Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM RITUAL MADDOJA BINE PADA KOMUNITAS MASYARAKAT BUGIS DI SULAWESI SELATAN Sarifa Suhra; Rosita Rosita
Al-Qalam Vol 26, No 2 (2020)
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31969/alq.v26i2.883

Abstract

Penelitian ini berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual maddoja bine pada komunitas petani Bugis di Sulawesi Selatan. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan Sumber data dari informan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa maddoja bine adalah ritual leluhur yang dipegang teguh oleh masyarakat Bugis yang berprofesi petani.  Maddoja bine secara sederhana dapat dipahami sebagai sebuah aktivitas menjaga bibit padi semalam suntuk sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang pada bibit padi yang esok hari akan ditebar di persemaian. Inti ritual ini adalah do’a berupa permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bibit padi tersebut selamat sejak ditebar dipersemaian hingga di panen. Hal menarik dalam ritual ini adalah dituturkannya sureq I Lagaligo dalam epos Meong Mpalo Karellae di dalam kisah tersebut sarat dengan nilai kebaikan yang sejalan dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Nilai-nilai pendidikan Islam dalam ritual maddoja bine mencakup nilai aqidah, nilai ibadah dan nilai akhlak. Nilai akhlak lebih menonjol dibanding nilai lainnya. Seperti; adanya persatuan, silaturrahim, gotong-royong, kepedulian kepada sesama dan kepedulian terhadap lingkungan hidup sebagai tertulis dalam kisah Miong Mpalo Karellae yang dituturkan oleh passure’ berbunyi: Nonnokko matu talao sappa pangampe madeceng bara engka talolongeng situju-tuju nawanawanna, Ininnawa mapatae, sabbara mappesonae, masempo toi dalle’na makkunrai namamase, temasookka ukka timu, orowane mapata, misseng duppai bisesa, paenre sangiang seri, teppogau gau ceko. Dalam kisah tersebut ada 8 nilai yang harus dimiliki yakni; sederhana, pemurah, sabar, tawakkal, penyayang, sopan berbicara, menghormati tamu, memuliakan padi, dan jujur.
Affirmative Action Terhadap Perempuan dalam Bidang Politik; Sebuah Tinjauan di Negara Hukum Pancasila Ayu Annisa Akmaliyah; Irfan Amir; Ismail Keri; Rosita Rosita
-
Publisher : IAIN Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/clr.v1i2.3972

Abstract

Penelitian ini menganalisis terkait kebijakan affirmative action terhadap perempuan dalam bidang politik. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami konsep dan urgensi terkait affirmative action terhadap perempuan di Indonesia.Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan affirmative action di Indonesia dimulai pasca ratifikasi konvensi CEDAW yang menuntut untuk dibuatkannya peraturan perundang-undangan terkait penghapusan deskriminasi terhadap perempuan. Implikasinya, khususnya dalam bidang politik, affirmative action diakomodir dalam Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik yang mengatur kuota 30% keterlibatan perempuan dan menegaskan penerapan zipper system dalam pemilu 2009. Namun dalam perkembangannya, zipper system diputus inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi karena melanggar hak konstitusional warga dan menetapkan keterpilihan calon anggota legislatif didasarkan pada suara terbanyak.
Analisis Yuridis Empiris Pencatatan Nikah Siri Pasangan Di Bawah Umur A. Rahmaniar; Irfan Amir; Ismail Keri; Ilmiyati Ilmiyati; Asni Zubair; Rosita Rosita
-
Publisher : IAIN Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/clr.v1i2.3995

Abstract

Secara yuridis normatif, perkawinan dibawah umur dilarang. Perkawinan yang diizinkan oleh negara adalah bagi mereka pasangan calon yang telah memenuhi syarat usia minimal 19 tahun. Akan tetapi, negara tetap membuka peluang terjadinya perkawinan dibawah umur, yakni melalui pengajuan dispensasi kawin pengadilan dengan syarat “alasan mendesak”.  Akan tetapi, fakta empris di Kecamatan Cenrana, masih terdapat temuan kasus dimana pasangan calon yang menikah tergolong dalam klasifikasi perkawinan dibawah umur dan dilangsungkan secara siri/dibawah tangan tanpa melibatkan KUA. Pasangan calon yang menikah dibawah umur dan dilangsungkan secara siri pada dasarnya telah menyampaikan ke KUA untuk dicatatkan perkawinannya, namun ditolak oleh KUA dengan alasan belum cukup umur. Pasangan ini, jika tetap akan melangsungkan perkawinan, agar sah menurut agama dan diakui oleh negara, KUA memberikan nasihat dan mengarahkan untuk terlebih dahulu mengajukan dispensasi kawin di pengadilan agama. Namun, jarak tempuh antara Kec. Cenrana dengan Pengadilan cukup jauh dan didukung oleh persepsi masyakat yang memandang pengurusan dispensasi kawin di pengadilan ribet dan berbelit-belit, Keluarga kedua mempelai beserta pasangan calon, lebih memilih untuk melangsungkan perkawinan secara siri dan menunda penerbitan buku nikah
Urgensi Sertifikasi Halal dan Pencantuman Label Halal Terhadap Produk Usaha Mikro Kecil dan Menengah A Sartika G; Irfan Amir; Satriadi Satriadi; Rosita Rosita; ilmiyati Ilmiyati
-
Publisher : IAIN Bone

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30863/clr.v1i2.4002

Abstract

Penelitian ini bertujuan menganalisa urgensi sertifikasi halal dan pencantuman Label Halal pada Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah. Penelitian ini dianalisis menggunakan pendekatan yuridis normatif. Data dikumpulkan melalui metode inventarisasi terhadap data primer, data sekunder dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan Dari hasil kajian, didapatkan bahwa sertifikasi halal itu merupakan kewajiban bagi semua pelaku usaha, termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikasi halal, wajib mencantumkan label halal pada produknya. Namun terdapat pengecualian. Pelaku usaha yang memperoduksi produk yang bersumber dari bahan yang diharamkan berdasarkan syariat Islam, tidak diwajibkan. Akan tetapi konsekuensi logisnya, para pelaku usaha ini berkewajiban untuk mencantumkan keterangan tidak halal pada produknya.