Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

EKSPRESI PANORAMA PADA KORIDOR JALAN TERKAIT EKSISTENSI JEMBATAN AMPERA KOTA PALEMBANG (STUDI KASUS: JALAN SUDIRMAN DAN JALAN RYACUDU) Sugiarto, Roni; Muliawan, Rachman
TATANAN Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractCorridor is a space in a city that serves as a regional connection between one area with other areas. Sudirman Street and Ryacudu Street are corridors in the city of Palembang. Both of these streets are separated by Musi River and the corridors connected by Ampera Bridge. Panoramic sequences consisting of rhythm, proportion, and visual perception in this corridor should provide a good existence of the Ampera Bridge as a landmark of Palembang City. This research used a qualitative descriptive method to describes how the panoramic Sudirman Street and Ryacudu Street corridor associated with the existence of Ampera Bridge.The analysis of segment distribution of each corridor based on a sample section draw and sketching with the data processing method of the survey in the field. Based on observation, rhythm, proportion, and visual perception contained in the both of corridors are already giving panoramic related to the existence of Ampera Bridge. However, with the not orderly construction of fly-over and billboards, it is disturbing the exsistence of Ampera Bridge. Moreover, the panorama related to the existence of Ampera Bridge which initially be viewed from each corridor, began to fade.  Key Words: panoramic, rhythm, proportion, visual perception, corridor, Ampera Bridge                                                                                                 AbstrakKoridor merupakan salah satu ruang dalam sebuah kota yang berfungsi sebagai penghubung sebuah kawasan dengan kawasan lain. Jalan Sudirman dan Jalan Ryacudu merupakan koridor yang berada di kota Palembang. Kedua jalan ini dipisahkan oleh Sungai Musi dan sebagai koridor jalan dihubungkan oleh Jembatan Ampera. Rangkaian panorama yang terdiri dari irama, proporsi, dan persepsi visual pada koridor ini diharapkan memberikan tingkat eksistensi yang tinggi Jembatan Ampera sebagai landmark Kota Palembang.            Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan bagaimana panorama koridor Jalan Sudirman dan Jalan Ryacudu terkait dengan eksistensi Jembatan Ampera. Pembagian segmen setiap koridor dianalisis berdasarkan sampel potongan gambar dan sketsa dengan metode pengolahan data dari hasil survey di lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan: irama, proporsi, dan persepsi visual yang terdapat pada kondisi kedua koridor ini sudah memberikan panorama terkait eksistensi Jembatan Ampera. Namun, dengan adanya pembangunan jalan layang dan peletakan papan reklame yang tidak tertib, mengakibatkan eksistensi Jembatan Ampera terganggu. Selain itu panorama terkait keberadaan Jembatan Ampera yang pada awalnya terlihat dari setiap koridor, mulai memudar. Kata Kunci: panorama, irama, proporsi, persepsi visual, koridor, Jembatan Ampera
EKSPRESI PANORAMA PADA KORIDOR JALAN TERKAIT EKSISTENSI JEMBATAN AMPERA KOTA PALEMBANG (STUDI KASUS: JALAN SUDIRMAN DAN JALAN RYACUDU) Sugiarto, Roni; Muliawan, Rachman
TATANAN Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

AbstractCorridor is a space in a city that serves as a regional connection between one area with other areas. Sudirman Street and Ryacudu Street are corridors in the city of Palembang. Both of these streets are separated by Musi River and the corridors connected by Ampera Bridge. Panoramic sequences consisting of rhythm, proportion, and visual perception in this corridor should provide a good existence of the Ampera Bridge as a landmark of Palembang City. This research used a qualitative descriptive method to describes how the panoramic Sudirman Street and Ryacudu Street corridor associated with the existence of Ampera Bridge.The analysis of segment distribution of each corridor based on a sample section draw and sketching with the data processing method of the survey in the field. Based on observation, rhythm, proportion, and visual perception contained in the both of corridors are already giving panoramic related to the existence of Ampera Bridge. However, with the not orderly construction of fly-over and billboards, it is disturbing the exsistence of Ampera Bridge. Moreover, the panorama related to the existence of Ampera Bridge which initially be viewed from each corridor, began to fade.  Key Words: panoramic, rhythm, proportion, visual perception, corridor, Ampera Bridge                                                                                                 AbstrakKoridor merupakan salah satu ruang dalam sebuah kota yang berfungsi sebagai penghubung sebuah kawasan dengan kawasan lain. Jalan Sudirman dan Jalan Ryacudu merupakan koridor yang berada di kota Palembang. Kedua jalan ini dipisahkan oleh Sungai Musi dan sebagai koridor jalan dihubungkan oleh Jembatan Ampera. Rangkaian panorama yang terdiri dari irama, proporsi, dan persepsi visual pada koridor ini diharapkan memberikan tingkat eksistensi yang tinggi Jembatan Ampera sebagai landmark Kota Palembang.            Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang berusaha menggambarkan bagaimana panorama koridor Jalan Sudirman dan Jalan Ryacudu terkait dengan eksistensi Jembatan Ampera. Pembagian segmen setiap koridor dianalisis berdasarkan sampel potongan gambar dan sketsa dengan metode pengolahan data dari hasil survey di lapangan. Berdasarkan hasil pengamatan: irama, proporsi, dan persepsi visual yang terdapat pada kondisi kedua koridor ini sudah memberikan panorama terkait eksistensi Jembatan Ampera. Namun, dengan adanya pembangunan jalan layang dan peletakan papan reklame yang tidak tertib, mengakibatkan eksistensi Jembatan Ampera terganggu. Selain itu panorama terkait keberadaan Jembatan Ampera yang pada awalnya terlihat dari setiap koridor, mulai memudar. Kata Kunci: panorama, irama, proporsi, persepsi visual, koridor, Jembatan Ampera
STUDI ANALOGIS BENTUK ARSITEKTURAL DAN MUSIK BAROK Sugiarto, Roni
MEDIA MATRASAIN Vol 16, No 1 (2019)
Publisher : Department of Architecture, Engineering Faculty - Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di samping dapat melihat bentuk dan mendengar bunyi, kita dapat juga mendengar bentuk dan melihat bunyi. Ketika kita mendengar bunyi (auditory) kita pun dapat melihat ruang (spatiality).  Meski bahasa yang dipergunakan arsitektur dan musik berbeda, namun kedua bidang ini memiliki karakter berkesenian yang sama yaitu pencarian makna keindahan yang tiada akhir, untuk memenuhi kerinduan manusia akan nilai-nilai puitis yang tertanam dalam lubuk sanubarinya. Arsitektur bisa menjadi sesuatu yang sangat indah, dan bagi setiap orang keindahannya berbeda-beda karena ada „lagu‟ dalam setiap komposisi arsitektur yang dinikmati secara visual dan berdasarkan sensasi persepsi subjektif. Melalui penjelajahan imajinatif dan perseptif karya seni Barok, penelitian ini mencoba mencari analogi antara sensasi auditory (berupa nada, irama, ritme, tempo, dinamika) dengan manifestasi wujud arsitektur (bentuk, material, tekstur, struktur, hirarki, sikuens) dengan bantuan pendekatan konsep representatif dan analogis. Melalui kajian dengan penelusuran dengan membandingkan secara analogis (yang bersifat atributif) telah membuktikan adanya keterkaitan dan kesenambungan unsur bentuk antara arsitektur serta musik Barok. Sistem representasi menjadi kunci dalam menghantarkan visi arsitektur serta musik Barok yang bersifat imajinatif dan ekspresif ke dalam perwujudan bentuk atau suatu manifestasi.
STUDI KOMPARATIF ANALOGIS UNSUR ARSITEKTURAL DAN MUSIKAL BALI Sugiarto, Roni
MEDIA MATRASAIN Vol 12, No 1 (2015)
Publisher : Department of Architecture, Engineering Faculty - Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bentuk kesenian musik memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi sisi personal manusia dan bersifat universal – mampu dinikmati beragam kalangan usia, status, latar belakang budaya dan sebagainya. Kekuatan musik mampu menembus batas ruang dan waktu. Hal ini yang menjadi inspirasi untuk menelaah lebih jauh sejauh mana kekuatan musik mampu merambah pula ranah arsitektural. Bahasa arsitektur dan musik berbeda, namun dua konfigurasi seni ini memiliki kesamaan motif berkesenian yaitu pencarian makna keindahan yang tiada akhir, untuk memenuhi kerinduan manusia akan nilai-nilai puitis yang tertanam dalam lubuk sanubarinya. Arsitektur bisa menjadi sesuatu yang sangat indah, dan bagi setiap orang keindahannya berbeda-beda karena ada ‘lagu’ dalam setiap komposisi arsitektur yang dinikmati secara visual dan berdasarkan sensasi persepsi subjektif. Melalui penjelajahan imajinatif karya seni Bali, tulisan ini dilakukan dalam usaha menelusuri analogi antara sensasi auditory (berupa nada, irama, ritme, tempo, dinamika, gerakan) dengan manifestasi wujud arsitektur (bentuk, material, tekstur, struktur, hirarki, sikuens) dengan bantuan pendekatan konsep representatif dan analogis. Melalui konteks kajian komparatif analogis telah membuktikan adanya keterkaitan dan kesinambungan unsur-unsur antara arsitektur serta musik Bali. Sistem representasi menjadi kunci dalam menghantarkan visi arsitektur serta musik Bali yang bersifat imajinatif dan ekspresif ke dalam perwujudan suatu manifestasi melalui bentuk atau komposisi. Kata Kunci: Arsitektur, Musik, Bali, Auditory, Representasi
DINAMIKA KETERHUBUNGAN RUANG ARSITEKTURAL DAN MUSIKAL BAROK Roni Sugiarto
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 9, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (832.391 KB) | DOI: 10.22441/vitruvian.2020.v9i2.004

Abstract

ABSTRAKKetika kita mendengar suara (audial, akustikal) kitapun dapat melihat ruang (spatial). Di samping dapat melihat bentuk dan mendengar bunyi, kita dapat juga mendengar bentuk dan melihat bunyi. Meskipun bahasa yang dipergunakan arsitektur dan musik berbeda, namun kedua bidang ini memiliki karakter berkesenian yang sama yaitu pencarian makna keindahan yang tiada akhir. Arsitektur dan musik berbagi tujuan yang sama dalam hal estetika, namun keduanya memiliki perbedaan wujud. Melalui penjelajahan imajinatif dan perseptif karya seni Barok, tulisan ini mencoba mencari hubungan yang analogis antara sensasi auditory berupa tatanan melodi dan irama dengan manifestasi ruang arsitektural. Dengan menerapkan pendekatan yang bersifat kualitatif dengan teknik penarikan sampel yang sesuai dengan ruang lingkup pembahasan, dan menelusuran hubungan yang analogis (yang atributif) dicapai juga dengan kajian komparatif tatanan/ruang antara arsitektur dengan musik Barok. Dengan Sistem representasi yang menjadi kunci dalam menghantarkan visi tatanan/ruang arsitektural serta musikal Barok, maka diharapkan secara imajinatif dan ekspresif perwujudan dinamika hubungan antara ruang arsitektural dan musikal Barok dapat ditemukan. Di lain hal, penelusuran keterhubungan antara arsitektur dan musik terbuka bagi berbagai kekuatan seni, dapat berkomunikasi dengan aspek arsitektur dan dapat dicari kedekatan hubungan antar masing-masing kekuatan seni. ABSTRACTWhen we hear the sound (audial, acoustical) we can see the space (spatial). In addition to being able to see the shapes and hear the sound, we can also hear the shapes and see the sound. Although the language used by architecture and music s different, but these two fields have the same artistic character that is the exploration for the endless beauty of the end. Through the imaginative and perseptive exploration of Baroque artwork, it seeks to find an analogic relationship between the auditory sensation of melody and rhythm with the manifestation of architectural space. By using a qualitative approach with sampling techniques that fit the scope of the discussion, and tracking analogical (attributive) relationships is also achieved by a comparative study of the order / space between Baroque architecture and music. With the representation system, the key of delivering the vision of Baroque architectural / space order and musicals, it is hoped that imaginatively and expressively the realization of the dynamics of the relationship between architectural space and Baroque music can be found. On the other hand, the research for the connection between architecture and music is open to various artistic, possible to communicate with aspects of architecture and to find the closeness of the relationship between each art.
THE DYNAMICS OF SOUNDSCAPE CONNECTION WITH ARCHITECTURAL ELEMENTS ON TERAS CIKAPUNDUNG BANDUNG Livie Tamariska ; Roni Sugiarto
Riset Arsitektur (RISA) Vol 2 No 03 (2018): RISET ARSITEKTUR "RISA"
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Engineering Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2120.059 KB) | DOI: 10.26593/risa.v2i03.2945.249-263

Abstract

Abstract- In architecture of public space, the experience of place plays an important role in the making of the good quality of public spaces. The experience of the space is multi-sensory, so architecture should emphasize its attention also on the architectural space approach through auditory experience. The study was conducted to determine the dynamics connection of soundscape experience and Terrace Cikapundung architecture.The research method is qualitative and descriptive analysis. Quantitative measurements are made to complement the qualitative data. The analysis is done through questionnaire distribution, field observation, analysis, and by relating it with the study of theories about public space architecture, soundscape, sacred sounds, sense of place, intention of architecture, and perception theory.In Terrace Cikapundung are found quite a lot of natural sounds, which are considered as sounds that improve the quality of the people spatial experience. The natural sounds that are found there are the sound of birds, wind, and water flow. While the dominant voice heard is the sound of motor vehicle, which is considered as disturbing sound for the audiences in particular “man-made zone” (zone that borders the highway). This indicates that there are some architectural elements that have not been able to work optimally, especially the design of bordering element between the site with the main sound source (Jalan Siliwangi). Furthermore, the concave physical topology and the zonation of “man-made zone” and “natural zone” is well designed, based on the variety characterictic of function, location, and order of architectural elements, that will give us the study and example of spatial making and good experience of place.Through design that concern in the multi-sensory aspects of experience, especially in auditory experience, the experience of space can be felt thoroughly and the quality of a public space can be increased. Key Words: soundscape, architectural element, open public space
DYNAMICS CONNECTION OF SOUNDSCAPE WITH ARCHITECTURAL ELEMENTS CASE STUDY: THE SEVEN SORROWS OF VIRGIN SAINT MARY CHURCH Javier Johnson ; Roni Sugiarto
Riset Arsitektur (RISA) Vol 3 No 03 (2019): RISET ARSITEKTUR "RISA"
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Engineering Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1505.868 KB) | DOI: 10.26593/risa.v3i03.3334.240-257

Abstract

Abstract- Nowadays, spatial experience still plays important role in the making of the good quality of architectural spaces. The experience of the space is a multi-sensory experience, so architecture should emphasize its attention not only to visual experience but also other experience like auditory experience. The study was conducted to determine the dynamics connection of soundscape experience and The Seven Sorrows of Virgin Saint Mary Church, Pandu Street, Bandung.The research method is qualitative and descriptive analysis. The analysis is done through questionnaire distribution, field observation, analysis, and by relating it with the study of theories about church architecture, soundscape, sense of place, intention of architecture, and perception theory.In The Seven Sorrows Of Virgin Saint Mary Church are found quite a lot of source of noise which are considered as sounds that decline the quality of the people spatial experience. The noise sounds that are found there are the sound of airplane, motor vehicle, and many more. Those noises can disturb the praying activity. This indicates that there are some architectural elements that have not been able to work optimally. It can be the material, activity settings, building and site shape or character. Furthermore, relation between activity schedule and noises climax will be analized.Through design that concern in the multi-sensory aspects of experience, especially in auditory experience, the experience of space can be felt thoroughly and the quality of a public space can be increased. Key Words: Soundscape, Architectural Elements, Church, The Seven Sorrows of Virgin Saint Mary Church
KETERHUBUNGAN SENSOR INDRA ANAK DENGAN ELEMEN ARSITEKTURAL TAMAN LALU LINTAS ADE IRMA SURYANI NASUTION Hera Octavia Koestantijo ; Roni Sugiarto
Riset Arsitektur (RISA) Vol 4 No 02 (2020): RISET ARSITEKTUR "RISA"
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Engineering Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1794.275 KB) | DOI: 10.26593/risa.v4i02.3804.173-189

Abstract

Abstrak- Ruang publik memegang peranan penting bagi suatu wilayah. Sebagai wadah aktivitas komunal, ruang publik perlu diintegrasikan pada perancangan kota secara menyeluruh. Sayangnya, para arsitek dan perancang kota sering melupakan bahwa subjek pengguna ruang publik tidak hanya orang dewasa. Anak-anak juga memerlukan adanya ruang publik sebagai tempat mereka untuk tumbuh dan berkembang. Proses perkembangan awal manusia atau lebih dikenal sebagai fase kanak-kanak perlu diakomodasi oleh wadah yang memadai, salah satu caranya adalah dengan perancangan area publik yang ramah anak. Area publik anak perlu menumbuhkan minat anak dalam mengenal lingkungan tanpa melupakan pengalaman yang menyenangkan selama berkegiatan di dalamnya. Area bermain dianggap sebagai bentuk ruang publik yang baik untuk anak-anak, terutama dalam tahapan pengenalan interaksi sosial serta stimulasi sensor indra. Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh peran sensor indra, terutama indra peraba dan penglihatan. Dua hal ini menjadi titik fokus penelitian penyesuaian anak dengan elemen arsitektural ruang publik ramah anak.Pada lingkup Bandung, Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution merupakan salah satu ruang publik ramah anak yang terletak di tengah kota dan kerap kali ramai dikunjungi keluarga serta anak-anak. Pada tahun 2017 silam, taman ini mengalami revitalisasi besar oleh Labo+ Architecture and Design yang menajamkan kembali visi Yayasan Taman Lalu Lintas mengenai edukasi pejalan kaki dan pengendara. Ruang publik ramah anak ini menjadi elemen kota yang penting untuk dibahas dan diteliti lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan mendata karakteristik material area bermain anak, kemudian dilanjutkan dengan analisis perilaku dan preferensi anak-anak. Teknik observasi dipilih dalam proses penelitian, dengan jumlah sampel 30 balita dan atau anak-anak.Proses pembelajaran anak berlangsung pada area bermain. Pengalaman anak dalam mempelajari lingkungannya sangat dipengaruhi oleh penampilan visual serta bentuk dan tekstur material sarana bermain yang tersedia. Stimulus lingkungan fisik baik alami maupun buatan rupanya sangat berpengaruh pada respon anak-anak yang terlihat dari ekspresi wajah. Rupanya, pengalaman bermain pada Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani Nasution meninggalkan kesan yang positif pada anak-anak yang datang.
KAJIAN PERSEPSI TERHADAP RUANG ARSITEKTUR MELALUI MEDIA FOTOGRAFI STUDI KASUS: KAMPUNG KOREA BANDUNG Haruka Fauzia Primandita ; Roni Sugiarto
Riset Arsitektur (RISA) Vol 4 No 04 (2020): RISET ARSITEKTUR "RISA"
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Engineering Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.884 KB) | DOI: 10.26593/risa.v4i04.3937.339-349

Abstract

Abstrak- Arsitektur, dianggap sebagai salah satu instrumen utama untuk menghubungkan seorang individu  dengan dimensi ruang dan waktu. Namun, seriring dengan berkembangnya budaya dan teknologi, seorang  individu tidak harus berada di sebuah ruang untuk dapat merasakan ruangnya, melainkan hanya dengan melihat  gambar atau foto dari ruang tersebut. Dengan menggunakan media fotografi arsitektur, seorang arsitek dapat  mengkomunikasikan ide, konsep, dan fungsi melalui komunikasi visual kepada masyarakat umum. Namun,  bentukan gambar sebagai media komunikasi nonverbal yang tidak memiliki deskripsi khusus dan terarah seperti  halnya bentuk komunikasi verbal/tulisan, tentu akan memiliki proses penerimaan yang berbeda pada tiap individu.  Objek visual yang terbentuk sedemikian rupa akan mengarahkan persepsi yang kemudian memiliki hasil  penerimaan berbeda pada setiap individu karena proses pembentukan persepsi sangat bergantung pada  pengetahuan atau memori yang dimiliki oleh setiap orang. Oleh sebab itu, muncul pertanyaan apakah fotografi  arsitektur dapat mengkomunikasikan informasi yang efektif dan bersifat sama antara pengamat ruang langsung  dan pengamat ruang melalui media fotografi. Berdasarkan isu dan teori yang digunakan adalah teori yang mempengaruhi persepsi dan teori elemen ruang  luar. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian mix-method, yaitu gabungan antara penelitian kuantitatif  dan kualitatif. Karena proses dan makna (perspektif subjek) menjadi poin utama dalam penelitian namun harus  dimasukkan variabel-variabel yang sesuai sehingga data dapat diambil seoptimal mungkin. Setelah melakukan  penelitian, penulis kemudian memanfaatkan teori yang ada sebagai penjelas dan mencocokan teori dengan data  kemudian menganalisis data dan membuat kesimpulan akhir. Kesimpulan yang kemudian didapat dari penelitian ini adalah penjelasan bahwa seperti apa persepsi yang  dirasakan oleh responden pengamat langsung dan pengamat tidak langsung terhadap ruang-ruang di Kampung  Korea Bandung. Dari hasil data tersebut, faktor pembentuk persepsi dan emosi akan diidentifikasikan, hasil  dominan kemudian dari persepsi dominan pada objek seperti persepsi ‘buatan’, ‘sangat terang’, dan ‘bersih’ akan  dianalisa hubungannya dengan faktor pembentuk serta perbandingan persepsi pengaamat langsung dan pengamat  tidak langsung. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang pengaruh faktor elemen  fisik ruang terhadap pembentukan persepsi yang dapat digunakan dalam proses pembuatan desain arsitektur atau  fotografi arsitektur.
PERAN TATANAN ELEMEN ARSITEKTURAL TERHADAP PEMBENTUKAN SOUNDSCAPE PADA RUANG TERBUKA PUBLIK BALAI KOTA BANDUNG Hana Eka Hidayati ; Roni Sugiarto
Riset Arsitektur (RISA) Vol 4 No 04 (2020): RISET ARSITEKTUR "RISA"
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Engineering Parahyangan Catholic University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1573.198 KB) | DOI: 10.26593/risa.v4i04.3938.350-362

Abstract

Abstrak- Setiap ruang berperan untuk mewadahi aktivitas yang identik dengan budaya masyarakat dan memiliki  karakter estetikanya masing – masing. Terletak di pusat kota, ruang terbuka publik Balai Kota Bandung berperan  penting dalam pengendalian kualitas lingkungan ekologis dan sosial dalam kawasannya, sehingga membutuhkan  pengalaman soundscape yang berkualitas baik. Dengan tujuan revitalisasi taman dalam meningkatkan konteks  ruang sehingga mendukung kultur kegiatan, pengalaman audial di ruang terbuka publik Balai Kota Bandung  adalah hal yang esensial. Upaya mengendalikan pembentukkan soundscape dalam suatu ruang menghidupkan  hubungan harmonis antara keragaman aktivitas.  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran tatanan elemen arsitektural ruang terbuka publik Balai  Kota Bandung terhadap pembentukan kualitas dan pengalaman soundscape. Metoda penelitaian yang dilakukan  adalah secara kualitatif, data diperoleh dari studi lteratur, pengamatan langsung ke lapangan, serta dari kuesioner  dan wawancara. Pengukuran kuantitatif dilakukan untuk melengkapi data kualitatif. Analisa deskriptif dilakukan  berdasarkan teori yang berkaitan dengan ruang terbuka publik, intentions in architecture, persepsi, soundscape,  dan akustik dalam arsitektur. Pada ruang terbuka publik Balai Kota Bandung terdapat beberapa suara yang membentuk soundscape ruang, diantaranya adalah kendaraan melintas, suara klaskson/ sirine, dan suara pesawat melintas sebagai  unwanted sound lingkungan. Suara kereta api melintas, suara speaker Masjid Al -Ukhuwwah, suara lonceng  gereja sebagai soundmark lingkungan. Suara anak-anak, suara komunitas, suara burung, dan suara air sebagai  soundmark dan wanted sound dalam. Tatanan elemen arsitektural pada Taman Dewi Sartika membentuk ruang  terbuka publik yang radial. Tatanan elemen arsitektural pada Taman Badak membentuk ruang terbuka publik yang  linier. Tatanan elemen arsitektural pada Taman Merpati membentuk ruang terbuka publik yang grid. Tatanan  elemen arsitektural pada Plaza Balai Kota membentuk ruang terbuka publik yang memusat. Tatanan elemen  arsitektural pada Taman Sejarah membentuk ruang terbuka yang klaster. Ruang terbuka publik di Balai Kota  Bandung telah cukup baik dalam menciptakan soundscape yang mewadahi kegiatan masyarakat. Namun, masih  membutuhkkan penangganan unwanted sounds agar kualitas pengalaman soundscape menjadi lebih optimal. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi perancangan tatanan elemen  arsitektural ruang terbuka publik kota dalam pembentukan suasana, melalui aspek pengamanan multi-indra  khususnya dalam auditory experience.