Agustri Purwandi
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Komunikasi Informed Consen Adriana Pakendek; Agustri Purwandi
VOICE JUSTISIA : Jurnal Hukum dan Keadilan Vol 5 No 1 (2021): Maret 2021
Publisher : Universitas Islam Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (554.973 KB)

Abstract

Masih ada pelayanan kesehatan yang diberikan dokter yang dikeluhkan pasien. Keluhan tersebut dapat berupa kurang jelasnya informasi yang diberikan dokter terhadap penyakit yang diderita pasien maupun di saat berlangsungnya pemberian informasi melalui informed consent. Di dalam komunikasi informed consent ada dua hal yang bisa terjadi yaitu adanya persetujuan atau ketidaksetujuan. Dalam tulisan ini muncul pertanyaan:Apakah komunikasi itu? Apakah Informed Consent itu? Dan apakah komunikasi Informed Consent itu? Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang jelas, berjalan dua arah tanpa ada pengurangan pesan antara yang diberikan dan diterima.Agar komunikasi bisa berjalan dengan baik maka diperlukan ketrampilan dalam berkomunikasi Informed Consent adalah suatu izin (consent) atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi (informed) dari dokter dan sudah dimengerti. Secara yuridis, pasien mempunyai hak dalam doktrin informed consent yaitu hak untuk memperoleh informasi mengenai penyakitnya dan tindakan apa yang hendak dilakukan dokter terhadap dirinya, hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan yang diajukannya, hak untuk memilih alternatif lain, dan hak untuk menolak usul tindakan yang hendak dilakukan. Informed Consent sebagai suatu komunikasi dapat dinyatakan (expressed) secara lisan (oral) atau secara tertulis (written), selain itu dapat juga secara tersirat atau dianggap diberikan (implied or tacit consent) dalam keadaan biasa (normal or constructive consent) dan dalam keadaan gawat darurat (emergency)
KEKUATAN HUKUM PENYERAHAN WEWENANG MEDIS DAN INFOCONSENT OLEH DOKTER KEPADA PERAWAT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN Agustri Purwandi
Jurnal Yustitia Vol 20, No 1 (2019): JURNAL YUSTITIA
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (105.893 KB) | DOI: 10.53712/yustitia.v20i1.565

Abstract

Pendelegasian merupakan pelimpahan kewenangan dalam proses pengalihan tugas dan tanggung jawab yang diberikan oleh dokter kepada perawat, pelaksana program atau pelayanan untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu. Perbuatan hukum dalam dunia medis dilakukan dengan adanya pelimpahan kewenangan  dan informed consent dalam pemberian asuhan kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang diakui dan dilindungi oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa penerapan hukum tentang kekuatan hukum penyerahan wewenang dan informed consent, harus dilakukan dengan benar sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sudah ada, disamping itu, para medis maupun non-para medis sudah mengetahui dan memahami aturan serta akibat terhadap tindakan yang akan dilakukan sehubungan dengan pelimpahan kewenangan dan pemberian informed consent tersebut.
TINJAUAN HUKUM UNDANG-UNDANG NO 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA AIR MINERAL ISI ULANG TANPA IJIN Agustri Purwandi
Jurnal Yustitia Vol 21, No 1 (2020): JURNAL YUSTITIA
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.763 KB) | DOI: 10.53712/yustitia.v21i1.814

Abstract

Persaingan usaha Air Minum Dalam Kemasan pada saat ini sangat ketat, karena begitu banyaknya depot-depot air minum isi ulang yang banyak bermunculan, sehingga muncul suatu permasalahan di masyarakat yaitu depot air minum yang tidak berijin atau tidak mengutamakan keamanan bagi para penggunanya dalam bersaing tidak menggunakan cara yang sehat. Para pelaku usaha hanya mengutamakan keuntungannya saja tanpa memperhatikan aturan-aturan yang telah ditentukan. Tentu saja ini adalah suatu kerugian pada konsumen, dan kepada pelaku usaha dituntut untuk bisa bertanggung jawab dalam masalah ini sehingga pihak konsumen dan pelaku usaha dalam hal hak-hak dan kewajibannya bisa sama-sama terpenuhi dan tidak merugikan salah satu pihak.Berdasarkan pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan  Konsumen, konsumen adalah setiap pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.