Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PEMANFAATAN ZAT WARNA ALAM DARI LIMBAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN KAKAO SEBAGAI BAHAN PEWARNA KAIN BATIK Titiek Pujilestari; Farida Farida; Endang Pristiwati; Agus Haerudin; Vivin Atika
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 33, No 1 (2016): Dinamika Kerajinan dan Batik
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v33i1.1119

Abstract

ABSTRAKPenelitian pemanfaatan limbah perkebunan kelapa sawit dan kakao sebagai bahan pewarna pada batik bertujuan untuk menggali sumber daya alam limbah perkebunan yang belum dimanfaatkan dan mencoba bahan baku baru untuk pewarna batik. Limbah perkebunan cangkang kelapa sawit dan kulit buah kakao merupakan sisa hasil proses pengolahan yang tidak termasuk dalam produk utama yang dianggap berpotensi menjadi beban pencemaran lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Kegiatan ini dibatasi pada pengambilan zat warna dari cangkang kelapa sawit dan kulit buah kakao dengan memakai pelarut air dan pelarut organik. Zat warna alam yang diperoleh digunakan sebagai pewarna pembatikan pada kain katun dan sutera. Fiksasi dilakukan dengan tiga jenis fiksator yaitu tawas, kapur dan tunjung. Pewarnaan dilakukan pada kain katun dan sutera dengan sistem celupan dingin sebanyak enam kali. Pengujian dilakukan terhadap ketahanan luntur warna akibat pencucian dan gosokan, arah dan beda warna. Hasil pengujian ketahanan luntur warna terhadap pencucian dan gosokan rata-rata menunjukan hasil cukup sampai baik sekali (3-5). Nilai kelunturan warna terhadap pencucian pada kain katun dengan pewarna cangkang kelapa sawit lebih baik daripada kulit buah kakao. Arah warna cangkang kelapa sawit menunjukkan warna coklat muda sampai coklat tua, sedang kulit buah kakao memberikan arah warna abu-abu sampai coklat tua. Pembacaan uji beda warna diperoleh rata-rata warna berada pada daerah antara kuning ke merah. Kata Kunci: cangkang kelapa sawit, kulit buah kakao, warna alam, batik  ABSTRACTUtilization of plantation waste as batik dyes research aims to explore the plantation waste potential asraw materials for batik dyeing. Plantation waste of palmkernel shell and cocoa fruit peel are side products of the main process thatbecome environmental pollution if not managed properly. This activity is restricted to making dyes from palmkernel shells and cocoa fruit peel by using water solvent and organic solvent. Natural dyes obtained are used as batik dyes on cotton and silk. Fixation is done each with alum, lime and ferrosulphate. Dyeing on cotton and silk fabric is done with six times cold immersion. The testing are include color fastness of washing and rubbing, color shades and color difference. The test results of color fastness to washing and rubbing shows enough to excellent results (3-5). The average yield value of color fastness to washing in cotton cloth with palm kernel shells dyes is better than using cocoa peel dyes. The color shade of coconut shell dye is tanish to brownish, while cocoa peel is greyish to brownish. The color difference testing average result is color coordinate located between yellowish to reddish area. Keywords: palm kernel shell, cocoa peel, natural dye, batik.
KAJI ULANG SNI 13-3487-2005 BARANG – BARANG EMAS DAN SNI 13-3771-1995 BARANG – BARANG EMAS MUDA Joni Setiawan; Euis Laela; Istihanah Nurul Eskani; Nikmah Widiharini; Farida Farida; I Made Arya Utamaningrat; Nira Riestia Rahayu; Suparjo Suparjo
JURNAL STANDARDISASI Vol 23, No 1 (2021)
Publisher : Badan Standardisasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31153/js.v23i1.880

Abstract

Emas merupakan logam mulia yang dapat dijadikan investasi karena nilainya terus naik dari waktu ke waktu. Barang – barang emas dapat berbentuk batangan, granula, lembaran, perhiasan dan benda seni. Penjaminan mutu kadar emas diatur dalam SNI 13-3487-2005 Barang – barang emas dan SNI 13-3771-1995 Barang – barang emas muda. Pada saat ini emas yang beredar memiliki kadar mulai 3,33% hingga 99,99% (fine gold). Terdapat nilai kadar emas yang belum diatur dalam ke-dua SNI tersebut yaitu barang-barang emas dengan kadar 13,14,15,dan 16 karat. Sehingga perlu dilakukan pengujian untuk melihat kesesuaian kadar emas yang terkandung dalam barang – barang emas yang beredar di pasaran serta peninjauan kembali terhadap metode uji yang ada. Penelitian ini membahas hasil kaji ulang SNI 13-3487-2005 Barang – barang emas dan SNI 13-3771-1995 Barang – barang emas muda sebagai dasar penyusunan SNI barang – barang emas yang baru. Metode penelitian yang dilakukan adalah studi literatur, pengujian sampel barang – barang emas yang beredar yang diambil secara purposive sampling, kemudian dilakukan pengujian fire assay sesuai dengan SNI 13-3487-2005 Barang – barang emas dan ICP-OES sesuai dengan ISO  15093, Jewellery — Determination of precious metals in 999 0 / 00 gold, platinum and palladium jewellery alloys — Difference method using ICP-OES, kajian metode uji, dan penggalian informasi melalui rapat internal, rapat teknis dan rapat konsensus. Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa perlunya penggabungan dua SNI tersebut mencakup kadar 33,3% hingga 99,99%, menetapkan metode uji yang dipergunakan yaitu fire assay dan ICP-OES, dengan acuan normatif yang dipergunakan adalah standar ISO 11596 dan ISO 15039.