Winda Yunita
Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Lampung

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

IMPLEMTASI PERMA NOMOR 02 TAHUN 2012 TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP TERHADAP PELAKU PENCURIAN RINGAN Winda Yunita
Legalita Vol 2 No 2 (2020): Jurnal Hukum Legalita
Publisher : Universitas Muhammadiyah Kotabumi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (189.359 KB)

Abstract

This study discusses the application of Perma No. 02 of 2012 concerning adjustments to the limits of minor crimes and the amount of fines in the Criminal Code against perpetrators of minor theft. The data collection technique is carried out by the author by means of: literature study, field study, and interviews. The results of this study: 1. The application of punishment to the perpetrators of the crime of minor theft in case Number 2/Pid.C/2020/PN Bbu, namely that in this case of minor crimes, the judge's decision is only recorded in the register, that is, it is enough in the book not to make a decision. separately and the verdict of the trial is carried out on the same day or time at the same time this is so that it does not take protracted time because this minor crime is fast so that cases go to court such as traffic violations cases, 2. Basis for judges' considerations Sentencing the perpetrators of the crime of minor theft in case Number 2/Pid.C/2020/PN Bbu, was based on juridical considerations, namely based on the indictment of the public prosecutor, witness statements, statements of the defendant, evidence, while the considerations made by the public prosecutor non-juridical, namely the background of the defendant and the religion or belief held by the defendant, the physical and mental condition of the defendant and the consequences of the defendant's actions.
ANALISIS YURIDIS PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI TINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Nurbaiti Syarif; Winda Yunita
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 20 No 1 (2022): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v20i1.599

Abstract

Hukuman mati adalah sanksi pidana terberat yang terdapat dalam hukum positif Indonesia yang dijatuhkan kepada terpidana. Hukuman mati diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 10. Hukuman mati diberikan kepada terpidana yang sudah melakukan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Metode pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah normatif dan empiris dengan deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan Pelaksanaan pidana mati di Indonesia pada mulanya dilaksanakan menurut ketentuan dalam Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang pelaksanaanya secara rinci dijelaskan pada Undang-Undang No. 2 (PNPS) Penetapan Presiden Tahun 1964. kesimpulan, tindak pidana Narkotika merupakan salah satu bagian dari kejahatan khusus atau kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika harus dilakukan. Agar dapat memberikan rasa aman bagi semua masyakat Indonesia, sekaligus juga melindungi masyarakat demi tercapainya kedaulatan hukum, keadilan dan kepastian hukum yang telah dirumuskan melalui peraturan Perundang-Undangan khususnya Undang-Undang Narkotika yang berlaku. Kata kunci : Pidana Mati, Pelaku Narkotika, Hak Asasi Manusia.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PRODUK BARANG ILEGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Winda Yunita; Riza Yudha Patria
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 20 No 2 (2022): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v20i2.727

Abstract

Article 62 of the Criminal Code states that trading in illegal goods is a crime, and this is enforced in conjunction with other laws that protect consumers. How is law enforcement against trade in illegal goods products based on Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. What are the disincentives for law enforcement efforts against the crime of counterfeiting illegal products? This study uses a legal-regulatory approach. Based on the results of the study and discussion, it shows that law enforcement in relation to trade in illegal commercial products based on Law Number 8 of 1999 "Consumer Protection" is carried out through the application of criminal law (criminal law enforcement) and peer review by the National Police and the Food and Drug Supervisory Agency ( BPOM). The perpetrators of trafficking in illegal goods are handled legally at the judicial level based on legal provisions and one of its enforcement is carried out by a decision with a permanent res judicata (inkracht van gewijsde) in order to obtain criminal sanctions and guarantees of legal certainty. others: The criminal sanctions of Article 62(1) in conjunction with Article 8 and Article 9(2) of the Consumer Protection Law Number 8 of 1999 do not have a deterrent effect. Keywords: Trade, Illegal Goods Products, Consumer Protection.
UPAYA HUKUM PRA PERADILAN TERHADAP PENYITAAN OBJEK KENDARAAN YANG DIDUGA TIDAK SAH OLEH POLRES PESAWARAN D. Novrian Syahputra; Winda Yunita
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 21 No 2 (2023): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v21i2.1129

Abstract

Prosedur dalam hukum acara pidana harus dibedakan mengenai penanganan penyitaan dalam perkara tilang dan perkara biasa. Pasal 211 KUHAP penyitaan menggunakan pemeriksaan cepat dan ketika diputus maka pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat segera setelah terpidana memenuhi isi amar putusan tetapi dalam kasus penyitaan objek kendaraan hasil lelang negara pihak Satlantas Polres Pesawaran tidak mematuhinya. Bagaimana upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh Polres Pesawaran. Apakah faktor-faktor penghambat dalam upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh Polres Pesawaran. Pra Peradilan adalah Wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menegani sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan, penghentian, penuntutan, permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi, penetapan tersangka tidak sah karena pemeriksan saksi-saksi, ahli, tersangka, penggeledahan, serta penyitaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan empiris. Berdasarkan hasil pembahasan menunjukkan bahwa upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh Polres Pesawaran melalui pembuktian bahwa Majelis Hakim dalam Pertimbangannya bahwa terdapat kesalahan dalam prosedur penyitaan. Penyitaan tetap dilakukan oleh Polres Pesawaran setelah adanya sidang tilang, tindakan pihak Polres Pesawaran tidak mau mengeluarkan barang bukti objek disita bertentangan dengan Pasal 215 KUHAP yang menyatakan pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan. Faktor penghambat dalam upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh yaitu: Faktor penegak hukum, Faktor fasilitas, Faktor masyarakat. Kata Kunci: Upaya Hukum, Pra Peradilan, Penyitaan Tidak Sah
ANALISIS YURIDIS PIDANA MATI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI TINJAU DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Nurbaiti Syarif; Winda Yunita
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 20 No 1 (2022): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v20i1.599

Abstract

Hukuman mati adalah sanksi pidana terberat yang terdapat dalam hukum positif Indonesia yang dijatuhkan kepada terpidana. Hukuman mati diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 10. Hukuman mati diberikan kepada terpidana yang sudah melakukan kejahatan luar biasa (extra ordinary crimes). Metode pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah normatif dan empiris dengan deskriptif-analitis. Hasil penelitian menunjukkan Pelaksanaan pidana mati di Indonesia pada mulanya dilaksanakan menurut ketentuan dalam Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang pelaksanaanya secara rinci dijelaskan pada Undang-Undang No. 2 (PNPS) Penetapan Presiden Tahun 1964. kesimpulan, tindak pidana Narkotika merupakan salah satu bagian dari kejahatan khusus atau kejahatan luar biasa (Extra Ordinary Crime). Hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika harus dilakukan. Agar dapat memberikan rasa aman bagi semua masyakat Indonesia, sekaligus juga melindungi masyarakat demi tercapainya kedaulatan hukum, keadilan dan kepastian hukum yang telah dirumuskan melalui peraturan Perundang-Undangan khususnya Undang-Undang Narkotika yang berlaku. Kata kunci : Pidana Mati, Pelaku Narkotika, Hak Asasi Manusia.
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERDAGANGAN PRODUK BARANG ILEGAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Winda Yunita; Riza Yudha Patria
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 20 No 2 (2022): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v20i2.727

Abstract

Article 62 of the Criminal Code states that trading in illegal goods is a crime, and this is enforced in conjunction with other laws that protect consumers. How is law enforcement against trade in illegal goods products based on Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection. What are the disincentives for law enforcement efforts against the crime of counterfeiting illegal products? This study uses a legal-regulatory approach. Based on the results of the study and discussion, it shows that law enforcement in relation to trade in illegal commercial products based on Law Number 8 of 1999 "Consumer Protection" is carried out through the application of criminal law (criminal law enforcement) and peer review by the National Police and the Food and Drug Supervisory Agency ( BPOM). The perpetrators of trafficking in illegal goods are handled legally at the judicial level based on legal provisions and one of its enforcement is carried out by a decision with a permanent res judicata (inkracht van gewijsde) in order to obtain criminal sanctions and guarantees of legal certainty. others: The criminal sanctions of Article 62(1) in conjunction with Article 8 and Article 9(2) of the Consumer Protection Law Number 8 of 1999 do not have a deterrent effect. Keywords: Trade, Illegal Goods Products, Consumer Protection.
UPAYA HUKUM PRA PERADILAN TERHADAP PENYITAAN OBJEK KENDARAAN YANG DIDUGA TIDAK SAH OLEH POLRES PESAWARAN D. Novrian Syahputra; Winda Yunita
Keadilan : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang Vol 21 No 2 (2023): Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Tulang Bawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37090/keadilan.v21i2.1129

Abstract

Prosedur dalam hukum acara pidana harus dibedakan mengenai penanganan penyitaan dalam perkara tilang dan perkara biasa. Pasal 211 KUHAP penyitaan menggunakan pemeriksaan cepat dan ketika diputus maka pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat segera setelah terpidana memenuhi isi amar putusan tetapi dalam kasus penyitaan objek kendaraan hasil lelang negara pihak Satlantas Polres Pesawaran tidak mematuhinya. Bagaimana upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh Polres Pesawaran. Apakah faktor-faktor penghambat dalam upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh Polres Pesawaran. Pra Peradilan adalah Wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutus menegani sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan, penghentian, penuntutan, permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi, penetapan tersangka tidak sah karena pemeriksan saksi-saksi, ahli, tersangka, penggeledahan, serta penyitaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan empiris. Berdasarkan hasil pembahasan menunjukkan bahwa upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh Polres Pesawaran melalui pembuktian bahwa Majelis Hakim dalam Pertimbangannya bahwa terdapat kesalahan dalam prosedur penyitaan. Penyitaan tetap dilakukan oleh Polres Pesawaran setelah adanya sidang tilang, tindakan pihak Polres Pesawaran tidak mau mengeluarkan barang bukti objek disita bertentangan dengan Pasal 215 KUHAP yang menyatakan pengembalian benda sitaan dilakukan tanpa syarat kepada yang paling berhak, segera setelah putusan. Faktor penghambat dalam upaya hukum pra peradilan terhadap penyitaan objek kendaraan yang diduga tidak sah oleh yaitu: Faktor penegak hukum, Faktor fasilitas, Faktor masyarakat. Kata Kunci: Upaya Hukum, Pra Peradilan, Penyitaan Tidak Sah