Pasi, Gregorius
Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Theologizing “Teing Hang” Ceremony In The Culture of Manggarai, Indonesia Gregorius Pasi
International Journal of Indonesian Philosophy & Theology Vol 2, No 1 (2021): June
Publisher : Asosiasi Ahli Filsafat Keilahian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47043/ijipth.v2i1.14

Abstract

The Teing Hang ceremony, which is practised by the Manggarai people in East Nusa Tenggara, Indonesia, celebrates local wisdom regarding the relationality of the Manggarai people with the Highest Being, with one’s fellow beings who are still living and with the relatives who have died. The methodology is what I call “critical reading” of the dialectical model, which has been proposed by Stefan Bevans and Daniel Pilario. By using the critical reading method of the teing hang ceremony data (collected through interviews and reviews of related studies), I found that the local wisdom of Manggarai can explain and illuminate the content of the Catholic faith with regard to the communion of saints in three ways. First, the communion of saints is a participation in God's providence. Second, the communion of saints is a participation in the lives of one’s fellow beings. Third, the communion of saints is an intersubjectivity relationship between those who believe in Christ and are indwelt by His Spirit.
MARIOLOGI KONSILI VATIKAN II: Mikrohistori Mariologi Pra-Konsili dan Magna ChartaMariologi Post-Konsili Gregorius Pasi
Studia Philosophica et Theologica Vol 16 No 1 (2016)
Publisher : Litbang STFT Widya Sasana Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/spet.v16i1.49

Abstract

The teaching of the Second Vatican Council on Mary (the mother of Jesus) is laid down in Chapter VIII of the Dogmatic Constitution on the Church, Lumen Gentium (LG). Lumen Gentium’s chapter VIII represents a 20th century microhistory of mariology and a magna charta of post-conciliar mariology. The purpose of this essay is exposing three matters. Firstly, showing evidence that the elaboration of the marian texts of Vatican II is a reproduction of pre-conciliar mariological struggles. Secondly, articulating the character of Vatican II’s mariology as a fundament for post-conciliar mariology. Thirdly, pointing at some matters somewhat neglected by Vatican II’s mariology and offering it as “home work” for post-conciliar mariology. In this framework, this essay will not analyze the content of Lumen Gentium’s mariology article by article, but evaluate it comprehensively. May this essay provide a kind of orientation to the reader in having an idea of post-conciliar mariology
Relasionalitas “Aku” dan “Engkau” dalam Masyarakat Indonesia yang Majemuk Sebagai Gambaran dari Relasionalitas Trinitas Gregorius Pasi
Studia Philosophica et Theologica Vol 20 No 2 (2020)
Publisher : Litbang STFT Widya Sasana Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/spet.v20i2.189

Abstract

To the Catholic faithful, the “I” and “You” relationality of Indonesia’s pluralistic society “formulated” in the third principle of Pancasila (Persatuan Indonesia = a unified Indonesia) and in the nation’s motto “Bhineka Tunggal Ika” (Unity in Diversity) can point towards trinitary relationality. Using the critical reading approach to Pancasila and moto Bhineka Tunggal Ika, this study has discovered the four following issues: Firstly, the relationality between “I” and “You” in Indonesian society can point towards the intersubjective relationality of the Trinity. Secondly, the principle of Bhineka Tunggal Ika can point towards the principle of unity in the diversity of the Trinity. Thirdly, the transcendence of “Kami” (We-excluding-You) towards “Kita” (We-including-You) in Indonesian society can point towards the openness of the Trinity to establish unity with humans who are fundamentaly different from God. Fourthly, mutual participation relationality in Indonesian society can point towards the principle of perichoresis of the Trinity.
Marilogiasociale. Il significatodella Vergine per lasocietà Gregorius Pasi
Studia Philosophica et Theologica Vol 21 No 2 (2021)
Publisher : Litbang STFT Widya Sasana Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/spet.v21i2.398

Abstract

On the one hand, Mary is an integral part of living the Catholic faith. On the other hand, social action is an integral part of the mission of the Church. The correlation between the two is less articulated in mariological reflection. Clodovis M. Boff in his book “Marilogia sociale. Il significato della Vergine per la società” proposes “social mariology” as a theological reflection that brings together the figure of Mary and the social mission of the Church. The distinctive contribution of this book is in the formulation of the problematics, epistemological principles and references to the loci theologici of social mariology.
Pergulatan Batin Manusia Di Era Revolusi Industri Keempat (4ir) Gregorius Pasi
Seri Filsafat Teologi Vol. 29 No. 28 (2019)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teknologi tidak bisa terlepas dari manusia. Teknologi dikembangkan dan digunakan oleh manusia. Pada teknologi manusia mengungkapkan kemanusiaannya. Karena itu, pada teknologi, manusia dapat mengenali siapa dirinya. Asal dan alasan bagi munculnya sebuah teknologi (aspek objektif dari teknologi) ditemukan dalam diri manusia yang mengembangkan dan menggunakannya (aspek subjektif dari teknologi). Itulah sebabnya, menurut Paus Benediktus XVI, teknologi tidak pernah hanyalah sekadar teknologi (ada dari dan demi teknologi itu sendiri). Teknologi selalu mengungkapkan siapa manusia dan apa yang hendak digapainya dalam hidup. Teknologi mengekspresikan pergulatan batin manusia.
Peran Keibuan Gereja Dalam Katekese Gregorius Pasi
Seri Filsafat Teologi Vol. 28 No. 27 (2018)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam obrolan biasa, penyematan kata “bunda” pada Gereja tidak selasim pada Maria. Biasanya, frase “bunda Gereja” membawa imajinasi orang beriman Kristiani pertama-tama pada Maria, baru - mungkin - setelah itu kepada Gereja. Mungkinkah hal itu terjadi karena orang kurang menyadari peran keibuan Gereja dalam hidupnya sebagai anggota Gereja? Ketika orang kurang menyadari peran keibuan Gereja, impetus untuk ambil bagian dalam aktivitas-aktivitas khas keibuan Gereja pun menjadi berkurang. Tulisan sederhana ini dimaksudkan untuk memprovokasi pembaca untuk terlibat dalam katekese. Keterlibatan itu hendak dipicu dengan membangkitkan kesadaran bahwa katekese timbul dari hakikat Gereja sebagai bunda yang melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Dalam konteks itu, menjadi anggota Gereja berarti menjadi bunda yang melahirkan dan membesarkan sesama melalui Katekese. Tulisan ini dibuat atas keyakinan bahwa metafor “bunda” pada Gereja memiliki daya imperatif bagi para anggota Gereja untuk mewujudkan fungsi keibuan Gereja melalui katekese. Daya imperatif ini hendak disokong dengan berpaling pada Maria model keibuan bagi Gereja dan sekali ibu bagi para anggota Gereja.
Relevansi Doktrin Trinitas Bagi Kehidupan Bemasyarakat Gregorius Pasi
Seri Filsafat Teologi Vol. 27 No. 26 (2017)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Misteri Tritunggal Mahakudus merupakan inti iman kristiani. Semua orang Kristen dibaptis dalam “nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus” (Mat 28:19). Sebelum dibaptis mereka menyatakan imannya akan Bapa, Putera dan Roh Kudus.1 Mereka tidak dibaptis dalam “nama-nama” (jamak), tetapi dalam nama (tunggal) Bapa, Putra dan Roh Kudus. Mereka mengimani Tritunggal Mahakudus: “ada hanya satu Allah, Bapa yang Mahakuasa dan Putra-Nya yang tunggal dan Roh Kudus”.2 Umat Kristen menyembah Allah Tritunggal Mahakudus. Trinitas menempati posisi sentral dalam Liturgi Gereja. Liturgi Gereja bercorak Trinitaris.
Kerahiman Allah Dalam Doktrin Maria Dikandung Tanpa Noda Gregorius Pasi
Seri Filsafat Teologi Vol. 26 No. 25 (2016)
Publisher : Sekolah Tinggi Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pada 8 Desember 2015, Paus Fransiskus membuka Porta Santa (Pintu Kudus) di Basilika Santo Petrus untuk menandakan pembukaan Tahun Yubileum Kerahiman. Bulla Misericordiae Vultus mendedahkan dua alasan mengapa Paus Fransiskus memilih 8 Desember. Pertama, 8 Desember 2015 merupakan peringatan lima puluh tahun penutupan Konsili Ekumenis Vatikan II dan Paus Fransiskus menempatkan Tahun Yubileum Kerahiman dalam kerangka semangat Konsili Vatikan II.1 Kedua, 8 Desember merupakan hari raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda dan Paus Fransiskus melihat peristiwa marial tersebut sebagai karya kerahiman Allah dalam menanggapi gentingnya dosa manusia.2
Istilah Rosario: Suatu Metafora Pasi, Gregorius
Forum Vol 52 No 2 (2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia dan Filsafat Widya Sasana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35312/forum.v52i2.579

Abstract

Abstract The rosary is a simple but rich form of marian devotion. This article is intended to present one of these riches, namely the term of rosary itself. Therefore, the title of this article is: “The Term of Rosary: A Metaphor”. The focus of this article is to answer the following two questions. First, what is the impact of using the term of rosary on the marian devotees? Second, how can the term of rosary have an impact on the marian devotees? In order to answer these questions, we use the critical analysis and critical dialectic on the elements related to the theme of this research. Through this critical analysis and dialectical analysis we found the following two things: first, metaphor can transforms the marian devotee’s understanding, feelings dan attitudes towards the marian devotion intended by the metaphor the rosary; secondly, for the metaphor to have an impact on marian devotees, they must first realize that the term is a metaphor not only in the broad sense, but also in the strict sense, besides that, the marian devotees must have an experince related to a rose garden (rosarium) or roses (rosa). Abstrak Rosario merupakan suatu bentuk devosi marial yang sederhana namun kaya. Tulisan ini dimaksudkan untuk menampilkan salah satu kekayaan itu, yaitu istilah “rosario” itu sendiri. Karena itu, judul tulisan adalah: “Istilah Rosario: Suatu Metafora”. Fokus tulisan ini adalah menjawab kedua pertanyaan berikut. Pertama, apa dampak penggunaan istilah “rosario” bagi para devosan marial? Kedua, bagaimana supaya istilah rosario itu berdampak pada para devosan marial? Dalam rangka menjawab pertanyaan itu, kami menggunakan metode analisis kritis dan dialektika kritis atas unsur-unsur terkait tema penelitian ini. Melalui analisis kritis dan dialektika itu, kami menemukan kedua hal berikut: pertama, metafora dapat mentransformasi pemahaman, perasaan dan sikap devosan marial terhadap bentuk devosi marial yang dimaksudkan dengan metafora itu; kedua, agar metafora itu berdampak pada para dovosan marial, pertama-tama mereka harus menyadari bahwa istilah itu merupakan suatu metafora, bukan hanya dalam arti luas, tetapi juga dalam arti sempit; selain itu, para devosan marial harus memiliki pengalaman terkait dengan taman mawar (rosarium) atau mawar (rosa). Kata Kunci: Rosario, metafora, devosi marial, Mazmur, transformasi.
TEOLOGI HARAPAN KARL RAHNER DALAM TRADISI NAIK DANGO DAYAK KANAYATN Ranubaya, Fransesco Agnes; Pasi, Gregorius; Endi, Yohanes
Aggiornamento Vol. 5 No. 1 (2024)
Publisher : Aggiornamento

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.69678/aggiornamento511-14

Abstract

Penelitian ini mengeksplorasi kontekstualisasi Teologi Harapan Karl Rahner dalam Tradisi Naik Dango Suku Dayak Kanayatn dengan fokus pada relevansinya bagi umat Gereja Katolik. Latar belakang penelitian mencerminkan keinginan untuk memahami bagaimana konsep teologi harapan Rahner dapat diaplikasikan dan memberikan dampak dalam tradisi keagamaan lokal, khususnya dalam upacara Naik Dango yang merupakan warisan budaya Suku Dayak Kanayatn. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis bagaimana Teologi Harapan Karl Rahner dapat dikontestualkan dalam pelaksanaan Naik Dango, serta mengevaluasi relevansinya bagi umat Gereja Katolik. Metode penelitian melibatkan studi pustaka, observasi partisipatif, dan wawancara dengan tokoh agama dan masyarakat setempat. Kerangka teoretis mengintegrasikan konsep Teologi Harapan Rahner, aspek-aspek kepercayaan dan praktik kebudayaan Suku Dayak Kanayatn, serta pertimbangan teologis dalam konteks Gereja Katolik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Teologi Harapan Rahner dapat memberikan kontribusi positif dalam memahami dan menghormati Tradisi Naik Dango, dengan potensi untuk memperkuat ikatan antara Gereja Katolik dan masyarakat lokal.