Nana Supriana
Departemen Radioterapi RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Revolusi Teknik Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring Aurika Sinambela; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 9, No 1 (2018): Volume 9 No.1 Januari 2018
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (994.715 KB) | DOI: 10.32532/jori.v9i1.71

Abstract

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah keganasan yang berasal dari sel epitel nasofaring. Laju insidens paling tinggi ada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.Perkembangan terapi radiasi menjadi revolusi tatalaksana KNF.Dalam beberapa dekade terakhir, akumulasi pengetahuan mengenai radiobiologi dan penentuan volume target, serta modalitas radiodiagnostik yang semakin maju memungkinkan revolusi teknik radiasi KNF.Peningkatan signifikan sintasan dan pengurangan toksisitas yang fatal pada terapi radiasi pasien KNF dapat dicapai setelah revolusi teknik radiasi dari era 2DRT, 3DCRT, hingga IMRT.
Perbandingan Protokol Terapi Radiasi pada Glioblastoma Multiforme Febryono Basuki Raharjo; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 1 (2017): Volume 8 No.1 Januari 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1356.484 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i1.61

Abstract

Peran radioterapi dalam penatalaksanaan Glioblastoma Multiforme (GBM) terus berkembang, mulai dari teknik Whole Brain Radiotherapy (WBRT), 3D-Conformal Radiotherapy (3D-CRT) hingga teknik Intensity Modulated Radiotherapy (IMRT). Perkembangan teknologi radiodiagnostik CT-scan dan MRI juga berkontribusi besar dalam peningkatan akurasi dalam lokalisasi gross tumor. Seiring peningkatan teknologi tersebut, penentuan volume target radiasi menjadi hal yang terus menjadi perdebatan dan terdapat beberapa perbedaan panduan protokol delineasi. Dalam tinjauan pustaka ini, kami akan membandingkan serta mempelajari kelemahan dan keuntungan dari berbagai protokol delineasi yang ada.
Angiofibroma Nasofaring Juvenil Hezron K Ginting; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 9, No 1 (2018): Volume 9 No.1 Januari 2018
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.447 KB) | DOI: 10.32532/jori.v9i1.73

Abstract

Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma merupakan tumor jinak kepala leher langka pada remaja laki-laki namun mempunyai risiko invasi yang tinggi karena sifatnya yang agresif dan merusak tulang - tulang tengkorak. Pembedahan masih merupakan terapi utama untuk kasus ini. Terapi lain yang dapat diberikan meliputi tatalaksana hormonal, embolisasi dan radiasi. Radiasi memiliki peran pada kasus Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma lanjut di mana tidak dapat dilakukan operasi atau operasi yang dilakukan tidak dapat mengangkat tumor secara keseluruhan.
Radioterapi pada Tatalaksana Tumor Wilms Tirawan Sutedja; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 2 (2017): Volume 8 No.2 Juli 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1162.147 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i2.67

Abstract

Wilms’ tumor atau nefroblastoma merupakan keganasan ginjal tersering pada anak. Insidensinya mencapai 6% dari seluruh kasus keganasan pada anak. Gejala klinis pada mayoritas kasus Wilms’ tumor berupa asimtompatik massa pada abdomen, namun 20-30 persen dari kasus memberikan gejala nyeri abdomen, malaise, atau hematuria mikroskopik ataupun makroskopik. Gambaran umum dari Wilms’ tumor adalah adanya pseudocapsule yang mengelilingi tumor. Modalitas terapi untuk Wilms’ tumor adalah pembedahan, kemoterapi, dan terapi radiasi. Pembedahan merupakan tatalaksana terpenting dan prosedur operasi yang dijalankan dengan akurat dapat menentukan staging Wilms’ tumor dengan tepat serta rencana tatalaksana selanjutnya. Kemoterapi merupakan terapi ajuvan utama pasca radiasi ataupun terapi preoperatif. Radiasi eksterna merupakan terapi ajuvan pada Wilms’ tumor dengan stadium lanjut. Gabungan kemoterapi dan radiasi eksterna memberikan hasil yang lebih baik. Namun demikian patut diperhatikan efek samping kombinasi kedua modalitas terapi tersebut. Mengingat toksisitas jangka panjang, peran radiasi eksterna masih terbatas dan hanya  diberikan dengan dosis yang relatif rendah.
Tatalaksana Tumor Wilms Sugandi Hartanto; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 5, No 2 (2014): Volume 5 No.2 Juli 2014
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1139.022 KB) | DOI: 10.32532/jori.v5i2.25

Abstract

Penelitian menunjukkan tumor Wilms menyerang semua ras dengan prevalensi 7,8 juta anak/tahun dengan usia kurang dari 15 tahun. Satu persen dari tumor Wilms bersifat familial dan diturunkan secara dominan autosomal. Onkogen tumor Wilms terletak pada garis p13 kromosom 11. Penghapusan (delesi) yang melibatkan salah satu dari minimal dua lokus kromosom 11 telah ditemukan dalam sel dari lebih kurang 33% tumor Wilms. Kemajuan pengobatan beberapa modalitas dalam pengobatan kanker telah secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pasien dengan tumor Wilms. Saat ini tingkat ke-langsungan hidup 8 tahun untuk sebagian besar pasien yang memiliki tumor Wilms dengan histologi baik (favorable) adalah 80-98%. Pengobatan tumor Wilms biasanya men-cakup nefrektomi dan berbagai kombinasi obat kemoterapi (vincristine, dactinomycin, doxo-rubicin, cyclophosphamide, dan etoposid) dengan atau tanpa radioterapi tergantung pada histologi dan stadium tumor.
Keganasan Primer Vagina Anak Agung Sagung Ari Lestari; Nana Supriana
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 8, No 1 (2017): Volume 8 No.1 Januari 2017
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1064.571 KB) | DOI: 10.32532/jori.v8i1.59

Abstract

Keganasan primer vagina adalah keganasan yang jarang ditemukan, berkisar 1-2% dari seluruh keganasan ginekologi. Keganasan primer vagina sebagian besar berupa karsinoma sel skuamosa yang erat berhubungan dengan adanya infeksi Human Papillomavirus (HPV). Radioterapi memegang peranan penting dalam tatalaksana keganasan vagina dengan mengkombinasikan radiasi eksterna dengan brakiterapi. Operasi memiliki peran yang sangat sedikit pada kasus ini karena letak anatomis vagina yang sangat dekat dengan kandung kencing dan rektum. Kemoradiasi masih diperdebatkan penggunaannya dalam terapi keganasan vagina.