Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

APLIKASI DOSIS FERMENTASI PROBIOTIK BERBEDA PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF Gunarto Gunarto; Abdul Mansyur; Muliani Muliani
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.136 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.2.2009.241-255

Abstract

Aplikasi dosis probiotik yang tepat menjadi satu di antara penentu utama dalam peningkatan produksi udang di tambak, karena berkaitan dengan kemampuannya mengurai limbah organik sisa pakan dan sisa metabolisme udang yang dibudidayakan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dosis fermentasi probiotik yang berbeda pada pertumbuhan, sintasan, produksi udang, nilai rasio konversi pakan, dan kualitas air tambak budidaya intensif udang vaname di tambak. Enam unit tambak masing-masing ukuran 4.000 m2 ditebari benur vaname PL-10 dengan padat tebar 50 ekor/m2. Pakan diberikan dengan dosis 2,5%-100% dari total biomassa udang dengan frekuensi 2–4 kali/hari selama pemeliharaan 105 hari. Tiga dosis berbeda dari aplikasi fermentasi probiotik komersial dijadikan perlakuan, yaitu A). 1 mg/L/minggu, B). 3 mg/L/minggu, dan C). 5 mg/L/minggu. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Aplikasi fermentasi probiotik di tambak dilakukan setiap minggu sekali dan dimulai seminggu sebelum tebar hingga mendekati waktu panen. Sampling pertumbuhan dan kualitas air (amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, bahan organik total (BOT), klorofil-a, total bakteri Vibrio sp. dan total bakteri) dilakukan setiap dua minggu sekali. Pengamatan fluktuasi oksigen terlarut di air tambak selama 24 jam dilakukan pada hari ke-43, 60, dan 90. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan, maka data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian pola Rancangan Acak Lengkap, dan dilanjutkan dengan uji BNT apabila terjadi perbedaan yang nyata. Berdasarkan hasil penelitian nampak bahwa dosis 5 mg/L fermentasi probiotik, mampu menghasilkan sintasan yang lebih baik dan juga efisien dalam pemanfaatan pakan, yang ditunjukkan dengan nilai Rasio Konversi Pakan lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai Rasio Konversi Pakan yang diperoleh pada dosis fermentasi probiotik 3 dan 1 mg/L, meskipun demikian ketiganya menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Konsentrasi oksigen terlarut pada bulan ke tiga pada perlakuan B lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,1) dengan konsentrasi oksigen terlarut di perlakuan A dan C. Hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan sintasan dan produksi udang di perlakuan B lebih rendah dari pada di perlakuan A dan C.The right dosage of probiotic application is one of the main important aspects to increase production in shrimp pond culture. It relates to its capability to decompose  organic waste from excessive feed and metabolic products of shrimp. The objective of the research was to know the effect of various dosages of probiotic fermentation on the growth rate, survival rate, production, and feed convertion ratio of Litopenaeus vannamei and on pond water quality. Six units of pond compartment, each sized of 4,000 m2  were stocked with D-10 of vannamei post larvae at a density of 50 ind./m2. Commercial pellet was given from 2.5% to 100% of total body weight, 2 to 4 times a day during 105 days of culture. Three dosages of commercial probiotic fermentation were tested as treatments, they were A). 1 mg/L/week, B). 3 mg/L/week and C). 5 mg/L/week. Each treatment contained two replications and probiotic was applied weekly in shrimp pond started one week before shrimp stocking and continued up to harvest time. Shrimp growth, water quality (amonium, nitrite, nitrate, phosphate, total organic matter (TOM), chlorophyll-a, total Vibrio sp., and total bacteria,) were monitored once in two weeks. 24 hours of monitoring of dissolved oxygen fluctuation in the pond water was conducted at day 43, 60, and 90. Shrimp survival rate, production and feed convertion ratio were monitored  after shrimp were harvested. Varian analysis followed by LSD test were used to analyze the data obtained from this research to know the differences among those treatments. Result of the research showed that 5 mg/L of probiotic weekly application in pond was able to increase shrimp survival rate and feed consumpsion efficiency which was reflected by a lower Feed Corvertion Ratio values. However, it was not significantly different (P>0.05) with the other treatments, 1 and 3 mg/L/week. Dissolved oxygen in treatment B on the third month was significantly lower (P<0.1) than those of in treatment A and C. Presummably this factor was causing lower shrimp survival rate and production in treatment B compared to treatment A and C.
PENGARUH APLIKASI SUMBER C- KARBOHIDRAT (TEPUNG TAPIOKA) DAN FERMENTASI PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU, Penaeus monodon POLA INTENSIF DI TAMBAK Gunarto Gunarto; Muliani Muliani; Abdul Mansyur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.502 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.393-409

Abstract

Penelitian bertujuan untuk membandingkan pengaruh penambahan sumber C- karbohidrat (tepung tapioka) dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu dengan pola intensif di tambak terutama melihat efeknya terhadap perbaikan kualitas air, pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu. Enam petak tambak masing-masing ukuran sekitar 4.000 m2, setelah selesai tahap persiapan tambak (pengeringan, pembalikan tanah dasar, pengapuran, pengisian air, dan pemupukan), kemudian tambak ditebari tokolan udang windu PL-25 dengan padat tebar 20 ekor/m2. Tiga perlakuan diuji yaitu A). Penambahan tepung tapioka  ke air tambak dengan dosis 62% dari total pakan yang diberikan per hari dan diberikan dalam selang waktu lima hari sekali selama masa pemeliharaan pada bulan pertama dan kemudian dengan selang waktu tiga hari sekali selama masa pemeliharaan bulan kedua hingga menjelang panen; B). Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 5 mg/L/minggu; dan C). Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 10 mg/L/minggu. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Sampling pertumbuhan, kualitas air, dan bakteri dilakukan setiap dua minggu sekali. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung tapioka menyebabkan konsentrasi amoniak relatif lebih rendah di perlakuan A daripada di perlakuan B dan C, namun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) di antara ketiga perlakuan tersebut. Bahan Organik Total (BOT) pada hari ke-112 di perlakuan C paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan BOT di perlakuan B dan A. Juga terdapat indikasi adanya peningkatan populasi bakteri heterotrof, bakteri Sulfur Oxidizing Bacteria (SOB) di sedimen tambak, terutama di perlakuan C yang terjadi setelah masuk bulan ke-IV. Konsentrasi oksigen terlarut di perlakuan C relatif lebih tinggi daripada di perlakuan B dan A. Hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang pada perlakuan C lebih tinggi daripada yang diperoleh pada perlakuan B dan A. Nilai konversi pakan yang terendah juga dijumpai pada perlakuan C, sedangkan yang tertinggi pada perlakuan A. Hasil analisis statistik baik pada pertumbuhan, sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) di antara ketiga perlakuan yang diuji.The objective of the research was to compare the effect of addition of carbohydrate source (starch flour) and probiotics fermentation to the water quality and the growth, survival, and production of tiger shrimp in intensive brackishwater pond system. Six pond compartments each sized approximately of 4,000 m2, went through preparation stages (pond drying, ploughing, liming, filling the pond with sea water and fertilyzing). Then the ponds were stocked with tiger shrimp post larvae day 25 at stocking density of 20 ind./m2. Three treatments were tested, A). the addition of starch flour in pond water column at a dosage of 62% of the total given feed per day, and applied every five days during the first month of shrimp culture, and then every three days from the second month to harvest time; B). the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 5 mg/L/week; and C). the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 10 mg/L/week. Result of the research showed that the addition of starch flour was able to decrease the ammonia concentration in treatment A, but there was no significant difference (P>0.05) with the ammonia concentration compared to the treatment B and C. Total Organic Matter (TOM) at day 112 in treatment C was the lowest and significantly different (P<0.05) with TOM in treatment B and A. There was also an indication of increasing heterothrophic bacterial population and Sulphur Oxidizing Bacterial (SOB) in the sediment pond of treatment C in the fourth month of culture period. Dissolved oxygen in treatment C relatively was higher than those of treatment A and B. These conditions presummably have caused the higher of shrimp growth, survival rate and production in treatment C compared to the treatment A and B. The lowest of feed conversion ratio was also obtained by treatment C and the highest was treatment A. Statistical analysis on shrimp growth, survival, production, and feed convertion ratio were not significantly different (P>0.05) among those treatments.
BUDI DAYA UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA MENGGUNAKAN SISTEM PEMUPUKAN SUSULAN Gunarto Gunarto; Abdul Mansyur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.561 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.167-176

Abstract

Budi daya udang putih, Litopenaeus vannamei dengan sistem teknologi intensif sulit dikembangkan oleh masyarakat petani kecil. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan biaya produksi yang sangat tinggi. Untuk itu, teknologi budi daya udang pola tradisional dengan sistem pemupukan susulan perlu dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui padat tebar yang optimal pada budi daya udang vanamei pola tradisional plus dengan sistem pemupukan susulan. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan tambak ukuran 500 m2/petak sebanyak 12 petak. Sebelum penebaran dilakukan persiapan tambak meliputi: pemberantasan hama, pengeringan, dan pengapuran. Hewan uji yang digunakan adalah udang vanamei PL 22 dengan padat tebar yang diuji yaitu 1 ekor/m2 (A), 3 ekor/m2 (B), 5 ekor/m2 (C), dan 7 ekor/m2 (D). Masing-masing perlakuan dengan tiga kali ulangan. Dosis pemupukan susulan menggunakan urea dan TSP, sebanyak 750 g urea dan 375 g SP-36/petak, yang diaplikasikan setiap minggu sekali pada bulan pertama pemeliharaan dan setiap dua minggu sekali pada bulan kedua dan ketiga selama pemeliharaan udang dalam tambak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ukuran udang hingga umur pemeliharaan 76 hari di tambak telah mencapai ukuran konsumsi (rata-rata 20—21g). Sintasan udang paling tinggi diperoleh pada perlakuan A dan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)dengan perlakuan D, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B dan C. Pertumbuhan udang pada perlakuan A, B, dan D tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), tetapi ketiga-tiganya menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan C (P<0,05). Produksi udang paling tinggi diperoleh pada perlakuan D, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan C dan A. Pertumbuhan udang di semua perlakuan sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh salinitas, nitrat, amoniak, dan BOT serta produksi klekap. Produksi udang sangat nyata (P<0,01) oleh kandungan nitrit, fosfat, nitrat air tambak, dan produksi klekap. Sedangkan sintasan udang vanamei pada semua perlakuan nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh konsentrasi amoniak pada perairan tambak.White shrimp, L. vannamei intensive culture system in ponds was considered to be difficult adopted by poor shrimp farmer caused by high cost. Therefore, the traditional (extensive) shrimp culture using continued fertilization technology could be developed. The objectives of the research was to find out the optimum stocking density of white shrimp, L. vannamei, cultured in pond in extensive technology using continued fertilization. Research was conducted by using twelve of 500 m2 ponds in size. Pond preparations were conducted before shrimp stocked, which consisted pest eradication, drying and liming of pond bottom soil. 22 day old of vannamei post larva were stocked in these ponds at different stocking densities, there were 1 piece/m2(A), 3 pieces/m2 (B), 5 pieces/m2 (C), and 7 pieces/m2 (D). Each treatment in triplicates. The continued fertilization i.e. urea and SP-36 were given at 750 g and 375 g/pond compartment respectively and applied weekly during first month of shrimp culture period and beweekly during second and third month of shrimp culture period. The result of the research showed that the marketable shrimp size (20—21 g mean weight) was obtained at 76 days of shrimp cultured in the pond. The highest survival rate was obtained in treatment A, and significantly different (P<0.05) with treatment D, meanwhile there was  not significantly different with treatment B and C. Shrimp growth in treatment A, B, and D were not significantly different (P>0.05), but there were significantly different (P<0.05) with treatment C. The highest shrimp production was obtained in treatment D and there was not significantly different (P>0.05) with treatment B, but both of them were significantly different (P<0.05) with treatment C and A. Shrimp growth in all treatments most significantly (P<0.01) influenced by salinity, nitrate, ammonium, Total Organic Matter (TOM), and klekap production, while nitrite, nitrate, phosphate, and klekap production are also most  dominant factors (P<0.01) influences to the shrimp production in ponds. Ammonium concentration in pond waters was significantly (P<0.05) influences to the shrimp survival rates.
ANALISIS BIOAKTIF TANAMAN MANGROVE YANG EFEKTIF MEREDUKSI PENYAKIT BAKTERI PADA BUDI DAYA UDANG WINDU Emma Suryati; Gunarto Gunarto; Sulaeman Sulaeman
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 1 (2006): (April 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (888.392 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.1.2006.97-104

Abstract

Usaha penanggulangan penyakit pada komoditas perikanan pantai dewasa ini lebih diarahkan pada usaha diagnosis yang tepat dan cepat serta mencegah penggunaan vaksin serta pengelolaan mutu lingkungan melalui bioremediasi. Tanaman mangrove merupakan salah satu biota penyusun ekosistem pesisir pantai yang berfungsi sebagai tempat berlindung larva ikan dan biota lain serta sebagai penahan ombak dan angin, mereduksi kekeruhan, menstabilkan kandungan nitrat dan fosfat di dalam air, serta dapat menekan pertumbuhan populasi bakteri tertentu. Pemanfaatan bioaktif mangrove untuk mereduksi penyakit pada budi daya udang, perlu dianalisis untuk mengetahui jenis serta bioaktif mangrove yang dapat menekan pertumbuhan bakteri dan mikroorganisme lainnya. Metode analisis dilakukan dengan identifikasi jenis, ekstraksi, pemisahan, pemurnian senyawa aktif serta elusidasi struktur untuk mencari bahan aktif dan strukturnya terutama sebagai senyawa penuntun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan spesies tanaman mangrove yang efektif sebagai bakterisida. Fraksi yang paling aktif menghambat pertumbuhan bakteri yaitu fraksi air, EtOAC neutral, EtOAC asam. Hasil identifikasi isolat bioaktif tanaman mangrove antara lain Exoecaria agalocha yaitu Cyclohexasiloxane, Acanthus ilicifolius yaitu 2-methyl piperazin, Osbornia octodonta yaitu 2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen, Avicenia yaitu Cyclopentasiloxane, Euphatorium inulifolium yaitu n-decane/isodecane, Carbera manghas yaitu Furanon gamma-Crotonolactone dan Soneratia caseolaris yaitu L-galactopyranosida.The effort of diseases controlling in fisheries commodity is emphasized to the accurate and rapid diagnosis as well as the use of vaccine and management of environment through bioremediation. Mangrove, one of the components of coastal ecosystems, has functions as shelters of many larvae, wave and wind prevention. The other functions are to reduce the turbidity, to stabilize nitrate and phosphate in the water and to inhibit the population growth of certain bacteria. The analysis of active component and structure of mangrove bioactive as lead compound was conducted by identification, extraction, isolation, purification, and structure elucidation method. The results showed that eight species of mangrove have been identified to show the activity as bactericide. The fractions showing the strong inhibition to the bacteria are water fraction, ethyl acetate neutral and ethyl acetate acid fraction. The identified bioactive compounds from mangroves are Cyclohexasiloxane isolated from Exoecaria agalocha, 2-methyl piperazin isolated from Acanthus ilicifolius, 2 heptanamin-6 methyl-amino-6 methylen isolated from Osbornia octodonta, Cyclopentasiloxane isolated from Avicenia, n-decane/ isodecane isolated from Euphatorium inulifolium, Furanon gamma-Crotonolactone isolated from Carbera manghas and L- galactopyranosida from Soneratia caseolaris.
BUDIDAYA UDANG VANAMEI, Litopenaeus vannamei POLA SEMI- INTENSIF DENGAN APLIKASI BEBERAPA JENIS PROBIOTIK KOMERSIAL Gunarto Gunarto; Erfan Andi Hendrajat
Jurnal Riset Akuakultur Vol 3, No 3 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (867.114 KB) | DOI: 10.15578/jra.3.3.2008.339-349

Abstract

Pengaruh beberapa jenis probiotik diujikan pada pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang vanamei yang dibudidayakan dengan pola semi-intensif di tambak. Tambak ukuran 4.000 m2 sebanyak enam petak masing-masing ditebari benur vanamei (L. vannamei) PL-10 dengan padat tebar 100.000 ekor/petak. Perlakuan yang diuji adalah A). Pemberian fermentasi probiotik komersial I, B). Pemberian probiotik komersial II yang dicampurkan ke dalam pakan udang dengan dosis sesuai kemasan, C). Pemberian fermentasi probiotik produksi Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP), Maros yang terdiri atas kombinasi bakteri laut (BL 542), mangrove (BR 931, MY 1112), dan bakteri tambak (MR 55, BT 950). Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Pemberian probiotik dilakukan setiap minggu dimulai satu minggu sebelum penebaran hingga menjelang panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A dan B rata-rata bobot akhir udang lebih tinggi dari yang diperoleh pada perlakuan C. Laju tumbuh harian udang pada perlakuan A berkisar 0,12—0,17 g/hari; sedangkan perlakuan B dan C masing-masing berkisar 0,15—0,16 g/hari dan 0,12—0,14 g/hari. Sintasan udang pada semua perlakuan lebih dari 90%. Rata-rata produksi udang paling tinggi dijumpai pada perlakuan A (1.339,1 ± 85,56 kg), kemudian perlakuan C (1.221,75 ± 95,39 kg), dan terendah pada perlakuan B (1.172,95 ± 111,79 kg). Ketiga perlakuan tersebut menunjukkan perbedaan yang tidak berarti (P>0,05) pada bobot akhir, laju tumbuh harian, sintasan, dan produksi udang vanamei yang dibudidayakan. Probiotik komersial yang dipergunakan pada perlakuan A mempunyai efek yang cenderung lebih baik dalam hal memperbaiki kualitas air (BOT, amoniak, nitrit, dan fosfat) dan kemungkinan faktor tersebut berakibat pada produksi udang di perlakuan A lebih tinggi daripada di perlakuan B dan C.The efectiveness of probiotics were tested on the growth, survival rates, production, and water quality condition of Pacific white shrimp L. vannamei cultured in pond under semi-intensif system. Six of pond compartments each sized 4,000 m2 were stocked with PL-10 at the density of 100,000 fries/compartment. Three treatments of probiotics application in pond were tested, there were A). Fermentation of commercial probiotic type 1, B). Commercial probiotic type 2 was applied by mixed it with shrimp feed at the recommended dosage, C). Fermentation of probiotic produced by RICA which composed of marine bacteria (BL 542), mangrove bacteria (BR 931, MY 1112) and pond bacteria (MR 55, BT 950). Each treatment was done in two replicated. On treatment A and C probiotic applied weekly to the ponds started on the first week before shrimp stocking untill harvested, while in treatment B probiotic application was mixed with feed pellet then it was given to the cultured shrimp in the ponds. Result of the research showed that final shrimp body weight in treatment A and B tend to be higher compared to the treatment C. Daily shrimp growth-rate in treatment A: 0.12—0.17 g/day, treatment B: 0.15—0.16 g/day and treatment C: 0.12—0.14 g/day. Shrimp survival rates in all treatments were more than 90%. Highest shrimp production was found in treatment A (1,339.1 ± 85.56 kg), then followed by treatment C (1,221.75 ± 95.39 kg) and the lowest in treatment B (1,172.95 ± 111.79 kg). However among those treatments there were no significant differences (P>0.05) in final shrimp weight, daily growth rate, survival rate and shrimp production. Probiotics used in treatment A resulted in the enhancement of water quality condition (total organic matter, ammonium, nitrite, and phosphate) compared to the other two tested probiotics (treatment B and treatment C). This condition presummably resulted the highest shrimp production in treatment A.
ANALISIS KEJADIAN SERANGAN WHITE SPOT SYNDROME VIRUS (WSSV) DENGAN BEBERAPA PARAMETER KUALITAS AIR PADA BUDI DAYA UDANG WINDU MENGGUNAKAN SISTEM TANDON DAN PROBIOTIK Gunarto Gunarto; Muslimin Muslimin; Muliani Muliani; Sahabuddin Sahabuddin
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1572.781 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.2.2006.255-270

Abstract

Munculnya serangan White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada udang yang dibudidayakan kemungkinan sebagai akibat menurunnya kualitas lingkungan tambak.  Data diperoleh dari penelitian budi daya udang windu yang dilakukan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros menggunakan 8 unit tambak ukuran 500 m2. Tokolan udang windu PL-25 dengan padat tebar 10 dan 20 ekor/m2 ditebar dalam petak tambak tersebut serta penambahan probiotik setiap minggu sebanyak 1 mg/L  berlangsung selama pemeliharaan udang dan tanpa pemberian probiotik sebagai kontrol merupakan perlakuan yang diuji. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Setelah penebaran, beberapa petak terserang WSSV dan menyebabkan kematian total yaitu pada hari ke-27, 30, 41, dan 47. Serangan WSSV terus berlanjut selama pemeliharaan udang di tambak berlangsung. Pada petak menggunakan probiotik mempunyai  kecenderungan terserang WSSV lebih lambat daripada yang tidak menggunakan probiotik. Semakin tinggi padat tebar udang windu di tambak, maka semakin rentan terhadap serangan WSSV. Padat tebar 10 ekor/m2 menggunakan probiotik produksinya cenderung lebih baik daripada padat tebar 20 ekor/m2. Peningkatan populasi Vibrio sp., peningkatan konsentrasi nitrit dan tingginya populasi awal Vibrio sp. di air melebihi 103 cfu/mL dan di sedimen 104 cfu/g diduga erat kaitan dengan munculnya serangan WSSV pada udang yang dipelihara di tambak pada penelitian ini.The outbreak of WSSV infection on tiger shrimp culture was thought to be an impact of its pond environmental depletion. The data was obtained from the study of tiger shrimp culture conducted in ponds Research Station of RICA Maros using 8 unit of  brackishwater ponds compartment of 500 m2 each size. The PL-25 were stocked in the ponds at the density of 10 pieces and 20 pieces/m2 and on  the otherhand, ponds also were treated with 1 mg/L commercial probiotics applicated in every week during culture period and no probiotics application as control. Each treatment in two replications. WSSV was infected to the shrimp in the different ponds compartment beginning at 27, 30, 41, and 47 days after stocking and affected total mortality of the shrimp. The WSSV infection was continue distributed to the other ponds compartments consecutively. The shrimp in ponds were applied with probiotics tend to delay infected, in contrary more early infected to the shrimp in pond without probiotics application. The shrimp with higher stocking density likely was easier infected by WSSV. The shrimp production tends to be higher in the shrimp stocking density of 10 pieces/m2 with probiotics application as compared to 20 pieces/m2 without probiotics applications. Increase Vibrio sp. population, enhance nitrite concentration and commenced with high Vibrio sp. population in the water and sediment pond excessive of 103 cfu/mL and 104 cfu/g respectively were presumed as the stimulate of WSSV outbreak in tiger shrimp culture in this research.
BEBERAPA ASPEK PENTING DALAM BUDIDAYA UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei ) DENGAN SISTEM PEMUPUKAN SUSULAN DI TAMBAK (TRADISIONAL PLUS) Gunarto Gunarto
Media Akuakultur Vol 3, No 1 (2008): (Juni 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2042.858 KB) | DOI: 10.15578/ma.3.1.2008.15-24

Abstract

Sebagian besar tambak di Indonesia dikelola secara tradisional oleh petambak yang rata-rata bermodal kecil. Untuk itu, teknologi budidaya udang vanamei pola tradisional plus perlu dikembangkan misalnya dengan sistem pemupukan susulan sehingga akan diperoleh teknologi budidaya yang murah tetapi menguntungkan bagi petambak tradisional. Beberapa faktor penting yang sangat perlu diperhatikan agar supaya berhasil dalam budidaya udang vanamei pola tradisional plus, di antaranya adalah persiapan tambak harus maksimal, pemilihan dan penanganan benur harus betul, kontruksi tambak meskipun untuk pola tradisional harus didisain agar air baru mudah masuk ke tambak dan air buangan beserta limbahnya dapat segera keluar dari pelataran tambak, cara pengelolaan air sistem resirkulasi atau penggantian air hanya dilakukan saat terjadi air pasang tinggi. Penggunaan fermentasi probiotik dan peningkatan upaya biosekuritas di sekitar lingkungan tambak. Dengan memperhatikan faktor-faktor penting tersebut, meskipun udangdipelihara pada musim kemarau dengan kadar garam tinggi (53--34 ppt) dengan hanya mengandalkan pemupukan susulan 750 g urea dan 375 g SP-36/500 m2 serta penambahan fermentasi probiotik sebanyak 3 mg/L per minggu ternyata masih bisa panen dengan masa pemeliharaan lebih singkat yaitu 76 hari. Produksi pada kepadatan 1, 3, 5, dan 7 ekor/m2 masing-masing pada kisaran 4,1--8,69 kg/500 m2 (82--173,8 kg/ha); 8,7--10,7 kg/500 m2 (174--214 kg/ha); 4,27--10,55 kg/500 m2 (175,6--211 kg/ha); dan 11,6--17,5 kg/500 m2 (232--350 kg/ha).
APAKAH NILAI REDUKSI DAN OKSIDASI POTENSIAL SEDIMEN TAMBAK BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI UDANG WINDU DI TAMBAK Gunarto Gunarto
Media Akuakultur Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1217.267 KB) | DOI: 10.15578/ma.1.3.2006.91-96

Abstract

liat selengkapnya di file PDF
BUDI DAYA UDANG WINDU MENGGUNAKAN TANDON MANGROVE DENGAN POLA RESIRKULASI BERBEDA Gunarto Gunarto; Suharyanto Suharyanto; Muslimin Muslimin; Abdul Malik Tangko
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 9, No 2 (2003): (Vol, 9 No. 2 2003)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5813.884 KB) | DOI: 10.15578/jppi.9.2.2003.57-63

Abstract

Kegagalan panen udang windu masih terus terjadi akibat kerusakan lingkungan peratran pantai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan idang windu dengan pola resirkulasi air yang berbeda dalam budi daya udang ramah mangrove.
HUBUNGAN ANTARA BAHAN ORGANIK, TEKSTUR TANAH, DAN KERAGAMAN MAKROBENTOS DI KAWASAN TAMBAK DAN MANGROVE Andi Marsambuana Pirzan; Gunarto Gunarto; Rohama Daud; Burhanuddin Burhanuddin
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol 10, No 2 (2004): (Vol. 10 No. 2 2004)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3604.298 KB) | DOI: 10.15578/jppi.10.2.2004.27-40

Abstract

Penelitian dilakukan di kawasan tambak dan mangrove Kelurahan Bebanga (Ahuni, Kampung Baru) Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Tujuan plnelitian ini adalah menelaah perbedaan jumlah individu, indeks keragaman jenis, indeks dominansi, dan indeks keseragaman makrobentos serta hubungannya dengan kandungan bahan organik dan tekstur(kandungan debu) tanah.