Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

TANGGUNG GUGAT PELAKU USAHA ATAS PEMBUATAN PRODUK MI SOUN DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN KIMIA KAPORIT BERLEBIH Fransisca Yanita Prawitasari
CALYPTRA Vol. 2 No. 2 (2014): Calyptra : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Maret)
Publisher : Perpustakaan Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (73.069 KB)

Abstract

Tujuan dari penulisan ini terdiri dari, pertama, tujuan akademis, yaitu untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Surabaya. Tujuan yang kedua adalah untuk memenuhi tujuan praktis, yaitu untuk mengetahui apakah mi soun yang dibuat dengan kadar kaporit berlebih dapat dikategorikan sebagai makanan yang memenuhi standart keamanan pangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2006 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian, dan Standart Nasional Indonesia 0222-1987-M. Serta untuk mengetahui apakah pelaku usaha dapat bertanggung gugat terhadap efek samping jangka panjang yang ditimbulkan oleh kadar kaporit berlebih dalam pembuatan mi soun dan mengkaji perlindungan hukum bagi konsumen yang telah mengkonsumsi mi soun berkadar kaporit tinggi berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Peraturan perundang-undangan ini hanya dianggap sebagai bahan pelengkap dan pemanis dalam menjalankan beberapa mekanisme hukum yang ada. Ada beberapa kemungkinan penyebab peristiwa tersebut. Entah dari pelaku usaha yang pandai untuk menutupi semua tindak kecurangan tersebut, atau pemerintah sebagai pihak penengah dari pelaku usaha dengan konsumen yang bertindak acuh dan memang tidak peduli akan semua pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha, atau memang dari sisi konsumen sendiri yang kurang mengerti akan pengetahuan tentang kesehatan, keamanan, dan ketahanan pangan, disebabkan oleh tingkat pendidikan yang rendah.
Kedudukan Pelaku Usaha dan Konsumen dalam Hukum Perlindungan Konsumen (Produk Mi Soun Mengandung Klorin) Heru Saputra Lumban Gaol; Fransisca Yanita Prawitasari
JURNAL YUSTIKA: MEDIA HUKUM DAN KEADILAN Vol. 21 No. 02 (2018): Jurnal Yustika: Media Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (276.488 KB) | DOI: 10.24123/yustika.v21i02.1720

Abstract

Food is one of the primary needs of humans. In terms of producing food, it cannot be completely separated from the use of Food Additives. Article 1 paragraph (1) of Law Number 33 Year 2012 concerning Food Additives determine Food Additives are ingredients added to food to affect the nature or form of food. This indicates that Food Additives may affect the quality of the product. In practice, not all Food Additives are used by sellers safe for consumers' health. In fact, Article 4 letter a of Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Law determines that consumers have the right to conveniences, security and safety in consuming goods and/or services. This is also in line with the seller's obligations that specified in Article 7 of the Consumer Law. A several cases of chlorine additives on mi soun at Klaten, Jember, and Jambi show a lack of awareness of sellers and consumers in recognizing which food additives are harmful for health. Consumer law as a progressive law strives to be a legal means that establish consumer awareness and sellers awareness in order to realize their rights and obligations. Progressive consumer law also indicates a balance between sellers and consumers in harmonizing the principles of caveat venditor and caveat emptor.
Implementasi Prinsip Caveat Emptor dan Caveat Venditor Dalam Kasus Peredaran Jamu Kuat Mengandung Bahan Kimia Obat Fransisca Yanita Prawitasari; Heru Saputra Lumban Gaol; Veronica Jessica Prawidyasari
Kertha Patrika Vol 44 No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2022.v44.i01.p.07

Abstract

Maraknya perilaku konsumsi masyarakat Indonesia dalam mengkonsumsi jamu tradisional belum sepenuhnya dilindungi dengan aspek perlindungan hukum konsumen yang kuat. Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) menentukan konsumen memiliki hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Salah satu kasus yang merugikan konsumen, yaitu kasus konsumsi jamu kuat “Gali-Gali” yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) jenis Sildenafil Sitrat. Padahal, Pasal 35 huruf b Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris menentukan bahwa obat tradisional dilarang mengandung BKO. Sildenafil Sitrat juga memerlukan resep dokter karena jenis obat keras yang berbahaya jika dikonsumsi oleh penderita gangguan jantung, stroke, dan penderita tekanan darah dibawah 90/50 mmHg. Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui implementasi prinsip kehati-hatian dalam hukum perlindungan konsumen yang disebut caveat emptor dan caveat venditor dalam praktik peredaran jamu tradisonal (Jamu “Gali-Gali”). Dalam menjawab problematika ini, dilakukan penelitian hukum normatifempiris (terapan) yang menggabungkan antara pendekatan empiris dan normatif. Pada akhirnya, diketahui bahwa kedua prinsip ini harus berjalan seimbang dalam rangka mewujudkan asas keseimbangan dalam hukum perlindungan konsumen dan dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemampuan, serta kemandirian konsumen untuk melindungi diri dari ekses negatif pemakaian produk jamu mengandung BKO.
Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pelaku Perbuatan Berlanjut Atas Tindak Pidana Perusakan dan Kekerasan Fisik Limantara, Richard Adrian; Elfina Lebrine Sahetapy; Fransisca Yanita Prawitasari
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 5 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i5.2399

Abstract

Fenomena concursus realis atau perbarengan tindak pidana masih sering terjadi di Indonesia, khususnya dalam kasus kekerasan terhadap anak yang disertai dengan perusakan. Anak sebagai kelompok rentan sering menjadi korban akibat lemahnya kontrol sosial dan moral pelaku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertanggungjawaban pidana bagi pelaku perbuatan berlanjut atas tindak pidana kekerasan dan perusakan terhadap anak berdasarkan Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak juncto Pasal 65 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil kajian menunjukkan bahwa pelaku dapat dijatuhi pidana dengan sistem stelsel kumulatif terbatas, di mana maksimum pidana yang dikenakan tidak melebihi pidana terberat ditambah sepertiga, sesuai prinsip keadilan dalam hukum pidana. Penegakan hukum terhadap kasus semacam ini perlu menekankan perlindungan hak anak dan pemberatan sanksi bagi pelaku