJARAN SENI TARI MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF BAGI SISWA TUNAGRAHITA DI SDLB AKW KUMARA 1 SURABAYA WURI HANDAYANI; SETYO YANUARTUTI
Jurnal Pendidikan Sendratasik Vol 6 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jps.v6n1.p%p

Abstract

Pembelajaran seni tari yang diselenggarakan bagi siswa tunagrahita pada umumnya menggunakan model khusus yang disesuaikan dengan karakteristik siswa. SDLB AKW Kumara 1 Surabaya telah menyelenggarakan pembelajaran seni tari menggunakan model kooperatif yang tergolong unik. Model kooperatif sering dikenal dengan sebuah pembelajaran yang melatih siswa untuk bekerja dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan bagi siswa tunagrahita memberikan tantangan terhadap guru. Selain menciptakan pembelajaran yang menyenangkan guru juga ditantang untuk memberikan pengalaman pada siswa tentang bekerja dalam kelompok. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan pembelajaran seni tari menggunakan model kooperatif bagi siswa tunagrahita di SDLB AKW Kumara 1 Surabaya.Pada penelitian ini menggunakan teori belajar humanistik. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dengan sumber data manusia dan non manusia. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, serta dokumentasi yang divalidasi dengan triangulasi metode dan sumber. Data yang diperoleh dianalisis dengan cara reduksi, interpretasi, penyajian, serta penarikan simpulan.Model pembelajaran kooperatif dengan prinsip pendekatan humanistik menjelaskan bahwa potensi siswa dapat dikembangkan melalui proses interaksi dan aktualisasi diri yang dilakukan secara kooperatif atau berkelompok. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran seni tari bagi siswa tunagrahita bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi, komunikasi, serta beradaptasi. Bertolak dari hal tersebut, pembelajaran seni tari efisien dilakukan menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam mencapai tujuan. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan kegiatan pembelajaran telah sesuai dengan apa yang ada dalam perencanaan, namun terdapat pengembangan metode yang digunakan. Metode yang digunakan berupa kombinasi antara demonstrasi, pendekatan secara langsung, ceramah, serta penugasan guna memenuhi kebutuhan siswa. Melalui proses kegiatan pembelajaran dapat diketahui bahwa siswa telah mencapai tujuan pembelajaran kooperatif.Kata kunci: Pembelajaran seni tari, tunagrahita, Model Kooperatif.
PERKEMBANGAN PEMBELAJARAN WAYANG TOPENG MALANGAN DI PADEPOKAN SENI MANGUN DHARMA KECAMATAN TUMPANG KABUPATEN MALANG TAHUN 1989-2018 AINA CHUURUN IIN JANNAH; SETYO YANUARTUTI
Jurnal Pendidikan Sendratasik Vol 6 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jps.v6n1.p%p

Abstract

Padepokan Seni Mangun Dharma merupakan lembaga pendidikan non formal yang memberikan pembelajaran bidang seni khususnya Wayang Topeng Malangan sejak 26 Agustus 1989. Seiring perkembangan zaman padepokan ini mengalami berbagai perubahan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Perkembangan pembelajaran tersebut menjadi daya tarik untuk dilaksanakan penelitian. Berangkat dari hal tersebut peneliti memfokuskan pada 1) perkembangan pembelajaran Wayang Topeng Malangan dan 2) faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pembelajaran Wayang Topeng Malangan di Padepokan Seni Mangun Dharma Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang dari tahun 1989-2018. Metode penelitian kualitatif digunakan pada penelitian ini karena menggunakan data deskriptif untuk menjelaskan perkembangan pembelajaran Wayang Topeng Malangan di Padepokan Seni Mangun Dharma. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk memperoleh data primer dan sekunder. Analisis data dilakukan dengan 4 tahap yaitu mengumpulkan data, reduksi data, tahap penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Validitas data dilakukan dengan cara triangulasi dengan bentuk triangulasi waktu, sumber dan bentuk. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa perkembangan pembelajaran Wayang Topeng Malangan di Padepokan Seni Mangun Dharma terbagi menjadi 4 fase yaitu fase tahun 1989-1992 yang merupakan awal pendirian; fase tahun tahun 1993-1998 yang mengalami perkembangan pesat dengan berbagai perubahan metode pembelajaran; fase tahun 1999-2003 ketika padepokan mengalami masa vakum; dan pada fase tahun 2004-2018 ketika padepokan mengadakan kegiatan pembelajaran seni yang lebih berfokus kepada materi Malangan dan Topeng. Perkembangan pembelajaran tersebut dipengaruhi faktor intrinsik seperti adanya ide baru dan perubahan manajemen padepokan; serta faktor ekstrinsik seperti perubahan dan perkembangan zaman, dukungan pemerintah dan masyarakat, dan masalah keluarga. Simpulan penelitian ini adalah pembelajaran Wayang Topeng Malangan di Padepokan Seni Mangun Dharma mengalami perkembangan. Perkembangan yang terjadi dilihat pada unsur pembelajaran seperti peserta didik, pendidik, tujuan belajar, metode, materi, media belajar, dan proses evaluasi. Kata kunci : perkembangan, pembelajaran, wayang topeng, Mangun Dharma
PENGEMBANGAN BUKU PANDUAN BERMAIN GITAR UNTUK ANAK USIA 8 – 12 TAHUN Muhammad Fahrian Noor; SETYO YANUARTUTI
Jurnal Pendidikan Sendratasik Vol 7 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Negeri Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26740/jps.v7n1.p%p

Abstract

Minimnya buku gitar untuk pembelajaran alat musik di Sekolah Dasar membuat guru lebih memilih alat musik pianika dan recorder sebagai media pembelajarannya. Asumsi bahwa gitar sulit untuk dipelajari juga menjadi faktor kurangnya penggunaan gitar dalam pembelajaran. Diperlukan buku yang sesuai dengan karakteristik anak yang dibuat dengan panduan cara memainkan gitar. Model yang digunakan dalam pengembangan ini adalah model ADDIE yakni Analysis, Design, Development, Implementation, Evaluation. Proses pengembangan dilakukan tahap analisis siswa, analisis konsep, analisis tujuan. Proses perancangan produk, pembuatan desain, perancangan angket validasi dan respon. Dalam proses pengembangan dilakukan pembuatan produk dan tahap validasi. Pada tahap implementasi dilakukan uji coba produk terhadap anak usia 8-12 tahun. Tahap evaluasi untuk mendapatkan persentase penilaian kualitas dan kepraktisan produk. Hasil pengembangan sebagai berikut: pada tahap awal dilakukan analisis kebutuhan, tahap analisis siswa dilanjutkan analisis konsep. Tahap dua perancangan konsep dilanjutkan pembuatan produk. Produk divalidasi ahli materi, kegrafikan, dan bahasa. Hasil validasi didapatkan persentase 80% hasil validasi materi, 71,11% hasil kegrafikan, dan 97,14% hasil bahasa. Berdasarkan ketiga hasil tersebut produk direvisi.Selanjutnya dilakukan ujicoba produk kepada tujuh anak SDN Sidodadi 1 sebagai penggguna. Berdasarkan observasi ujicoba produk, setelah mempelajari buku panduan bermain gitar anak mampu memainkan alat musik gitar lagu Selamat Ulang Tahun dan Naik Delman secara bersama-sama yang didokumentasikan dalam format video. Dengan demikian proses pengembangan produk buku panduan bermain gitar melalui tahap pembuatan produk berdasarkan desain, tahap penilaian kualitas dari tiga validator dengan klasifikasi sudah layak diujicobakan dan nilai kepraktisan produk diukur berdasarkan observasi anak mampu bermain gitar secara bersama-sama. Kata Kunci: Pengembangan, Buku Panduan, Gitar, Usia 8 – 12 tahun
Art Therapy: Media Pendidikan Kreatif untuk Menanggulangi Remaja dengan Gangguan Kecemasan Alif Sukma Muclisin; Cindy Wahyuningsih; Indar Sabri; Setyo Yanuartuti; Djuli Djatiprambudi
Journal of Education on Social Science (JESS) Vol 7 No 2 (2023): Civil Society Development in Globalization Era
Publisher : Faculty of Social Science, Universitas Negeri Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24036/jess.v7i2.482

Abstract

Anxiety disorders often appear in adolescents aged 10-24 years. When adolescents experience anxiety disorders the accompanying emotional reactions are body tension, fear, distress, and anxiety in response to certain situations that are perceived as threatening. Anxiety in adolescents can be measured by the Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A), and the Child Anxiety subscale of the Revised Children's Manifest Anxiety Scale (RCMAS), as well as graphical tests, such as Draw A Person (DAP), Draw a Tree (BAUM), and House Tree Person (HTP), which are performed by the adolescent (subject). The purpose of this study is to address adolescents with anxiety disorders. This study uses qualitative methods to describe anxiety disorders in adolescents and quantitative methods to see the effect of art therapy as a creative education media in overcoming anxiety disorders in adolescents. The subjects in this study were 5 adolescents with anxiety disorders of which 2 subjects were given art therapy. The sampling technique used purposive sampling method. The results of this study, art therapy has been shown to be able to reduce anxiety in adolescents with anxiety disorders. From the results of the above research, it can be concluded that art therapy will produce positive developments at different levels.
Hiperrealitas Musik dalam Peluang Pedagogis di Era Disrupsi : Penelitian Bayu Aji Wicaksono; Setyo Yanuartuti; Warih Handayaningrum
Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan Vol. 4 No. 1 (2025): Jurnal Pengabdian Masyarakat dan Riset Pendidikan Volume 4 Nomor 1 (Juli 2025 -
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jerkin.v4i1.1379

Abstract

This article examines the transformation of music's meaning and function in the digital disruption era through the lens of Jean Baudrillard’s hyperreality framework. Algorithmically curated digital music such as "Focus Mode" or "Lo-fi to Study To" playlists has shifted from being an aesthetic expression to becoming a simulated affective instrument designed to regulate mood and productivity. This phenomenon not only reflects the decline of artistic depth but also opens new pedagogical opportunities. Using a qualitative-critical approach based on literature review and discourse analysis, the study explores how simulated music can function as a pedagogical tool, both as a means to shape learning atmospheres and as an object of cultural critique. The findings reveal that, when used reflectively, digital music can enhance affective awareness, media literacy, and aesthetic meaning among learners in an age dominated by signs and algorithms. In this context, music is no longer merely background sound but a contested space between simulation and consciousness. Therefore, music education in the digital era must be designed not just for convenience but to cultivate critical reflection on how sound mediates learning experiences and shapes the subjectivity of the digital generation.
indonesia Subianto Karoso; Setyo Yanuartuti; Sasanajati, Jajuk; Arif Hidajat
Journal of Practice Learning and Educational Development Vol. 4 No. 4 (2024): Journal of Practice Learning and Educational Development (JPLED)
Publisher : Global Action and Education for Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58737/jpled.v3i2.153

Abstract

The aim of this research is to find out and analyze the classroom management of children with special needs through a differentiation approach at SDS Aqil Global Islamic School. This research design uses descriptive quantitative. This research data was collected by distributing questionnaires to educators at SDS Aqil Global Islamic School, then data was obtained from 17 teacher respondents. The results of the research show that Class Management for Children with Special Needs through the differentiation approach has an average score for the Implementation of Class Management for children with special needs in this school, namely obtaining a score in the range of 35.3%, through the differentiation approach it is possible to adapt the learning material to the needs of each child with special needs. Specifically with an average score range of 47.1%. Evaluation and assessment using the differentiation approach fosters self-confidence in children with special needs in the classroom, obtaining a score range of 47.1% and training support for teachers and education staff in implementing a differentiation approach for children with special needs, namely 41.2%. However, a weak aspect of teacher training for classroom management for children with special needs was found with a score range of 35.3%, meaning that from the results obtained, more training was needed for classroom management for children with special needs through a differentiation approach. Based on these results, what stands out is that the differentiation approach can adapt learning materials for children with special needs and evaluation assessments through differentiation can have a big influence on the learning success of children with special needs. Through good classroom management carried out by teachers by implementing a conducive environment, motivating students, varied learning, structural arrangement of learning hours and the work ethic demonstrated by teachers, it is able to increase the effectiveness of learning in the classroom. This research supports the theory of classroom management for children with special needs through a differentiation approach, and supports the implications of this research regarding the importance of classroom management for children with special needs through a differentiation approach and more training for educators and education staff in making teaching and learning activities in the classroom a success.