Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM MUSLIMAH HIZBUT TAHRIR INDONESIA (MHTI) DI BALIK GAGASAN ANTI KESETARAAN GENDER Ulfah, Isnatin
Justitia Vol 10, No 2 (2013)
Publisher : Justitia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjuangan kaum feminis membebaskan perempuan dari dominasi patriarkhi dan menempatkan mereka setara dengan laki-laki ternyata tidak gayung bersambut oleh seluruh perempuan. Adalah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), organisasi perempuan subordinat HTI yang melakukan penolakan terhadap upaya tersebut. Menurutnya, kodrat perempuan yang secara biologis berbeda dengan laki-laki, membawa implikasi secara kodrati pula terhadap perbedaan peran masing-masing; perempuan di rumah mengasuh anak-anak, laki-laki mencari nafkah. Bagi mereka Islam sudah sangat jelas mengatur perbedaan tersebut. Persepsi MHTI tersebut tidak terlepas dari cara pandang dan pemahaman mereka terhadap doktrin dan teks-teks keagamaan. Dengan kata lain, fundamentalisme agama ternyata sangat dipengaruhi oleh dorongan yang terdapat dalam ajaran agama itu sendiri. Dari sisi inilah paper ini ditulis, untuk mengetahui perspektif epistemologis mereka dalam memahami teks-teks keagamaan. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa dari perspektif epistemologis, penolakan mereka terhadap gender equality ternyata berkelindan dengan pemahaman mereka yang sangat tekstual terhadap al-Qur’a> n dan h} adi> th, serta mengabaikan kesejarahan teks maupun penafsir. Kata kunci: Epistemologi Hukum Islam, Menolak Kesetaraan, Fundamentalisme, Muslimah Hizbut tahrir.
WACANA TANDINGAN PURITANISME ISLAM TENTANG PERAN PEREMPUAN (Mengkaji Bangunan Epistemologi Hukum Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>) Ulfah, Isnatin
Justitia Vol 11, No 2 (2014)
Publisher : Justitia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Puritanisme agama, dia lahir sebagai kontra diskursus, terutama terhadap modernitas. Faktor sosial, selalu menjadi pertimbangan untuk memahami kehadiran puritanisme. Betapapun begitu, tidak bisa dipungkiri dia juga sangat dipengaruhi oleh dorongan yang terdapat dalam ajaran agama itu sendiri (inward oriented).  Penolakannya terhadap Barat dan produk budayanya, misalkan kesetaraan gender, dapat dilihat dari  sisi ini, yaitu karakternya yang litaralis dan tekstualis. Dari sisi inilah paper ini ditulis, untuk mengetahui perspektif epistemologis kelompok puritan dalam memahami teks-teks keagamaan tentang peran perempuan.Kata Kunci: Epistemologi Hukum Islam, Peran Perempuan, Kesetaraan Gender, Puritanisme.
EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM MUSLIMAH HIZBUT ™ TAHRIR INDONESIA (MHTI) DI BALIK GAGASAN ANTI KESETARAAN GENDER Ulfah, Isnatin
Justitia Vol 10, No 2 (2013)
Publisher : Justitia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjuangan kaum feminis membebaskan perempuan dari dominasi patriarkhi dan menempatkan mereka setara dengan laki-laki ternyata tidak gayung bersambut oleh seluruh perempuan. Adalah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), organisasi perempuan subordinat HTI yang melakukan penolakan terhadap upaya tersebut. Menurutnya, kodrat perempuan yang secara biologis berbeda dengan laki-laki, membawa implikasi secara kodrati pula terhadap perbedaan peran masing-masing; perempuan di rumah mengasuh anak-anak, laki-laki mencari nafkah. Bagi mereka Islam sudah sangat jelas mengatur perbedaan tersebut. Persepsi MHTI tersebut tidak terlepas dari cara pandang dan pemahaman mereka terhadap doktrin dan teks-teks keagamaan. Dengan kata lain, fundamentalisme agama ternyata sangat dipengaruhi oleh dorongan yang terdapat dalam ajaran agama itu sendiri. Dari sisi inilah paper ini ditulis, untuk mengetahui perspektif epistemologis mereka dalam memahami teks-teks keagamaan. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa dari perspektif epistemologis, penolakan mereka terhadap gender equality ternyata berkelindan dengan pemahaman mereka yang sangat tekstual terhadap al-Qur’a> n dan h} adi> th, serta mengabaikan kesejarahan teks maupun penafsir.Kata kunci: Epistemologi Hukum Islam, Menolak Kesetaraan, Fundamentalisme, Muslimah Hizbut tahrir.
Menggugat Perkawinan: Transformasi Kesadaran Gender Perempuan dan Implikasinya terhadap Tingginya Gugat Cerai di Ponorogo Ulfah, Isnatin
Kodifikasia Vol 5, No 1 (2011)
Publisher : Kodifikasia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Fenomena tingginya gugat cerai di Ponorogo sudah melampauiprilaku perceraian konvensional, talak. Hingga medio Juli 2010,dari 789 kasus perceraian yang terjadi di Ponorogo, 483 kasusmerupakan gugat cerai, sisanya 306 cerai talak. Fenomena inimenarik untuk diteliti, mengingat selama ini dalam tradisi keluargakonvensional, perempuan selalu menjadi objek perceraian, bahkankorban perceraian. Meskipun fakta di persidangan, sebagaimanadilansir Humas Pengadilan Agama Ponorogo, menunjukkanbahwa faktor penyebab tingginya gugat cerai adalah kemandirianekonomi perempuan, tapi menurut asumsi penulis kemandiriandan persoalan ekonomi bukanlah faktor yang sebenarnya. Adafakta yang lebih dalam dari sekedar persoalan ekonomi, yaitukesadaran dan pemahaman gender pelaku gugat cerai yang sudahmengalamai transformasi. Dalam konteks inilah, penelitian inimerumuskan pertanyaan mendasar: Apakah keputusan gugatcerai ditentukan oleh tingkat pemahaman dan kesadaran genderpelakunya, dan bagaimana persepsi perempuan subyek gugatcerai terhadap relasi gender? Menggunakan metode kualitatif,penulis melakukan riset terhadap 5 informan subyek gugat cerai.Pendekatan fenomonologis dan perspektif feminis digunakan untukmembaca dan menganalisis data-data lapangan yang diperolehdari hasil in-dept inteviw dan observasi berperan serta. Hasil risettersebut menghasilkan kesimpulan: Keputusan gugat cerai sangatditentukan oleh transformasi pemahaman dan kesadaran genderpara pelakunya. Mereka menolak semua jenis ketidakadilan gender--stereotipe, diskriminasi, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan berbasis gender. Meskipun begitu, para informan tetap memandanglembaga perkawinan sebagai lembaga yang sakral karena merekapada umumnya mendambakan perkawinan menjadi lembaga yangadil bagi perempuan.
WACANA TANDINGAN PURITANISME ISLAM TENTANG PERAN PEREMPUAN (Mengkaji Bangunan Epistemologi Hukum Taqi> al-Di>n al-Nabha>ni>) Ulfah, Isnatin
Justicia Islamica Vol 11, No 2 (2014): HUKUM DAN SOSIAL
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/justicia.v11i2.104

Abstract

Abstrak: Puritanisme agama, dia lahir sebagai kontra diskursus, terutama terhadap modernitas. Faktor sosial, selalu menjadi pertimbangan untuk memahami kehadiran puritanisme. Betapapun begitu, tidak bisa dipungkiri dia juga sangat dipengaruhi oleh dorongan yang terdapat dalam ajaran agama itu sendiri (inward oriented).  Penolakannya terhadap Barat dan produk budayanya, misalkan kesetaraan gender, dapat dilihat dari  sisi ini, yaitu karakternya yang litaralis dan tekstualis. Dari sisi inilah paper ini ditulis, untuk mengetahui perspektif epistemologis kelompok puritan dalam memahami teks-teks keagamaan tentang peran perempuan.Kata Kunci: Epistemologi Hukum Islam, Peran Perempuan, Kesetaraan Gender, Puritanisme.
EPISTEMOLOGI HUKUM ISLAM MUSLIMAH HIZBUT ™ TAHRIR INDONESIA (MHTI) DI BALIK GAGASAN ANTI KESETARAAN GENDER Ulfah, Isnatin
Justicia Islamica Vol 10, No 2 (2013): HUKUM DAN SOSIAL
Publisher : IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/justicia.v10i2.148

Abstract

Perjuangan kaum feminis membebaskan perempuan dari dominasi patriarkhi dan menempatkan mereka setara dengan laki-laki ternyata tidak gayung bersambut oleh seluruh perempuan. Adalah Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI), organisasi perempuan subordinat HTI yang melakukan penolakan terhadap upaya tersebut. Menurutnya, kodrat perempuan yang secara biologis berbeda dengan laki-laki, membawa implikasi secara kodrati pula terhadap perbedaan peran masing-masing; perempuan di rumah mengasuh anak-anak, laki-laki mencari nafkah. Bagi mereka Islam sudah sangat jelas mengatur perbedaan tersebut. Persepsi MHTI tersebut tidak terlepas dari cara pandang dan pemahaman mereka terhadap doktrin dan teks-teks keagamaan. Dengan kata lain, fundamentalisme agama ternyata sangat dipengaruhi oleh dorongan yang terdapat dalam ajaran agama itu sendiri. Dari sisi inilah paper ini ditulis, untuk mengetahui perspektif epistemologis mereka dalam memahami teks-teks keagamaan. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa dari perspektif epistemologis, penolakan mereka terhadap gender equality ternyata berkelindan dengan pemahaman mereka yang sangat tekstual terhadap al-Qur’a> n dan h} adi> th, serta mengabaikan kesejarahan teks maupun penafsir.Kata kunci: Epistemologi Hukum Islam, Menolak Kesetaraan, Fundamentalisme, Muslimah Hizbut tahrir.
Menggugat Perkawinan: transformasi kesadaran gender Perempuan dan Implikasinya Terhadap Tingginya Gugat Cerai di Ponorogo Ulfah, Isnatin
Kodifikasia Vol 5, No 1 (2011)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (243.874 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v5i1.751

Abstract

Abstrak: Fenomena  tingginya  gugat  cerai  di  Ponorogo  sudah melampaui  prilaku perceraian konvensional, talak. Hingga medio Juli 2010, dari 789 kasus perceraian  yang  terjadi  di  Ponorogo,  483  kasus  merupakan  gugat  cerai, sisanya 306 cerai talak. Fenomena ini menarik untuk diteliti, mengingat selama ini dalam tradisi keluarga konvensional, perempuan selalu menjadi objek perceraian, bahkan korban perceraian. Meskipun fakta di persidangan, sebagaimana dilansir Humas Pengadilan Agama Ponorogo, menunjukkan bahwa faktor penyebab tingginya gugat cerai adalah kemandirian ekonomi perempuan,  tapi  menurut  asumsi  penulis  kemandirian  dan  persoalan ekonomi  bukanlah  faktor  yang  sebenarnya. Ada fakta yang lebih dalam dari sekedar persoalan ekonomi, yaitu kesadaran dan pemahaman gender pelaku gugat cerai yang sudah mengalamai transformasi. Dalam konteks inilah, penulis ingin mengetahui lebih mendalam apakah keputusan gugat cerai ditentukan oleh tingkat pemahaman dan kesadaran gender pelakunya, dan  bagaimana  persepsi  perempuan  subyek  gugat  cerai  terhadap  relasi gender. Pendekatan fenomonologis dan perspektif feminis digunakan untuk membaca dan menganalisis data-data lapangan yang diperoleh dari hasil in-dept  interview  dan  observasi  berperan  serta.   Dari  hasil  riset  tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa Keputusan gugat cerai sangat ditentukan oleh  transformasi  pemahaman  dan  kesadaran  gender  para  pelakunya. Mereka menolak semua jenis ketidakadilan gender, stereotipe, diskriminasi, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan berbasis gender. Meskipun begitu, para informan tetap memandang lembaga perkawinan sebagai lembaga yang sakral karena mereka pada umumnya mendambakan perkawinan menjadi lembaga yang adil bagi perempuan.
Eksklusivisme Komunitas Islam-Hindu (Analisis Tindakan Sosial Komunitas Beda Agama di Dusun Semanding Loceret Nganjuk) Ulfah, Isnatin
Kodifikasia Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1854.156 KB) | DOI: 10.21154/kodifikasia.v12i2.1522

Abstract

Relasi sosial-keagamaan komunitas beda agama Islam dan Hindu di Dusun Semanding sebelum didirikan pura dan masjid berjalan inklusif. Tetapi keadaan Semanding berubah setelah pura didirikan pada  tahun 2001. Berdirinya pura ternyata berimbas pada kegelisaan identitas komunitas muslim, sehingga umat Islam mendirikan masjid yang dijadikan sebagai wadah berkumpulnya komunitas muslim Dusun Semanding. Perubahan relasi sosial-keagamaan pasca berdirinya pura dan masjid itulah yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini menghasilkan temuan, dalam ruang publik saat hajatan perkawinan, ada kematian, atau saat bekerja di sawah masyarakat Semanding bersikap inklusif. Tetapi di wilayah privat yaitu wilayah identitas agama dan ideologi, mereka bersifat eksklusif seperti keengganan memenuhi undangan acara-acara besar antar agama. Ada empat tindakan yang menjadi motif tindakan sosial tersebut, yaitu motif instrument, motif nilai, motif afektif, dan motif tradisional.
MENOLAK KESETARAAN: Counter-Discourse dan Motif Politik di Balik Gagasan Anti Feminisme MHTI Ulfah, Isnatin
Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol. 11 No. 1 (2012)
Publisher : Sunan Kalijaga State Islamic University & The Asia Foundation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/musawa.2012.111.85-114

Abstract

Struggle of Feminist to free up women from patriarchal domination and put them on par with men was not as expected by most women. There are Hizbut-Tahrir Indonesia (MHTI), women's subordinate HTI doing rejection. According to them, the biological nature of women different from men, and that by nature also carries implications for the different roles; women at home caring for children, men earn a living. For them Islam is very clear is appeasement. Ideas and discourses of gender equality is a Western conspiracy to destroy Islam through the women and families. From a historical perspective, the rejection was due to the accumulation of disappointment and trauma that so long Western domination of the Muslim world that Muslims suffered adversity, hence the anti-Western stance. From the perspective of ideologicaldoctrinal, because of their belief that Islam is perfect, so it is not necessary ideology and doctrines other than Islam. Only by returning to the Islamic Shariah and Khilafah system alone, Muslims can regain its former glory. From an epistemological perspective, the rejection was due to their highly textual understanding of the Qur'an and hadith, ignoring the historical text and interpreter. Resistant attitude can also be seen from the perspective of ecofeminism is a conservative women's group that provides a form of resistance to establish and articulate feminine roles are regarded as potential women that must be preserved
Eksklusivisme Komunitas Islam-Hindu (Analisis Tindakan Sosial Komunitas Beda Agama di Dusun Semanding Loceret Nganjuk) Ulfah, Isnatin
Kodifikasia: Jurnal Penelitian Islam Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : IAIN PONOROGO

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/kodifikasia.v12i2.1522

Abstract

Relasi sosial-keagamaan komunitas beda agama Islam dan Hindu di Dusun Semanding sebelum didirikan pura dan masjid berjalan inklusif. Tetapi keadaan Semanding berubah setelah pura didirikan pada  tahun 2001. Berdirinya pura ternyata berimbas pada kegelisaan identitas komunitas muslim, sehingga umat Islam mendirikan masjid yang dijadikan sebagai wadah berkumpulnya komunitas muslim Dusun Semanding. Perubahan relasi sosial-keagamaan pasca berdirinya pura dan masjid itulah yang menarik untuk diteliti. Penelitian ini menghasilkan temuan, dalam ruang publik saat hajatan perkawinan, ada kematian, atau saat bekerja di sawah masyarakat Semanding bersikap inklusif. Tetapi di wilayah privat yaitu wilayah identitas agama dan ideologi, mereka bersifat eksklusif seperti keengganan memenuhi undangan acara-acara besar antar agama. Ada empat tindakan yang menjadi motif tindakan sosial tersebut, yaitu motif instrument, motif nilai, motif afektif, dan motif tradisional.