Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Limbaga (Proverbs) Simalungun as a Source of Forming Character Education Asriaty R. Purba; Herlina Herlina; Jamorlan Siahaan
Budapest International Research and Critics in Linguistics and Education (BirLE) Journal Vol 3, No 3 (2020): Budapest International Research and Critics in Linguistics and Education, August
Publisher : BIRCU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birle.v3i3.1459

Abstract

This research is entitled Limbaga (Proverbs) Simalungun as a Source of Formation of Character Education. Character education is a human activity to establish peace-loving and prosperous personalities in order to build their own personal character and people around them. Character education is closely related to moral education which aims to shape and practice one's ability to perfect him in a better direction. Character education has been applied since childhood. Character education can be done in their family, school and community. The purpose of this study is to describe the character values contained in limbaga (proverbss) that can be used as a source of character education. This research belongs to the category of descriptive qualitative research. The results showed that there were 9 (nine) character values contained in the Simalungun limbaga (proverbs) namely: religious, hard working, honest, disciplined, independent, rewarding achievement, responsibility, social care, and peace-loving.
Meaning and Function of Local Wisdom in the Proverb (Limbaga) Simalungun Asriaty R. Purba; Herlina Herlina; Jamorlan Siahaan
Budapest International Research and Critics Institute (BIRCI-Journal): Humanities and Social Sciences Vol 3, No 4 (2020): Budapest International Research and Critics Institute November
Publisher : Budapest International Research and Critics University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33258/birci.v3i4.1456

Abstract

Aims to describe the meaning and function of local wisdom contained in proverbs or called limbaga Simalungun. The meaning and function of local wisdom is a general guideline or principle adopted by every member of society, especially in attitude and behavior, to meet social needs. Therefore, value is an idea related to what is considered good, worthy and desired by all levels of society in life. The data collection method used in this study is a descriptive qualitative method which tends to use analysis. The data collection methods used in this study are: library methods, observation methods and interview methods. The results of the analysis of this study indicate that the proverb (Limbaga) of Simalungun has a meaning and function of local wisdom.
SULANG-SULANG PAHOMPU ETNIK BATAK TOBA KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Ayu Andari Nainggolan; Jekmen Sinulingga; Asriaty R Purba
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 14 No 2 (2021): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (318.486 KB) | DOI: 10.36277/kompetensi.v14i2.48

Abstract

Penelitian ini berjudul Sulang-sulang Pahompu Etnik Batak Toba: Kajian Antropolinguistik. Metode pengumpulan data yang digunakan ada 3 (tiga) yaitu metode observasi, metode wawancara dan metode kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis kualitatif yang bersifat deskriptif. Lokasi pengambilan data untuk penelitian ini terletak di desa Matiti I, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tahapan-tahapan yang terdapat dalam Sulang-sulang Pahompu etnik Batak Toba, pesan yang terkandung di dalam Sulang-sulang Pahompu etnik Batak Toba, beserta nilai yang terkandung dalam Sulang-sulang Pahompu etnik Batak Toba. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori antropolinguistik oleh Duranti. Hasil temuan yang penemuan ini ditemukan ada 12 tahapan. Fungsi yang terdapat dalam upacara adat sulang-sulang pahompu yaitu fungsi asertif, fungsi direktif, fungsi ekspresif, fungsi komisif dan fungsi deklaratif. Nilai terdapat dalam upacara adat sulang-sulang pahompu antara lain nilai rasa syukur, Nilai pelestarian dan kreativitas budaya, Nilai gotong royong, Nilai kesopansantunan, Nilai kerja keras, dan nilai pengelolaan gender.
ANALISIS PERISTIWA TUTUR DALAM UPACARA ADAT SAUR MATUA ETNIS BATAK TOBA : KAJIAN SOSIOLINGUISTIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Anis Luul Khoir; Asriaty R Purba
Kompetensi : Jurnal Pendidikan dan Humaniora Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNIBA Vol 15 No 2 (2022): Kompetensi
Publisher : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Balikpapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.671 KB) | DOI: 10.36277/kompetensi.v15i2.74

Abstract

Artikel ini mengkaji perihal bagian-bagian upacara kegiatan Batak Toba dan pidato-pidato yang ada. Kajian ini ialah kajian penelitian deskriptif kualitatif berdasarkan teori sosiolinguistik Dell Hymes (1972). Hasil kajian menunjukkan bahwa peristiwa tutur berikut terjadi pada Upacara Kegiatan adat Batak Saur Matua Toba: Tahap pertama Moppo, tahap ke-2 Mangonda-ondai dan panggalangon, tahap ke-3 Partuatni na saur matua. Data peristiwa tutur pada Upacara Kegiatan adat saur matua etnis Batak Toba ini terdapat 67 data.Yang mana Setting and scene diadakan digedung wisma, dan dihalaman, pada saat kegiatan moppo, mangonda-ondai dan kegiatan partuatni na saur matua. Participants pada kegiatan tersebut ialah pihak hulahula, suhut, panamboli, suhut na martinodohon, anak, pamimpin gareja, boru, pariban suhut, tulang rorobot, hulahula naposo, dan boru suhut, ale-ale, dan seluruh undangan yang ada di tempat kegiatan. Ends pada kegiatan ini ialah untuk menjawab pertanyaan yang di berikan pihak lawan tutur, untuk menjawab pernyataan dari lawan tutur, menghibur pihak yang berduka, memberi semangat, memberi berkat, meminta maaf, berterima kasih, mendoakan, dan mempersilahkan. Act sequence yang terdapat pada kalimat pada kegiatan ini ialah bentuk ujaran non formal, kalimat lengkap, kalimat tidak lengkap, kalimat seruan, kalimat pernyataan, kalimat pertanyaan, kalimat perintah. Key pada kegiatan saur matua Op.Louis Demak ini ada beberapa, yakni singkat, suara meninggi, suara merendah, suara netral, perasaan lega, sedih, senang, terharu, penuh harap, ekspresi bertanya, dan memohon. Instrumentalities pada kegiatan ini ialah bahasa lisan. Norm of interaction and interpretation  ialah sopan santun dan saling menghargai. Genre yang terdapat pada kegiatan ini ialah dialog, narasi, nyanyian, pepatah, pantun, nasihat, ayat, doa, dan permohonan. Manfaat adanya penelitian ini ialah bisa menambah wawasan peneliti mengenai penelitian terkait dan diharapkan bisa memberikan masukan informasi dan acuan untuk melestarikan warisan budaya masyarakat di Indonesia.
Tobus Huning dalam Upacara Marhajabuan Etnik Batak Simalungun : Kajian Kearifan Lokal Sarah Porman Hatioan Marcelina Malau; Flansius Tampubolon; Asriaty R Purba; Ramlan Damanik; Jekmen Sinulingga
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini membahas tentang “Tobus Huning Dalam Upacara Marhajabuan Etnik Batak Simalungun: Kajian Kearifan Lokal.” Adapun tujuan dari penulisan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tahapan pada tobus huning dan mendeskripsikan nilai kearifan lokal pada tobus huning. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani. Berdasarkan hasil dari penelitian, terdapat beberapa tahapan dalam pelaksanaan tobus huning yang dimulai dari manririt, martondur, mangangkat poldung, mambere tanda hata, marlasa-lasa, pajabu parsahapan, manurduk demban ruttas talun, manurduk demban bona niandar, manurduk demban ruttas dinding, manurduk demban dob das, manurduk demban sisei, manurduk demban buha sahap, manurduk demban panungkunan, manurduk demban hombar-hombar, manungkun hubani sipartunangan, manghorjahon parriahan, manurduk demban parhombaran, pattapei parsahapan, manurduk demban dob tappei parsahapan, manurduk demban pamuhuman, mangondoshon partadingan, manguge partadingan, manjujung partadingan, mambere boras tenger, manimpan partadingan, manurduk demban bangal, tobus huning, dan terdapat 11 nilai kearifan lokal pada tradisi tobus huning yaitu kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, rasa syukur, disiplin, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, dan peduli lingkungan.
Ulos Simangkat-Angkat Silahisabungan : Kajian Semiotika Priska Ulina Setriani Manik; Asriaty R Purba; Jekmen Sinulingga; Warisman Sinaga; Herlina Herlina
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ulos Simangkat-angkat merupakan salah satu ulos Silahisabungan. Ulos yang berasal dari Silahisabungan ini memiliki motif yang tergabung dari motif ulos yang dimiliki oleh etnik Batak Toba. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk motif, fungsi motif, dan makna yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Peirce. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat persegi panjang dengan ukuran panjang 250 sentimeter dan lebar 80 sentimeter dengan warna dasar biasanya adalah hitam. Warna hitam ini sering dihiasi dengan motif-motif berwarna merah dan putih, serta kadang-kadang menggunakan benang emas atau perak untuk menambah keindahan dan nilai simbolisnya. Fungsi yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat, yaitu: (1) fungsi sebagai simbol status sosial, seperti menandakan status, kedudukan dan kekuasaan seseorang dalam adat Batak.(2) fungsi digunakan sebagai pemberian dalam upacara adat untuk menandakan rasa hormat, penghargaan dan kedekatan antara keluarga. (3) fungsi perlindungan dan kesejahteraan yang berfungsi sebagai pelindung dan pembawa keberuntungan dalam adat Batak. (4) Fungsi yang digunakan untuk penghormatan kepada tetua (5) fungsi sebagai penguatan identitas budaya. Makna yang terdapat pada Ulos Simangkat-angkat, yaitu: (1) berdasarkan warna yang melambangkan kekuatan, keteguhan, dan ketegasan. Dalam konteks adat Batak, warna ini bisa melambangkan kesakralan dan penghormatan terhadap leluhur. (2) berdasarkan motif, memiliki motif yang terdiri dari garis-garis putus putus berbentuk vertikal yang memiliki makna berhubungan dengan identitas klan (marga) dan status sosial dalam masyarakat Batak dan digunakan untuk menunjukkan hubungan keluarga dan sejarah.
Roto Gaja Lumpat dalam Upacara Adat Saur Matua Etnik Batak Toba: Kajian Kearifan Lokal Nomi Supitri Siregar; Herlina Herlina; Asriaty R. Purba; Jekmen Sinulingga; Warisman Sinaga
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan-tahapan roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua etnik batak Toba, dan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua etnik batak Toba. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani (2014). Adapun Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Tahapan dalam roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan dan masing-masing tahapan terdiri dari beberapa bagian. Adapun tahap persiapan terdiri dari: 1) tahapan tahi tataring, 2) tahapan martonggo raja, 3) tahapan pembuatan roto gaja lumpat. Tahapan pelaksanaannya yaitu: 1) tahapan mompo, 2) tahapan marsisulu ari, 3) tahapan maralaman, 4) tahapan tariak, 5) tahapan acara pemakaman, 6) tahapan makan bersama, 7) tahapan padalan jambar. Nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat pada roto gaja lumpat dalam upacara adat saur matua adalah 1) nilai kesopansantunan, 2) nilai kejujuran, 3) nilai kesetiakawanan sosial, 4) nilai kerukunan dan penyelesaian konflik, 5) nilai komitmen, 6) pikiran positif, 7) nilai rasa syukur, 8) nilai kerja keras, 9) nilai disiplin, 10) nilai pendidikan, 11) nilai kesehata, 12) nilai gotong royong, 13) nilai pengelolahan genjer, 14) nilai pelestarian dan kreatifitas budaya, 15) nilai peduli lingkungan.
Upacara Adat Mengket Rumah pada Etnik Batak Karo: Kajian Kearifan Lokal Enjel Hutahaean; Asriaty R. Purba; Herlina Herlina; Jekmen Sinulingga; Warisman Sinaga
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berjudul Upacara Adat Mengket rumah Pada Etnik Batak Karo: Kajian Kearifan Lokal”. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tahapan-tahapan upacara mengket rumah , dan nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam upacara mengket rumah. Teori yang digunakan adalah teori kearifan lokal yang dikemukakan oleh Robert Sibarani. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : (1) Tahapan- tahapan Upacara Mengket rumah ada 11 yaitu, 1) Runggu/ Arih-arih, 2) Ngarak, 3) Mbuka kunci, 4) Kimbangken amak mbentar, 5)Man Cimpa, 6)Majekken Daliken, 7) Ngukati, 8) rose Osei, 9)kata pedah, 10) Man,11) Mere Simulih Sumpit Kalimbubu (2) Nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada upacara adat mengket rumah pada etnik Batak Karo ada 10 yaitu, 1) nilai kesopansantunan, 2) nilai gotong royong, 3) nilai kesetiakawanan sosial, 4) nilai kerukunan dan penyelesaian konflik, 5) nilai komitmen, 6) nilai pikiran positif, 7) nilai rasa syukur, 8) nilai kerja keras, 9) nilai disiplin, 10) nilai pelestarian dan kreativitas budaya, 11) nilai peduli lingkungan.
Mukul pada Etnik Batak Karo: Kajian Tradisi Lisan David Hasudungan Tampubolon; Flansius Tampubolon; Jekmen Sinulingga; Herlina Herlina; Asriaty R. Purba
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini berjudul: “Mukul Pada Etnik Batak Karo: Kajian Tradisi Lisan”. Mukul disebut juga dengan persadaan tendi (mempersatukan roh) antara kedua pengantin melalui makan bersama dengan media manuk sangkep. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk medeskripsikan performansi teks, ko-teks, dan konteks dalam mukul dan mendeskripsikan nilai dan norma dalam mukul. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tradisi lisan oleh Robert Sibarani yaitu tradisi lisan adalah kecenderungan suatu daerah dalam mewariskan sejarah melalui percakapan dari satu keturunan ke keturunan lainnya, dan tradisi lisan mencakup suatu tradisi budaya yang diturunkan “dari mulut ke telinga”. Dari satu generasi ke generasi seterusnya. Berdasarkan hasil penelitian terdapat performansi teks yaitu teks verbal dan teks non-verbal dalam mukul, performansi ko-teks dalam mukul terdapat 4 unsur ko-teks yaitu unsur paralinguistik, unsur kinetik, unsur proksemik dan unsur material, dan performansi konteks yaitu konteks sosial budaya, konteks situasi dan koteks ideologi yang terdapat dalam mukul, terdapat juga fungsi dan makna dalam mukul dan terdapat 7 nilai yaitu nilai kejujuran, nilai kesetiakawanan sosial, nilai komitmen, nilai pikiran positif,nilai kerja keras, nilai disiplin, dan nilai gotong royong.
Kajian Sosiologi Sastra pada Cerita Rakyat Lingga dan Purba Etnik Batak Toba Alexander Sihotang; Flansius Tampubolon; Herlina Herlina; Jekmen Sinulingga; Asriaty R Purba
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 8 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini berjudul Kajian Sosiologi Sastra pada Cerita Rakyat Lingga dan Purba. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui unsur intrinsik cerita rakyat Lingga dan Purba, nilai-nilai sosiologi sastra yang terkandung dalam cerita rakyat Lingga dan Purba, dan pandangan masyarakat terhadap cerita rakyat Lingga dan Purba. Cerita Rakyat Lingga dan Purba merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, tepatnya yang berada di desa Pulo Godang, Kecamatan Pakkat, Kabupaten Humbang Hasundutan. Metode yang digunakan dalam menganalisis masalah penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori struktural dan teori sosiologi sastra. Adapun unsur-unsur intrinsik yang ada dalam cerita ini meliputi: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan. Adapun nilai-nilai sosiologi sastra yang terdapat dalam cerita ini meliputi : Kasih Sayang, Pertentangan, Religi/Kepercayaan, Sistem Mata Pencaharian, Kesehatan, Tolong Menolong, Material, Kesabaran dan Konsekuensi, Kerendahan Hati, dan religius.