Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

KERAGAMAN MORFOLOGI UDANG PAMA ( Penaeus semisulcatus ) DARI PERAIRAN SULAWESI SELATAN DAN SULAWESI TENGGARA Andi Parenrengi; Sulaeman Sulaeman; Wartono Hadie; Andi Tenriulo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 1 (2007): (April 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (174.118 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.1.2007.27-32

Abstract

Udang pama, Penaeus semisulcatus merupakan salah satu jenis krustase lokal yang memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai kandidat spesies budi daya tambak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman morfologi dan jarak genetik udang pama yang berasal dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Principle component analysis (PCA) dan discriminant analysis digunakan untuk mengetahui keragaman morfologi antar ketiga populasi alami udang pama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa morfologi udang pama dari Munte dan Lampia (Sulawesi Selatan) berbeda dengan udang pama yang berasal dari Kassipute (Sulawesi Tenggara). Analisis kluster juga mengindikasikan adanya dua kluster utama, di mana kluster pertama merupakan gabungan antara udang pama dari Munte dan Lampia, sedangkan kluster lainnya adalah udang pama yang berasal dari Kassipute. Jarak genetik yang didapatkan memperlihatkan kekerabatan terdekat adalah udang pama yang berasal dari MunteLampia (5,424) dan terjauh pada udang pama yang berasal dari Lampia-Kassipute (48,350).Green tiger prawn, Penaeus semisulcatus is one of the prospective local crustaceans as a candidate species of shrimp pond culture. The objective of this study is to reveal the morphology diversity and genetic distance of green tiger prawn from South Sulawesi and Southeast Sulawesi. Principle component analysis (PCA) and discriminant analysis were used to analyze morphometric variations among the three natural populations. Result showed that the morphology of green tiger prawn from Munte dan Lampia (South Sulawesi) was relatively different with prawn collected from Kassipute (Southeast Sulawesi). Cluster analysis also indicated the existing of two main clusters i.e. green tiger prawn from Munte and Lampia as the first cluster and Kassipute as the second cluster. The lowest value of genetic distance was obtained from Munte-Lampia (5.424) and the highest genetic distance was obtained from Lampia-Kassipute (48.350).
ANALISIS BIOAKTIF TANAMAN MANGROVE YANG EFEKTIF MEREDUKSI PENYAKIT BAKTERI PADA BUDI DAYA UDANG WINDU Emma Suryati; Gunarto Gunarto; Sulaeman Sulaeman
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (888.392 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.97-104

Abstract

Usaha penanggulangan penyakit pada komoditas perikanan pantai dewasa ini lebih diarahkan pada usaha diagnosis yang tepat dan cepat serta mencegah penggunaan vaksin serta pengelolaan mutu lingkungan melalui bioremediasi. Tanaman mangrove merupakan salah satu biota penyusun ekosistem pesisir pantai yang berfungsi sebagai tempat berlindung larva ikan dan biota lain serta sebagai penahan ombak dan angin, mereduksi kekeruhan, menstabilkan kandungan nitrat dan fosfat di dalam air, serta dapat menekan pertumbuhan populasi bakteri tertentu. Pemanfaatan bioaktif mangrove untuk mereduksi penyakit pada budi daya udang, perlu dianalisis untuk mengetahui jenis serta bioaktif mangrove yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lainnya. Metode analisis dilakukan dengan identifikasi jenis, ekstraksi, pemisahan, pemurnian senyawa aktif serta elusidasi struktur untuk mencari bahan aktif dan strukturnya terutama sebagai senyawa penuntun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan spesies tanaman mangrove yang efektif sebagai bakterisida. Fraksi yang paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri yaitu fraksi air, EtOAC neutral, EtOAC asam. Hasil identifikasi isolat bioaktif tanaman mangrove antara lain Exoecaria agalocha yaitu Cyclohexasiloxane, Acanthus ilicifolius yaitu 2-methyl piperazin, Osbornia octodonta yaitu 2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen, Avicenia yaitu Cyclopentasiloxane, Euphatorium inulifolium yaitu n-decane/isodecane, Carbera manghas yaitu Furanon gamma-Crotonolactone dan Soneratia caseolaris yaitu L-galactopyranosida.The effort of diseases controlling in fisheries commodity is emphasized to the accurate and rapid diagnosis as well as the use of vaccine and management of environment through bioremediation. Mangrove, one of the components of coastal ecosystems, has functions as shelters of many larvae, wave and wind prevention. The other functions are to reduce the turbidity, to stabilize nitrate and phosphate in the water and to inhibit the population growth of certain bacteria. The analysis of active component and structure of mangrove bioactive as lead compound was conducted by identification, extraction, isolation, purification, and structure elucidation method. The results showed that eight species of mangrove have been identified to show the activity as bactericide. The fractions showing the strong inhibition to the bacteria are water fraction, ethyl acetate neutral and ethyl acetate acid fraction. The identified bioactive compounds from mangroves are Cyclohexasiloxane isolated from Exoecaria agalocha, 2-methyl piperazin isolated from Acanthus ilicifolius, 2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen isolated from Osbornia octodonta, Cyclopentasiloxane isolated from Avicenia, n-decane/ isodecane isolated from Euphatorium inulifolium, Furanon gamma-Crotonolactone isolated from Carbera manghas and L- galactopyranosida from Soneratia caseolaris.
KARAKTERISASI GENETIKA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii YANG DIBUDIDAYAKAN DI SULAWESI SELATAN Andi Parenrengi; Sulaeman Sulaeman; Emma Suryati; Andi Tenriulo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1487.869 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.1-11

Abstract

Karakterisasi genetika rumput laut Kappaphycus alvarezii telah dilakukan dengan menggunakan teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dengan tujuan untuk mengetahui variasi genetika rumput laut K. alvarezii dari beberapa lokasi budi daya di Sulawesi Selatan yakni Polmas, Pinrang, Takalar, dan Bantaeng. Sampel dipreservasi dengan menggunakan larutan TNES-Urea sebelum ekstraksi DNA. Ekstraksi genom DNA dilakukan dengan menggunakan metode konvensional fenol-khloroform. Amplifikasi DNA dilakukan dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR). Untuk dokumentasi riset, hasil PCR dielektroforesis pada agarosa gel dengan menggunakan buffer TBE. Data dianalisis menggunakan program Tools for Population Genetic Analyses (TFPGA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima “primers” (P-40, P-50, DALRP, Ca01, dan Ca-02) yang digunakan dapat menghasilkan beberapa fragmen spesifik yang mengindikasikan fragmen spesifik spesies dan lokasi budi daya K. alvarezii. Keragaan genetika intra dan inter lokasi rumput laut menunjukkan variasi yang relatif kecil yang ditandai dengan rendahnya perbedaan jumlah/ukuran fragmen DNA, polimorfisme, indeks similaritas, dan jarak genetikanya. Total fragmen yang didapatkan dari lima primer adalah 47—55 pada ukuran fragmen 175—2.600 bp, sedangkan polimorfisme dan indeks similaritas masing-masing adalah 3,6%—31,0% dan 0,79%—0,99%. Jarak genetika antar beberapa lokasi K. alvarezii berkisar antara 0,1758—0,5689 di mana kekerabatan yang terdekat didapatkan antara Takalar dan Bantaeng.Genetic characterization of seaweed Kappaphycus alvarezii was observed using Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) technique to reveal the genetic variability of seaweed from different locations in South Sulawesi. The sample of farmed seaweed K. alvarezii was collected from Polmas, Pinrang, Takalar, and Bantaeng. Genomic DNA was extracted by using the conventional method of phenol-chloroform. Sample was preserved by TNES-Urea buffer prior to DNA extraction. DNA was amplified by Polymerase Chain Reaction (PCR) method. DNA Fragment was documented by gel electrophoresis using TBE buffer. The data was analyzed by computer program called Tools for Population Genetic Analyses (TFPGA). The results showed that the five primers (P-40, P-50, DALRP, Ca-01, and Ca-02) used, revealed specific fragment for species and location of K. alvarezii . The low genetic variability both intra and inter locations of farmed seaweed was indicated by variation in total and size of DNA fragment, polymorphism and similarity index. The total of fragment generated by the five primers was 47—55 in size range of 175-2,600 bp, while proportion of polymorphism and similarity index were 3.6%—31.0% and 0.79%—0.99%, respectively. Genetic distance between farmed seaweed was 0.1758—0.5689 where the closest genetic distance was found between Takalar and Bantaeng.
OPTIMALISASI PADAT TEBAR BENIH UDANG PAMA (Penaeus semisulcatus) PADA PENTOKOLAN DENGAN SISTEM HAPA DI TAMBAK Markus Mangampa; Sulaeman Sulaeman; Andi Parenrengi; Samuel Lante
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (781.447 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.2.2008.175-181

Abstract

Udang pama mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan benih yang sesuai pada pentokolan yang ditokolkan di tambak dengan menggunakan hapa. Riset ini dilaksanakan pada petakan tambak 250 m2 di Instalasi Riset Perikanan Air Payau Marana, menggunakan 9 unit hapa dari waring halus berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Benih udang pama stadia PL-12 berukuran panjang rata rata 0,11 cm/ekor dengan bobot rata-rata 0,003 g/ekor ditebar dengan kepadatan berbeda sebagai perlakuan yaitu: (A) 1.000 ekor/m2, (B) 1.500 ekor/m2, dan (C) 2.000 ekor/m2 selama 35 hari. Untuk suplai oksigen digunakan 1 aerator Hiblow dengan 2 batu aerasi/hapa. Tinggi air dalam hapa 0,80 m dan pergantian air dilakukan setelah 15 hari pemeliharaan sebanyak 30% setiap 3 hari. Diberikan pakan komersil dalam bentuk crumble dengan dosis 50%—200% dari bobot biomassa. Hasil riset menunjukkan bahwa sintasan tertinggi pada kepadatan (A) 1.000 ekor/m2 (70,83%) berbeda nyata pada kepadatan (B) 1.500 ekor/m2 (47,71%), dan (C) 2.000 ekor/m2 dengan sintasan yang sangat rendah (34,58%). Pertumbuhan tidak menunjukkan perbedaan masing-masing sebesar: (A) 3,43; (B) 3,37; dan (C) 3,42 cm/ekor. Hal yang sama ditunjukkan pada pertumbuhan bobot masing-masing perlakuan yaitu: (A) 0,348; (B) 0,286; dan (C) 0,300 g/ekor.ABSTRACT:    Differences of stocking densities of green tiger shrimp fry (Penaeus semisulcatus) reared in nursery with net-cage system. By: Markus Mangampa, Sulaeman, Andi Parenrengi, and Samuel LanteGreen tiger shrimp is an economically valuable species both in domestic and international markets. The experiment was conducted at Marana Research Station in Maros Regency using nine of one-cubic-meter net-cages submerged in a 250 m2-pond. The aim of the experiment was to investigate the optimum stocking density of green tiger shrimp post larvae during nursery with net cage system in pond. PL-12 of green tiger shrimp fry with average individual length and body weight of 0.11 cm and 0.003 g respectively were stocked at different densities i.e. A= 1,000 ind./cage; B= 1,500 ind./cage; and C= 2,000 ind./cage. Each treatment was made in triplicate and reared for 35 days. Two aeration lines were used for each cage for oxygen supply using portable aerator. Water exchange was done 15 days after stocking date at a rate of 30% of water volume in pond everyday for three days. An average water depth in pond was maintained at 0.8 m. Crumbled commercial shrimp diet was applied daily at a rate of 50%—200% of body weight (BW). Result of the experiment showed that the highest survival rate (SR) was achieved by treatment A (70.83%) which was statistically different (P<0.05) to the treatment B (47.71%) and C (34.58%). Absolute length and weight growth rate were not significantly different on all treatments (P>0.05).
ARAH RISET BIOTEK-BREEDING PERIKANAN BUDI DAYA KE DEPAN Rudhy Gustiano; Haryanti Haryanti; Sulaeman Sulaeman
Media Akuakultur Vol 2, No 1 (2007): (Juni 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6967.561 KB) | DOI: 10.15578/ma.2.1.2007.164-168

Abstract

Sektor perikanan sangat diharapkan menjadi salah satu penghasil devisa yang dapat memberikan solusi terhadap perekonomian nasional. Meskipun budi daya kontribusinya kecil, namun dampak sosial yang diberikan cukup besar bagi masyarakat. Produksi perikanan budi daya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan produksi ini hendaknya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan produktivitas dan nilai tambah yang diperoleh. Efisiensi merupakan faktor yang sangat penting dan membutuhkan dukungan riset dan teknologi yang lebih baik. Makalah ini akan menyampaikan arah riset biotek dan breeding ke depan untuk pembangunan perikanan budi daya.
MENGENAL RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii Andi Parenrengi; Sulaeman Sulaeman
Media Akuakultur Vol 2, No 1 (2007): (Juni 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7827.652 KB) | DOI: 10.15578/ma.2.1.2007.142-146

Abstract

Dua jenis rumput laut yang merupakan komoditas utama budi daya di Indonesia yakni Gracillaria di tambak dan Eucheuma/Kappaphycus di laut. K. alvarezii atau yang lebih populer dengan nama Eucheuma cottonii merupakan salah satu spesies yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Peluang pasar yang tinggi menjadikan komo-ditas ini semakin banyak diminati. Indonesia merupakan penghasil rumput laut karaginan terbesar kedua dunia setelah Filipina. Untuk mengenal lebih dekat rumput laut tersebut, makalah ini akan memberikan gambaran secara umum dari karakteristik K. alvarezii yang meliputi taksonomi, morfologi, reproduksi, eko-fisiologi, dan distribusi, serta dilengkapi dengan dukungan hasil riset mengenai pertumbuhan dan analisis genetik antara dua perbedaan warna dari spesies rumput laut tersebut.
UDANG PAMA, Penaeus semisulcatus: BISAKAH DIBUDIDAYAKAN DI INDONESIA Sulaeman Sulaeman; Herlinah Herlinah
Media Akuakultur Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (878.045 KB) | DOI: 10.15578/ma.1.3.2006.125-129

Abstract

Abstrak selengkapnya lihat di file PDF
PREVALENSI, INTENSITAS, DAN TRANSMISI WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) PADA BUDI DAYA UDANG WINDU, Penaeus monodon Muliani Muliani; Andi Parenrengi; Sulaeman Sulaeman; Muharijadi Atmomarsono
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 10, No 5 (2004): (Vol. 10 No. 5 2004)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6537.323 KB) | DOI: 10.15578/jppi.10.5.2004.103-110

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat prevalensi, intensitas, dan transmisi White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada budi daya udang windu, Penaeus monodon. Berbagai jenissampel dikoleksi dari tahapan budi daya yang berbeda yakni dari perbenihan meliputi: induk, telur, pakan induk, artemia, larva, dan air pemeliharaan sedangkan dari pembesaran di tambak meliputi: yuwana udang windu, air, sedimen, pakan alami, pakan buatan, udang-udang liar, jembret, trisipan, kepiting liar, moluska liar, lumut, dan ikan-ikan liar yang hidup di dalam tambak.