Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PENTOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon DENGAN KEPADATAN BERBEDA DALAM KERAMBA JARING APUNG (KJA) DI LAUT Syarifuddin Tonnek; Markus Mangampa; Muslimin Muslimin
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (516.289 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.55-60

Abstract

Produksi tokolan udang windu PL 54 menggunakan hapa pada unit keramba jaring apung (KJA) di laut telah dilakukan di Teluk Labuange, Kabupaten Barru dari bulan Mei—Juli 2002. Penelitian ini bertujuan mendapatkan padat penebaran terbaik untuk pendederan benur udang windu dalam KJA di laut. Perlakuan yang dicobakan adalah padat penebaran benur PL 12 sebanyak padat tebar 2.000 ekor/m2 (A), 3.000 ekor/m2 (B), dan 4.000 ekor/m2 (C) masing-masing 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tokolan pada perlakuan 2.000 dan 3.000 ekor/m2 tidak berbeda nyata (0,57—0,65 g/ekor) (P>0,05), tetapi berbeda nyata pada padat penebaran 4.000 ekor/m2 (0,39 g/ekor) (P<0,05). Demikian pula hasil sintasan tampak tidak berbeda nyata pada padat penebaran 2.000 dan 3.000 ekor/m2 (56,8%—66%), tetapi menunjukkan perbedaan nyata pada padat penebaran 4.000 ekor/m2 (45,1%). Karena itu, padat penebaran maksimal benur PL 12 adalah 3.000 ekor/m2 untuk pendederan dalam KJA di laut.Juvenile production of tiger shrimps of post larvae was conducted in floating net cages in Labuange Bay, Barru Regency from May - July 2002. The aim of this research is to know the best stocking density of tiger shrimp post larvae in nursery rearing of floating net cages in the sea. The treatments were stocking density PL 12 (2,000 psc/m2; 3,000 psc/m2; and 4,000 psc/m2), with three replicates each. The results showed that growth of juvenile shrimps was not significantly different between stocking density 2,000 pcs/m2 and 3,000 pcs/m2 (0.57--0.65 g/pcs) (P>0.05), but significantly different with stocking density of 4,000 pcs/m2 (P<0.05). Nevertheless average survival rate of juvenile shrimps was not significant on stocking density 2,000 pcs and 3,000 pcs/m2, but significant different with stocking density of 4,000 pcs/me.Therefore, for juvenill production in floating net cages, the best (maximum) stocking density of potensial 12 is 3,000 pcs/m2.
BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) TEKNOLOGI INTENSIF MENGGUNAKAN BENIH TOKOLAN Markus Mangampa; Hidayat Suryanto Suwoyo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (107.927 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.351-361

Abstract

Salah satu jenis udang yang cukup potensial untuk dikembangkan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei). Budidaya ini berkembang dengan teknologi intensif, namun terbatas pada golongan masyarakat menengah ke atas (padat modal). Riset ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi pengaruh penggunaan tokolan terhadap produksi, Rasio Konversi Pakan (RKP) pada pembesaran udang vaname teknologi intensif. Riset ini dilaksanakan di tambak Punaga, Takalar, Instalasi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP), menggunakan empat petak masing masing berukuran 4.000 m2/petak. Hewan uji adalah udang vaname dengan perlakuan: (A) pembesaran dengan tebar benur (PL-12), dan (B) pembesaran dengan tebar tokolan (PL-27). Setiap perlakuan dengan 2 ulangan, kepadatan benur dan tokolan adalah 50 ekor/m2, dan pemeliharaan berlangsung 80 hari di tambak. Hasil yang diperoleh pada perlakuan B memperlihatkan pertumbuhan mutlak (11,114±0,258 g/ekor), sintasan (92,55±0,23%), produksi (2.087,5±88,2 kg/petak) lebih tinggi daripada perlakuan A yaitu: pertumbuhan mutlak (10,085±0,120 g/ekor), sintasan (90,83±8,51%), produksi (1.831,0±149,9 kg/petak), namun ketiga peubah ini berbeda tidak nyata antara kedua perlakuan. RKP lebih rendah pada perlakuan B (1,096±0,034) berbeda nyata dengan perlakuan A (1,257±0,048). Peubah kualitas air memperlihatkan sebaran kisaran yang merata untuk kedua perlakuan, kecuali nitrit (NO2) memperlihatkan kisaran yang tinggi pada perlakuan B (0,18235 mg/L) dibandingkan dengan perlakuan A (0,0328 mg/L) pada akhir penelitian. Hal ini disebabkan waktu panen yang berbeda sesuai dengan kondisi musim yaitu kualitas air sumber semakin menurun. Kualitas air sumber yang menurun ini diikuti oleh meningkatnya total vibrio di air laut mencapai; 4,33104 cfu/mL dibandingkan dalam air tambak 829.102 cfu/mL. Kesimpulan memperlihatkan bahwa penggunaan tokolan (PL-27) menghasilkan produksi yang tinggi dan rasio konversi pakan yang rendah.One species of shrimps that has the potential to be developed for aquaculture is whiteleg shrimp (Litopenaeus vannamei). The recent cultivation method has been developed using intensive technology, but can only be afforded by middle and upper social groups (capital intensive). This research was aimed to study the influence of using shrimp juvenile on the production and feed conversion ratio of whiteleg shrimp cultured in intensive system. The research was conducted at the research installation of the Research Institute for Coastal Aquaculture in Punaga, Takalar Regency. Four  ponds each sized of 4,000 m2 were used in this research. The treatment was applied i.e grow-out of post-larvae 12 (PL-12) (A) and grow-out of shrimp juvenile (PL-27) (B) each with stocking density of 50 ind./m2. Each treatment was arranged in two replications and reared for 80 days. The results obtained in treatment B showed that absolute growth (11.114±0.258 g/ind.), survival (92,55±0,23%), and production (2,087.5±88.2 kg/pond) was higher than those of in treatment A (absolute growth, 10.085±0.120 g/ind., survival rate, 90.83±8.51%, production, 1,831.0±149.9 kg/pond), but all parameters were not significantly different between both treatments. Feed conversion ratio (FCR) was lower in treatment B (1.096±0034) and significantly different with treatment A (1.257±0.048). Water quality parameters showed similar variations in both treatments, except Nitrite (NO2) where a high range of Nitrite variation was recorded in treatment B (0.18235 mg/L) compared to treatment A (0.0328 mg/L) at the end of research. This was due to different harvest times in accordance with the conditions of the season where at a particular time, the quality of water source was decreasing. The decrease of water quality was followed by the increase of total vibrio in seawater reaching 433104 CFU/mL than in the pond water 829.102 CFU/mL. The conclusion is that using the shrimp juvenile, PL-27, high shrimp production and low RKP can be achieved. 
Kesesuaian dan Pengelolaan lahan budi daya tambak di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan Brata Pantjara; Aliman Aliman; Markus Mangampa; Daud Pongsapan; Utojo Utojo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1970.253 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.131-142

Abstract

Studi kesesuaian potensi pertambakan dilakukan di 3 Kecamatan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, meliputi: Kecamatan Pulau Laut Utara, Pulau Laut Tengah, dan Pulau Laut Barat. Tujuan penelitian adalah mengetahui potensi dan tingkat kesesuaian lahan budi daya tambak di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Metode penelitian dengan melakukan survai untuk mendapatkan data primer. Data sekunder diperoleh dari wawancara pemilik/pembudi daya tambak dan data stastistik serta Laporan Tahunan Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan. Analisis data untuk mengetahui potensi dan kesesuaian lahan budi daya tambak dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tingkat kesesuaian budi daya tambak diperoleh dengan cara tumpang susun beberapa peta dan data primer pada setiap pengamatan dengan mempertimbangkan pembobotan dan skala penilaian untuk mendapatkan nilai skoring. Hasil analisis potensi dan kesesuaian tambak di 3 Kecamatan Kabupaten Kotabaru mempunyai tingkat kesesuaian sedang. Potensi kelayakan lahan untuk tambak di Desa Stagen Kecamatan Pulau Laut Utara seluas 2.548,8 ha dengan teknologi budi daya tambak sistem ekstensif hingga semi intensif, Desa Sungai Pasir dan Sungai Paring Kecamatan Pulau Laut Tengah seluas 57,9 ha dengan teknologi budi daya ekstensif hingga semi intensif. Desa Sebanti Kecamatan Pulau Laut Barat seluas 516,8 ha dengan teknologi ekstensif hingga ekstensif plus.Land suitability study of brackish water pond was conducted at 3 District in Kotabaru Regency, South Kalimantan were Pulau Laut Utara, Pulau Laut Tengah, and Pulau Laut Barat. The objectives of research to know land suitability and management for brackishwater pond in Kotabaru Regency, South Kalimantan. Survey has been done collected primary data. While secondary data was obtained from questioner with the pond farmers and statistical data from related Institution. Data analysis to know of potency and land suitability for pond with Geographical Information System (GIS), with overlying maps and primary data in each station observation with considering and assessment scale value of determining land suitability for brackish water pond. The result of research that potency and land suitability of 3 District in Kotabaru Regency were moderate suitability. Land potency in Stagen and Sungai Paring Villages, Pulau Laut Utara District can reach 2,548.8 ha with application extensive until semi intensive technology. Sungai Pasir Village, Pulau Laut Tengah District can reach 57.9 ha with application extensive until semi intensive technology. Sebanti Village, Pulau Laut Barat District of 516.8 ha with application extensive until plus extensive technology.
OPTIMALISASI PADAT TEBAR BENIH UDANG PAMA (Penaeus semisulcatus) PADA PENTOKOLAN DENGAN SISTEM HAPA DI TAMBAK Markus Mangampa; Sulaeman Sulaeman; Andi Parenrengi; Samuel Lante
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Agustus 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (781.447 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.2.2008.175-181

Abstract

Udang pama mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar dunia. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan benih yang sesuai pada pentokolan yang ditokolkan di tambak dengan menggunakan hapa. Riset ini dilaksanakan pada petakan tambak 250 m2 di Instalasi Riset Perikanan Air Payau Marana, menggunakan 9 unit hapa dari waring halus berukuran 1 m x 1 m x 1 m. Benih udang pama stadia PL-12 berukuran panjang rata rata 0,11 cm/ekor dengan bobot rata-rata 0,003 g/ekor ditebar dengan kepadatan berbeda sebagai perlakuan yaitu: (A) 1.000 ekor/m2, (B) 1.500 ekor/m2, dan (C) 2.000 ekor/m2 selama 35 hari. Untuk suplai oksigen digunakan 1 aerator Hiblow dengan 2 batu aerasi/hapa. Tinggi air dalam hapa 0,80 m dan pergantian air dilakukan setelah 15 hari pemeliharaan sebanyak 30% setiap 3 hari. Diberikan pakan komersil dalam bentuk crumble dengan dosis 50%—200% dari bobot biomassa. Hasil riset menunjukkan bahwa sintasan tertinggi pada kepadatan (A) 1.000 ekor/m2 (70,83%) berbeda nyata pada kepadatan (B) 1.500 ekor/m2 (47,71%), dan (C) 2.000 ekor/m2 dengan sintasan yang sangat rendah (34,58%). Pertumbuhan tidak menunjukkan perbedaan masing-masing sebesar: (A) 3,43; (B) 3,37; dan (C) 3,42 cm/ekor. Hal yang sama ditunjukkan pada pertumbuhan bobot masing-masing perlakuan yaitu: (A) 0,348; (B) 0,286; dan (C) 0,300 g/ekor.ABSTRACT:    Differences of stocking densities of green tiger shrimp fry (Penaeus semisulcatus) reared in nursery with net-cage system. By: Markus Mangampa, Sulaeman, Andi Parenrengi, and Samuel LanteGreen tiger shrimp is an economically valuable species both in domestic and international markets. The experiment was conducted at Marana Research Station in Maros Regency using nine of one-cubic-meter net-cages submerged in a 250 m2-pond. The aim of the experiment was to investigate the optimum stocking density of green tiger shrimp post larvae during nursery with net cage system in pond. PL-12 of green tiger shrimp fry with average individual length and body weight of 0.11 cm and 0.003 g respectively were stocked at different densities i.e. A= 1,000 ind./cage; B= 1,500 ind./cage; and C= 2,000 ind./cage. Each treatment was made in triplicate and reared for 35 days. Two aeration lines were used for each cage for oxygen supply using portable aerator. Water exchange was done 15 days after stocking date at a rate of 30% of water volume in pond everyday for three days. An average water depth in pond was maintained at 0.8 m. Crumbled commercial shrimp diet was applied daily at a rate of 50%—200% of body weight (BW). Result of the experiment showed that the highest survival rate (SR) was achieved by treatment A (70.83%) which was statistically different (P<0.05) to the treatment B (47.71%) and C (34.58%). Absolute length and weight growth rate were not significantly different on all treatments (P>0.05).
PERTUMBUHAN DAN SINTASAN UDANG VANAMEI POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN KEPADATAN BERBEDA Erfan A. Hendradjat; Markus Mangampa
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (89.725 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.149-156

Abstract

Percobaan ini dilakukan di tambak Instalasi BRPBAP Maranak dengan menggunakan 6 petak tambak bekas tambak udang windu intensif yang tidak berproduksi lagi, berukuran masing-masing 900 m2. Benih udang vanamei berukuran PL-12 dengan bobot rata-rata: 0,001 g/ekor ditebar dengan kepadatan yang berbeda, sebagai perlakuan yaitu: 4 ekor/m2 (A); 6 ekor/m2 (B); dan 8 ekor/m2 (C) dengan ulangan 2 kali. Tujuan percobaan ini untuk mengetahui kepadatan optimun udang vanamei yang ditebar secara tradisional plus. Hasil percobaan ini diperoleh kepadatan 8 ekor/m2 (C) menghasilkan sintasan yang tinggi dengan RKP yang rendah yaitu 60,97% dan 1,79 berbeda nyata dengan perlakuan kepadatan 4 ekor/m2 (A) dan 6 ekor/m2 (B) dengan sintasan masingmasing 55,35% dan 52,44% dan RKP masing-masing 2,49 dan 2,24. Demikian pula produksi lebih tinggi pada perlakuan C berbeda nyata dengan perlakuan A dan B. Kualitas air yang menonjol adalah kadar garam yang cukup tinggi untuk semua perlakuan (40-47 ppt) sedangkan kadar oksigen terlarut masih optimum untuk semua perlakuan (DO>3,42 mg/L). Hasil menunjukkan kepadatan yang terbaik adalah 8 ekor/ m2 namun melihat kadar oksigen terlarut yang masih di atas kondisi optimum maka kepadatan relatif masih bisa ditingkatkan.The experiment was conducted in the Installation of Research Institute for Coastal Aquaculture in Maranak, Maros that was used 6 abandoned ponds of former intensive tiger prawn. The size of pond was 900 m2 respectively. The seed of vannamei was PL8 with 0.001 g/pieces in weight were stocked in different stocking densities, i.e. 4 pieces/m2 (A); 6 pieces/m2 (B); and 8 pieces/m2 (C), with two replicate, respectively. The aim of study was to know the optimum stocking density of vannamei that stocked in traditionally plus culture system. The results showed that 8 pieces/m2(C) in stocking density were found the highest of survival rate and the lowest of feed conversion ratio, i.e. 60.97% and 1.79, respectively. The statistical analysis result had significantly different to the one in 4 pieces/m2 (A) and 6 pieces/m2 (B) in stocking densities that had survival rate of 55.35% and 52.44% and feed conversion ration of 2.49 and 2.24 respectively. The highest production was found also in the 8 pieces/m2 of stocking density and it had significantly different the ones of 4 and 6 pieces/m2 in stocking densities. The water salinity was high in all treatments (40—47 ppt) and dissolved oxygen was optimum in all treatments (>3.42 mg/L). The best stocking density finally was 8 pieces/m2, however the dissolved oxygen was still above the optimum condition, so the relative stocking could be increased.
KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA TAMBAK DI KECAMATAN WATUBANGGA KABUPATEN KOLAKA, SULAWESI TENGGARA Brata Pantjara; Utojo Utojo; Aliman Aliman; Markus Mangampa
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (April 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1609.938 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.1.2008.123-135

Abstract

Studi ini bertujuan untuk memetakan kesesuaian lahan budidaya tambak di Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG), menggunakan metode index overlay model. Peta Rupa Bumi Indonesia digunakan sebagai peta dasar yang dioverlay dengan peta-peta tematik, peta hasil interpretasi citra landsat-7 ETM dan peta hasil interpolasi dari data kualitas tanah dan air lokasi survai. Hasil analisis yang diperoleh hanya didapatkan lahan dengan kategori sesuai (S2) dan cukup sesuai (S3). Potensi lahan tersebut seluruhnya mencapai 298,2 ha yang terdiri atas 169,7 ha lahan kategori sesuai (S2) dan 128,5 ha kategori cukup sesuai (S3).The objectives of this study were to map of land suitability for brackishwater pond aquaculture at Watubangga District Kolaka Regency, Southeast Sulawesi. Analysis of land suitability with using of Geographic Information System (GIS) technology, used the method of index overlay model. Indonesia topography map that used as base map to overlay with thematic maps, image map from landsat 7 ETM and an interpolation map of soil and water quality of survey location. The result was a map that interpretating moderate and low suitability category, were 169.7 ha was moderate suitability (S2) and 128.5 ha was low suitability, unfortunetly area having hight suitability.
MEMBANGKITKAN KEMBALI GAIRAH PETAMBAK MELALUI BUDI DAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei ) DENGAN KEPADATAN RENDAH Abdul Mansyur; Markus Mangampa
Media Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7740.901 KB) | DOI: 10.15578/ma.2.2.2007.62-66

Abstract

Perkembangan budi daya udang vannamei sudah menyebar di sentra-sentra budi daya udang seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jogjakarta, Lampung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, NTB, Bali, dan Sulawesi Selatan. Namun masih didominasi oleh petambak intensif yang bermodal besar, padahal jumlah petambak yang bermodal kecil mencapai 80%. Pada saat masih bangkitnya petani udang windu, produksi udang nasional umumnya berasal dari petambak yang bermodal kecil, sehingga berdampak nyata kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat petambak terutama di sentra-sentra produksi udang vannamei. Diharapkan dengan adanya dukungan penelitian, petambak bermodal kecil dapat bangkit dan bergairah kembali mengelola tambaknya demi peningkatan produksi, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan.
BUDI DAYA UDANG VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DI KABUPATEN MAROS, SULAWESI SELATAN Erfan A. Hendarajat; Markus Mangampa; Hidayat Suryanto
Media Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1472.277 KB) | DOI: 10.15578/ma.2.2.2007.67-70

Abstract

Udang merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan dalam program revitalisasi perikanan, di samping rumput laut dan tuna. Pada awalnya, jenis udang yang dibudidayakan di air payau adalah udang windu, namun setelah mewabahnya penyakit terutama WSSV yang mengakibatkan menurunnya usaha budi daya udang windu, pemerintah kemudian mengintroduksi udang vannamei pada tahun 2001 untuk membangkitkan kembali usaha perudangan di Indonesia dan dalam rangka diversifikasi komoditas perikanan. Untuk mengembangkan budi daya udang kedepan, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah antara lain: (i) Revitalisasi tambak intensif dengan udang vannamei seluas 7.000 ha dengan produktivitas 30 ton/ha/tahun, (ii) revitalisasi tambak tradisional seluas 140.000 ha (40% dari tambak tradisional) dengan produktivitas 600--700 kg/ha/tahun, (iii) impor vannamei SPF/SPR, (iv) pengembangan induk SPF vannamei dalam negeri, (v) revitalisasi backyard hatchery  (HSRT), (vi) penerapan sertifikasi, (vii) pengembangan laboratorium, dan (viii) pengembangan sarana/prasarana (Nurjana, 2005). Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam usaha budi daya udang vannamei pola tradisional plus antara lain: persiapan tambak, kualitas benih, teknik penebaran, padat penebaran, manajemen pakan, pemeliharaan kualitas air, dan teknik panen. Tulisan ini menjelaskan secara ringkas mengenai teknologi budi daya udang vannamei pola tradisional plus di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan yang dapat dilakukan oleh pembudi daya udang.
TEKNOLOGI PRODUKSI INTENSIF TOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon Fabr.) DI TAMBAK DENGAN SISTEM AERASI Hidayat Suryanto Suwoyo; Markus Mangampa
Media Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (Juni 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.767 KB) | DOI: 10.15578/ma.3.1.2008.1-5

Abstract

Sampai saat ini udang masih merupakan komoditas andalan untuk meningkatkan devisa ekspor non-migas. Namun masalah penyakit masih menjadi kendala utama yang dihadapi petambak, sementara cara penanggulangan yang efektif belum ditemukan. Salah satu alternatif yang terus dikaji dan dikembangkan untuk menanggulangi penyakit adalah melalui penggunaan benur berkualitas. Mutu benur dan kesalahan manajemen pakan dapat diatasi dengan penggunaan benur hasil pentokolan. Pentokolan dengan sistem aerasi merupakan salah satu alternatif. Keuntungan pentokolan ini adalah dapat diperoleh benur yang berkualitas tinggi sehingga meningkatkan vitalitas benur, yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas tambak, efisiensi penggunaan pakan, wadah dan pengelolaan, mempersingkat waktu pemeliharaan, sehingga mengurangi peluang terserangnya penyakit. Sintasan tokolan dihasilkan dengan sistem aerasi ini dapat mencapai sekitar 82,65%--92,36% dengan rata-rata 85,79% dan bobot akhir berkisar antara 0,229--0,331 g/ekor.
BUDIDAYA UDANG WINDU, Penaeus monodon PADA TAMBAK TANAH SULFAT MASAM DI TARAKAN, KALIMANTAN TIMUR Brata Pantjara; Markus Mangampa; Rachman Syah
Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada Vol 12, No 1 (2010)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.067 KB) | DOI: 10.22146/jfs.2896

Abstract

Low productivity in acid sulphate soil (ASS) pond can be improved by pond bottom reclamation. The aim of this research was to observe the effects of soil reclamation in acid sulphate soil on survival rate and production of tiger prawn. The research was conducted in a farmer pond in West Tarakan, Tarakan, East Kalimantan. The soil treatments were reclamation and without reclamation. The density of tiger prawn was 40.000 ind./ha during 3 months. The result showed that ponds with and without reclamation produce survival rate by 28.5% and 21.6% respectively. Pond with reclamation produce higher tiger prawn production (191.9 kg/ha) than without reclamation (143 kg/ha).