Arifah Kusmarwati
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Prevalensi Vibrio parahaemolyticus pada Udang Vaname di Unit Pengolahan Ikan Jawa Tengah dan Jawa Timur Arifah Kusmarwati; Fairdiana Andayani; Yusma Yennie
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 15, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1359.443 KB) | DOI: 10.15578/jpbkp.v15i1.570

Abstract

Vibrio parahaemolyticus patogen selain membahayakan kesehatan manusia juga menjadi alasan penolakan ekspor udang di beberapa negara. Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi, mengidentifikasi dan mengkuantifikasi keberadaan V. parahaemolyticus patogen pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Unit Pengolahan Ikan (UPI) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pengambilan sampel udang vaname dilakukan secara tertelusur di sepanjang rantai pasok pengolahan udang menggunakan metode acak purposif. Sampel udang yang diambil berukuran 20-48 g/ekor (size 21-51). Sebanyak 10 unit sampel dengan berat masing-masing 400-500 g diambil dari setiap tambak udang intensif. Dengan berat yang sama, sebanyak 10-30 sampel diambil dari setiap tahapan pengolahan udang di UPI secara tertelusur. Identifikasi V. parahaemolyticus merujuk pada metode SNI 01-2332.5-2006 dan PCR dengan gen penyandi spesifik toxR, tdh dan trh. Prevalensi V. parahaemolyticus dari total sampel udang yang berasal dari tambak dan UPI Jawa Tengah adalah 17 dari 50 (34%) sampel, di mana empat (4) sampel positif mengandung gen tdh dan tiga (3)  sampel positif mengandung gen trh. Sedangkan prevalensi V. parahaemolyticus dari sampel yang berasal dari Jawa Timur sebesar 29 dari 60 (48,33%) sampel positif PCR, dan tidak terdeteksi V. parahaemolyticus patogen. Oleh karena itu sangat penting dilakukan upaya perbaikan penanganan udang paska panen, khususnya di UPI Jawa Tengah terutama pada titik kritis proses pengolahannya.    AbstractApart from being a major cause of foodborne disease in human, pathogenic Vibrio parahaemolyticus also becomes the main reason for shrimp export rejection in several countries. This study was carried out to isolate, identify and quantify the prevalence of pathogenic V. parahaemolyticus in whiteleg shrimp (Litopenaeus vannamei). Shrimp with size of 21-51 (20-48 g/shrimp) from ponds and fish processing units in Central and East Java were used in this study. Ten sample units of 400-500 g shrimp were collected from each intensive pond, while 10-30 sample units (400-500 g) were collected from each processing step in the fish processing units. Pathogenic V. parahaemolyticus was identified using PCR with specific coding gen (toxR, tdh and trh) and method recommended by SNI 01-2332.5-2006. The prevalence of V. parahaemolyticus in shrimp from Central Java was 17 out of 50 (34%) samples. Amongst these, four (4) were positive tdh and three (3) were positive trh. For sample from East Java, V. parahaemolyticus was found 29 out of 60 (48.33%) and no pathogenic V. parahaemolyticus was detected. To avoid future contamination of V. parahaemolyticus, post-harvest handling of shrimp especially in the processing units in Central Java should be improved.
Daya Hambat Ekstrak Bahan Aktif Biji Picung (Pangium edule reinw.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Penghasil Histamin Arifah Kusmarwati; Ninoek Indriati
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 3, No 1 (2008): Juni 2008
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v3i1.7

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan ekstrak bahan aktif biji picung segar dan terfermentasi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri penghasil histamin. Bakteri penghasil histamin yang diuji daya hambatnya meliputi Morganella morganii, Raoultella terigena, Enterobacter sp., Microbacterium testaceum, Staphylococcus sp., dan Micrococcus diversus. Pengujian daya hambat dilakukan dengan metode difusi pada lempeng agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak akuades dan ekstrak etanol 50% dari biji picung segar mampu menghambat pertumbuhan bakteri penghasil histamin, sedangkan ekstrak n-heksana tidak memiliki daya hambat. Sementara itu, ekstrak akuades, etanol 50%, maupun n-heksana dari biji picung terfermentasi tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri penghasil histamin.
Pengaruh Perendaman Cumi Cumi Segar Dalam Larutan Kitosan Terhadap Daya awetnya Selama Penyimpanan Pada Suhu Kamar Jovita Tri Murtini; Arifah Kusmarwati
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 1, No 2 (2006): Desember 2006
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v1i2.399

Abstract

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh perendaman dalam larutan kitosan terhadap daya awet cumi‑cumi yang disimpan pada suhu kamar. Pada penelitian ini, cumi‑cumi direndam dalam larutan kitosan masing‑masing dengan variasi konsentrasi 0; 0,30; 0,38; 0,50; dan 0,75% selama 30 menit. Pengamatan kesegaran dilakukan setiap 8 jam sampai produk cumi‑cumi ditolak oleh panelis. Parameter yang diamati meliputi analisis proksimat, Total Volatile Base (TVB), Total Plate Count (TPC) dan nilai organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan nilai TVB dan TPC, perlakuan perendaman dalam larutan 0,75% kitosan dapat memperpanjang daya simpan cumi‑cumi selama 16 jam, tetapi perlakuan yang lain, termasuk kontrol, hanya mempunyai daya simpan hingga 8 jam. Akan tetapi dari hasil pengamatan rupa, warna, bau dan tekstur, tanpa memperhatikan rasa pahit, produk baru ditolak panelis pada jam ke‑24 untuk kontrol, jam ke‑32 untuk perlakuan konsentrasi kitosan 0,30; 0,38; dan 0,50%, dan jam ke‑40 untuk konsentrasi tertinggi, yaitu 0,75%. Pada konsentrasi kitosan 0,38 dan 0,50% terdeteksi rasa tambahan berupa rasa agak asam, sedangkan pada konsentrasi 0,75% rasa tambahan berupa rasa agak pahit. Pada konsentrasi kitosan di atas 50%, kulit cumi‑cumi banyak terkelupas, sehingga menurunkan nilai rupa/kenampakan.
Isolasi dan Identifikasi Kapang dari Ikan Pindang Irma Hermana; Arifah Kusmarwati; Yusma Yennie
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol 13, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/jpbkp.v13i1.492

Abstract

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis kapang yang diisolasi dari produk ikan pindang. Pengambilan sampel dilakukan di enam lokasi, yaitu Jakarta, Bogor, Pelabuhan Ratu, Bandung, Cirebon, dan Semarang. Isolasi kapang dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat, sedangkan identifikasi kapang dilakukan secara morfologi dan molekuler berdasarkan data sekuen nukleotida dari daerah ITS rDNA. Sebagai data dukung, terhadap ikan pindang juga dilakukan analisis kadar garam dan nilai aktivitas air (aw).  Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar garam sampel ikan pindang berkisar antara 1,20-7,78% dengan aw 0,91-0,98. Sebanyak 119 isolat kapang berhasil diisolasi dari 30 sampel ikan pindang. Isolat-isolat tersebut termasuk ke dalam tujuh marga dan 16 spesies yaitu Aspergillus flavus, A. fumigatus, A. niger, A. ochraceus, A. oryzae, A. sydowii, A. terreus, Cladosporium allicinum, Eurotium chevalieri, Fusarium graminearum, F. cerealis, Loweporus sp., Penicillium citrinum, P. chermesinum, P. chrysogenum, dan Syncephalastrum racemosum. Terdapat enam jenis kapang yang dominan yaitu P. chermesinum (80%), diikuti oleh P. citrinum (73%), A. fumigatus (56,6%), A. flavus (53,3%), A. niger (46,7%), dan E.chevalieri (26,7%).  Tidak ada hubungan antara jenis kapang yang tumbuh dengan jenis ikan pindang, nilai aw maupun kadar garam; namun pertumbuhan kapang berkaitan dengan kadar garam. Kadar garam ikan pindang yang lebih rendah menyebabkan pertumbuhan kapang yang lebih banyak. Isolation and Identification of Fungi from Boiled Salted FishAbstractThis study aimed to determine fungal species isolated from boiled salted fish. Sampling was conducted from six locations, i.e. Jakarta, Bogor, Pelabuhan Ratu, Bandung, Cirebon, and Semarang. Isolation of fungi was carried out by serial dilution method, and the fungal identification was conducted using combination of morphology and molecular analyses based on ITS rDNA sequence data. As the support data, salt content and water activity (aw) of boiled salted fish were examined. The result showed that salt content of boiled salted fish samples ranged from 1.20 to 7.78% with aw of 0.91-0.98. A total of 119 isolates from 30 boiled salted fish samples were obtained.These isolates belong to seven genera and 16 species as follow: Aspergillus  flavus,  A.  fumigatus, A.  niger,  A.  ochraceus,  A. oryzae,  A.  sydowii,  A. terreus, Cladosporium  allicinum, Eurotium  chevalieri, Fusarium  graminearum,  F.  cerealis,  Loweporus sp.,  Penicillium  citrinum,  P.  chermesinum,  P. chrysogenum, and  Syncephalastrum  racemosum. Six species, namely,  P.  chermesinum (80%),  P. citrinum (73%), A. fumigatus (56.6%), A. flavus (53.3%), A. niger (46.7%), and E. chevalieri (26.7%) were determined as dominant species. There was no correlation between fungi species isolated and species of boiled salted fish, aw or salt content. However, lower salt content of boiled salted fish caused high growth of fungi.