Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PENGAWASAN TERHADAP APARATUR LEMBAGA KEJAKSAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Teguh Subroto; Hartiwiningsih .; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 2 (2017): JULI - DESEMBER
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i2.18304

Abstract

AbstractThis article aims to examine the oversight system of the apparatus of the prosecutor institution before Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus as well as the implications of Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus on the authority of the prosecutor’s office in the field of supervision. Through normative legal research or doctrinal law research, the result shows that the system of supervision of the apparatus of the prosecutor institution before Law No. 5 of 2014 on State Civil Apparatus is based on the division of internal control as the control within the prosecutor’s and external organizations as a control outside the prosecutor’s organization. Implemented by the Prosecutor Commission. With the enactment of Law Number 5 Year 2014 on the State Civil Apparatus (ASN) which regulates the authority of the State Civil Service Commission (CASN), overlaps with the supervision of the Attorney General of the Republic of Indonesia regulated in the Attorney General Regulation No. PER- 022/A/JA/03/2011 on the Implementation of Oversight of the Attorney of the Republic of Indonesia. The authority of KASN will clash with the Deputy Attorney General for Supervision in conducting inherent supervision and functional oversight.Keywords: Attorney; Supervision; State Civil Apparatus.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengkaji sistem pengawasan terhadap aparatur lembaga kejaksaan sebelum Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara serta implikasi Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap kewenangan kejaksaan dalam bidang pengawasan.  Melalui penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal didapatkan hasil, bahwa sistem pengawasan terhadap aparatur lembaga kejaksaan sebelum  Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara didasarkan oleh pembagian pengawasan internal sebagai kontrol di dalam organisasi kejaksaan dan eksternal sebagai kontrol di luar organisasi kejaksaan yang dilaksanakan Komisi Kejaksaan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengatur kewenangan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), menimbulkan tumpang tindih dengan penyelenggaraan pengawasan di lingkungan Kejaksaan Republik Indonesia yang diatur dalam Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-022/A/JA/03/2011 tentang Penyelenggaraan  Pengawasan  Kejaksaan  Republik  Indonesia.  Kewenangan  KASN  akan berbenturan dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan dalam melaksanakan pengawasan melekat dan pengawasan fungsional.Kata Kunci:   Jaksa; Pengawasan; Aparatur Sipil Negara.
ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR DALAM MEMUTUS PERKARA PIDANA HAK CIPTA GUNA MENCIPTAKAN KEPASTIAN HUKUM CIPTA (Putusan Perkara No.172/Pid.B/2011/PN.Kray.) Riyan Aditya Nugraha; Widodo Tresno Novianto; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 7, No 1 (2019): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v7i1.29212

Abstract

AbstractThis article aims to determine the Decision of the District Court of Karanganyar in deciding the  case No.172 / Pid.B / 2011 / PN.Kray in case of Copyright between PT. Sri Rejeki Isman with PT. Delta Merlin The Texstile world has created legal certainty Is a Normative study Types of data use Secondary data, data source using Secondary Data Source which includes Primary Law Material, Secondary Law Material and Tertiary Law Material. Methods of data collection through Library Studies. Data analysis using deductive logic analysis method with qualitative approach. Research shows that the Decision imposed by the Karanganya District Court judge No.172 / Pid.B / 2011 / PN.Kray in case of Copyright between PT. Sri Rejeki Isman with PT. Delta Merlin World Texstile provides legal certainty for the parties to the dispute. The judge decided by considering the evidence and witnesses during the trial. The verdict handed down by law is fixed.Keywords: Copyright; Judge’s Verdict; Legal CertaintyAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui  Putusan Hakim Pengadilan Negeri Karanganyar dalam memutus perkara No.172/Pid.B/2011/PN.Kray dalam kasus Hak Cipta antara PT. Sri Rejeki Isman  dengan PT. Delta Merlin Dunia Texstile  sudah menciptakan kepastian hukum Merupakan  penelitian Normatif Jenis data menggunakan Data sekunder, sumber data menggunakan Sumber Data Sekunder yang meliputi  Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Hukum Tersier. Metode pengumpulan data melalui Studi Pustaka. Analisis data menggunakan metode analisa logika deduktif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian menunjukkan bahwa  Putusan yang dijatuhkan oleh hakim pengadilan negeri Karanganya No.172/Pid.B/2011/PN.Kray dalam kasus Hak Cipta antara PT. Sri Rejeki Isman  dengan PT. Delta Merlin Dunia Texstile  memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang bersengketa. Hakim memutus dengan mempert5imbangkan barang bukti dan saksi selama dalam persidangan. Putusan yang dijatuhkan  berkekutan hukum tetap.Kata Kunci: Hak Cipta; Putusan Hakim; Kepastian Hukum.
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PEMULIHAN ASET BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG TERCAMPUR DENGAN ASET PELAKU Satriawan Sulaksono; Widodo Tresno Novianto; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 7, No 1 (2019): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v7i1.29202

Abstract

AbstractThis article aims to determine the importance of legal protection in the recovery of assets for victims of money laundering whose assets have been mixed with the assets of the perpetrators to be returned to the victims of the crime. This research is a type of normative / doctrinal research using legislation approach and conceptual approach. The problem of this research is the lack of legal norms in Law Number 8 Year 2010 on Prevention and Eradication of Money Laundering Crime so that the recovery of crime victims’ assets can not be fulfilled maximally, although the explanation of the law aims to trace assets and return to the victims . The results of this study indicate that the victim of money laundering crime must take another mechanism in the form of a lawsuit to obtain compensation from the perpetrator, this is different if the predicate offence is corruption, then the assets of the perpetrator can be confiscated and burdened with replacement money. Therefore it is necessary to revise the Law on Prevention and Eradication of Money Laundering CrimeKeyboard: Money laundring; Asset Recovery; victim; legal protectionAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya perlindungan hukum dalam pemulihan aset bagi korban tindak pidana pencucian uang yang asetnya telah tercampur dengan aset pelaku agar dapat dikembalikan kepada korban tindak pidana tersebut. Penelitian ini merupakan jenis  penelitian normatif/doktrinal yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan  dan pendekatan konseptual. Permasalahan dari penelitian ini adalah adanya kekurangan norma hukum pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sehingga pemulihan aset korban tindak pidana belum dapat dipenuhi secacara maksimal, meskipun penjelasan undang-undang tersebut bertujuan menelusuriaset dan mengembalikan kepada korban. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa korban tindak pidana pencucian uang harus menempuh mekanisme lain berupa gugatan ganti kerugian untuk mendapatkan ganti kerugian dari pelaku, hal ini berbeda jika tindak pidana asal adalah korupsi, maka aset pelaku dapat disita dan dibebani uang pengganti. Oleh karena itu perlu adanya revisi Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.Keyword: Pencucian Uang; pemulihan aset; korban; perlindungan hukum
PELAKSANAAN PEMENUHAN HAK ATAS PELAYANAN KESEHATAN BAGI PEREMPUAN NARAPIDANA DALAM KEADAAN HAMIL (Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta) Aggreini Kresnadari; Isharyanto ,; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 6, No 2 (2018): JULI - DESEMBER
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v6i2.17760

Abstract

AbstractThis article examines the implementation of the fulfillment of the right to health services for woman  prisoners in a state of pregnancy (case study of women’s class IIB Yogyakarta). This research is legal (judicial) normative, namely by reviewing library materials (literature study). Therefore, the data used in this research is secondary data, which includes the pimary legal materials,secondary, and tertiary. The results of this study indicate that every pregnant female prisoners is fulfilled her right to obtain health service in class  IIB Yogyakarta of Goverment regulation number 32 year 1999 due to the existence of monitoring and evaluation by head of womens’s prisoners class IIB Yogyakarta in order to minimize any barriers that occur in the implementation of the fulfillment of the right to health services for woman who are pregnant.Keywords : implementation of the fulfillment of rights; female prisoners; health servicesAbstrakArtikel ini mengkaji tentang pelaksanaan pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan bagi perempuan narapidana dalam keadaan hamil (studi kasus Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta). Penelitian ini merupakan penelitian hukum (yuridis) normatif, yaitu dengan mengkaji bahan-bahan pustaka ( studi kepustakaan). Karena itu, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa setiap narapidana perempuan yang sedang hamil dipenuhi haknya untuk memperoleh pelayanan Kesehatan di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta sesuai dengan pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999. Karena adanya monitoring dan evaluasi oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIB Yogyakarta sehingga dapat meminimalisir segala hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pemenuhan hak atas pelayanan kesehatan bagi perempuan yang sedang hamil.Kata kunci : pelaksanaan pemenuhan hak; narapidana perempuan; pelayanan kesehatan
ASSET RECOVERY YANG DILAKUKAN OLEH KEJAKSAAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA Aryono ,; Hari Purwadi; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 6, No 1 (2018): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v6i1.17586

Abstract

AbstractThis article aims to determine the efforts that have been implemented by the parties related to the return of state losses, and to know the constraints of the Parties to the Corruption and Corruption Commission in the judiciary in executing the assets of the criminal act of corruption. This type of legal research is non-doctrinal. This research takes place at the Sragen State Attorney and the High Court of Semarang. The reason for choosing this location is because of the availability of data related to the problem in the thesis. In this research, the data collection technique is interview and document. Analytical technique used is interactive data model analysis technique. Based on the results of research and discussion it is known that the efforts made by the prosecutor in connection with the decision of Supreme Court No. 1361 / K / Pid.sus / 2012 against the former Regent of Sragen is the prosecutor has made efforts to seize the assets belonging to the former Regent of Sragen which the region is in East Jakarta with the estimate that the confiscated assets are worth 14 Billion, so with one asset is expected to be able to pay additional crime in the form of replacement money according to the Supreme Court's decision. Nevertheless prosecutors in this case also still find difficulties in running the execution because the confiscated assets are located outside the jurisdiction of the State Prosecutor Sragen / outside the jurisdiction of the Sragen District Attorney. Furthermore, in order to seize the assets can be confiscated, in this case the State Prosecutor Sragen together with the High Court of Semarang assisted by the High Prosecutor's Office Jakarta has appealed to BPN East Jakarta to do the blocking, and then the last attempt to do is the State Prosecutor Sragen has sent Warning letter for emptying. Keywords: asset recovery, corruption, execution  AbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang sudah dilaksanakan oleh pihak terkait dengan pengembalian kerugian negara, dan untuk mengetahui kendala pihak Pihak Komisi Pemberatasan Korupsi dan kejaksaan dalam mengeksekusi aset hasil tindak pidana korupsi. Jenis penelitian hukum ini adalah non doktrinal. Penelitian ini mengambil lokasi di Kejaksaan Negeri Sragen dan Kejaksaan Tinggi Semarang. Alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena ketersediaan data yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara dan dokumen. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif. Hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa Upaya yang dilakukan pihak kejaksaan sehubungan dengan adanya putusan MA Nomor 1361/K/Pid.sus/2012 terhadap mantan Bupati Sragen tersebut adalah jaksa sudah melakukan upaya untuk melakukan penyitaan aset milik mantan Bupati Sragen tersebut yang wilayahnya berada di Jakarta Timur dengan perkiraan bahwa aset yang disita senilai 14 Milyar, sehingga dengan satu aset tersebut diharapkan bisa untuk membayar pidana tambahan berupa uang pengganti sesuai putusan MA tersebut. Jaksa masih menemui kesulitan dalam menjalankan eksekusi dikarenakan aset yang disita tersebut berada diluar wilayah hukum Kejaksaan Negeri Sragen/ diluar wilayah hukum Kejaksaan Negeri Sragen. Selanjutnya untuk mengupayakan agar aset tersebut bisa disita maka dalam hal ini Kejaksaan Negeri Sragen bersama-sama dengan Kejaksaan Tinggi Semarang dibantu oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta telah memohon kepada BPN Jakarta Timur untuk melakukan pemblokiran, dan selanjutnya upaya yang terakhir lakukan adalah pihak Kejaksaan Negeri Sragen telah mengirimkan surat peringatan untuk pengosongan. Kata Kunci : asset recovery; korupsi; eksekusi
PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DALAM MENCEGAH MENINGKATNYA TINDAK PIDANA KRIMINAL DI WILAYAH HUKUM POLRES BOYOLALI Yulianus Dica Ariseno Adi; Widodo Tresno Novianto; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 7, No 1 (2019): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v7i1.29204

Abstract

AbstractThis Article aims to find out Policies conducted by Police Boyolali in Controlling Circulation of  Alcoholic Beverages in preventing the increase of Criminal Crime acts seta Factors affecting the  Distribution of Alcoholic Beverages in Boyolali County Law Police. Is a qualitative deskreptif research, using the concept of the fifth law. Data types use Primary data and Secondary data, data source is Primary Data Source and Secondary Data Source covering Primary Law Material, Secondary Law Material and Tertiary Law Material. Methods of data collection through Interview and the method of Study Library. Data analysis with interactive analysis model. Research shows that Police Police Boyolali policy in Controlling Alcoholic Beverage Distribution in preventing theincrease of Criminal Criminal acts in the form of policy of the police is preventive or repressive. The preventive aspect of prevention efforts to prevent crime does not occur with the support and active participation of the community. If prevention efforts fail then the police take repressive measures that are factors that affect both internal and external.Keywords: Alcoholic Beverages; Countermeasures; PolicyAbstrakArtikel ini bertujuan untuk mengetahui  Kebijakan yang dilakukan oleh Polres Boyolali dalam Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol dalam mencegah meningkatnya tindak Pidana Kriminal seta Faktor-Faktor yang mempengaruhi adanya Peredaran Minuman Beralkohol di  Wilayah Hukum  Polres Boyolali. Merupakan  penelitian Deskreptif Kualitatif, menggunakan  konsep hukum kelima. Jenis data menggunakan data Primer dan Data sekunder, sumber data adalah  Sumber Data Primer dan Sumber Data Sekunder yang meliputi  Bahan Hukum Primer, Bahan Hukum Sekunder dan Bahan Hukum Tersier. Metode pengumpulan data melalui Wawancara dan metode  Studi Pustaka. Analisis data dengan model analisis interaktif. Penelitian menunjukkan bahwa  Kebijakan yang dilakukan oleh Polres Boyolali dalam Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol dalam mencegah meningkatnya tindak Pidana Kriminal berupa kebijakan kepolsian bersifat preventif maupun represif. Aspek preventif yaitu melakukan upaya pencegahan agar tindak kejahatan tidak terjadi dengan adanya dukungan serta partisipasi aktif dari masyarakat. Apabila upaya pencegahan gagal maka polisi mengambil langkah yang bersifat  represif yaitu faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal.Kata kunci: Minuman Beralkhohol; Penanggulangan; Kebijakan
PEMBUKTIAN TERBALIK TERHADAP PERAMPASAN ASET DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG HASIL KEJAHATAN NARKOTIKA Andri ,; supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 1 (2017): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i1.18336

Abstract

Abstract This paper aims to assess the implemention of proof reversed money laundering in the case of narcotics assets is a criminal offense so seized for the stste as stipulated in law No.8 year 2010 on Prevention and eradication of money laundering and the law No.35 year 2009 on narcotics review of the Indonesian criminal justice system. This article is a normative legal research with the nature of the research is descriptive and forms of research is perspective. Approach legislation with secondary data sources such as the primary legal materials, secondary and tertiary. Techniques of data collection is done by the study documents or library materials and analyzed using the methods of reasoning deduktif.Pembuktian in court in essence is the obligation of public prosecutor to convince a judge to the defendant errors projected to provide with Article 66 of the Criminal Procedure Code which states that the defendant is not burdened with evidence in the trial of what is charged to him, in addition to the testimony of the defendant alone is not enough to prove him guilty of committing acts against her, but must be accompanied by other evidence (vide Article 189 paragraph (4) criminal Procedure Code), in other words, the criminal Code does not recognize the process of proof imposed on Terdakwa.Konsep reversed evidence of money laundering in the prevention of narcotics cases whose assets are the proceeds of crime from the perspective of by investigators by the Indonesian Supreme Court Regulation No. 01 Year 2013 on the Procedures for Settlement Request handling Assets In Money Laundering Crime Or Other. Both the concept of proof of money laundering in the prevention of narcotics cases whose assets are the proceeds of crime from the perspective of criminal procedure is based on Article 77 of Law No. 8 of 2010 concerning the prevention and eradication of money laundering and Article 98 of Law No. 35 of 2009 on narcotics jo PP No.40 of 2013 on the implementation of Article 44 of the narcotics Act in the management of proceeds of crime, narcoticsKeywords: Inverted proof, Criminal Procedure Law, criminal acts of money laundering (Law No. 8 ofAbstrakTulisan ini bertujuan mengaji pelaksanaan pembuktian terbalik tindak pidana pencucian uang dalam kasus narkotika yang asetnya merupakan hasil tindak pidana sehingga diramvpas untuk negara sebagaimana yang diatur dalam undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Pengecahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian serta undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang ditinjau dari hukum acara pidana Indonesia dari sistem peradilan pidana Indonesia. Tulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan sifat penelitian bersifat deskriptif dan bentuk penelitian yang digunakan adalah perspektif. Pendekatan perundang-undangan dengan sumber data sekunder berupa bahan hukum primair, sekunder dan tersier. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen atau bahan pustaka dan dianalisis dengan menggunakan metode penalaran deduktif. Pembuktian di persidangan pada pokoknya merupakan kewajiban Penuntut Umum untuk meyakinkan hakim terhadap kesalahan Terdakwa yang diproyeksikan untuk memberikan dasar-dasar yang cukup bagi hakim tentang kebenaran peristiwa yang diajukan dalam surat dakwaan. Hal ini selaras dengan Pasal 66 KUHAP yang menyebutkan bahwa Terdakwa tidak dibebani  pembuktian di persidangan terhadap  apa yang didakwakan kepadanya,  di samping itu keterangan terdakwa saja juga tidak cukup untuk membuktikan dirinya bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan  kepadanya,  melainkan  harus  disertai  dengan  alat  bukti  lainnya  (vide Pasal  189  ayat  (4) KUHAP), dengan kata  lain  KUHAP tidak mengenal  proses  pembuktian  terbalik yang dibebankan kepada Terdakwa. Konsep pembuktian terbalik tindak pidana pencucian uang dalam penanggulangan kasus Narkotika yang asetnya hasil tindak pidana dari perspektif hukum acara pidana yakni yang pertama adalah persidangan terhadap permohonan penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan penyidik berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun  2013 Tentang Tata  Cara Penyelesaian Permohonan Penanganan Harta Kekayaan Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang Atau Tindak Pidana Lain. Kedua konsep pembuktian terbalik tindak pidana pencucian uang dalam penanggulangan kasus Narkotika yang asetnya hasil tindak pidana dari perspektif hukum  acara pidana didasarkan Pasal 77 Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberatasan tindak pidana pencucian uang dan Pasal 98 Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo PP No.40 Tahun 2013 tentang pelaksanaan UU Narkotika pada Pasal 44 pengurusan hasil tindak pidana narkotika.Kata kunci : Pembuktian terbalik, Hukum Acara Pidana, Tindak pidana Pencucian uang(UU No.8 Tahun 2010), Tindak Pidana Narkotika(UU No.35 Tahun 2009), Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.
EFEKTIVITAS TINDAKAN POLISI TERHADAP PELANGGAR PASAL 106 AYAT 5 UNDANG-UNDANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENGENAI KELENGKAPAN SIM DAN STNK PADA KENDARAAN RODA DUA DALAM KONTEKSPERSAMAANPERLAKUAN DI HADAPAN HUKUM (Studi Kasus di Kabupaten Blora) Erwin Syahruddin; Hari Purwadi; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 6, No 1 (2018): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v6i1.17588

Abstract

Abstract The purpose of this article is to analize whether the impact of policeaction toward the violators of traffic and highway rules at Blora has already realizing the equality before the law at Blora.This  law  research  used  sociological  legal reseacrh that verificated various exist data with the findings in the field (triangulation). This article concludes that traffic enforcement in Blora is still not working properly yet and dismissing the principle of equality and transparancy of law enforcement which were caused by a legal culture that is still permissive and discriminative. The transparancy principle of law enforcement can be achieved if the society is given direct access  in  monitoring  law  enforcer’s  performances  and  facilitated  by  free  access  of information which is communicative toward fictie principle of law. Meanwhile, the equality of law enforcement is a principle which treats everyone equal in front of the law (equality before the law). Key Word : enforcement; police; equality;monitoryAbstract Tujuan dari artikel ini adalah untuk menganalisis efektivitas tindakan polisi terhadap pelanggar peraturan lalu lintas dan jalan raya pada kendaraan roda dua dalam konteks persamaan perlakuandihadapan hukum. Penelitian hukum ini menggunakan penelitian sosiologis yang telah memverifikasi berbagai data dengan temuan di lapangan.Artikel ini menyimpulkan bahwa penegakan lalu lintas di Blora masih belum efektif dan mengabaikan persamaan perlakuan di hadapan hukum disebabkan oleh budaya hukum yang masih permisif dan diskriminatif.Prinsip transparansi penegakan hukum dapat tercapai jika masyarakat diberi akses langsung dalam memantau kinerja penegakan hukum dan difasilitasi oleh akses informasi yang bebas dan komunikatif dalam merespon asas fiktif hukum. Sementara itu, persamaan penegakan hukum adalah prinsip yang memperlakukan semua orang setara di depan hukum (persamaan di depan hukum).Key Word : penegakan; polisi;persamaan;pengawasan
PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT BAGI KORUPTOR DALAM PERSPEKTIF UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA Dwi Setyo Budi Utomo; Widodo T. Novianto; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 5, No 2 (2017): JULI - DESEMBER
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v5i2.18270

Abstract

AbstractThis articles aimed at to analyze the provision of criminal conditional for cesspool in perspective the fight against of corruption in Indonesia. The kind of research in this article is doctrinal, while seen from its shape including research evaluative sense and analyzing of using analysis quantitative. That the judge in dropped decisions based on laws and confidence judge. Basis of consideration for judges in criminal conditional drop in matters of corruption is based on sociological factors/non-yuridis so the provision conditional criminal in matters of corruption is more dependent on conscience judge whether to drop criminal. conditional or not. Criminal conditional not arranged in the Act of Corruption Eradication but set In Article 14a Book I the Book the Act of Criminal Law about the rules general. Based on Article 103 the Book the Act of Criminal Law, Article 14a as a provision general may shall also apply to a statute outside the Book the Act of Criminal Law including the act of corruption eradication except otherwise stated in this law. The Act of Corruption Eradication own that no decree enactment of criminal conditional, so based on Article 14a the Book the Act of Criminal Law judge have a chance to drop criminal conditional to an offender of corruption. Recommendations is : 1) the judge in its consideration dropped criminal on the corruption must be more due observance to the provision laws and regulations so that created an award the quality meet the sense of justice, profit or legal certainty. 2) Expected for judges to observe rules and regulations in dropped criminal for creative corruption though judge are free to drop criminal to avoid possible disparity the award.Keywords: Conditional Criminal; Corruption; Judge.AbstrakArtikel ini bertujuan untuk menganalisis penjatuhan Pidana Bersyarat bagi koruptor dalam prespektif upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Jenis penelitian dalam artikel ini adalah doktrinal, sedangkan dilihat dari bentuknya termasuk penelitian evaluatif dan analisis datanya menggunakan analisis kuantitatif. Bahwa Hakim dalam menjatuhkan putusan didasarkan pada undang-undang yang berlaku dan keyakinan hakim. Dasar pertimbangan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana bersyarat dalam perkara tindak pidana korupsi adalah didasarkan pada faktor sosiologis/non-yuridis sehingga penjatuhan pidana bersyarat dalam perkara tindak pidana korupsi ini lebih tergantung pada hati nurani hakim apakah mau menjatuhkan pidana bersyarat atau tidak. Pidana Bersyarat tidak diatur dalam UU PTPK melainkan diatur dalam Pasal 14a Buku I KUHP tentang Ketentuan Umum. Berdasarkan Pasal 103 KUHP, Pasal 14a sebagai ketentuan umum dapat berlaku juga untuk undang-undang diluar KUHP termasuk UU PTPK kecuali ditentukan lain dalam undang-undang tersebut. UU PTPK sendiri tidak ada larangan diterapkannya pidana bersyarat, sehingga berdasarkan Pasal 14a KUHP hakim memiliki peluang untuk menjatuhkan pidana bersyarat kepada pelaku tindak pidana korupsi. Rekomendasinya adalah : 1) Hakim dalam pertimbangannya menjatuhkan pidana terhadap kasus korupsi harus lebih memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar kelak menciptakan suatu putusan berkualitas yang memenuhi rasa keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. 2) Diharapkan bagi hakim untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku korupsi walaupun hakim memiliki kebebasan dalam menjatuhkan pidana agar tidak terjadi disparitas putusan.Kata kunci: Pidana Bersyarat; Korupsi; Hakim
URGENSI PENGUATAN PERAN PENUNTUT UMUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA Farid Achmad; Supanto ,
HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI Vol 7, No 1 (2019): JANUARI-JUNI
Publisher : Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20961/hpe.v7i1.29168

Abstract

AbstractThe aim of this study is to know the urgency and the effort of strengthening the role of public prosecutor in criminal justice system in Indonesia. This study is a normative/doctrinal study using legislation approach and conceptual approach. The problem of this study is the reduction of the meaning and the function of Dominus Litis principle of public prosecutor by the effectuation of Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. The result of this study is the effort of strengthening the role of public prosecutor in criminal justice system in Indonesia; by maximizing the function of additonal investigation institution as been regulated in article 27 section (1) point d UU no. 5 1991 and is maintained in UU No. 16 2004 [article 30 section (1) point e]. Besides, the improvement of law subtance is needed by adding the regulation about the active role of public prosecutor in doing investigation in criminal procedure law (KUHAP).Keywords: criminal justice system, investigator, public prosecutor, strengthening. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi penguatan peran penuntut umum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana upaya penguatan peran penuntut umum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif/doktrinal yang menggunakan metode pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Permasalahan dari penelitian ini adalah di reduksinya makna dan fungsi dari asas Dominus Litis dari penuntut umum dengan berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hasil dari penelitian ini adalah upaya-upaya penguatan peran penuntut umum dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia berupa memaksimalkan fungsi lembaga pemeriksaan tambahan sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1) huruf d UU no. 5 tahun 1991 dan tetap dipertahankan dalam UU no.16 tahun 2004 pasal 30 ayat (1) huruf e. Selain itu, diperlukan penyempurnaan subtansi hukum dengan cara memasukkan ketentuan tentang peran aktif penuntut umum dalam tindakn penyidikan di dalam hukum acara pidana (KUHAP).Kata kunci : Sistem Peradilan, Penyidik, Penuntut umum, Penguatan.