Modernitas dan kapitalisme telah menjadi paradigma dominan dalam analisis sosial dan ekonomi kontemporer, terutama melalui pemikiran Karl Marx dan Max Weber. Marx menekankan determinisme ekonomi dengan konsep base determines superstructure, sedangkan Weber menyoroti rasionalisasi sebagai faktor utama perkembangan kapitalisme. Kedua pemikiran ini cenderung mengabaikan dimensi spiritual dan etika dalam pembentukan tatanan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kritik Islam terhadap determinisme ekonomi Marx dan rasionalisasi sosial Weber dengan menggunakan pendekatan tafsir sosial dalam filsafat Islam. Penelitian ini menjawab dua pertanyaan utama: (1) Bagaimana filsuf Muslim mengkritik determinisme ekonomi dalam pemikiran Marx? (2) Bagaimana Islam memberikan alternatif terhadap rasionalisasi sosial Weber yang mengarah pada sekularisasi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan metode tafsir berbasis analisis historis dan konseptual terhadap karya-karya Marx dan Weber, serta gagasan filsuf Muslim seperti Ibn Khaldun, Al-Farabi, dan Muhammad Iqbal. Temuan penelitian menunjukkan bahwa Islam menolak reduksi sosial hanya pada faktor ekonomi sebagaimana dikemukakan oleh Marx. Ibn Khaldun, melalui konsep asabiyyah, menegaskan bahwa solidaritas sosial dan moral memainkan peran penting dalam perkembangan peradaban. Islam juga mengkritik modernitas Weberian yang menekankan rasionalisasi sekuler dengan mengabaikan nilai-nilai transendental. Muhammad Iqbal, misalnya, mengkritik modernitas yang memisahkan manusia dari dimensi spiritualnya, sehingga menciptakan alienasi eksistensial. Sebagai alternatif, Islam menawarkan paradigma sosial yang berbasis keseimbangan (wasathiyyah), bahwa ekonomi, rasionalitas, dan spiritualitas saling melengkapi dalam membangun peradaban yang berkeadilan. Penelitian ini berkontribusi dalam memperkaya wacana teori sosial Islam sebagai alternatif terhadap dominasi kapitalisme dan modernitas sekuler. Dengan pendekatan tafsir, kajian ini memberikan perspektif baru dalam membangun model peradaban yang tidak hanya berorientasi pada kemajuan material, tetapi juga pada keadilan sosial dan spiritualitas.