Articles
Pengaruh Pertumbuhan Penduduk dan Penggunaan Lahan terhadap Kualitas Air
Muhammad Arwanda Agam Noeraga;
Galing Yudana;
Paramita Rahayu
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v2i1.17058.70-85
Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang, ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) Jawa Barat dengan arahan prioritas pada bidang lingkungan hidup berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2029. Selain itu, Jatinangor juga memiliki arahan prioritas pada bidang lingkungan dan sosial berdasarkan RTRW Kabupaten Sumedang tahun 2011-2031. Jatinangor mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan guna lahan terbangun yang pesat, serta permasalahan lingkungan terkait air bersih yakni penurunan muka sumber air tanah, pencemaran air tanah, dan penurunan debit sumber air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pembahasan pada penelitian ini terkait dampak pertumbuhan penduduk dan perubahan guna lahan terhadap kualitas air bersih rumah tangga di Jatinangor. Komponen yang dibahas dalam penelitian ini meliputi laju pertumbuhan penduduk; kepadatan penduduk; peningkatan lahan terbangun; intensitas pemanfaatan lahan; kebijakan tata guna lahan; perkembangan kondisi air bersih; pengelolaan pemenuhan air bersih; dan kualitas air bersih rumah tangga berdasarkan persepsi masyarakat. Penelitian ini menggunakan data primer berupa observasi lapangan dan kuesioner; serta data sekunder. Teknik analisis yang digunakan adalah statistik deskriptif, skoring, dan spatial overlay. Jatinangor mengalami peningkatan kepadatan penduduk dan perubahan guna lahan terbangun yang tinggi dari guna lahan non terbangun seperti kebun/ladang/sawah menjadi guna lahan terbangun seperti permukiman, industri tekstil, dan sarana/prasarana selama dua tahun terakhir (2014-2016). Sementara itu, Jatinangor juga mengalami permasalahan penurunan muka air tanah, pencemaran air tanah, dan penurunan debit sumber air PDAM. Dari penilaian persepsi masyarakat Jatinangor terhadap kualitas air bersih rumah tangga dapat diketahui bahwa kualitas air bersih rumah tangga menurun dan kurang memadai untuk kebutuhan sehari-hari.
IMPLEMENTASI KONSEP COMPACT CITY PADA BWK I KOTA SURAKARTA
Wilda Mazidaturrizka;
Paramita Rahayu;
Kuswanto Nurhadi
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v3i2.44581.122-132
Compact city atau kota yang kompak merupakan suatu konsep untuk mengelola pertumbuhan kota agar lebih efisien dengan menerapkan pembangunan intensif dengan guna lahan campuran, sehingga dapat mereduksi perjalanan penduduk kawasan. Konsep compact city menjadi solusi untuk menjawab tantangan isu-isu pertumbuhan kota yang meluas secara horizontal, seperti kepadatan yang kurang merata, penyediaan sarana dasar yang kurang memadai, serta isu-isu terkait pergerakan penduduk. Isu-isu tersebut kemudian menjadi tantangan pada BWK I Kota Surakarta, sehingga penelitian ini ditujukan untuk mengukur potensi implementasi konsep compact city pada BWK I Kota Surakarta yang diharapkan dapat menjadi solusi dari isu-isu tersebut. Potensi implementasi compact city ini diukur dari variabel penggunaan lahan, pelayanan sarana dasar dan kepadatan kawasan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan skoring skala Guttman. Penggunaan lahan yang dapat mendukung potensi implementasi compact city adalah penggunaan lahan campuran. Pada BWK I Kota Surakarta, penggunaan lahannya cenderung tidak memenuhi kriteria campuran pada sebagian besar kawasan. Kemudian dari segi pelayanan dasar, pada konsep compact city harus dapat mencakup keseluruhan kawasan. Sedangkan, pada BWK I Kota Surakarta masih ada beberapa jenis sarana dasar yang cakupannya tidak memenuhi keseluruhan kawasan. Terakhir, untuk kepadatan kawasan, pada compact city harus memenuhi standar kepadatan tinggi. Sedangkan, BWK I Kota Surakarta secara keseluruhan belum dapat dikategorikan sebagai kepadatan tinggi. Maka dari itu, hasil keseluruhan potensi implementasi compact city pada BWK I Kota Surakarta bernilai 44% dari 100%, yang berarti belum menunjukkan potensi penerapan konsep compact city. Namun, tidak menutup kemungkinan bisa dilakukan implementasi compact city dikemudian hari, jika dilakukan beberapa penyesuaian pembangunan kota terhadap kriteria konsep compact city.
NGEMPLAK SUTAN SEBAGAI KAMPUNG ZERO WASTE DI SURAKARTA
Shinta Ahdiani Zulfa;
Paramita Rahayu;
Erma Fitria Rini
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v3i1.34463.49-60
Permasalahan persampahan terutama dalam hal volume harian sampah yang sangat besar di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi masyarakat yang masih menganut paradigma lama persampahan, yaitu kumpul, angkut, buang. Konsep zero waste menjadi solusi bagi kawasan yang ingin mengatasi masalah persampahan. Surakarta dengan produksi sampah mencapai 310 ton perhari menggagas solusi yang salah satunya dengan membentuk kampung yang menerapkan pengelolaan sampah dari sumber yang diimplementasikan pada Kampung Ngemplak Sutan RW 37, Mojosongo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi sejauh mana dan bagaimana penerapan konsep zero waste di Kampung Ngemplak Sutan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deduktif dengan metode penelitian kuantitatif. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis skoring dengan skala likert dan statistik deskriptif. Teknik analisis skoring dengan skala likert pada penelitian ini dilakukan untuk melakukan evaluasi yang didasarkan pada persepsi masyarakat yang kemudian dituangkan dalam skala penilaian. Hasil skoring likert berupa persentase pencapaian dari masing-masing komponen. Analisis deskriptif digunakan untuk memperkaya informasi dari analisis skoring likert. Secara keseluruhan, hasil analisis menunjukkan bahwa Kampung Ngemplak Sutan telah menerapkan konsep zero waste dengan persentase realisasi 67,78% dan masuk dalam range penilaian baik. Komponen yang paling memberikan pengaruh pada capaian persentase tersebut adalah infrastruktur (34.7%), sumber daya manusia/SDM (16.73%), dan kebijakan (13.64%). Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa infrastruktur, SDM, dan kebijakan merupakan tiga komponen penting yang harus diperhatikan dalam upaya menerapkan konsep zero waste di suatu lingkungan. Disamping itu, sub komponen lain seperti potensi ekonomi dan kelembagan juga penting untuk dipertimbangkan karena secara keseluruhan semua komponen tersebut akan mempengaruhi keberhasilan penerapan konsep zero waste.
Tingkat Kesiapan Kota Surakarta sebagai Kota Nyaman Bersepeda
Tities Amrihtasari Suryono;
Paramita Rahayu;
Erma Fitria Rini
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v2i1.32260.100-116
Kota Surakarta merupakan kota menengah yang terus berkembang dengan total kendaraan bermotor sebanyak 85% dari total jumlah penduduk. Pemerintah Kota Surakarta saat ini mengalami kemacetan di banyak titik. Salah satu upaya untuk mengurangi kemacetan adalah dengan ditetapkannya Kota Surakarta sebagai kota nyaman bersepeda. Dalam kota nyaman bersepeda dibutuhkan integrasi antar aspek yaitu kebijakan dan kelembagaan, luas wilayah, jumlah penduduk kota, bentuk kota, infrastuktur yang dibagi menjadi jalur dan pakir sepeda, perbandingan pemilihan moda transportasi, dan sosial kebudayaan bersepeda. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapan Kota Surakarta sebagai kota nyaman bersepeda dan juga mengetahui tingkat kepentingan dari variabel kota nyaman bersepeda di Kota Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan dua tahap analisis (1) analisis deskriptif untuk mengetahui kesiapan Kota Surakarta sebagai kota nyaman bersepeda yang dinilai pada setiap variabelnya (2) teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) yang digunakan untuk memutuskan variabel mana yang mempunyai tingkat kepentingan tertinggi ke terendah terhadap kesiapan kota nyaman bersepeda. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang siap dalam konteks kota nyaman bersepeda adalah jumlah penduduk dan luas wilayah. Urutan prioritas variabel kota nyaman bersepeda di Kota Surakarta menurut para pelaku utama adalah jaringan/ jalur sepeda, kebijakan dan kelembagaan, perbandingan pemilihan moda, sosial kebudayaan bersepeda, parkir sepeda, bentuk kota, jumlah penduduk, dan urutan terakhir adalah luas wilayah.
Integrasi Kawasan Industri Millennium Kecamatan Tigaraksa Kabupaten Tangerang dengan Wilayah Sekitar Menuju Kota Industri
Kokoh Widyastoro;
Paramita Rahayu;
Erma Fitria Rini
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v2i1.31744.1-13
The Government of Tangerang Regency has a plan to develop an industrial city in Tangerang Regency. An industrial city is an integrated city that combines industrial estates, residential areas, and commercial areas with a high concentration of population activities. The development of industrial city has several elements that need to be integrated including the separation of industrial land use, land-use connectivity, accessibility, infrastructure and settlements in the surrounding industrial estate. The Millennium industrial estate is the largest industrial estate which develops in central area of Tangerang Regency. The purpose of this study is to what extent the Millennium industrial Estate is integrated with surrounding areas towards fulfilling the concept of industrial city. This research uses quantitative methods using descriptive analysis with Guttman Scale. The analyzes are performed on each sub-variable supported by space syntax analysis, GIS and VCR analysis to confirm the value into Guttman Scale. The results of the analysis showed that the Millennium industrial estate has been integrated in terms of land use planning, accessibility, availability of public green space, and industrial infrastructures. While the elements of availability of industrial separation zones, connectivity and location of settlements are still not integrated Based on the theory, issues and analysis, the results obtained that the integration of the Millennium industrial Estate with the surrounding areas has fulfilled 50% of requirements to develop an integrated industrial city.
PEMILIHAN LOKASI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA: STUDI KASUS RUSUNAWA PUTRI CEMPO, SURAKARTA
Nona Amaliya Rahma;
Ana Hardiana;
Paramita Rahayu
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v2i2.34404.158-174
Kota Surakarta memiliki luas wilayah sebesar 44,04 km2 dengan kepadatan penduduk lebih dari 11.340,84 jiwa/km2. Sebagian besar permasalahan yang dihadapi Kota Surakarta adalah pertumbuhan penduduk yang cenderung mengalami peningkatan yang tidak sebanding dengan penyediaan tempat tinggal (backlog). Hal ini dipicu adanya permukiman kumuh yang perlu difasilitasi rumah layak huni. Salah satu upaya untuk mengatasi persoalan tersebut adalah penyediaan rumah susun sederhana sewa sebagai alternatif penyediaan rumah layak huni bagi MBR. Pemerintah Kota Surakarta telah membangun rusunawa di Kelurahan Mojosongo yaitu Rusunawa Putri Cempo. Namun dalam pembangunannya bukan tanpa masalah. Pada faktanya lokasi Rusunawa Putri Cempo kurang strategis karena dekat dengan aktivitas tempat pembuangan akhir (TPA), dekat perternakkan babi dan lokasi yang cenderung terpencil. Sehingga dengan adanya hal ini mengindikasi bahwa pemilihan lokasi Rusunawa Putri Cempo belum sesuai dengan teori atau regulasi yang sudah ditetapkan. Dalam pemilihan lokasi rusunawa terdapat beberapa faktor yaitu kesesuaian dengan rencana tata ruang, aksesbilitas, ketersediaan sarana, ketersediaan prasarana, harga lahan, kerawanan bencana, kondisi lingkungan dan kondisi demografi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi Rusunawa Putri Cempo. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan dua tahap analisis (1) analisis deskriptif untuk mengetahui identifikasi faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi Rusunawa Putri Cempo, (2) teknik Analytical Hierarchy Process (AHP) yang digunakan untuk mengetahui tingkat prioritas faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi Rusunawa Putri Cempo. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) prioritas faktor utama dalam pemilihan lokasi Rusunawa Putri Cempo menurut stakeholders yaitu kesesuaian dengan rencana tata ruang, kerawanan bencana, harga lahan dan aksesibilitas. Selain itu terdapat 4 (empat) faktor yang tidak mempunyai pengaruh besar yang juga sebagai acuan dalam pemilihan lokasi rusunawa yaitu ketersediaan sarana, ketersediaan prasarana, kondisi demografi dan kondisi lingkungan.
KESENJANGAN AKSESIBILITAS UTARA DAN SELATAN KOTA SURAKARTA
Syarifa Khoirunnisa Suryana;
Paramita Rahayu;
Erma Fitria Rini
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v3i2.44748.133-147
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perbandingan aksesibilitas di wilayah utara dan selatan Kota Surakarta. Terjadinya kesenjangan perkembangan wilayah utara dengan wilayah selatan Kota Surakarta diduga karena adanya perbedaan aksesibilitas. Wilayah selatan lebih mengalami perkembangan akibat aksesibilitasnya dianggap lebih baik dibandingkan aksesibilitas di wilayah utara. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dan pengumpulan data dilakukan melalui observasi, studi literatur, dan kuesioner dengan metode accidental sampling. Penelitian ini menerapkan teknik analisis statistika deskriptif dan komparasi rata-rata melalui uji z. Hasil penelitian menunjukkan wilayah selatan memiliki aksesibilitas tempat yang lebih baik dibandingkan wilayah utara. Aksesibilitas tempat di wilayah selatan didukung pola guna lahan yang mengelompok dan keberadaan transportasi publik yang melayani seluruh kawasan.
POTENSI DAN MASALAH DESA WISATA BATIK: STUDI KASUS DESA GIRILAYU, KABUPATEN KARANGANYAR
Nyta Rosidha Sari;
Paramita Rahayu;
Erma Fitria Rini
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v3i1.34437.77-91
Saat ini pengembangan desa wisata tengah gencar dilakukan di Indonesia. Salah satu desa di Kabupaten Karanganyar yang dicanangkan sebagai desa wisata yaitu Desa Girilayu. Desa Girilayu berada di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar. Pencanangan Desa Girilayu sebagai desa wisata dilakukan setelah penetapan desa tersebut sebagai Desa Vokasi pada tahun 2013 oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar. Penetapan sebagai desa wisata dilakukan karena mayoritas masyarakat Desa Girilayu memiliki keahlian membatik dan Desa Girilayu merupakan sentra batik tulis di Kabupaten Karanganyar. Meskipun Desa Girilayu telah memiliki beberapa potensi wisata, untuk menjadi sebuah desa wisata harus memenuhi beberapa komponen spesifik pengembangan desa wisata. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menilai potensi dan masalah yang ada pada Desa Wisata Batik Girilayu berdasarkan komponen desa wisata. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis SWOT EFAS-IFAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Desa Wisata Batik Girilayu berada pada kuadran I diagram Kartesius, yang berarti secara keseluruhan memiliki potensi kekuatan dari dalam kawasan dan potensi peluang pengembangan dari luar kawasan. Komponen atraksi, fasilitas penunjang, akomodasi, transportasi dan aksesibilitas serta hospitality dinilai sebagai potensi kekuatan dari dalam kawasan dan memilki potensi peluang pengembangan. Untuk kesadaran masyarakat hasil studi ini menunjukkan bahwa komponen tersebut masih cenderunng lemah, tetapi tetap dapat dikatakan sudah berpotensi dalam hal pengembangan dari luar kawasan. Komponen ini cenderung lemah karena pengelola Desa Wisata Batik Girilayu belum terbentuk sehingga program pengembangan desa wisata belum terlaksana dan belum memiliki arah yang jelas.
PERAN PEMETAAN POTENSI PEMANFAATAN RUANG BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK KELURAHAN (STUDI KASUS: KELURAHAN SONDAKAN, KECAMATAN LAWEYAN, KOTA SURAKARTA)
Rufia Andisetyana Putri;
Erma Fitria Rini;
Murtanti Jani Rahayu;
Winny Astuti;
Paramita Rahayu;
Hakimatul Mukaromah
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v3i2.45507.189-200
Tampilan digital data pemanfaatan ruang berbasis sistem informasi geografis (SIG) memungkinkan peningkatan efisiensi proses penyimpanan, pembaharuan, dan akses ulang data. Hal ini mendukung optimalisasi tugas aparat kelurahan dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Tujuan artikel ini adalah menemukenali peran pemetaan potensi pemanfaatan ruang kelurahan berbasis SIG dalam penyelenggaraan pelayanan publik kelurahan. Tujuan ini dicapai melalui 2 tahapan, yakni (1) pemetaan potensi pemanfaatan ruang kelurahan berbasis sistem informasi geografis, dan (2) analisis peran pemetaan potensi pemanfaatan ruang kelurahan berbasis SIG dalam penyelenggaraan pelayanan publik kelurahan. Metode penelitian adalah studi kasus, dengan teknik analisis spasial menggunakan software ArcGIS, serta teknik deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa peta pemanfaatan ruang berbasis SIG memuat informasi spasial berupa lokasi, sebaran dan luasan tiap fungsi bangunan berperan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan publik aparat Kelurahan Sondakan, baik pada bidang pemerintahan, pembangunan dan ketentraman ketertiban, dan pemberdayaan masyarakat.
KENAMPAKAN FISIK KOTA DAN DAERAH PERI URBAN SURAKARTA
Nur'Aini Amalia Mataufani;
Paramita Rahayu;
Erma Fitria Rini
Desa-Kota: Jurnal Perencanaan Wilayah, Kota, dan Permukiman Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Urban and Regional Planning Program Faculty of Engineering Universitas Sebelas Maret
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.20961/desa-kota.v2i2.41509.130-142
Perkembangan suatu kota dapat menimbulkan dampak pada wilayah sekitarnya terutama wilayah pinggirannya (peri urban). Kota Surakarta adalah salah satu kota yang mengalami perkembangan sangat pesat, akan tetapi perkembangan ini tidak sebanding dengan ketersediaan lahan yang ada, akibatnya kenampakan fisik kekotaan meluas pada wilayah peri urban. Kenampakan fisik ini akan membentuk pola morfologi tertentu. Morfologi dapat diartikan sebagai kenampakan fisik yang terdiri dari tiga komponen yaitu penggunaan lahan, pola jaringan jalan, dan pola bangunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola morfologi Kota Surakarta dan wilayah peri urban dengan meninjau komponen morfologi yang ada di dalamnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan tiga tahap yaitu mengidentifikasi wilayah peri urban Kota Surakarta, mengidentifikasi komponen morfologi pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban dan mengidentifikasi pola morfologi yang terbentuk. Wilayah peri urban diidentifikasi berdasarkan kriteria karakteristik wilayah peri urban, yang selanjutnya akan dilihat komponen morfologi di dalamnya. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa Kota Surakarta dan wilayah peri urban memiliki kesamaan pada dominasi penggunaan lahan dan pola jaringan jalan, tetapi terdapat perbedaan pada tekstur kawasan. Dominasi penggunaan lahan adalah berupa permukiman dan pola jaringan jalan adalah berupa pola grid. Tekstur kawasan yang teridentifikasi pada Kota Surakarta adalah homogen, sedangkan pada wilayah peri urban adalah heterogen. Hal ini disebabkan oleh masih tersedianya ruang terbuka hijau berupa sawah dan tegalan pada wilayah peri urban. Dari hasil analisis kondisi eksisting pada ketiga komponen, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pola pada Kota Surakarta dan wilayah peri urban. Kota Surakarta memiliki pola bujur sangkar sedangkan wilayah peri urbannya cenderung pada pola pita.