Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

KELAYAKAN LAHAN PERTAMBAKAN DI TANAH SULFAT MASAM, KABUPATEN LUWU TIMUR, SULAWESI SELATAN Brata Pantjara; Aliman Aliman; Abdul Mansyur; Utojo Utojo
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 2 (2006): (Agustus 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.661 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.2.2006.281-290

Abstract

Salah satu lahan yang bisa dikembangkan untuk budi daya tambak adalah tanah sulfat masam. Di Indonesia potensinya cukup luas dan umumnya lahan semacam ini berada di kawasan pesisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi kelayakan lahan tanah sulfat masam untuk pertambakan dan optimalisasi pemanfaatannya berdasarkan tingkat kesesuaian lahan dan daya dukung lingkungan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Metode penelitian dengan melakukan survai untuk mendapatkan data primer. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan peta yang diperlukan untuk proses analisis dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis data melalui tumpang susun dari beberapa peta dan data primer pada setiap pengamatan dengan mempertimbangkan pembobotan dan skala penilaian untuk mendapatkan nilai skoring dalam menentukan kesesuaian lahan budi daya tambak. Hasil analisis kelayakan lahan untuk tambak didapatkan nilai potensi dan kelayakan seluas 5.617,9 ha yang terdiri atas 709,4 ha kelayakan tinggi; 3.947,7 ha kelayakan sedang; dan 960,7 ha kelayakan rendah.One of land that can be developed for brackish water aquaculture is acid sulfate soil. The potency of acid sulfate soil in Indonesia is relatively large and generally found in coastal area. The objectives of this research to know the potency and land suitability of acid sulfate soil for brackish water aquaculture and optimal utilization based on land suitability level and its carrying capacity. This research was conducted at Malili Sub District; East Luwu Regency, South Sulawesi. Surveys have been done collected primary data. while secondary data was obtained from related Institution and needed maps for Geographic Information System (GIS) analysis, with overlying maps and primary data in each station observation with considering and assessment scale value of determining land suitability for brackish water pond. The result of maps analysis had been obtained the potency and land suitability at Malili Sub district were 5,617.9 ha consisted of 709.4 ha (high suitability); 3,947.7 ha (moderate suitability); and 960.7 ha (low suitability).
APLIKASI DOSIS FERMENTASI PROBIOTIK BERBEDA PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA INTENSIF Gunarto Gunarto; Abdul Mansyur; Muliani Muliani
Jurnal Riset Akuakultur Vol 4, No 2 (2009): (Agustus 2009)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.136 KB) | DOI: 10.15578/jra.4.2.2009.241-255

Abstract

Aplikasi dosis probiotik yang tepat menjadi satu di antara penentu utama dalam peningkatan produksi udang di tambak, karena berkaitan dengan kemampuannya mengurai limbah organik sisa pakan dan sisa metabolisme udang yang dibudidayakan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dosis fermentasi probiotik yang berbeda pada pertumbuhan, sintasan, produksi udang, nilai rasio konversi pakan, dan kualitas air tambak budidaya intensif udang vaname di tambak. Enam unit tambak masing-masing ukuran 4.000 m2 ditebari benur vaname PL-10 dengan padat tebar 50 ekor/m2. Pakan diberikan dengan dosis 2,5%-100% dari total biomassa udang dengan frekuensi 2–4 kali/hari selama pemeliharaan 105 hari. Tiga dosis berbeda dari aplikasi fermentasi probiotik komersial dijadikan perlakuan, yaitu A). 1 mg/L/minggu, B). 3 mg/L/minggu, dan C). 5 mg/L/minggu. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Aplikasi fermentasi probiotik di tambak dilakukan setiap minggu sekali dan dimulai seminggu sebelum tebar hingga mendekati waktu panen. Sampling pertumbuhan dan kualitas air (amoniak, nitrit, nitrat, fosfat, bahan organik total (BOT), klorofil-a, total bakteri Vibrio sp. dan total bakteri) dilakukan setiap dua minggu sekali. Pengamatan fluktuasi oksigen terlarut di air tambak selama 24 jam dilakukan pada hari ke-43, 60, dan 90. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan, maka data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian pola Rancangan Acak Lengkap, dan dilanjutkan dengan uji BNT apabila terjadi perbedaan yang nyata. Berdasarkan hasil penelitian nampak bahwa dosis 5 mg/L fermentasi probiotik, mampu menghasilkan sintasan yang lebih baik dan juga efisien dalam pemanfaatan pakan, yang ditunjukkan dengan nilai Rasio Konversi Pakan lebih rendah apabila dibandingkan dengan nilai Rasio Konversi Pakan yang diperoleh pada dosis fermentasi probiotik 3 dan 1 mg/L, meskipun demikian ketiganya menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05). Konsentrasi oksigen terlarut pada bulan ke tiga pada perlakuan B lebih rendah dan berbeda nyata (P<0,1) dengan konsentrasi oksigen terlarut di perlakuan A dan C. Hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan sintasan dan produksi udang di perlakuan B lebih rendah dari pada di perlakuan A dan C.The right dosage of probiotic application is one of the main important aspects to increase production in shrimp pond culture. It relates to its capability to decompose  organic waste from excessive feed and metabolic products of shrimp. The objective of the research was to know the effect of various dosages of probiotic fermentation on the growth rate, survival rate, production, and feed convertion ratio of Litopenaeus vannamei and on pond water quality. Six units of pond compartment, each sized of 4,000 m2  were stocked with D-10 of vannamei post larvae at a density of 50 ind./m2. Commercial pellet was given from 2.5% to 100% of total body weight, 2 to 4 times a day during 105 days of culture. Three dosages of commercial probiotic fermentation were tested as treatments, they were A). 1 mg/L/week, B). 3 mg/L/week and C). 5 mg/L/week. Each treatment contained two replications and probiotic was applied weekly in shrimp pond started one week before shrimp stocking and continued up to harvest time. Shrimp growth, water quality (amonium, nitrite, nitrate, phosphate, total organic matter (TOM), chlorophyll-a, total Vibrio sp., and total bacteria,) were monitored once in two weeks. 24 hours of monitoring of dissolved oxygen fluctuation in the pond water was conducted at day 43, 60, and 90. Shrimp survival rate, production and feed convertion ratio were monitored  after shrimp were harvested. Varian analysis followed by LSD test were used to analyze the data obtained from this research to know the differences among those treatments. Result of the research showed that 5 mg/L of probiotic weekly application in pond was able to increase shrimp survival rate and feed consumpsion efficiency which was reflected by a lower Feed Corvertion Ratio values. However, it was not significantly different (P>0.05) with the other treatments, 1 and 3 mg/L/week. Dissolved oxygen in treatment B on the third month was significantly lower (P<0.1) than those of in treatment A and C. Presummably this factor was causing lower shrimp survival rate and production in treatment B compared to treatment A and C.
PENGARUH APLIKASI SUMBER C- KARBOHIDRAT (TEPUNG TAPIOKA) DAN FERMENTASI PROBIOTIK PADA BUDIDAYA UDANG WINDU, Penaeus monodon POLA INTENSIF DI TAMBAK Gunarto Gunarto; Muliani Muliani; Abdul Mansyur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 5, No 3 (2010): (Desember 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (139.502 KB) | DOI: 10.15578/jra.5.3.2010.393-409

Abstract

Penelitian bertujuan untuk membandingkan pengaruh penambahan sumber C- karbohidrat (tepung tapioka) dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu dengan pola intensif di tambak terutama melihat efeknya terhadap perbaikan kualitas air, pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu. Enam petak tambak masing-masing ukuran sekitar 4.000 m2, setelah selesai tahap persiapan tambak (pengeringan, pembalikan tanah dasar, pengapuran, pengisian air, dan pemupukan), kemudian tambak ditebari tokolan udang windu PL-25 dengan padat tebar 20 ekor/m2. Tiga perlakuan diuji yaitu A). Penambahan tepung tapioka  ke air tambak dengan dosis 62% dari total pakan yang diberikan per hari dan diberikan dalam selang waktu lima hari sekali selama masa pemeliharaan pada bulan pertama dan kemudian dengan selang waktu tiga hari sekali selama masa pemeliharaan bulan kedua hingga menjelang panen; B). Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 5 mg/L/minggu; dan C). Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 10 mg/L/minggu. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Sampling pertumbuhan, kualitas air, dan bakteri dilakukan setiap dua minggu sekali. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung tapioka menyebabkan konsentrasi amoniak relatif lebih rendah di perlakuan A daripada di perlakuan B dan C, namun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) di antara ketiga perlakuan tersebut. Bahan Organik Total (BOT) pada hari ke-112 di perlakuan C paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan BOT di perlakuan B dan A. Juga terdapat indikasi adanya peningkatan populasi bakteri heterotrof, bakteri Sulfur Oxidizing Bacteria (SOB) di sedimen tambak, terutama di perlakuan C yang terjadi setelah masuk bulan ke-IV. Konsentrasi oksigen terlarut di perlakuan C relatif lebih tinggi daripada di perlakuan B dan A. Hal tersebut kemungkinan yang menyebabkan pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang pada perlakuan C lebih tinggi daripada yang diperoleh pada perlakuan B dan A. Nilai konversi pakan yang terendah juga dijumpai pada perlakuan C, sedangkan yang tertinggi pada perlakuan A. Hasil analisis statistik baik pada pertumbuhan, sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) di antara ketiga perlakuan yang diuji.The objective of the research was to compare the effect of addition of carbohydrate source (starch flour) and probiotics fermentation to the water quality and the growth, survival, and production of tiger shrimp in intensive brackishwater pond system. Six pond compartments each sized approximately of 4,000 m2, went through preparation stages (pond drying, ploughing, liming, filling the pond with sea water and fertilyzing). Then the ponds were stocked with tiger shrimp post larvae day 25 at stocking density of 20 ind./m2. Three treatments were tested, A). the addition of starch flour in pond water column at a dosage of 62% of the total given feed per day, and applied every five days during the first month of shrimp culture, and then every three days from the second month to harvest time; B). the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 5 mg/L/week; and C). the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 10 mg/L/week. Result of the research showed that the addition of starch flour was able to decrease the ammonia concentration in treatment A, but there was no significant difference (P>0.05) with the ammonia concentration compared to the treatment B and C. Total Organic Matter (TOM) at day 112 in treatment C was the lowest and significantly different (P<0.05) with TOM in treatment B and A. There was also an indication of increasing heterothrophic bacterial population and Sulphur Oxidizing Bacterial (SOB) in the sediment pond of treatment C in the fourth month of culture period. Dissolved oxygen in treatment C relatively was higher than those of treatment A and B. These conditions presummably have caused the higher of shrimp growth, survival rate and production in treatment C compared to the treatment A and B. The lowest of feed conversion ratio was also obtained by treatment C and the highest was treatment A. Statistical analysis on shrimp growth, survival, production, and feed convertion ratio were not significantly different (P>0.05) among those treatments.
BUDI DAYA UDANG VANAMEI (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA MENGGUNAKAN SISTEM PEMUPUKAN SUSULAN Gunarto Gunarto; Abdul Mansyur
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.561 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.167-176

Abstract

Budi daya udang putih, Litopenaeus vannamei dengan sistem teknologi intensif sulit dikembangkan oleh masyarakat petani kecil. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan biaya produksi yang sangat tinggi. Untuk itu, teknologi budi daya udang pola tradisional dengan sistem pemupukan susulan perlu dikembangkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui padat tebar yang optimal pada budi daya udang vanamei pola tradisional plus dengan sistem pemupukan susulan. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan tambak ukuran 500 m2/petak sebanyak 12 petak. Sebelum penebaran dilakukan persiapan tambak meliputi: pemberantasan hama, pengeringan, dan pengapuran. Hewan uji yang digunakan adalah udang vanamei PL 22 dengan padat tebar yang diuji yaitu 1 ekor/m2 (A), 3 ekor/m2 (B), 5 ekor/m2 (C), dan 7 ekor/m2 (D). Masing-masing perlakuan dengan tiga kali ulangan. Dosis pemupukan susulan menggunakan urea dan TSP, sebanyak 750 g urea dan 375 g SP-36/petak, yang diaplikasikan setiap minggu sekali pada bulan pertama pemeliharaan dan setiap dua minggu sekali pada bulan kedua dan ketiga selama pemeliharaan udang dalam tambak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata ukuran udang hingga umur pemeliharaan 76 hari di tambak telah mencapai ukuran konsumsi (rata-rata 20—21g). Sintasan udang paling tinggi diperoleh pada perlakuan A dan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)dengan perlakuan D, namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B dan C. Pertumbuhan udang pada perlakuan A, B, dan D tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05), tetapi ketiga-tiganya menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan C (P<0,05). Produksi udang paling tinggi diperoleh pada perlakuan D, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan B, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan C dan A. Pertumbuhan udang di semua perlakuan sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh salinitas, nitrat, amoniak, dan BOT serta produksi klekap. Produksi udang sangat nyata (P<0,01) oleh kandungan nitrit, fosfat, nitrat air tambak, dan produksi klekap. Sedangkan sintasan udang vanamei pada semua perlakuan nyata (P<0,05) dipengaruhi oleh konsentrasi amoniak pada perairan tambak.White shrimp, L. vannamei intensive culture system in ponds was considered to be difficult adopted by poor shrimp farmer caused by high cost. Therefore, the traditional (extensive) shrimp culture using continued fertilization technology could be developed. The objectives of the research was to find out the optimum stocking density of white shrimp, L. vannamei, cultured in pond in extensive technology using continued fertilization. Research was conducted by using twelve of 500 m2 ponds in size. Pond preparations were conducted before shrimp stocked, which consisted pest eradication, drying and liming of pond bottom soil. 22 day old of vannamei post larva were stocked in these ponds at different stocking densities, there were 1 piece/m2(A), 3 pieces/m2 (B), 5 pieces/m2 (C), and 7 pieces/m2 (D). Each treatment in triplicates. The continued fertilization i.e. urea and SP-36 were given at 750 g and 375 g/pond compartment respectively and applied weekly during first month of shrimp culture period and beweekly during second and third month of shrimp culture period. The result of the research showed that the marketable shrimp size (20—21 g mean weight) was obtained at 76 days of shrimp cultured in the pond. The highest survival rate was obtained in treatment A, and significantly different (P<0.05) with treatment D, meanwhile there was  not significantly different with treatment B and C. Shrimp growth in treatment A, B, and D were not significantly different (P>0.05), but there were significantly different (P<0.05) with treatment C. The highest shrimp production was obtained in treatment D and there was not significantly different (P>0.05) with treatment B, but both of them were significantly different (P<0.05) with treatment C and A. Shrimp growth in all treatments most significantly (P<0.01) influenced by salinity, nitrate, ammonium, Total Organic Matter (TOM), and klekap production, while nitrite, nitrate, phosphate, and klekap production are also most  dominant factors (P<0.01) influences to the shrimp production in ponds. Ammonium concentration in pond waters was significantly (P<0.05) influences to the shrimp survival rates.
IDENTIFIKASI KELAYAKAN LOKASI LAHAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma sp) DI PERAIRAN TELUK TAMIANG, KABUPATEN KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Utojo Utojo; Rachmansyah Rachmansyah; Abdul Mansyur; Andi Marsambuana Pirzan; Hasnawi Hasnawi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 1, No 3 (2006): (Desember 2006)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1408.014 KB) | DOI: 10.15578/jra.1.3.2006.397-409

Abstract

Kalimantan selatan memiliki sumber daya lahan perikanan pesisir yang cukup potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut, namun demikian belum diperoleh data rinci kelayakanannya
KONDISI LINGKUNGAN PERAIRAN TELUK MALLASORO YANG LAYAK UNTUK LOKASI PENGEMBANGAN BUDI DAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma sp.) Utojo Utojo; Abdul Mansyur; Brata Pantjara; Andi Marsambuana Pirzan; Hasnawi Hasnawi
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Agustus 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2486.479 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.2.2007.243-255

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan lokasi yang layak bagi pengembangan budi daya rumput laut di perairan Teluk Mallasoro, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Data sekunder yang diperoleh berupa data iklim, data produksi rumput laut, peta rupabumi Indonesia kawasan Jeneponto skala 1:50.000, citra digital landsat-7 ETM, dan peta batimetri skala 1:200.000. Data primer diperoleh dengan metode survai di lokasi penelitian yaitu kondisi kualitas perairan. Penentuan stasiun pengamatan dilakukan secara acak dan sistematik. Setiap lokasi pengambilan contoh ditentukan posisi koordinatnya dengan alat Global Positioning System (GPS). Data lapangan (fisikakimia perairan), data sekunder, dan data citra satelit (Landsat ETM+) digital, dianalisis secara spasial dengan metode PATTERN menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Berdasarkan hasil survai dan evaluasi kelayakan budi daya rumput laut perairan Teluk Mallasoro memiliki tingkat kelayakan tinggi di sekitar tengah, timur, dan barat dari mulut teluk (297,7 ha), kelayakan sedang terdapat di sepanjang kawasan tengah teluk (403,0 ha), dan kelayakan rendah di sekitar tengah dan timur bagian dalam teluk (387,0 ha), dituangkan dalam peta prospektif skala 1:50.000.The aim of this research is to find location which was suitable to develop seaweed culture in Mallsoro Bay, Jeneponto Regency, South Sulawesi. Secondary data such as wheather data, seaweed production data, Indonesia earth surface map of Jeneponto area scale of 1:50,000, citra landsat-7 ETM digital product, and navigation map scale 1: 200,000. The primary data (water quality) was found  with survey method in research location. Simple systematic random sampling was used to allocate sampling points.Digital Remote sensing (Landsat ETM+) data, secundary data, and field data (water quality) were analyzed using PATTERN method and Geographic Information System (GIS). Tematic map of area suitability as the main expected output of the study was made through spatial analysis and GIS as suggested by reference. The potential areas which are suitable for seaweed culture development are 1,087.7 ha, namely either for seaweed culture with high suitability (297.7 ha), moderate (403.0 ha), and low (387.0 ha) was distribution in the sea waters of Mallasoro Bay.
PENGARUH PENGURANGAN RANSUM PAKAN SECARA PERIODIK TERHADAP PERTUMBUHAN, SINTASAN, DAN PRODUKSI UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA SEMI-INTENSIF DI TAMBAK Abdul Mansyur; Hidayat Suryanto Suwoyo; Rachmansyah Rachmansyah
Jurnal Riset Akuakultur Vol 6, No 1 (2011): (April 2011)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (102.518 KB) | DOI: 10.15578/jra.6.1.2011.71-80

Abstract

Pakan merupakan biaya produksi tertinggi dalam budidaya udang vaname di tambak, sehingga diperlukan informasi strategi manajemen pakan dalam budidaya. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh pengurangan ransum pakan secara periodik terhadap pertumbuhan, sintasan, produksi, rasio konversi pakan dan efesiensi pakan pada budidaya udang vaname pola semi-intensif. Penelitian dilakukan di tambak percobaan Punaga Takalar, menggunakan 6 petak pembesaran udang vaname masingmasing berukuran 4.000 m2. Hewan uji adalah pasca larva udang vaname dengan bobot awal rata-rata 0,017 g yang ditebar pada tambak dengan kepadatan 20 ekor/m2. Rancangan penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan yang masing-masing perlakuan terdiri atas dua ulangan. Perlakuan yang diujicobakan adalah pengurangan ransum pakan (pemuasaan) secara periodik yaitu: A) pengurangan ransum pakan 30%, B) pengurangan ransum pakan 60%, dan C) kontrol (tanpa pengurangan ransum pakan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan ransum pakan secara periodik berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap pertambahan bobot mutlak, laju pertumbuhan harian, sintasan, produksi, dan rasio konversi pakan bahkan mampu meningkatkan efisiensi pakan sekitar 7,71–22,39%. Penghematan penggunaan pakan untuk udang vaname dapat dilakukan dengan pengurangan ransum pakan hingga 60% bobot badan/hari/minggu
PEMILIHAN LOKASI BUDI DAYA IKAN, RUMPUT LAUT, DAN TIRAM MUTIARA YANG RAMAH LINGKUNGAN DI KEPULAUAN TOGEAN, SULAWESI TENGAH Utojo Utojo; Abdul Mansyur; Akhmad Mustafa; Hasnawi Hasnawi; Abdul Malik Tangko
Jurnal Riset Akuakultur Vol 2, No 3 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.964 KB) | DOI: 10.15578/jra.2.3.2007.303-318

Abstract

Sumber daya lahan perikanan pesisir di Sulawesi Tengah yang potensial untuk pengembangan budi daya laut berada di Teluk Tomini, namun demikian belum diperoleh data secara rinci kelayakannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan lokasi bagi pengembangan budi daya di perairan Kepulauan Togean, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah dan penelitiannya dilaksanakan dengan metode survai. Pengumpulan data sekunder meliputi data iklim, pasang surut, produksi perikanan, peta rupa bumi Indonesia kawasan Tojo Una-Una skala 1:25.000, peta citra landsat7ETM digital, dan peta navigasi (batimetri) skala 1:200.000 yang dilakukan sebelum pelaksanaan survai. Data primer diperoleh melalui pengukuran langsung di lapang yang meliputi topografi pantai, keterlindungan, oseanografi, dan biologi. Seluruh lokasi pengambilan contoh ditentukan posisinya dengan Global Positioning System (GPS) dan data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Dari hasil penelitian ini telah diidentifikasi sumber daya lahan perikanan pesisir yang potensial dikembangkan dan dinilai layak untuk kegiatan budi daya laut yaitu seluas 1.601,3 hektar. Lokasi yang potensial dikembangkan untuk budi daya ikan dalam keramba jaring apung (KJA) terdapat di sekitar Kepulauan Siatu 365,2 hektar; Kepulauan Salaka 385,8 hektar; dan Pulau Kadidiri 270,9 hektar. Sedangkan lokasi yang potensial dikembangkan untuk budi daya rumput laut dan tiram mutiara terdapat di sekitar Pulau Huo dan Bungin 579,4 hektar. Seluruh lokasi tersebut ditampilkan dalam peta prospektif skala 1:50.000.Central Sulawesi had coastal resources which are potential to be developed for mariculture i.e Tomini Bay, however the scientific data support was unavailable. This study was conducted by survey method to find out suitable location to be developed for mariculture in Togean Archipelago, Tojo Una-Una Regency, Central Sulawesi. Secondary data such as wheather, tidal plate, coastal fisheries production, Indonesia earth surface map of scale 1:50,000, citra land sat-7ETM digital product, and navigation map of scale 1:200,000 were collected before the study. The primary data was collected from each study areas and interpreted as mariculture requirement for several domesticated species i.e. fish, seaweed, and mollusca. Tematic map of area, suitability as the main expected out put of the study was made through spatial analysis and GIS as suggested by reference. The total potential areas which were suitable for mariculture development  are 1,601.3 hectares, namely either for fish culture in floating net cage (1,021.9 hectares), seaweed and pearl oysters (579.4 hectares) were distribution in the sea waters of Siatu, Salaka, Kadidiri, Huo, and Bungin island.
PROBIOTIK: PEMANFAATANNYA UNTUK PAKAN IKAN BERKUALITAS RENDAH Abdul Mansyur; Abdul Malik Tangko
Media Akuakultur Vol 3, No 2 (2008): (Desember 2008)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.735 KB) | DOI: 10.15578/ma.3.2.2008.145-149

Abstract

Probiotik mempunyai prospek yang cerah dalam membantu memperbaiki pakan berkualitas rendah pada budidaya ikan sehingga akan ikut meningkatkan produktivitas perikanan budidaya. Salah satu jenis probiotik yang telah dicoba adalah probiotik dengan merek dagang H-S dicampurkan ke dalam pakan dengan menggunakan hewan uji ikan bandeng dalam keramba jaring apung (KJA) di laut ukuran 1 m x 1 m x 1,2 m. Dari hasil ujicoba menunjukkan bahwa dengan konsentrasi 0,2%/kg pakan yang diberikan pada hewan uji ikan bandeng memberikan respons yang terbaik terhadap laju pertumbuhan harian, rasio konversi pakan, dan kecernaan pakan baik bahan kering, protein, maupun energi.
RUMPUT LAUT JENIS CAULERPA DAN PELUANG BUDI DAYANYA DI SULAWESI SELATAN Petrus Rani Pong-Masak; Abdul Mansyur; Rachmansyah Rachmansyah
Media Akuakultur Vol 2, No 2 (2007): (Desember 2007)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (9085.858 KB) | DOI: 10.15578/ma.2.2.2007.80-85

Abstract

Caulerpa merupakan salah satu komoditas rumput laut yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara langsung sebagai makanan dalam bentuk lalapan dan sayuran. Di Sulawesi Selatan, Caulerpa yang dipanen dari laut sangat digemari bahkan telah diproduksi melalui usaha budi daya pada tambak-tambak terlantar di pinggir pantai. Produksi Caulerpa telah menjadi komoditas yang bernilai ekonomi dan diperjualbelikan di pasarpasar lokal dan telah menjadi sajian menu khas di sejumlah restoran menengah. Studi awal telah dilakukan di wilayah pesisir Sulawesi Selatan, yaitu untuk pengamatan lahan budi daya serta analisis proksimat terhadap spesies Caulerpa lentillifera, Caulerpa recemosa var macrophysa, dan Caulerpa sp. di tambak dan pantai. Terlihat bahwa kandungan air 3,09±1,03; abu 60,67±2,62; lemak 0,39±0,33; protein 7,93±2,32; serat kasar 13,33±8,33; dan BETN 17,67±3,88. Tekstur tanah dengan debu berpasir atau pasir berdebu cocok untuk budi daya Caulerpa, di mana budi daya dengan penerapan metode long-line kurang produktif.