M Iqbal
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

TINJAUAN KRIMINOLOGIS PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JENIS SABU OLEH ANAK (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI LHOKSUKON) M Rabiel bahana; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak, upaya yang dilakukan oleh penegak hukum dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika oleh anak, dan bentuk sanksi yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara anak mengenai penyalahgunaan narkotika jenis sabu. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan lapangan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab anak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anak yaitu faktor pengaruh lingkungan atau pergaulan, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Upaya penanggulangan yang dilakukan pihak kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana Penyalahgunaan narkotika yaitu meningkatkan kerjasama dengan instansi yang terkait maupun bersama dengan tokoh masyarakat demi terwujudnya koordinasi yang baik dalam penegakan hukum, melakukan sosialisan tentang akibat penyalahgunaan narkotika. bentuk putusan yang dijatuhkan tidak memandang anak sebagai korban yang seharusnya pemulihan lebih dipentingkan dari  hukuman. Disarankan kepada semua pihak penegak hukum untuk lebih intensif dalam melakukan penyuluhan demi meningkatkan kesadaran masyarakat terutama kesadaran orang tua dalam mejaga anak supaya tidak terjerumus kedalam penyalahgunaan narkotika oleh anak. Demikian halnya kepada anak sebagai pelaku untuk dikenakan sanksi yang memerhatikan tumbuh kembang dan masa depan anak.
TINDAK PIDANA PENGANGKUTAN IKAN YANG TIDAK MEMILIKI SURAT IZIN KAPAL PENGANGKUTAN IKAN (SIKPI) (SUATU PENELITIAN DI SATUAN POLISI PERAIRAN POLRES PIDIE) Muhammad Faqih; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Sudah jelas menjelasakan bahwa pengangkutan ikan harus memiliki SIKPI. Meskipun telah diancam dengan hukuman, kenyataannya masih banyak ditemukan Nakhkoda atau pemilik kapal yang tidak memiliki Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan di Kabupaten Pidie Jaya. Penulisan artikel ini bertujuan menjelaskan faktor penyebab dilakukannya tindak pidana penangkapan ikan yang tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan SIKPI, hambatan dalam pelaksanaan penanggulangan oleh polisi perairan terhadap pelaku pengangkutan ikan yang tidak memiliki sikpi dan upaya penanggulangan terhadap tindak pidana pengangkutan ikan yang tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan SIKPI. Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari buku-buku dan Undang-Undang. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya  tindak pidana penangkapan ikan yang tidak memiliki surat izin kapal pengangkutan ikan SIKPI kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum bagi para pemilik kapal dalam melakukan pengangkutan ikan dan faktor pelayanan yang masih kurang. Hambatan Polisi Perairan Pidie Dalam Menindak Pelaku Pengangkutan Ikan Yang Tidak Memiliki SIKPI ialah belum adanya Pos PSDKP (Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan) di Kabupaten Pidie Jaya, di Kabupaten Pidie Jaya masih belum ada kepolisian resort, ketika Pihak Satuan Polisi Perairan Pidie dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pidie Jaya melakukan sosialisasi terhadap pentingnya SIKPI, SIUP dan SIPI, Kebanyakan dari para pelaku usaha, Nakhkoda lebih memilih untuk melaut. Upaya iyang idilakukan iSATPOLAIR iPolres iPidie idan iDinas iKelautan idan iPerikanan iKabupaten iPidie iJaya iuntuk imenanggulangi isecara ipre-emtif, ipreventif idan irepresif idengan iaktif imengadakan isosialisasi iatau ipenyuluhan iaturan iperikanan, idan ipatroli irutin. Diharapkan ikepada iSATPOLAIR iPolres iPidie iaktif idan imaksimal idalam imelakukan iupaya ipenanggulangan isecara ipre-emtif, ipreventif idan irepresif. idan idiharapkan ikepada ipemilik ikapal iagar ipeduli idengan istatus ihukum, isosialisasi idan ipenyuluhan iperikanan iyang idilakukan ioleh ipihak ikepolisian idan idinas ikelautan idan iperikanan.
KRIMINALISASI PEREMPUAN KORBAN PELECEHAN SEKSUAL MENGGUNAKAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (Studi Kasus Putusan Nomor: 574 K/Pid.Sus/2018) Dina Shofia; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis adanya kekeliruan hakim yang tidak cermat dalam membuktikan unsur Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta untuk menganalisis adanya kekeliruan hakim yang tidak mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Penelitian bersifat yuridis normatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan. Hasil analisis putusan menunjukkan hakim tidak mencermati dengan jelas unsur-unsur tindak pidana dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan putusan Mahkamah Agung tidak sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan Dengan Hukum. Diharapkan kepada aparat penegak hukum untuk dapat memasukkan kondisi perempuan korban kekerasan seksual sebagai salah satu alasan yang meringankan dalam hal korban menjadi tersangka tindak pidana yang berkaitan langsung dengan kekerasan seksual.
TINJAUAN KRIMINOLOGI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG DILAKUKAN BERSAMA-SAMA DIMUKA UMUM (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Polres Aceh Barat Daya) Inggar Saputri; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 5, No 1: Februari 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pidana kekerasan diatur Pasal 170 ayat (1) KUHP. Pada tahun 2018 di wilayah hukum Aceh Barat Dayat  terjadi tindak pidana kekerasan dilakukan secara bersama-sama. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama dimuka umum, penegakan hukum yang dilakukan oleh penyidik, upaya penanggulangan,hambatan yang dilakukan terhadap tindak pidana kekerasan bersama-sama. Data yang diperoleh dalam penelitian melalui penelitian lapangan dan kepustakaan. Penelitian lapangan dilaksanakan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara dengan responden dan informan sedangkan penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder.  Hasil penelitian didapati penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama faktornya dikarenakan emosi masyarakat yang telah resah terhadap perilaku korban selama ini. Penegak hukum dalam menentukan tersangka tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersam-sama dengan cara mendengarkan saksi-saksi yang terlibat dalam kejadian tersebut. Penanggulangannya dengan mengadakan sosialisasi tentang pencegahan tindak pidana kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama di wilayah Hukum Aceh Barat Daya. Disarankan tindak pidana kekerasan yang dilakukan bersama-sama dimuka umum ini tidak terjadi lagi baik di wilayah Hukum Aceh Barat Daya maupun wilayah lainnya.
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP ASAS NON SELF INCRIMINATION DAN KAITANNYA DENGAN ALASAN/KEADAAN YANG MEMBERATKAN TERDAKWA Dewi Akmarina; M Iqbal
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 4, No 3: Agustus 2020
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu hak Terdakwa yang diatur dalam KUHAP ialah hak untuk memberikan keterangannya secara bebas dan hak Terdakwa untuk tidak menjawab atau menolak menjawab pertanyaan yang diajukan dalam pemeriksaan di muka persidangan. Dalam teori hukum pidana, ketentuan asas ini disebut dengan non self incrimination dan right to remain silent, yaitu seorang Terdakwa berhak untuk tidak memberikan keterangan yang akan memberatkan ataupun merugikan dirinya di muka persidangan. Pada praktiknya, sikap diam dan tidak mengakunya terdakwa dijadikan sebagai alasan/keadaan yang memberatkan untuk menghukum terdakwa. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kekuatan pembuktian alat bukti keterangan Terdakwa dalam perkara pidana dan kaitannya dengan asas non self incrimination dan menjelaskan hal-hal yang menjadi alasan yang memberatkan dan meringankan dalam putusan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP serta kaitannya dengan asas non self incrimination. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dilakukan penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan kasus yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang menguasai dan memahami permasalahan yang diteliti. Data yang telah diperoleh dianalisis dengan metode pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskriptif analisis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alat bukti keterangan terdakwa dalam perkara pidana memiliki kekuatan pembuktian yang bersifat bebas, hanya merupakan alat bukti bagi dirinya sendiri, harus memenuhi batas minimum pembuktian dan harus memenuhi asas keyakinan hakim. Kaitannya dengan asas non self incrimination adalah sungguhpun dalam proses pembuktian terdakwa membantah apa yang dituduhkan padanya, hakim tidak dibenarkan mempersalahkan terdakwa karena terdakwa diberikan hak untuk tidak memberatkan dirinya sendiri. Pertimbangan hakim dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP terdiri dari pertimbangan yuridis dan pertimbangan non yuridis. Kaitannya dengan asas non self incrimination adalah Majelis Hakim sudah seharusnya menjaga, memenuhi dan menghormati seluruh hak terdakwa, termasuk hak terdakwa untuk memberikan keterangan secara bebas dalam bentuk pengakuan ataupun penyangkalan terhadap dakwaan kepadanya. Disarankan kepada majelis hakim yang menangani perkara pidana untuk tidak menjadikan sikap terdakwa yang tidak mengakui perbuatannya sebagai bagian dari pertimbangan yang memberatkan baginya dalam putusan.