Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP AMPIKALE DALAM ‎ SISTEM KEWARISAN MASYARAKAT BUGIS ‎ Ira Hasnita; Asni Zubair
AL-SYAKHSHIYYAH Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan Vol 1, No 2 (2019): Aktualisasi Nilai Hukum Keluarga Islam dan Kemanusiaan di Era Disruptif
Publisher : IAIN BONE

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.467 KB) | DOI: 10.35673/as-hki.v1i2.476

Abstract

AbstractThis study discusses the position of ampikale assets in the Bugis Society‎ inheritance system. Field research methods with this qualitative data analysis aimed to determine the implementation system and legal position of the ampikale property located in Cina sub-district, Bone district.This research found that the ampikale distribution system was not divided like the Islamic inheritance legal system. In the Bugis tradition, ampikale property is kept until the time of inheritance. Ampikale assets are usually owned and kept by someone who is funding or paying for the care of the testator until his death. While the Islamic inheritance legal system, the inheritance (Tirkah) was first incurred the cost of care of the testator before being designated as an inheritance (Mauruts). In the perspective of Islamic law, ampikale may be done as long as its implementation is not contrary to Islamic law.Keywords: Ampikale; Bugis Society; Inheritance.AbstrakPenelitian ini membahas tentang kedudukan harta ampikale dalam sistem kewarisan masyarakat bugis. Metode penelitian lapangan dengan sifat analisis data kualitatif ini, bertujuan untuk mengetahui sistem pelaksanaan dan kedudukan hukum harta ampikale yang berlokasi di kecamatan Cina kabupaten Bone.Penelitian ini menemukan bahwa sistem pembagian ampikale tidak dibagi seperti halnya sistem hukum kewarisan Islam. Dalam tradisi masyarakat Bugis, harta ampikale disimpan sampai pada waktu pembagian warisan. Harta ampikale lazimnya dimiliki dan disimpan oleh orang yang mengongkosi atau membiayai perawatan pewaris hingga meninggal dunia. Sedangkan sistem hukum kewarisan Islam, harta peninggalan (Tirkah) terlebih dahulu dikeluarkan biaya perawatan pewaris sebelum ditetapkan sebagai harta warisan (Mauruts). Dalam pandangan hukum Islam, ampikale boleh saja dilakukan selama dalam pelaksanaannya tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam.Kata Kunci: Ampikale; Kewarisan; Masyarakat Bugis.
Analisis Yuridis Empiris Pencatatan Nikah Siri Pasangan Di Bawah Umur A. Rahmaniar; Irfan Amir; Ismail Keri; Ilmiyati Ilmiyati; Asni Zubair; Rosita Rosita
-
Publisher : IAIN Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/clr.v1i2.3995

Abstract

Secara yuridis normatif, perkawinan dibawah umur dilarang. Perkawinan yang diizinkan oleh negara adalah bagi mereka pasangan calon yang telah memenuhi syarat usia minimal 19 tahun. Akan tetapi, negara tetap membuka peluang terjadinya perkawinan dibawah umur, yakni melalui pengajuan dispensasi kawin pengadilan dengan syarat “alasan mendesak”.  Akan tetapi, fakta empris di Kecamatan Cenrana, masih terdapat temuan kasus dimana pasangan calon yang menikah tergolong dalam klasifikasi perkawinan dibawah umur dan dilangsungkan secara siri/dibawah tangan tanpa melibatkan KUA. Pasangan calon yang menikah dibawah umur dan dilangsungkan secara siri pada dasarnya telah menyampaikan ke KUA untuk dicatatkan perkawinannya, namun ditolak oleh KUA dengan alasan belum cukup umur. Pasangan ini, jika tetap akan melangsungkan perkawinan, agar sah menurut agama dan diakui oleh negara, KUA memberikan nasihat dan mengarahkan untuk terlebih dahulu mengajukan dispensasi kawin di pengadilan agama. Namun, jarak tempuh antara Kec. Cenrana dengan Pengadilan cukup jauh dan didukung oleh persepsi masyakat yang memandang pengurusan dispensasi kawin di pengadilan ribet dan berbelit-belit, Keluarga kedua mempelai beserta pasangan calon, lebih memilih untuk melangsungkan perkawinan secara siri dan menunda penerbitan buku nikah