Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Kajian Psikoanalisis pada Karakter Heroine di Film Zack Snyder’s Justice League (2021) Setyanto, Daniar Wikan; Soewarlan, Santosa; Tinarbuko, Sumbo
ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia Vol. 7 No. 02 (2021): August 2021
Publisher : Dian Nuswantoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33633/andharupa.v7i2.4759

Abstract

AbstrakFilm Zack Snyder’s Justice League (2021) adalah salah satu film yang meraih kesuksesan secara kritik maupun finasial di saat pandemi Covid-19.  Film tersebut dianggap sebagai versi yang lebih orisinil daripada film Justice League versi layar lebar yang tayang di tahun 2017, karena merupakan film yang awalnya dikembangkan untuk berkaitan langsung dengan semesta film-film di DC Extended Universe (DCEU). Penelitian ini akan memfokuskan pada karakter superhero perempuan (heroine) yang muncul di film Zack Snyder’s Justice League (2021) dengan menggunakan teori psikoanalisis Sigmund Freud. Tokoh heroine yang akan dikaji adalah Wonder Woman/Diana Prince, Mera dan Queen Hippolyta. Psikoanalisis dipilih karena berkaitan dengan kajian mengenai alam bawah sadar manusia seperti emosi, cinta, serta seks yang selalu muncul dalam setiap representasi karakter dalam film. Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan serta memaknai secara komprehensif apa saja rumusan konseptual mengenai representasi perempuan dalam karakter heroine di film tersebut menurut konteks teori psikoanalisis. Manfaat penelitian ini diharapkan yaitu memberikan kontribusi pemikiran tentang penerapkan operasional teoretis dari psikoanalisis terhadap obyek penelitian budaya populer seperti karakter heroine dalam film. Penelitian ini menggunakan metode yang disebut dengan analisis konten yaitu teknik analisis mendalam terhadap isi suatu informasi dari teks maupun visual. Penelitian ini menemukan adanya keterkaitan representasi perempuan dalam karakter heroine  dengan teori psikoanalisis. Kata Kunci: heroine, film, Justice League, psikoanalisis, representasi AbstractIn 2021 the world's film industry slumped due to the Covid-19 pandemic, Zack Snyder's Justice League (2021) movie appeared and was successful critically and commercially. The film is considered to be a more original version than the 2017 feature film Justice League because Zack Snyder's Justice League (2021) is a film that was originally developed to be directly related to the universe of films in the DC Extended Universe (DCEU). This study will focus on the female superhero character (heroines) who appears in the film Zack Snyder's Justice League (2021) and using Sigmund Freud's psychoanalytic theory. The heroine figures that studied are Wonder Woman/Diana Prince, Mera, and Queen Hippolyta. Psychoanalysis was chosen because it relates to the study of the human subconscious like emotions, love, and sex that always appear in every character representation in the film. The purpose of this study is to explain and interpret comprehensively the conceptual formulations, regarding the representation of women in heroine characters in the film Zack Snyder's Justice League (2021) according to the context of psychoanalytic theory. The benefit of this research is expected to contribute ideas about applying the theoretical operational of psychoanalysis to popular culture research objects such as heroine characters in films. This study uses a content analysis method, an in-depth analysis technique toward the content of information from text and visuals. This study found a link between the representation of women in heroine characters and psychoanalytic theory. Keywords: film studies, heroine, Justice League, psychoanalysis, representation
MENAKAR KUALIFIKASI PEMERAN JAGOAN PEREMPUAN PADA FILM LAGA INDONESIA Setyanto, Daniar Wikan; Soewarlan, Santosa; Tinarbuko, Sumbo
ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia Vol. 8 No. 01 (2022): March 2022
Publisher : Dian Nuswantoro University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33633/andharupa.v8i01.5795

Abstract

AbstrakKesetaraan gender menjadi salah satu isu yang sering diangkat dalam dunia perfilman. Film-film laga populer saat ini mudah ditemukan karakter perempuan yang tampil sebagai seorang jagoan yang kuat dan mahir bela diri. Meskipun belum sebanyak Hollywood, film-film di Indonesia mulai memperkenalkan karakter jagoan perempuan di film-film layar lebar. Namun karakter jagoan perempuan dalam film Indonesia masih dianggap sebagai karakter minor, kemunculan mereka juga masih dianggap belum bisa menaikkan film dari segi kualitas dan perolehan penonton. Penelitian ini mencoba untuk mencari tahu alasan dibalik mengapa karakter tersebut masih belum berhasil mencuri hati penonton, yaitu dengan cara menakar kualifikasi setiap artis yang memerankan jagoan perempuan tersebut. Teori yang digunakan adalah teori dikotomi antara aktor (actrees) dan bintang (star). Metode penelitian yang digunakan yaitu metode campuran (mixed method) dengan teknik pencarian data dengan wawancara tokoh salah satu sutradara terkenal Indonesia yaitu Garin Nugroho. Hasil dari penelitian ini adalah film jangan hanya mengeksploitasi tubuh perempuan dengan menonjolkan visualisasi kecantikan dan kemolekan tubuh perempuan tetapi perlunya kemampuan akting dan keahlian dalam bela diri sebagai nilai tambah pemainnya. Selain itu perlunya memperkuat penulisan naskah film laga dan pendalaman karakter sehingga kualitas film laga di Indonesia akan semakin berjaya dan bisa bersaing di kancah film Internasional. Kata Kunci: artis peran, film Indonesia, jagoan perempuan, kajian film AbstractGender equality is an issue that is often raised in the world of cinema. Popular action films nowadays are easy to find female characters who appear as strong and proficient in martial arts. Although not as many as in Hollywood, films in Indonesia have begun to introduce female hero characters in big screen films. However, female hero characters in Indonesian films are still considered minor characters, their appearance is also still considered unable to increase the quality of the film and the audience gain. This study tries to find out the reason behind why the character still hasn't been liked by the audience, that is by measuring the qualifications of each artist who plays the female hero. The theory used is the dichotomy theory between actors and stars. The research method used is a mixed method with data search techniques by interviewing the famous Indonesian directors, namely Garin Nugroho. The result is that the film does not only exploit women's bodies by highlighting the visualization of the beauty and beauty of the female body, but also the need for acting skills and martial arts skills as an added value for actresses. In addition, it is necessary to strengthen the writing of action film scripts and character development so that the quality of action films in Indonesia will be more victorious and can compete in the international film scene. Keywords: artists, Indonesian film, female heroes, film studies
SEMIOTIKA WAYANG BEBER PANCASILA: WAHANA KOMUNIKASI VISUAL UNTUK MENYAMPAIKAN PESAN VISUAL DAN PESAN VERBAL PANCASILA BAGI GENERASI Z Sumbo Tinarbuko
SENDIKRAF Jurnal Pendidikan Seni dan Industri Kreatif Vol. 3 No. 2 (2022): SENDIKRAF Jurnal Pendidikan Seni dan Industri Kreatif
Publisher : BBPPMPV Seni dan Budaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.70571/psik.v3i2.55

Abstract

TThe current research aims at reading symbolic interaction of visual communication narratives inthe “Taferil of Wayang Beber Pancasila”. Research employing semiotics theory approach, visualcommunication semiotics theory, and visual communication design theory also seeks to find andunderstand the connotative meanings of visual and verbal signs as well as verbal messages andvisual messages in the ideological narrative of “Wayang Beber Pancasila”. It is an essential effortto build new civilization by practicing five principles of “Pancasila”. This kind of cultural workmust always be echoed in order to build an ideological basis for Generation Z in Indonesia. It isexpected that the results of the current research will contribute to some theoretical thoughts aswell as practical guidance for visual communication designers, reviewers, or researchers, for thedevelopment of visual communication design itself as a particular area of study or discipline Penelitian ini bertujuan membaca interaksi simbolik atas narasi komunikasi visual yang ada didalam taferil Wayang Beber Pancasila. Penelitian dengan pendekatan teori semiotika, teorisemiotika komunikasi visual, dan teori desain komunikasi visual ini juga berupaya untukmenemukan sekaligus memahami makna konotasi tanda visual dan tanda verbal, serta pesan verbaldan pesan visual pada narasi ideologis Wayang Beber Pancasila. Hal ini penting dilakukan dalamupaya membangun peradaban baru dengan mengamalkan kelima sila Pancasila. Kerja budayasemacam ini harus senantiasa didengungkan guna membangun landasan ideologis bagi Generasi Zdi Indonesia. Hasil penelitian diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran teoretis sekaliguspanduan praktis bagi desainer komunikasi visual dan pengkaji atau peneliti komunikasi visual, demiperkembangan ilmu desain komunikasi visual itu sendiri.  
Semiotika Tanda Verbal dan Tanda Visual Iklan Layanan Masyarakat Sumbo Tinarbuko
PANGGUNG Vol 26 No 2 (2016): Semiotika, Estetika, dan Kreativitas Visual Budaya
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v26i2.175

Abstract

ABSTRACT This article uses qualitative  research method by describing, interpretating,  and explaining the  connotation  meaning  of public  service  advertisingLater   on it is classified  based on  the sociolinguistics,  pragmatics, visual communication  design, and semiotics theory.The method of semiotics  visual  communication  analysis  is also used as an analysis method for verbal and visual  data. It is used as one of public service advertising  reading  methods do to the tendency to see things,  such as art, culture, social, visual communication design, and public service advertising  as the phenomenon  of language  and sign.It is important to understand the semiotics of visual  communication  theory, because it can be used to enlarging  the imagination,   insight, and  knowledge about  the importance  of under- standing  semiotics  of visual communication,  both on the creation  and designing public service advertising  process or process  of reviewing  the public service advertising object. Practically,  it gives a positive adventage for the advertising  practitioners  or students    at the Department  of Advertising and Visual Communication Design. Keywords: sign, code and meaning  of public service advertising,  semiotics  of visual  communica- tion, verbal message and visual message     ABSTRAK  Tulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan cara mendeskripsikan, menginterpretasikan, dan menerangkan makna konotasi iklan layanan masyarakat yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan pada bangunan teori sosiolinguistik, teori pragmatik, teori desain komunikasi visual, dan teori semiotika.Metode analisis semiotika komunikasi visual juga dimanfaatkan sebagai metode analisis data verbal dan data visual, sebagai salah satu metode pembacaan Iklan Layanan Masyarakat (ILM) akibat adanya kecenderungan untuk memandang berbagai hal, seperti seni, budaya, sosial, desain komunikasi visual, dan ILM sebagai fenomena bahasa dan tanda.Penguasaan teori semiotika komunikasi visual ini penting karena dapat digunakan sebagai bahan referensi verbal dan visual bagi khalayak untuk memperluas imajinasi, wawasan, dan pengetahuan mengenai pentingnya memahami semiotika komunikasi vi- sual baik dalam proses penciptaan dan perancangan iklan layanan masyarakat maupun proses mengkaji objek iklan layanan masyarakat. Secara praktikal memberikan manfaat yang positif baik bagi praktisi periklanan dan biro iklan pada umumnya maupun civitas akademika Jurusan Periklanan dan Desain Komunikasi Visual pada khususnya. Kata kunci: tanda, kode dan makna iklan layanan masyarakat, semiotika komunikasi visual, pesan verbal, dan pesan visual
MAKNA KONOTASI ROLAND BARTHES PADA KASUS RASISME DALAM KASUS RASISME PADA FILM MRS CHATTERJEE VS NORWAY 2023 Jessica, Jessica; Tinarbuko , Sumbo; Indrayana , Andika
Scientica: Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi Vol. 3 No. 2 (2024): Scientica: Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi
Publisher : Komunitas Menulis dan Meneliti (Kolibi)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu media yang dapat menjangkau audiens secara luas adalah film, sifatnya yang representatif digunakan sebagai alat penyebaran pesan atas konflik-konflik di berbagai penjuru dunia. Pengemasannya yang menggunakan pendekatan emosional dikemas semenarik mungkin sebagai hiburan untuk mendapatkan perhatian publik. Salah satu film dengan pendekatan tersebut adalah Film Mrs Chatterjee vs Norway 2023. Film ini diangkat dari kisah nyata pengalaman rasisme sebagai warga imigran di Norwegia. Sebagai salah satu film Bioptic, terdapat pengunaan tanda visual dan verbal yang bersifat representatif dan kompleks sehingga dinilai layak untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna konotasi Roland Barthes pada kasus rasisme dalam film Mrs. Chatterjee vs Norway 2023. Penelitian menggunakan metodologi penelitian kualitatif deskriptif serta menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes untuk mencari makna konotasi rasisme dalam film Mrs. Chatterjee vs Norway 2023 dari identifikasi tanda verbal dan tanda visual. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan dari sampel penelitian bahwa terdapat kode kebudayaan, kode semantik, dan kode narasi Roland Barthes yang menunjukkan makna konotasi rasisme terhadap praktik kepercayaan warga imigran di Norwegia. Adapun prilaku rasisme tersebut direpresentasikan oleh warga kulit putih yang menghakimi praktik kepercayaan lewat ekspresi jijik terhadap budaya warga imigran, serta adanya ketimpangan hukum terhadap warga imigran.
Representation and Ideology of Feminism in the Remake of the First Indonesian Heroine Character "Sri Asih" Setyanto, Daniar Wikan; Rohidi, Tjetjep Rohendi; Haryadi, Toto; Tinarbuko, Sumbo; Yogananti, Auria Farantika; Tari, Eszter
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol. 24 No. 2 (2024): December 2024
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v24i2.18531

Abstract

The figure of Sri Asih became a pioneer in the symbolism of women's strength free from the influence of marital status, which was a reaction to the strong patriarchal culture in Indonesia. The figure of Sri Asih was then remade by Studio Bumi Langit and shown in Indonesian cinemas in 2022. The figure of Sri Asih was chosen because she is the first superhero figure from Indonesia. The aspects studied are the elements that form an identity, such as the representation of beauty, characteristics, and the role of women that appear in the figure of Sri Asih. This study uses a descriptive qualitative method and John Fiske's code theory. The urgency of this study is to reveal how the figure of Sri Asih is able to reconstruct the values ​​of women's identity in Indonesian society in the millennial era. The purpose is to explain what codes of reality, representation, and ideology exist in the figure of Sri Asih, and the research study results are the ideas for applying John Fiske's code theory to the figure of Sri Asih. In conclusion, the ideology of feminism in the character of Sri Asih is represented in the form of women's empowerment, gender equality, rejection of violence against women and the collapse of gender stereotypes.