M. Bismark
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610 Telp. (0251) 833234, 750067

Published : 10 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search

PERILAKU TRENGGILING (Manis javanica Desmarest, 1822) DI PENANGKARAN PURWODADI, DELI SERDANG, SUMATERA UTARA Sawitri, Reny; Bismark, M.; Takandjandji, Mariana
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 9, No 3 (2012): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (695.362 KB)

Abstract

ABSTRAK Populasi trenggiling (Manis javanica Desmarest, 1822) di alam cenderung menurun akibat perburuan ilegal, sehingga perlu diantisipasi dengan penangkaran.  Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan perilaku trenggiling dalam upaya peningkatan keberhasilan penangkaran.  Metode yang digunakan adalah  wawancara dan  pengamatan langsung terhadap  perilaku  trenggiling.    Kandang  yang digunakan berukuran 2 m x 5 m x 2 m.   Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku yang dilakukan trenggiling dalam kandang adalah bergerak, tidur, makan, di mana perilaku bergerak yang dilakukan adalah aktivitas berjalan (3,51%), mendatangi pakan (2,72%), memanjat (2,23%), dan berdiri (0,64%).   Posisi perilaku tidur yang paling banyak dilakukan adalah melingkar (5,82%), terlentang (2,45%), dan memanjangkan tubuh (0,82%).   Perilaku   makan yang lebih banyak dilakukan adalah minum (3,44%), makan (2,79%), urinasi (1,53%), dan defekasi (1,4%).
PENGELOLAAN DAN ZONASI DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT Bismark, M.; Sawitri, Reny; Eman, Eman
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 5 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (921.918 KB)

Abstract

ABSTRAK Pengelolaan daerah penyangga Taman Nasional Gunung Ciremai ditujukan untuk mendapatkan suatu model yang didasarkan pada penataan lahan dalam bentuk zonasi daerah penyangga. Metode kajian ini adalah  mengamati bentuk pengelolaan lahan yang dibagi ke dalam tiga zona (jalur) yaitu jalur hijau berjarak 0,5-2 km dari kawasan, jalur interaksi berjarak 3-5 km dari kawasan, dan jalur budidaya berjarak lebih dari 5-10 km dari kawasan taman nasional disertai wawancara dan pengisian kuesioner. Penelitian di lapang menunjukkan bahwa setiap jalur zonasi tersebut mempunyai potensi flora, fauna, ekologi, dan jasa lingkungan serta ekonomi yang berbeda. Jalur hijau dan interaksi yang berjarak 0,5-5 km dari kawasan taman nasional ternyata merupakan penyangga kawasan yang sangat potensial sebagai pengembangan kawasan wanatani dan mempunyai nilai konservasi keragaman flora dan fauna serta konservasi lahan yang mendukung perekonomian masyarakat. Pengelolaan daerah penyangga diarahkan pada pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan pola hutan kemasyarakatan, hutan rakyat, budidaya hortikultur, tanaman pangan, kebun buah-buahan, wisata alam, kebun raya maupun wanatani dengan mengembangkan 33 jenis budidaya tanaman kayu, buah-buahan, dan industri.  Peremajaan dan pengayaan  jenis tanaman buah-buahan dan industri perlu dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
PENYEBARAN DAN POPULASI BURUNG PARUH BENGKOK PADA BEBERAPA TIPE HABITAT DI PAPUA Warsito, Hadi; Bismark, M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.136 KB)

Abstract

Keberadaan suatu spesies di suatu tempat sangat tergantung dari adanya sumber pakan dan kondisi habitat yang sesuai. Pada taksa burung, kondisi penutupan lahan, sediaan pakan, dan gangguan dari manusia menjadi sebagian faktor yang dapat mempengaruhi sebaran dan ukuran populasi spesies. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sebaran dan populasi burung paruh bengkok (Psittacidae) di beberapa tipe habitat di Papua. Pengamatan yang dilakukan terhadap spesies, populasi, dan kondisi habitat Psittacidae ini menggunakan metode garis transek, pada beberapa hutan di wilayah dalam kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih dan di Pulau Numfor. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya delapan spesies di daerah hutan campuran Aisandami, tujuh spesies di daerah Werabur, dan lima spesies di Saribi. Di daerah Aisandami, spesies Cacatua galerita Latham, 1790 dan Micropsitta geelvinkiana (Schlegel, 1871) mendominasi populasi dengan sebaran luas. Spesies Lorius lory Linn merupakan yang paling dominan dantersebar merata di daerah Werabur, sedangkan spesies Eos cyanogenia Bonn dan Eclectus roratus Mull menjadi spesies dominan yang tersebar di wilayah hutan Saribi. Habitat pada ketiga lokasi yang diamatimenunjukkan adanya tipe yang beragam, mulai dari hutan campuran, hutan sagu, kebun masyarakat, hutan primer, hutan peralihan, dan hutan pantai. Aktivitas manusia yang tinggal di sekitar habitat memberikanpengaruh cukup besar pada sebaran dan ukuran populasi kelompok spesies yang ada
PENGEMBANGAN STRATEGI KONSERVASI DAN PERAN KELEMBAGAAN DALAM PELESTARIAN ORANGUTAN SUMATERA Kuswanda, Wanda; Bismark, M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 6 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Konservasi  orangutan  sumatera  (Pongo  abelii  Lesson)  sangat  membutuhkan dukungan  koordinasi  dan integrasi  peranan  antar  lembaga  terkait.    Oleh  karena  itu  penelitian ini  bertujuan  untuk  mendapatkan informasi mengenai peranan serta pengembangan strategi pengelolaan kawasan konservasi oleh lembaga terkait guna  mendukung konservasi populasi dan habitat orangutan sumatera, khususnya di  Kabupaten Tapanuli Selatan,   Sumatera Utara. Hasil analisis data  kuesioner dari 10-20 responden setiap lembaga menunjukkan   peranan berbagai lembaga terkait dalam konservasi orangutan masih bervariasi. Program pemerintah daerah   dalam konservasi masih dalam tahap perencanaan, meskipun 57,5% responden mengetahui tentang kebijakan untuk melestarikan habitat orangutan. Lembaga masyarakat belum memiliki program yang nyata dalam mendukung konservasi orangutan. Dalam hal ini, peranan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera Utara dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengkoordinasikan pelaksanaan perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari, kampanye, pelatihan, re-introduksi orangutan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.  Strategi konservasi orangutan di sekitar Cagar Alam Dolok Sibual-buali (CADS)  dapat dikembangkan secara  in-situ,  seperti melalui perlindungan kawasan, pengayaan habitat, monitoring populasi, pemberdayaan lembaga terkait, dan pengelolaan daerah penyangga.
BIOMASA DAN KANDUNGAN KARBON PADA HUTAN PRODUKSI DI CAGAR BIOSFER PULAU SIBERUT, SUMATERA BARAT Bismark, M.; Heriyanto, N.M.; Iskandar, Sofian
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 5, No 5 (2008): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang besarnya biomasa dan kandungan karbon pada hutan primer, hutan bekas tebangan (LOA/Logged Over Area) satu tahun dan lima tahun, yang dilakukan pada bulan Desember 2007 di Pulau Siberut, Sumatera Barat. Satuan contoh berukuran 50 m x 50 m (0,25 ha), dan dibuat sebanyak tiga contoh per tapak tegakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biomasa tegakan hutan yang berdiameter lima cm ke atas di hutan primer (kerapatan 114,25 pohon/ha), LOA satu tahun (kerapatan 69,25 pohon/ha), dan LOA lima tahun (kerapatan 113,83 pohon/ha), masing-masing sebesar 131,92 ton/ha, 70,39 ton/ha, dan 97,55 ton/ha. Kandungan karbon dan serapan karbondioksida berturut-turut sebesar65,96 ton C/ha dan 242,07 ton CO2 /ha; 35,19 ton C/ha dan 129,15 ton CO2 /ha; 48,77 ton C/ha dan 178,99 ton CO2 /ha. Jenis pohon yang memiliki potensi biomasa, kandungan karbon, dan serapan karbondioksida tertinggi yaitu koka (Dipterocarpus elongatus  Korth.) sebesar 132,28 ton/ha, 66,14 ton C/ha dan 242,73 ton CO2 /ha. Potensi necromass pada tapak tegakan (hutan primer, LOA satu tahun, dan LOA lima tahun) berturut-turut sebesar 0,65 ton/ha, 0,78 ton/ha, dan 0,73 ton/ha.
DAYA DUKUNG HABITAT ORANGUTAN (Pongo abelii Lesson) DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI, SUMATERA UTARA Kuswanda, Wanda; Bismark, M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 1 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAK Populasi orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson) saat ini diduga sekitar 7.501 individu.  Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang   nilai daya dukung habitat orangutan sebagai dasar perencanaan pengelolaan cagar alam dan konservasi orangutan Sumatera.   Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Dolok Sibual-buali, dari bulan Juni sampai November 2004.   Pendugaan daya dukung berdasarkan nilai produktivitas daun dan buah di habitatnya.  Nilai produktivitas daun diperoleh sebesar 40,7 kg/ha/hari (berat basah) atau 14,8 kg/ha/hari (berat kering).  Nilai produktivitas buah dengan memperhatikan musim berbuah diperoleh antara 2,2-13,1 kg/ha/hari (berat basah) atau 0,9-5,6 kg/ha/hari (berat kering). Nilai konsumsi orangutan diperkirakan sebesar 6,2 kg/hari/ekor.  Berdasarkan produktivitas daun dan buah diperoleh daya dukung habitat sekitar 47-56 ekor. 
POLA DAN NILAI LOKAL ETNIS DALAM PEMANFAATAN SATWA PADA ORANG RIMBA BUKIT DUABELAS PROVINSI JAMBI Novriyanti, Novriyanti; Masy’ud, Burhanuddin; Bismark, M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 11, No 3 (2014): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Orang Rimba merupakan salah satu etnis yang tinggal di dalam dan di luar kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Provinsi Jambi. Untuk mendukung cara  hidup berpindah dan berkelompok, Orang Rimba memanfaatkan bermacam jenis satwa dan memiliki pola pemanfataan yang beragam. Penelitian etnozoologiini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang jenis satwa yang dimanfaatkan Orang Rimba, peruntukan,cara memanfaatkan dan nilai-nilai yang terkandung dalam upaya mendapatkan satwa tersebut. Penelitian dilakukan pada bulan September-Oktober 2013. Data dikumpulkan dengan cara wawancara terbuka padaOrang Rimba kelompok Makekal Tengah, Makekal Hilir, Air Hitam dan Terap. Hasil penelitianmenunjukkan ada 29 jenis satwa yang dimanfaatkan Orang Rimba sebagai sumber protein hewani (48,28%)bahan obat (20,69%), terlindungi adat (24,14%) dan dijual (6,90%). Daging merupakan bagian tubuh yang paling banyak dimanfaatkan (62%). Menurut aturan adat Orang Rimba, kegiatan berburu satwa bolehdilakukan di dalam hutan, kecuali di dalam hutan inti, yaitu zona inti Taman Nasional Bukit DuabelasProvinsi Jambi dan dilarang memburu satwa yang terlindungi adat
KERAGAMAN DAN POTENSI JENIS SERTA KANDUNGAN KARBON HUTAN MANGROVE DI SUNGAI SUBELEN SIBERUT, SUMATERA BARAT Bismark, M.; Subiandono, Endro; Heriyanto, N.M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 5, No 3 (2008): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

 ABSTRAKPenelitian yang dilakukan pada bulan Juni 2007 bertujuan untuk memperoleh informasi tentang besarnya potensi biofisik dan kandungan karbon pada hutan mangrove di Cagar Biosfer Pulau Siberut, Sumatera Barat. Analisis potensi biomasa, karbon, dan kesuburan tanah dalam tegakan mangrove dilakukan dalam dua plot seluas masing-masing 0,25 ha pada jarak 1.300 m dari garis pantai. Inventarisasi jenis mangrove dilakukan di tepi sungai sepanjang satu km dari sungai sepanjang dua km dengan vegetasi riverine mangrove. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis pohon mangrove, yaitu Rhizophora apiculata Blume, R. mucronata Blume, Bruguiera cylindrica W.et.A., B. gymnorrhiza (L). Savigny, Xylocarpus granatum Koen, Barringtonia  racemosa  Blume,  Ceriops  tagal  C.B  Rob.,  Aegyceras  corniculatum  Blanco,  Luminitzera littorea Voigl., dan Avicennia alba L.  Hutan mangrove  di lokasi penelitian mempunyai kadar C sebesar23,22%, N sebesar 0,73%, Na dan K sebesar masing-masing 10,40 me/100 g dan 4,51 me/100 g yang termasuk kategori sangat tinggi, namun nilai P sebesar 3,94 ppm dan KTK sebesar 18,93 termasuk cukup rendah. Jenis yang mendominasi tegakan hutan mangrove adalah R. apiculata dengan kerapatan 80 pohon/ha, R. mucronata dengan kerapatan 28 pohon/ha, dan B. gymnorrhiza dengan kerapatan 12 pohon/ha. Biomasa tegakan di  atas  tanah dan  kandungan karbon  hutan  mangrove yang  terdiri  dari  jenis  R.  apiculata, R. mucronata, dan jenis B. gymnorrhiza cukup rendah, yaitu sebesar 49,13  ton/ha dan 24,56 ton C/ha, atau setara dengan 90,16 ton CO2 /ha.
STATUS POPULASI DAN KONSERVASI SATWALIAR MAMALIA DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, JAWA BARAT Gunawan, Hendra; Bismark, M.
Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Vol 4, No 2 (2007): Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Taman Nasional Gunung Ciremai merupakan salah satu kantong habitat hutan tropis yang tersisa di Jawa Barat.   Taman nasional ini memiliki tiga fungsi utama, yaitu mengkonservasi air, menyangga kehidupan masyarakat sekitar, dan melestarikan keanekaragaman hayati.   Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi satwa mamalia (selain bangsa tikus dan kelelawar), sebaran populasi, dan habitatnya.  Pengamatan satwa dilakukan pada jalur-jalur transek dan posisi geografis ditentukan berdasarkan GPS.  Hasil penelitian ini menemukan 21 jenis mamalia (selain bangsa tikus dan bangsa kelelawar) masing-masing di blok Hutan Pesawahan dan  Linggarjati, empat  jenis  di  blok  Hutan  Telaga  Remis,  dan  enam jenis  di  blok  Hutan Cibeureum.   Indeks keanekaragaman jenis Shannon (H’) mamalia di blok Hutan Pesawahan adalah 2,56; Linggarjati 2,58; Cibeureum 0,35; dan Telaga Remis 1,31.  Indeks keseragaman (e) satwa mamalia di blok Pesawahan adalah 0,84; Linggarjati 0,85; Cibeureum 0,20; dan Telaga Remis 0,94.  Dari 21 jenis mamalia yang ditemukan, 19 jenis di antaranya sudah dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun1999.  Sebelas jenis mamalia termasuk dalam Appendix CITES dan delapan jenis termasuk dalam daftar RedData Book IUCN.  Satwa mamalia tersebar secara vertikal mulai dari ketinggian 225 m dpl sampai lebih dari1.000 m dpl.   Dari ketinggian 600 m dpl ke atas jumlah jenis yang dapat dijumpai semakin menurun disebabkan oleh menurunnya ketersediaan dan keanekaragaman jenis pakan.   Sementara, sedikitnya jenis yang dijumpai di bawah ketinggian 300 m dpl, karena habitatnya berbatasan dengan lahan budidaya dan pemukiman. 
Estimasi Populasi Orang Utan dan Model Perlindungannya di Kompleks Hutan Muara Lesan Berau, Kalimantan Timur Bismark, M.
Buletin Plasma Nutfah Vol 16, No 2 (2010): DESEMBER
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Orang utan (Pongo pygmaeus) is a protected animal with restricted distribution was only in Sumatera and Kalimantan. With its restricted habitat and population in the conservation area, the occurrence of forest degradation would have significant impact to the habitat and population of this species, therefore forest area outside conservation area became important for conservation of orang utan. In this matter, production forest had been known as essential ecosystem for orang utan conservation objective. Population of orang utan was studied in Muara Lesan, former Concession Area of PT Alas Helau, Berau, East Kalimantan that covered area of 12,228 ha, with method of nest counting. Nest counting was carried out in transect lines 500-1000 m length. Total length of lines within transect was 28 km, or equal with 5.7 percent of study area. Population density of orang utan in Muara Lesan was between 1.92-7.13 individuals/km² (average of 3.69 individuals) with total population of 365-450 individuals. Estimation of population by nest counting method was influenced by age of nest (new to 285 days old), potency of food trees, movement behavior, including migration and condition of habitat. Based on its total population, orang utan in this area was categorized as critical. Protection of orang utan habitat and population in Forest Concession Areas of Kalimantan, in its management should determine sufficient conservation area, or should propose essential ecosystem for habitat and population of orang utan in former area of forest concession that was not managed as conservation area. AbstrakOrang utan (Pongo pygmaeus) adalah satwa langka yang dilindungi dengan penyebaran yang sangat terbatas di Sumatera dan Kalimantan. Dengan terbatasnya habitat dan populasi orang utan yang termasuk dalam kawasan konservasi, terjadinya degradasi hutan yang berdampak penting bagi habitat dan populasi, maka kawasan hutan di luar kawasan konservasi menjadi penting untuk pelestarian orang utan. Dalam hal ini hutan produksi telah diketahui sebagai ekosistem esensial untuk tujuan pelestarian. Populasi orang utan yang diteliti di kawasan Muara Lesan eks HPH PT Alas Helau seluas 12.228 ha dilakukan dengan metode penghitungan sarang. Penghitungan sarang dilakukan dalam jalur yang dibuat pada transek 500-1000 m. Dengan panjang total jalur 28 km, areal survei setara dengan 5,7% luas kawasan. Kerapatan populasi orang utan di Muara Lesan berkisar antara 1,92-7,13 individu/km² (rata-rata 3,69 individu) dengan jumlah total populasi 365-450 individu. Estimasi populasi dengan metode penghitungan sarang ini dipengaruhi oleh umur sarang yang mencapai 285 hari, potensi pohon pakan, perilaku pergerakan, termasuk migrasi serta kondisi habitat. Berdasarkan jumlah total populasi, orang utan di kawasan ini tergolong dalam populasi kritis. Perlindungan habitat dan populasi orang utan di kawasan HPH di Kalimantan, dalam pengelolaannya harus menetapkan wilayah konservasi yang cukup atau mengusulkan ekosistem esensial bagi habitat dan populasi orang utan di areal eks HPH yang tidak dikelola menjadi kawasan konservasi.