Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Difteri Pada Pasien Anak Di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2018 Mutiara Rahmadhani; Ony Linda; Izza Suraya; Farida Murtiani
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 5, No 2 (2019): The Indonesian Journal of Infectious Disease
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1198.152 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v5i2.76

Abstract

Latar Belakang: Adanya satu kasus difteri terkonfirmasi laboratorium secara klinis menjadi dasar suatu daerah dinyatakan sebagai KLB. Awal tahun 2018, kasus difteri dikatakan berakhir pada 85 dari 170 Kabupaten/ Kota (termasuk DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian difteri pada pasien anak di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tahun 2018. Metode: penelitian ini menggunakan desain case control. Sampel penelitian berjumlah 60 sampel, yaitu 20 kasus pasien difteri klinis dan terkonfirmasi laboratorium, serta 40 kontrol pasien PD3I tidak difteri. Pengambilan sampel kasus menggunakan sampling jenuh, sedangkan kontrol dengan quota sampling. Adapun kriteria inklusi kasus yaitu tercatat sebagai pasien rawat inap atau rawat jalan dan memiliki catatan rekam medis, sedangkan kriteria ekslusi kasus yaitu tidak terdapatnya catatan imunisasi. Data sekunder tentang kasus difteri diperoleh dari data surveilans dan rekam medis tahun 2018. Data dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat.  Hasil: berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa variabel status imunisasi berhubungan secara bermakna (p-value = 0.002) dan paling dominan berpengaruh (OR = 5.060) terhadap kejadian difteri pada pasien anak di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso tahun 2018. Variabel konfounding dalam penelitian ini yaitu jenis kelamin (OR = 1.851) dan sosial ekonomi (OR = 1.923). Kesimpulan: status Imunisasi merupakan faktor risiko difteri pada anak. Saran: penyuluhan tentang pentingnya imunisasi lengkap kepada individu keluarga dan advokasi terhadap stakeholder dilakukan secara lebih optimal.
Peran Sistem Tata Udara dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Ruang Isolasi Airborne RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2017 Titi Sundari; Vivi lisdawati; Jahiroh Jahiroh; Deki Indrawanto; Farida Murtiani; Yohana Yohana; Maya Marinda Montain; Temmasonge Radi Pakki; Rita Rogayah
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 4, No 1 (2018): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (420.671 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v4i1.56

Abstract

Latar belakang : Sistem tata udara di ruang isolasi dirancang untuk mengurangi/menghilangkan penyebaran agen infeksius dengan cara menciptakan ruangan yang bertekanan negatif dan pergantian udara >12 Air Change per Hour (ACH) serta menggunakan hepafilter. Studi ini bertujuan menilai sistem tata udara ruang isolasi RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi yang disebabkan oleh airborne diseases. Metode : Studi cross sectional menggunakan data hasil pengukuran volume dan pergantian udara pada 11 kamar isolasi. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada awal dan setelah waktu pemeliharaan berkala. Data dianalisis mengacu pada standar nasional dan internasional. Hasil : Data volume udara pada pengukuran I, dikoridor: 585,89 M3; anteroom I-XI : -8,52 s/d 49,07 M3; kamar pasien I-XI: 0,1 s/d 11,65 M3; toilet -214,55 s/d -10,29 M3. Data pengukuran II, volume udara dikoridor: 259,32 M3; anteroom I-XI : 4,53 s/d 18,13 M3; kamar pasien I-XI: 0,24 s/d 11,65 M3; toilet -69,15 s/d -30,11 M3. Aliran udara mengalir dari ruang dengan volume tinggi menuju ke ruang dengan volume lebih rendah. Data pergantian udara pada pengukuran I, kamar pasien I-XI: 6,2 s/d 12,8 ACH. Data pengukuran II, kamar pasien I-XI: 12,11 s/d 12,99 ACH. Pengendalian infeksi semakin efektif dengan pergantian udara > 12 ACH. Kesimpulan : Sistem tata udara berperan penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang isolasi airborne. Hal ini perlu ditunjang dengan pemeliharaan dan pemeriksaan berkala agar besaran volume, pertukaran dan aliran udara sesuai standar
Efektivitas Uji Kontaminan Melalui Peluruhan Gas CO2 Terhadap Ruang HCU Isolasi Airborne di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Titi Sundari; Vivi Lisdawati; Jahiroh Jahiroh; Ehwan Zunaidi; Deki Indrawanto; Farida Murtiani; Maya Marinda Montain; Temmasonge Radi Pakki; Rita Rogayah
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 4, No 2 (2018): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (694.572 KB) | DOI: 10.32667/ijid.v4i2.55

Abstract

Latar belakang : Kualitas udara ruang isolasi  dapat diketahui melalui pengujian sistem tata udara, salah satunya menggunakan gas karbon dioksida (CO2) yang diasumsikan sebagai kontaminan udara. Waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan konsentrasi CO2 sebesar 6000 ppm pada suatu ruang tertutup dengan luas maksimal 46 m2 (500 ft2) adalah 15-20 menit dengan pertukaran udara sebesar 12 ACH. Tujuan studi ini untuk mengetahui besaran tingkat pembersihan kontaminan udara, pergantian udara serta efektivitas ventilasi, filterasi dan resirkulasi udara pada ruang isolasi airborne melalui metode peluruhan CO2. Metode : Uji eksperimental terhadap ruang HCU isolasi airborne di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada bulan Oktober 2017 menggunakan gas CO2 yang disemburkan sejumlah 5127 ppm. Hasil dibaca oleh alat pengukur emitter dalam tiap 30 detik selama 30 menit atau sampai nilai konsentrasi CO2 awal (baseline) tercapai. Algoritma konsentrasi CO2 dianalisis regresi linier. Hasil : Waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan konsentrasi CO2 dari 5127 ppm menjadi besaran konsentrasi semula/baseline sebesar 51 ppm adalah 27 menit (0,4 jam). Pergantian udara sebesar 10,1 ACH. Efektivitas ventilasi dan filterasi udara di ruang HCU sejumlah 84.16%. Persamaan garis regresi yang dihasilkan  (Algoritma peluruhan CO2) Y = 8.332 -10.067X . Kesimpulan : Besaran tingkat pembersihan kontaminan udara  di ruang HCU isolasi airborne  RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso menunjukkan hasil yang cukup baik dengan durasi pembuangan berkisar 27 menit dan pergantian udara sebesar 10,01 ACH, yang berarti bahwa efektivitas ventilasi, filterasi dan resirkulasi udara di ruang HCU sebesar 84,16%.
Surveilans Epidemiologi Kasus Terkonfirmasi COVID-19 pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Pusat Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2020 Herlina Herlina; Anita Puspitasari Diah Nugroho; Siti Maemun; Intan Pertiwi; Farida Murtiani; Andi Dala Intan Sapta Nanda
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol 7, No 2 (2021): The Indonesian Journal of Infectious Disease
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v7i2.127

Abstract

Latar Belakang: Surveilans epidemiologi adalah pengamatan terus menerus terhadap perkembangan kasus dan kematian melalui analisis dan intervensi epidemiologi yang terstandar dengan tujuan untuk membatasi penyebaran penyakit, sebagai bahan bagi pemerintah daerah, otoritas Kesehatan masyarakat dan rumah sakit untuk mengelola kasus penyakit (dalam hal ini COVID-19), surveilans juga dibutuhkan untuk memantau tren jangka panjang penularan COVID-19 dan perubahan virus. Metode: surveilans pasif dan aktif Surveilans pasif adalah surveilans dengan cara mengambil data dari sumber status pasien (rekam medik) dan laporan dari ruang perawatan, sementara surveilans aktif  adalah mencari data langsung ke pasien (menanyakan langsung kepada pasien dengan cara menelpon ataupun melalui  whatsapp ).  Hasil: Jumlah pasien rawat inap COVID-19 tahun 2021 sebanyak 1065 pasien, sebagian besar kasus antara lain laki-laki (573 pasien), kelompok umur >18 tahun (1028 pasien), domisili Jakarta Utara (288 pasien), datang sendiri (35%)., sebagian besar pasien keluar hidup (911 pasien) dan hasil PCR terkonfirmasi (880 pasien). Kesimpulan: Pelaksanaan surveilans epidemiologi kasus COVID-19 di RSPI Sulianti Saroso  berdasarkan orang , tempat dan waktu ( variable jumlah kasus,  umur, jenis kelamin, asal domisili, pemeriksaan , luaran pasien dan asal rujukan).  Surveilans sangat dibutuhkan untuk evaluasi pelayanan dan program penanggulangan penyakit, oleh karena itu dibutuhkan dukungan kelengkapan data dan ketepatan waktu pelaporan untuk mendapatkan data yang valid.
Efektivitas Uji Kontaminan Melalui Peluruhan Gas CO2 Terhadap Ruang HCU Isolasi Airborne di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Titi Sundari; Vivi Lisdawati; Jahiroh Jahiroh; Ehwan Zunaidi; Deki Indrawanto; Farida Murtiani; Maya Marinda Montain; Temmasonge Radi Pakki; Rita Rogayah
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 4 No. 2 (2018): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v4i2.55

Abstract

Latar belakang : Kualitas udara ruang isolasi  dapat diketahui melalui pengujian sistem tata udara, salah satunya menggunakan gas karbon dioksida (CO2) yang diasumsikan sebagai kontaminan udara. Waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan konsentrasi CO2 sebesar 6000 ppm pada suatu ruang tertutup dengan luas maksimal 46 m2 (500 ft2) adalah 15-20 menit dengan pertukaran udara sebesar 12 ACH. Tujuan studi ini untuk mengetahui besaran tingkat pembersihan kontaminan udara, pergantian udara serta efektivitas ventilasi, filterasi dan resirkulasi udara pada ruang isolasi airborne melalui metode peluruhan CO2. Metode : Uji eksperimental terhadap ruang HCU isolasi airborne di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso pada bulan Oktober 2017 menggunakan gas CO2 yang disemburkan sejumlah 5127 ppm. Hasil dibaca oleh alat pengukur emitter dalam tiap 30 detik selama 30 menit atau sampai nilai konsentrasi CO2 awal (baseline) tercapai. Algoritma konsentrasi CO2 dianalisis regresi linier. Hasil : Waktu yang dibutuhkan untuk meluruhkan konsentrasi CO2 dari 5127 ppm menjadi besaran konsentrasi semula/baseline sebesar 51 ppm adalah 27 menit (0,4 jam). Pergantian udara sebesar 10,1 ACH. Efektivitas ventilasi dan filterasi udara di ruang HCU sejumlah 84.16%. Persamaan garis regresi yang dihasilkan  (Algoritma peluruhan CO2) Y = 8.332 -10.067X . Kesimpulan : Besaran tingkat pembersihan kontaminan udara  di ruang HCU isolasi airborne  RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso menunjukkan hasil yang cukup baik dengan durasi pembuangan berkisar 27 menit dan pergantian udara sebesar 10,01 ACH, yang berarti bahwa efektivitas ventilasi, filterasi dan resirkulasi udara di ruang HCU sebesar 84,16%.
Peran Sistem Tata Udara dalam Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Ruang Isolasi Airborne RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2017 Titi Sundari; Vivi lisdawati; Jahiroh Jahiroh; Deki Indrawanto; Farida Murtiani; Yohana Yohana; Maya Marinda Montain; Temmasonge Radi Pakki; Rita Rogayah
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 4 No. 1 (2018): The Indonesian Journal of Infectious Diseases
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v4i1.56

Abstract

Latar belakang : Sistem tata udara di ruang isolasi dirancang untuk mengurangi/menghilangkan penyebaran agen infeksius dengan cara menciptakan ruangan yang bertekanan negatif dan pergantian udara >12 Air Change per Hour (ACH) serta menggunakan hepafilter. Studi ini bertujuan menilai sistem tata udara ruang isolasi RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi yang disebabkan oleh airborne diseases. Metode : Studi cross sectional menggunakan data hasil pengukuran volume dan pergantian udara pada 11 kamar isolasi. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada awal dan setelah waktu pemeliharaan berkala. Data dianalisis mengacu pada standar nasional dan internasional. Hasil : Data volume udara pada pengukuran I, dikoridor: 585,89 M3; anteroom I-XI : -8,52 s/d 49,07 M3; kamar pasien I-XI: 0,1 s/d 11,65 M3; toilet -214,55 s/d -10,29 M3. Data pengukuran II, volume udara dikoridor: 259,32 M3; anteroom I-XI : 4,53 s/d 18,13 M3; kamar pasien I-XI: 0,24 s/d 11,65 M3; toilet -69,15 s/d -30,11 M3. Aliran udara mengalir dari ruang dengan volume tinggi menuju ke ruang dengan volume lebih rendah. Data pergantian udara pada pengukuran I, kamar pasien I-XI: 6,2 s/d 12,8 ACH. Data pengukuran II, kamar pasien I-XI: 12,11 s/d 12,99 ACH. Pengendalian infeksi semakin efektif dengan pergantian udara > 12 ACH. Kesimpulan : Sistem tata udara berperan penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang isolasi airborne. Hal ini perlu ditunjang dengan pemeliharaan dan pemeriksaan berkala agar besaran volume, pertukaran dan aliran udara sesuai standar
Surveilans Epidemiologi Kasus Terkonfirmasi COVID-19 pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Pusat Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Tahun 2020 Herlina Herlina; Anita Puspitasari Diah Nugroho; Siti Maemun; Intan Pertiwi; Farida Murtiani; Andi Dala Intan Sapta Nanda
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 7 No. 2 (2021): The Indonesian Journal of Infectious Disease
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v7i2.127

Abstract

Latar Belakang: Surveilans epidemiologi adalah pengamatan terus menerus terhadap perkembangan kasus dan kematian melalui analisis dan intervensi epidemiologi yang terstandar dengan tujuan untuk membatasi penyebaran penyakit, sebagai bahan bagi pemerintah daerah, otoritas Kesehatan masyarakat dan rumah sakit untuk mengelola kasus penyakit (dalam hal ini COVID-19), surveilans juga dibutuhkan untuk memantau tren jangka panjang penularan COVID-19 dan perubahan virus. Metode: surveilans pasif dan aktif Surveilans pasif adalah surveilans dengan cara mengambil data dari sumber status pasien (rekam medik) dan laporan dari ruang perawatan, sementara surveilans aktif  adalah mencari data langsung ke pasien (menanyakan langsung kepada pasien dengan cara menelpon ataupun melalui  whatsapp ).  Hasil: Jumlah pasien rawat inap COVID-19 tahun 2021 sebanyak 1065 pasien, sebagian besar kasus antara lain laki-laki (573 pasien), kelompok umur >18 tahun (1028 pasien), domisili Jakarta Utara (288 pasien), datang sendiri (35%)., sebagian besar pasien keluar hidup (911 pasien) dan hasil PCR terkonfirmasi (880 pasien). Kesimpulan: Pelaksanaan surveilans epidemiologi kasus COVID-19 di RSPI Sulianti Saroso  berdasarkan orang , tempat dan waktu ( variable jumlah kasus,  umur, jenis kelamin, asal domisili, pemeriksaan , luaran pasien dan asal rujukan).  Surveilans sangat dibutuhkan untuk evaluasi pelayanan dan program penanggulangan penyakit, oleh karena itu dibutuhkan dukungan kelengkapan data dan ketepatan waktu pelaporan untuk mendapatkan data yang valid.
Profil Tuberkulosis Paru Pada Anak di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso Agatha Nagrintya Ginting; Kriston Silitonga; Suliati Suliati; Farida Murtiani
The Indonesian Journal of Infectious Diseases Vol. 8 No. 1 (2022): The Indonesian Journal of Infectious Disease
Publisher : Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof Dr. Sulianti Saroso

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32667/ijid.v8i1.134

Abstract

Latar belakang: Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan salah satu dari 10 penyebab kematian di dunia, 11% kasus diantaranya adalah anak-anak. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, manifestasi klinis, gambaran riwayat kesehatan pasien, pengobatan, dan efek samping obat tuberculosis anak.  Metode: Penelitian deskriptif. Data bersumber dari rekam medik dan form TB 01 periode Januari-Desember 2018. Hasil: Mayoritas pasien adalah anak laki-laki berusia 1-4 tahun. Manifestasi klinis batuk ditemukan sebanyak 71,8%; demam 53,8%; pembesaran KGB 43,6%; dan penurunan berat badan 33,3%. Sebagian besar (84,6%) tidak ada riwayat kontak dengan penderita TB dan 30.8% sudah mendapatkan imunisasi BCG. Sebanyak 46.2% memiliki hasil uji tuberculin positif dan hasil foto gambaran khas TB pada foto thorax. Berdasarkan riwayat kesehatan, 46.2% di antaranya bergizi baik, 89.7% merupakan pasien baru dan hanya 15 anak dengan penyakit penyerta. Pada studi ini, sebagian besar (82,1%) mendapatkan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) anak, dengan kombinasi obat HRZ pada tahap intensif 61,5% dengan lama pengobatan 6 bulan sebanyak 48,7%. Kesimpulan: Terdapat variasi spektrum klinis yang luas pada TB anak dengan pengobatan OAT.