Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Teknik Kultur Anther pada Pemuliaan anthurium Winarto, Budi; Rachmawati, Fitri
Jurnal Hortikultura Vol 17, No 2 (2007): Juni 2007
Publisher : Indonesian Center for Horticultural Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Kultur anther merupakan teknik baru yang telah dikembangkan pada beberapa tanaman untuk mendapatkan galur murni melalui produksi tanaman haploid ganda. Keberadaan tanaman ini berpengaruh nyata terhadap perbaikan dan peningkatan efisiensi program pemuliaan dan perbenihan tanaman. Pada anthurium, teknik ini belum pernah dikembangkan dan dilaporkan, sehingga studi awal kultur anther bermanfaat untuk program pemuliaan dan perbenihan tanaman ini. Penelitian bertujuan mengetahui tahap perkembangan spadik, rasio tahap perkembangan mikrospora dan viabilitasnya, mendapatkan teknik isolasi anther dan medium inisiasinya yang potensial untuk kultur anther. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias dan Plant Research International, Wageningen-Belanda dari bulan Juni 2003 hingga Agustus 2005. Anthurium yang digunakan dalam penelitian adalah anthurium andreanum Linden ex André. cv. Amigo, Carnaval, dan Tropical. Pengamatan secara periodik, pengecatan menggunakan DAPI dan FDA, pengembangan 4 teknik isolasi (T-1 s/d T-4), dan seleksi medium inisiasi dilakukan dalam percobaan ini. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 3 kultivar anthurium yang diuji memiliki karakter yang berbeda dalam hal waktu munculnya kepala putik, pemunculan putik tercepat terdapat pada kultivar Amigo, sedangkan waktu muncul serbuk sari relatif sama. Jumlah mikrospora per kotak spora terbanyak ditemukan pada kultivar Carnaval. Rasio tahap perkembangan mikrospora berubah seiring perubahan tahap perkembangan spadik dengan persentase late-uninucleate tertinggi (76%) tercatat saat spadik berada pada masa transisi. Viabilitas mikrospora berkisar antara 40-70% dengan persentase tertinggi (70%) ditunjukkan oleh kultivar Amigo. T-1 merupakan teknik isolasi yang potensial digunakan dalam mengembangkan kultur anther pada anthurium. Medium MMS merupakan medium yang paling potensial digunakan dalam kultur anther anthurium. Kultivar Tropical merupakan kultivar yang potensial digunakan sebagai tanaman model dalam kultur anther anthurium. Hasil-hasil tersebut bermanfaat dalam membuat protokol kultur anther pada anthurium.ABSTRACT. Winarto, B. and F. Rachmawati. 2007. Development of anther culture technique on anthurium. Anther culture is a new technique developed on several plants in obtaining pure line of plant via double haploid plant production. The existence of such plant has significantly increased and improved plant breeding and seed production programs efficiency. In anthurium so far the techniques have not developed and reported yet, therefore this study is important and benefit for the plant in relation with improving the plant breeding and seed production programs. The research objectives were too find out the development stage of spadix, ratio of microspore development stages and their viability, to findout potential isolation technique and initiation medium for anther and/or microspore culture of anthurium. The study was conducted at Tissue Culture Laboratory of Indonesian Ornamental Crop Research Institute and Plant Research International, Wageningen, Netherlands, from June 2003 till August 2005. Anthurium used in the study was anthurium andreanum Linden ex André. cv. Amigo, Carnaval, and Tropical. Periodical observation, DAPI and FDA staining, developing 4 isolation techniques (T-1 to T-4), and selection of initiation media were carried out during this research. Results of this study indicated that 3 anthurium cultivars had different characters with the fastest noticeable time of stigma observed in Amigo, while visible time of pollen was relatively similar. Higher number of microspore was recorded in Carnaval. Ratio of microspore development stages changed gradually dealing with alteration of spadix growth and high percentage of late-uninucleate stage (76%) was observed on spadix in transition stage of its growth that was characterized with color alteration area of scale like corola. Microspore viability was between 40-70% with the highest percentage (70%) obtained by Amigo. T-1 was a prospective technique developed for anthurium anther culture, while MMS was a potential initiation medium for the technique. Anthurium cv. Tropical was potentially used as a plant model for anther culture of anthurium. Results of this study can give benefit in establishing anther culture protocol for anthurium.
RUMAH SAKIT UMUM KELAS C DI KABUPATEN WONOSOBO Rachmawati, Fitri; Supriyadi, Bambang; Werdiningsih, Hermin
IMAJI Vol 1, No 3 (2012): IMAJI
Publisher : IMAJI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2115.12 KB)

Abstract

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, yang dalam hal pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan terutama Rumah Sakit (RS) sebagai sebuah sarana rujukan pelayanan kesehatan tertinggi dalam wilayah Kabupaten memiliki jumlah yang masih terbatas yaitu, 2 Rumah Sakit Umum dan 1 Rumah Sakit Khusus. Hal ini berbanding terbalik dengan angka derajat kesehatan terutama angka Morbiditas (kesakitan) dan status gizi yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Selain itu Kabupaten Wonosobo juga merupakan daerah rawan bencana yang berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1357/Menkes/SK/XII/2001, disebutkan bahwa untuk standar minimal pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana dalam keadaan darurat akan terjadi perubahan angka kematian dari biasanya. Untuk itu ditentukan tolak ukur 1 RS untuk 200.000 orang. Melihat permasalahan diatas, maka peluang untuk mendirikan Rumah Sakit di Kabupaten Wonosobo masih terbuka lebar, karena masih terbatasnya sarana pelayanan kesehatan berupa Rumah Sakit.Kajian diawali dengan mempelajari pengertian dan hal-hal mendasar mengenai Rumah Sakit Umum Kelas C, standar-standar mengenai sarana dan prasarana Rumah Sakit Umum Kelas C , studi banding beberapa Rumah Sakit Umum Kelas C yang setara, baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Tapak yang dipilih adalah tapak yang sesuai dengan RUTR Perkotaan Wonosobo yang memiliki potensi baik secara aksesibilitas, kedekatan dengan sasaran masyarakat maupun ketersediaan lahan untuk pengembangan.Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai konsep perancangan dengan penekanan desain Arsitektur Modern.Kemudian juga dibahas mengenai tata massa dan ruang bangunan, penampilan bangunan, struktur, serta utilitas yang dipakai dalam perancangan “Rumah Sakit Umum Kelas C Di Kabupaten Wonosobo”.Dalam menciptakan citra dan karakter Rumah Sakit UmumKelas C Di Kabupaten Wonosobo dilakukan dengan pendekatan Arsitektur Modern yang mengikuti teori Form Follows Function. Penekanan desain Arsitektur Modern akan diterapkan pada desain bangunan yang menonjolkan bentuk geometris namun tidak sepenuhnya simetris. Hal ini untuk menghindari adanya permukaan bangunan yang panjang dan memberi kesan membosankan. Untuk bangunan Rumah Sakit sendiri, dirancang dengan konsep massa bangunan berbentuk U karena akan meningkatkan nilai-nilai efisiensi, fleksebilitas, dan efektifitas dengan memperpendek jarak jangkauan personal tenaga medis dan staff dengan pasien.
Effects of explants and culture medium compositions on quality of chrysanthemum ‘Jayanti Agrihorti’ rooted cuttings Shintiavira, Herni; Pramanik, Dewi; Daniyanti, Ratna Dewi; Pertiwi, Miranti Dian; Rachmawati, Fitri
Jurnal Ilmu Pertanian Vol 9, No 2 (2024): August
Publisher : Faculty of Agriculture, Universitas Gadjah Mada jointly with PISPI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/ipas.95898

Abstract

'Jayanti Agrihorti' is a superior chrysanthemum therefore rooted cuttings quality is required. In vitro propagation increases the rate of propagation and produces true-to-type plants. The research to obtain the best explants and culture medium composition that is capable of producing high-quality plants.  The research was arranged in a randomized complete block design consisting of two factors. The first factor was the explant, including the apical shoot of 0.5 cm, 1.0 cm, and the nodal segment. The second factor was in vitro culture medium composition (CP), consisting of  CP1 (Murashige and Skoog (MS) medium for initiation, followed by MS + 2.5 mg.L⁻¹ gibberellic acid (GA₃) for subculture), CP2 (MS + 0.25 mg.L⁻¹ benzyl amino purine (BAP) for initiation, followed by MS for subculture), CP3 (MS + 0.25 mg.L⁻¹ BAP for initiation, followed by MS + 2.5 mg.L⁻¹ GA₃ for subculture), and CP4 (MS + 0.5 mg.L⁻¹ BAP for initiation, followed by MS + 0.25 mg.L⁻¹ BAP for subculture). Acclimatization was performed after third subculture. The apical shoot size of 0.5−1.0 cm is optimum for producing chrysanthemum-rooted cuttings. Meanwhile, MS medium for initiation stage, followed by MS + 2.5 mg.L⁻¹ GA₃ for subculture is the best culture medium composition for in vitro propagation. This explant and culture medium composition produced higher chlorophyll a, b, and a+b content, thereby resulting in higher plant, more leaves, larger stem diameter, and longer root length. This are recommended for chrysanthemum propagation, particularly in 'Jayanti Agrihorti'.
Factors Influencing The Duration Of Illness to Mortality In Confirmed COVID-19 Patients Admitted to Hospitals Across Riau Province Rachmawati, Fitri; Adisasmita, Asri. C.
Indonesian Health Journal (IHJ) Vol. 2 No. 3 (2023): Indonesian Health Journal
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/ihj.v2i3.161

Abstract

This study aims to look at the factors associated with the length of illness to death in COVID-19 patients being treated in hospitals throughout Riau Province. Researchers used secondary data sourced from data from the Online Hospital at the Riau Provincial Health Office. The overall cumulative survival probability for dying was 6.2%, with an overall median survival time of 20 days (IQR: 17-22). The lowest median survival time is the initial saturation value variable, which is 4 days (IQR: 2-5), the use of a respirator is 5 days (IQR: 3-6), and ICU care is 8 days (95% CI: 8-9) ). The final results of multivariate analysis showed that old age had a 1.7 times risk of experiencing death HR 1.747 (95% CI: 1.386-2.202), a low initial saturation value had a 1.6 times risk of experiencing death HR 1.627 (95% CI: 1.155-2.292), care units in the ICU have a 1.9 times risk of dying with HR 1.911 (95% CI: 1.439-2.538) and patients who use respirators have a 1.4 times risk of dying with HR values 1.463 (95% CI: 1.051-2.037). Improvement and readiness of referral health facilities in Riau Province is something that deserves attention as a preventive effort in facing the possibility of the next emerging disease.