Irma Hermana
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Komposisi Asam Amino sebagai Penanda Kimia dari Akumulasi Logam Berat di Biota Kerang Hijau (Perna viridis) Hedi Indra Januar; Irma Hermana; Dwiyitno Dwiyitno
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 15, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v15i2.668

Abstract

Logam berat merupakan variabel penting dalam penelaahan keamanan produk kekerangan. Namun, kuantifikasinya membutuhkan tingkat kesiapan analis dan peralatan laboratorium yang modern. Hal ini mendorong usulan berbagai metode penapisan High-throughput Screening seperti komposisi asam amino, sebagai penanda kimia pada penapisan tahap awal dari kontaminasi logam berat di biota kekerangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fisibilitas komposisi asam amino yang terkandung pada produk kekerangan, sebagai penanda kimia akumulasi logam berat. Biota kerang bernilai ekonomis, yaitu kerang hijau (Perna viridis), dipilih sebagai target yang diambil dari tiga lokasi budidaya di Perairan Cirebon (sisi utara, perairan kota, dan sisi timur). Kadar logam berat (Cr, Co, Cu, As, Cd, Hg, dan Pb) dianalisis mempergunakan ICP-MS (Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry), sementara kandungan asam amino ditelaah dengan kromatografi gas yang dilengkapi Flame Ionization Detector (FID). Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kadar tertinggi dari tiap logam berat pada P. viridis adalah 0,25 mg/kg (Cr); 0,2 mg/kg (Co); 2,1 mg/kg (Cu); 1,5 mg/kg (As); 0,25 mg/kg (Cd); 0,25 mg/kg (Hg); dan 0,1 mg/kg (Pb). Nilai ini masih memenuhi persyaratan baku mutu, kecuali kadar arsen. Pengujian statistika korespondensi menunjukkan bahwa kadar asam amino kerang hijau dapat mengalami pergeseran komposisi yang tergantung pada tipe, variasi, dan kuantifikasi akumulasi logam beratnya. Oleh karena itu, tidak ada satupun jenis asam amino tertentu yang dapat dijadikan sebagai penanda kimia umum dari akumulasi berbagai jenis logam berat. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk menemukan faktor pembanding menggunakan senyawa tertentu yang dapat melengkapi rasio komposisi asam amino sebagai penanda kimia dari akumulasi logam berat pada biota kekerangan.ABSTRACTHeavy metals are important factor in the food safety analysis of marine mussels. However, heavy metal quantification requires factors an adequate analyst and modern laboratory equipment. Therefore, various high throughput screening methods have been proposed, such as the composition of amino acids as a marker in a preliminary screening of heavy metal contamination in marine mussels. This study aimed to determine the feasibility of amino acids composition in marine mussels as a chemical marker of heavy metal accumulation. The commercial marine mussels, Green Mussels (Perna viridis), were collected from three aquaculture sites in Cirebon Waters (north side, in front of the city, and east side). Heavy metals content (Cr, Co, Cu, As, Cd, Hg, and Pb) was analyzed by ICP-MS (Inductively Coupled Plasma-Mass Spectrometry) technique while the amino acids content was analyzed using gas chromatography with Flame Ionization Detector (FID). Results of this study showed that the maximum value of each heavy metal in P. viridis were 0.25 mg/kg (Cr); 0.2 mg/kg (Co); 2.1 mg/kg (Cu); 1.5 mg/kg (As); 0.25 mg/kg (Cd); 0.25 mg/kg (Hg); and 0.1 mg/kg (Pb). Except for arsenic, these values were below the allowable threshold level. Correspondence analysis showed that the composition of amino acids in the green mussels was shifted, according to the type, variation, and quantification of the accumulated heavy metals. Therefore, none of the amino acids can be used as a general chemical marker for various types of heavy metals. Further research can be done to identify a particular comparative compound that can complement the ratio of amino acids composition as biomarkers for heavy metals accumulation in marine mussels.
PENGGUNAAN EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis) SEBAGAI PENGHAMBAT PEMBENTUKAN HISTAMIN PADA IKAN SEBELUM DIOLAH Endang Sri Heruwati; Farida Ariyani; Radestya Triwibowo; Novalia Rachmawati; Irma Hermana
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 4, No 2 (2009): Desember 2009
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v4i2.448

Abstract

Penelitian penggunaan ekstrak teh hijau (Camellia sinensis) sebagai penghambat pembentukan histamin pada ikan telah dilakukan. Ikan, terutama dari jenis skombroid, sangat rentan mengalami kerusakan karena terjadinya perubahan asam amino histidin yang terkandung dalam ikan menjadi senyawa histamin yang bersifat alergen, yang dikatalisasi oleh enzim histamin dekarboksilase (HDC). Teh hijau diketahui mengandung polifenol berupa senyawa epigalokatekingalat (EGCG) yang merupakan penghambat enzim HDC, sehingga dekarboksilasi histidin menjadi histamin dapat dicegah. Perendaman ikan tongkol dalarn ekstrak teh hijau pada konsentrasi 0, 2, dan 4% dilakukan selama 30 menit, diikuti dengan pernindangan dalam larutan gararn 15% selama 30 menit diteruskan dengan penyimpanan ikan pindang pada suhu kamar. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari selarna 4 hari penyimpanan untuk diamati perubahan mutu kimiawi (TVB dan kadar histarnin), mikrobiologi JPC dan bakteri pembentuk histamin), serta organoleptik (kenampakan, bau, tekstur, lendir, rasa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang direndam dalam ekstrak teh 4% mempunyai kadar histamin 21,3 ppm, jauh lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang direndam dalam ekstrak teh 2% dan 0% yang masing-masing mencapai 64,4 pprn dan 101,4 ppm. Penghambatan pembentukan histamin oleh ekstrak teh hijau masih terjadi selama penyimpanan, yang terlihat dari rendahnya jumlah bakteri pembentuk histarnin dan kadar histamin dibandingkan dengan kontrol. Pada penyimpanan hari ke-3, penghambatan pembentukan histamin oleh ekstrak teh hijau tidak efektif, kemungkinan karena terlalu tingginya jurnlah bakteri pembentuk histamin, yaitu mencapai 108 cfu/g.
Isolasi dan Identifikasi Kapang dari Ikan Pindang Irma Hermana; Arifah Kusmarwati; Yusma Yennie
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 13, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v13i1.492

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis kapang yang diisolasi dari produk ikan pindang. Pengambilan sampel dilakukan di enam lokasi, yaitu Jakarta, Bogor, Pelabuhan Ratu, Bandung, Cirebon, dan Semarang. Isolasi kapang dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat, sedangkan identifikasi kapang dilakukan secara morfologi dan molekuler berdasarkan data sekuen nukleotida dari daerah ITS rDNA. Sebagai data dukung, terhadap ikan pindang juga dilakukan analisis kadar garam dan nilai aktivitas air (aw).  Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar garam sampel ikan pindang berkisar antara 1,20-7,78% dengan aw 0,91-0,98. Sebanyak 119 isolat kapang berhasil diisolasi dari 30 sampel ikan pindang. Isolat-isolat tersebut termasuk ke dalam tujuh marga dan 16 spesies yaitu Aspergillus flavus, A. fumigatus, A. niger, A. ochraceus, A. oryzae, A. sydowii, A. terreus, Cladosporium allicinum, Eurotium chevalieri, Fusarium graminearum, F. cerealis, Loweporus sp., Penicillium citrinum, P. chermesinum, P. chrysogenum, dan Syncephalastrum racemosum. Terdapat enam jenis kapang yang dominan yaitu P. chermesinum (80%), diikuti oleh P. citrinum (73%), A. fumigatus (56,6%), A. flavus (53,3%), A. niger (46,7%), dan E.chevalieri (26,7%).  Tidak ada hubungan antara jenis kapang yang tumbuh dengan jenis ikan pindang, nilai aw maupun kadar garam; namun pertumbuhan kapang berkaitan dengan kadar garam. Kadar garam ikan pindang yang lebih rendah menyebabkan pertumbuhan kapang yang lebih banyak. Isolation and Identification of Fungi from Boiled Salted FishAbstractThis study aimed to determine fungal species isolated from boiled salted fish. Sampling was conducted from six locations, i.e. Jakarta, Bogor, Pelabuhan Ratu, Bandung, Cirebon, and Semarang. Isolation of fungi was carried out by serial dilution method, and the fungal identification was conducted using combination of morphology and molecular analyses based on ITS rDNA sequence data. As the support data, salt content and water activity (aw) of boiled salted fish were examined. The result showed that salt content of boiled salted fish samples ranged from 1.20 to 7.78% with aw of 0.91-0.98. A total of 119 isolates from 30 boiled salted fish samples were obtained.These isolates belong to seven genera and 16 species as follow: Aspergillus  flavus,  A.  fumigatus, A.  niger,  A.  ochraceus,  A. oryzae,  A.  sydowii,  A. terreus, Cladosporium  allicinum, Eurotium  chevalieri, Fusarium  graminearum,  F.  cerealis,  Loweporus sp.,  Penicillium  citrinum,  P.  chermesinum,  P. chrysogenum, and  Syncephalastrum  racemosum. Six species, namely,  P.  chermesinum (80%),  P. citrinum (73%), A. fumigatus (56.6%), A. flavus (53.3%), A. niger (46.7%), and E. chevalieri (26.7%) were determined as dominant species. There was no correlation between fungi species isolated and species of boiled salted fish, aw or salt content. However, lower salt content of boiled salted fish caused high growth of fungi.