Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

JURNALISME ADVOKATIF; SOLUSI PEMBERITAAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL Fariza Yuniar Rakhmawati
An-Nida : Jurnal Komunikasi Islam Vol 7, No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Dakwah dan Komunikasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34001/an.v7i1.287

Abstract

Kasus kekerasan seksual yang terjadi pada usia anak mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun terakhir. Pemberitaan mengenai kekerasan seksual yang menimpa anak mengalami peningkatan seiring tingginya jumlah kasus yang terjadi. Namun, seringkali pemberitaan kekerasan seksual anak dilakukan tanpa mempertimbangkan kemungkinan anak menjadi korban secara berulang-ulang. Anak yang telah menjadi korban kekerasan seksual kemudian menjadi korban pemberitaan. Jurnalisme advokatif menjadi solusi pemberitaan anak korban kekerasan seksual. Jurnalisme advokatif merupakan kegiatan jurnalistik berdasar pembelaan untuk mendukung perjuangan pihak-pihak yang dilemahkan sehingga menuntut aktivis menjalankan dukungan berdasarkan subjektivitas. Jurnalis menjadi representasi kepentingan spesifik publik dan dimotivasi oleh ketidakadilan dalam masyarakat. Aktivitas pengumpulan dan penyebaran fakta dalam bentuk berita dilakukan seorang jurnalis berdasarkan keberpihakannya pada korban. Pemberitaan dalam jurnalisme advokatif dilakukan secara empatik, bukan hanya mencerahkan namun juga memberi motivasi yang menjadi bagian dari strategi advokasi. Kata kunci: jurnalisme, advokat, seksual In many years later, the sexual abuse cases of children increased rapidly. The news release of sexual abuse increased along with the high number of the happened cases. However, the news release of children sexual abuse frequency is conducted without considering the possibility of being victims repeatedly. The children who have became the victims of the sexual abuses, finally they become the news.Advocated journalism is the solution of this. Advocated journalism is a journalistic activity based on role to support the people??s struggles which are weakened. This condition demands activists who can support based on subjectivity. Journalist becomes the representation of public specific interest. He is also motivated by injustice in society. The activity of collecting and distributing the facts in news form is conducted by journalist based on taking side to the victim. The news release in advocated journalism is conducted by empathy. It is not only to clear the news release but also to give the motivation. That is a part of advocacy strategy. Keywords: journalism, advocate, sexual
Self Disclosure dalam Taaruf Pranikah Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fariza Yuniar Rakhmawati
Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi Vol 2, No 1 (2013): January 2013
Publisher : Master of Communication Science Program, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (544.046 KB) | DOI: 10.14710/interaksi.2.1.11-21

Abstract

AbstractReality in Indonesia indicate the courtship activity leads to free sex. Thus emerged as an alternative solution premarital taaruf. Member of Partai Keadilan Sejahtera (PKS) taaruf premarital apply to exchange information about each self (self-disclosure) is unique because it is restricted Islamic association rules. This study aims to understand the meaning and process of self-disclosure (self-disclosure) in premarital taaruf PKS members.The study was conducted using a phenomenological method that scientists can clearly describe the meaning of the participants self-disclosure in premarital taaruf. Participants were selected by purposive sam- pling to represent the phenomenon. Construction of the deeper meaning of the participants revealed through in-depth interviews and literature. Data were analyzed with phenomenological analysis of data from a modi- fied van Kaam. Based on the research and analysis of PKS cadres known that interpretation of the prenuptial taaruf is the process of introducing open before marriage according to Islamic law. Motive namely as a means of self-disclosure on the grounds of religiosity and high confidence in the Unit Keluarga Sejahtera(UKS) as facilitation taaruf PKS, which is related to the group cohesiveness.Keywords: self disclosure, premarital taaruf, phenomenology AbstraksiRealita di masyarakat Indonesia mengindikasikan aktivitas berpacaran mengarahkan pada perilaku seks bebas. Maka mengemuka taaruf pranikah sebagai solusi alternatif. Kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menerapkan taaruf pranikah dengan saling menukar informasi mengenai diri masing- masing (self dis- closure) yang bersifat unik karena dibatasi aturan pergaulan Islam. Penelitian ini bertujuan untuk memahami pemaknaan dan proses self disclosure (pengungkapan diri) dalam taaruf pranikah kader PKS.Penelitian dilakukan menggunakan metode fenomenologi agar peneliti dapat menggambarkan secara jelas pemaknaan partisipan mengenai self disclosure dalam taaruf pranikah. Partisipan dipilih dengan sam- pling purposive untuk merepresentasikan fenomena. Konstruksi makna mendalam dari partisipan diungkap- kan melalui wawancara mendalam dan studi pustaka. Data dianalisis dengan analisis data fenomenologi dari Van Kaam yang telah dimodifikasi. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis diketahui bahwa pemaknaan kader PKS mengenai taaruf pranikah adalah proses pengenalan terbuka sebelum pernikahan yang sesuai dengan syariat Islam. Motifnya yakni sebagai sarana self disclosure dengan alasan religiusitas dan keper- cayaan tinggi pada Unit Keluarga Sejahtera (UKS) sebagai fasilitasi taaruf PKS, yang berkaitan dengan kohesivitas kelompok. Kata Kunci: self disclosure, taaruf pranikah, fenomenologi 
Komunikasi Ibu Bekerja dalam Membangun Kelekatan dengan Anak Rakhmawati, Fariza Yuniar
Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication Vol 2, No 2 (2021): Tuturlogi: Journal of Southeast Asian Communication
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.tuturlogi.2021.002.02.1

Abstract

Ibu bekerja menghadapi risiko kurangnya kelekatan dengan anak. Komunikasi yang berlangsung secara positif antara ibu bekerja dengan anak dapat menjadi faktor yang membantu membangun kelekatan dan hubungan yang berkualitas. Hasil studi sebelumnya menunjukkan hanya sebagian kecil ibu bekerja yang merasa puas dengan aktivitas pengasuhan yang dilakukan pada anak dengan kondisi tekanan pekerjaan dan keterbatasan waktu bersama anak. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengkaji komunikasi pengasuhan anak yang dilakukan ibu bekerja. Penelitian dilakukan melalui pengumpulan data wawancara mendalam dengan skala semi terstruktur pada enam ibu bekerja dalam beragam bidang pekerjaan. Hasil riset menunjukkan ibu bekerja memberi kompensasi ketidakhadiran dengan berupaya mengembangkan empati atas anak, mendengarkan anak, membangun percakapan intensif dan aktivitas kebersamaan dengan anak dalam keseharian. Ibu bekerja berupaya memanfaatkan waktu untuk memenuhi kebutuhan untuk hadir, mendengarkan dan memahami keluh kesah anak. Empati mendorong ibu bekerja memandang sesuatu dari perspektif dan perasaan anak, sehingga memudahkan pemahaman atas perilaku anak. Interaksi harian yang berpola antara ibu bekerja dengan anak menjadi komunikasi ritual yang mengembangkan hubungan. Namun di sisi lain kelelahan akibat pekerjaan membuat ibu terkadang bersikap emosional dan melakukan kekerasan terhadap anak berupa pengabaian, berkomunikasi secara kasar bahkan menggunakan kekerasan fisik. Limitasi penelitian ini adalah berfokus pada bentuk komunikasi ibu bekerja pada anak, tanpa bermaksud mengabaikan peran ayah dalam pengasuhan anak.
RADIKALISME DI MEDIA SOSIAL: PENYEBUTAN DAN KONTEKS SOSIAL PENGGUNAANNYA Wahid, Abdul; Destitry, Nia Ashton; Rakhmawati, Fariza Yuniar
Jurnal InterAct Vol. 9 No. 1 (2020): Jurnal InterAct
Publisher : School of Communication - Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/interact.v9i1.1711

Abstract

Radicalism is often only placed face to face between radical groups versus the state. In fact, radicalism is not only born because of the contradiction between the two but involves the mediation of ideas through social media. This paper seeks how the discourse of radicalism on social media by content analysis method on social media during August-September 2018. This study reveals that radicalism on social media is not only related to religious issues. Some of the other issues attributed to radicalism are about elections, politics, government, criminality, and other social issues. The various contexts of the radicalism talks often do not refer to major events, but radicalism is associated with other contexts unrelated to the main event as a reference. This shows how social media is becoming an intermediary for biased "radicalism" discourse.
Pelatihan Public Speaking untuk Meningkatkan Kemampuan Mengekspresikan Gagasan sebagai Aktualisasi Diri Siswa SMA di Kota Malang Nia Ashton Destrity; Nilam Wardasari; Fariza Yuniar Rakhmawati; Nisa Alfira
Society : Jurnal Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat Vol. 5 No. 1 (2024): Vol.5 No.1, October 2024
Publisher : Universitas Dinamika

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37802/society.v5i1.752

Abstract

Siswa Sekolah Menengah Atas mengalami kesulitan dalam mengekspresikan gagasan dan juga memiliki ketakutan berbicara di depan publik. Padahal, siswa sekolah menengah memiliki keinginan untuk mengekspresikan pemikiran dan gagasan mereka, namun di sisi lain mereka juga memiliki ketakutan untuk menyampaikannya di depan orang banyak. Selain itu, kurikulum belum menawarkan secara spesifik pembelajaran yang secara spesifik mengajarkan serta mempersiapkan soft skill siswa dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan public speaking. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, dan sikap mengenai pentingnya memiliki kemampuan dan keterampilan berbicara di depan publik; meningkatkan kemampuan mengekspresikan gagasan sebagai bentuk aktualisasi diri; meningkatkan pengetahuan, sikap, kemampuan, dan keterampilan public speaking; serta melatih dan meningkatkan kepercayaan diri siswa yang berkontribusi terhadap kualitas diri dan profesional siswa. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan tersebut, tim merumuskan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa pelatihan public speaking melalui kerja sama dengan Ganesha Public Speaking. Kegiatan pelatihan public speaking ini dihadiri dan diikuti oleh 22 siswa Sekolah Menengah Atas dan sederajat di wilayah Malang. Peserta diberikan pemahaman mengenai pentingnya memiliki keterampilan public speaking, cara untuk meningkatkan kepercayaan diri dalam berbicara di depan publik, cara berlatih public speaking dengan efektif, dan etika dalam public speaking. Selain itu, pada pelatihan ini, peserta diajak untuk banyak berlatih menyampaikan dan mengekspresikan gagasan mereka di depan para peserta lainnya.
Pengaruh Literasi Digital terhadap Literasi Kesehatan Digital Tenaga Kesehatan di Indonesia Destrity, Nia Ashton; Rakhmawati, Fariza Yuniar; Alfira, Nisa
KOMUNIKATIF : Jurnal Ilmiah Komunikasi Vol. 14 No. 1 (2025): Komunikatif : Jurnal Ilmiah Komunikasi
Publisher : Fakultas Ilmu Komunikasi UKWMS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33508/jk.v14i1.6040

Abstract

The advancement of information and communication technology requires healthcare professionals to have strong digital competencies in consuming, acting upon, and producing digital health information. In Indonesia, some social media content created by healthcare professionals has been deemed unethical or unwise, highlighting the importance of digital literacy in this sector. Although studies on digital literacy and digital health literacy exist, research specifically focusing on Indonesian healthcare professionals is still limited. This study aims to analyze the influence of digital literacy on digital health literacy among healthcare professionals. Using a survey method, an online questionnaire was distributed to 387 respondents. The findings indicate that respondents’ levels of digital literacy and digital health literacy are moderate. While respondents generally perceive themselves as proficient in technical digital skills, they report lower confidence in broader digital competencies such as sharing opinions, participating in online activities, and protecting themselves from internet-related risks. Although they demonstrate stronger operational skills, they encounter challenges in navigating digital health information, evaluating the reliability of information, safeguarding personal privacy, and adding self-generated content. These results confirm that digital literacy significantly influences digital health literacy, emphasizing the need for healthcare professionals to develop comprehensive digital skills. Strong digital capabilities are essential for engaging effectively with digital health information and establishing credibility as sources on social media. The study underscores the urgent need to enhance digital capacity, particularly in device security, information navigation, content creation, digital participation, and protection from privacy breaches and other online risks. ABSTRAK Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menuntut tenaga kesehatan untuk memiliki kompetensi digital dan keterampilan dalam mengonsumsi, mengambil tindakan atas, serta memproduksi informasi kesehatan digital. Beberapa tahun terakhir, terdapat sejumlah konten media sosial oleh tenaga kesehatan di Indonesia yang dinilai kurang etis dan bijak. Sejumlah studi mengenai literasi digital dan literasi kesehatan digital telah dilakukan. Namun, di Indonesia masih terbatas studi mengenai literasi digital dan literasi kesehatan digital tenaga kesehatan. Riset ini ditujukan untuk menguji dan menganalisis pengaruh literasi digital terhadap literasi kesehatan digital pada tenaga kesehatan. Metode survei dilakukan melalui kuesioner daring kepada 387 tenaga kesehatan. Hasil riset menunjukkan bahwa secara umum, literasi digital dan literasi kesehatan digital responden berada pada tingkat moderat. Responden cenderung menilai diri mereka lebih memiliki keterampilan teknis digital dibandingkan kompetensi digital yang mencakup berbagi opini, berpartisipasi, dan perlindungan dari risiko penggunaan internet. Responden lebih unggul dalam keterampilan operasional, namun menghadapi tantangan dalam menavigasi, mengevaluasi reliabilitas, melindungi privasi, dan menambahkan konten yang telah diproduksi sendiri. Temuan ini menegaskan bahwa literasi digital memiliki pengaruh signifikan terhadap literasi kesehatan digital, menunjukkan bahwa kemampuan digital yang baik menjadi elemen penting bagi tenaga kesehatan untuk mendukung keterlibatan mereka memanfaatkan internet dalam konteks kesehatan serta partisipasi aktif sebagai sumber informasi di media sosial. Studi ini memperkuat urgensi peningkatan kapasitas digital terutama terkait keamanan perangkat digital, navigasi dan produksi pesan, partisipasi dalam aktivitas digital, dan perlindungan privasi serta risiko lain dari penggunaan internet.